Ruangan tempatnya berlindung dari berisiknya dunia luar dikuasai kegelapan. Hanya helaan napas lemah dan detak jam dinding yang membentuk simfoni keputusasaan. Cahaya rentan sang dewi bulan mencoba menyinari kegelapan ruangan, seakan ingin menarik wanita yang tengah terbaring di karpet bulu dari dunia kecilnya.
Batinnya memberontak, menjerit kan kebebasan dari perasaan putus asa dan rasa sakit seakan ribuan semut menggerogoti tubuh dan jiwanya. Ia tanpa sadar mengurung diri dalam penjara perasaan yang ia miliki. Perasaan yang sangat ingin dibuangnya namun ia juga tak sanggup untuk melupakan bentuk perasaan yang ia rasakan pada si pemilik hatinya. Pria yang sejak setahun lalu tidak lagi berada di sisinya. Meninggalkannya dan membuat ia menghabiskan malam demi malam tanpanya.
Dalam kurun waktu itu, ia menarik diri dari sekitarnya. Memilih mengurung diri dalam bangunan yang dulunya menjadi rumah baginya yang sekarang hanya menjadi sebagai pengingat bahwa ia tinggal seorang diri.
Menghabiskan hari-hari yang dilaluinya dengan menjilat rasa nestapa yang ia rasakan. Namun, sisi lain dirinya ingin terbebas dari perihnya luka yang tertinggal. Ia ingin melepaskan semuanya termasuk kenangan dan perasaan pada pria yang wajahnya masih terukir jelas dalam ingatannya.
“Kau di mana? Aku mengantuk. Cepatlah kembali , jangan membuatku terlelap sendiri, Sehun,” bisiknya. Ia menunggu jawaban dari pemilik nama yang keluar dari bibir pucatnya. Namun kesunyianlah yang membalas bisikannya.
“Hampa. Aku tidak menyukai perasaan yang kurasakan, Sehun. Jangan membuatku terlihat semakin menyedihkan,” menghela napas untuk menghilangkan rasa sesak di dadanya. “Sehun, aku merindukanmu.” Air mata menyelinap keluar dari mata bulat miliknya.
—
Dingin menguasai dan bibirnya terus mengucapkan kalimat ‘aku mencintaimu’ seakan ia tak pernah cukup mengatakan pada saat pria itu masih bersamanya. Pada satu waktu ia tidak bisa menanggung berisiknya suara dalam benaknya. Kehilangan kontrol diri, teriakan dan juga keinginan menyakiti diri merajainya. Setitik kesadaran yang tersisa membuatnya bertanya. Apa yang salah dengannya?
Lalu hari berganti, cahaya matahari menyinari wajahnya dan ia menguatkan dirinya untuk bangkit dari luka jiwa. Mengumpulkan puing-puing semangat dalam dirinya untuk menghadapi hari baru baginya. Menolak luka masa lalu menarik dan menjatuhkannya dalam pelukan kegelapan. Menenggelamkan tekadnya untuk menyongsong masa depan yang masih dipenuhi misteri. Dalam hari-hari yang ia jalani setahun dalam kegelapan. Satu kesadaran yang terus bergema dalam diri.
“Aku tidak akan bisa lepas dari semua masa lalu, maka lepaskan aku. Lepaskan kekangan kenangan kita dariku, Sehun, sayang,” ucapnya pada foto pria yang tengah tersenyum hingga matanya membentuk bak bulan sabit.
Ia memulai hari baru. Menemui teman-teman yang ia tinggalkan. Memperbaiki kerusakan yang ia tinggalkan saat ia melarikan diri dari kenyataan. Diujung hari, ia melangkah menuju satu tempat yang tidak berani ia kunjungi setahun yang lalu.
“Hai. Maaf, aku baru berani mengunjungimu.” Senyum tipis dilayangkannya pada nisan di depannya. “Aku menjalani hariku dengan baik. mmm, dua hari lalu aku tidak sengaja bertemu dengan wanita itu.”
Tawa keluar dari bibirnya dan meninggalkan jejak getir. Menghela napas dalam, ia menatap tulisan yang terukir di nisan yang ia tatap. “Aku bisa melihat rasa bersalah masih menghantui wanita itu. Kau mungkin benar, mengatakan aku wanita jahat. Karena aku merasa puas melihatnya tidak hidup dengan baik.”
Tangannya terkepal erat, tubuhnya bergetar namun ia tetap mencoba berdiri kokoh. “Namun, tahukah kau? Aku telah memaafkanmu. Memaafkan kesalahan yang kau lakukan karena pengaruh alkohol dan skema wanita itu.” Ia melempar pandangannya ke arah pepohonan tidak jauh darinya. Melihat angin berhembus dan membelai daun di tiap ranting pohon. “Aku masih tetap mengingat raut putus asa yang kau perlihatkan saat aku meninggalkanmu. Aku tahu kau juga terluka.” Tanpa bisa ia bendung tangisnya pecah dan ia menangis dalam diam.
Jika ia bisa memutar waktu, ia akan mencoba menahan rasa sakit yang ia rasakan dan memaafkan pria yang sekarang terbaring dalam damai. Apa pun akan ia lakukan agar pria tersebut tetap di sisinya, ia memilih membuang egonya, semua itu lebih baik dibanding kesendirian yang ia rasakan. Yang pada akhirnya menjatuhkannya dalam lautan keputusasaan. Amarah yang ia rasakan membakarnya dan hasil akhir yang ia dapatkan adalah, dirinya yang ia temukan dalam tumpukan abu kehampaan.
Di tengah tangisnya, angin kembali berhembus mengusap kepalanya, dan ia seakan membayangkan tangan seseorang yang sangat ia kenali tengah membelai rambutnya dengan senyum menenangkan miliknya.
“Aku mencintaimu, Im Yoon Ah.” Dan senyum tulus yang hilang dua tahun lalu kembali terlukis di wajah milik wanita itu.
END
AN/ HAI^^ AKU COME BACK BAWA SHORT STORY. MAAF BELUM BISA POSTING CERITA YANG HAPPY ENDING, EHEHE… CERITA INI TERINSPIRASI DARI ART TEMAN AKU @ohqalbis DAN LAGU DARI EVANESSENCE LITHIUM. SEMOGA SUKA YA^^.
wahhh sehunnn
:berharapindah
:berharapindah :berharapindah
Im yoon ah