Memandangmu
Bagaikan mimpi bagiku
Tawamu, bagai melodi merdu
Senyummu, bagai mentari pagiku
Candamu, terbitkan senyumku
Pesonamu bagaikan mentari
Menarik hati kala ia hadir
Tak luput bawa kagum saat pergi
Namun begitu congkak saat siang hari
Tapi tak urung tetap menarik hati
Bagai mimpi
Anggapku kau memandangku
Rasanya tak mungkin
Hampir-hampir mustahil
Tapi ilusi membuaiku
Terbangkanku dalam angan semu
Bangun!
Mimpi ini terlalu indah
Terbangkanku hingga hilang arah
Tak lagi menjejak tanah
Lupa tempatku berkisah
Tapi aku harus bangun
Ia tak memandangku
Tatapnya tak tertuju padaku
Aku hanya menggenggam angan semu
Hai rasa
Dapatkah kau hentikan anganmu
Sudahi segala mimpi khayalmu
Logika memanggilmu
Berteriak coba sadarkan dirimu
Agar mimpi tak membuaimu
Sadarlah
Maka kau tak kan jatuh dan patah
Tapi rasa…
Kau terlalu keras kepala
Menolak nasehat logika
Tetap terbuai ilusi indahnya
Logika lelah
Namun tak urung ia resah
Berapa kali ia harus mengalah
Rasanya ingin menyerah
Rasa pergi tak tau arah
Mungkin saatnya ia menyerah
Semesta memandang
Tatap logika yang lelah berperang
Tak urung ikut mengerang
Bagaimana mungkin ia kalah berperang?
Akhirnya ia turun tangan
Ikut berperan dalam pertempuran
Bantu logika sampaikan pesan
Jatuhkan rasa tanpa perasaan
Mestinya semua tersampaikan
Rasa jatuh
Sakit mendera tubuh
Namun darah tetap dalam pembuluh
Sesak datang merengkuh
Buatnya seketika mengeluh
Rasa menyesal
Berkalipun ia ingin menyangkal
Ia tau logika benar
Seharusnya dia mendengar
Agar ia tak tak terdampar
Sekarang ia jatuh ke dasar
Dilingkupi sepi yang menguar
Gelap ikut berpendar
Menghalangi rasa dari sinar
Sekarang ia harus memulainya dari awal
Duhhh, bca kata per kata, rasanya kok marah ya, entahlah, mungkin cuma rasa saja