Perjalanan mereka akhirnya kembali dilanjutkan setelah hampir seharian mereka berdiam diri di pondok di bawah naungan pohon besar tersebut. Unique kembali berkuda bersama dengan Alford sedangkan Agni memimpin di depan diikuti Alford baru Honey di belakang. Ketiga kuda itu sudah berlari selama empat jam dan menurut Agni, setelah satu jam perjalanan, mereka akan sampai di kerajaan Pangeran Yasa.
Unique masih terpaku memandang punggung Agni. Unique masih memipikrkan apa yang dikatakan Agni tadi saat mereka berdua duduk di depan perapian. Agni memang mengatakan jika pondok tersebut adalah rumahanya, itupun juga terlihat dari bagaimana pria itu tau seluk beluk rumah itu. namun yang mengganjal di pikiran Unique bukan hal itu tetapi hal lain.
Siapa yang tinggal bersama Agni di rumah itu.
Rumah itu meski nampak tua, Unique bisa menilai jika rumah itu dulunya memiliki sentuhan feminin yang mengisyaratkan jika rumah itu dihuni oleh seorang wanita. Apalagi ruang yang digunkana oleh Unique sangat feminin dan terlihat sekali jika itu terlihat seperti kamar seorang wanita. Jadi besar kemungkinan jika Agni tidak tinggal sendirian di rumah itu. lalu siapa wanita yang mungkin tinggal bersama Agni? Ibunya kah, kakak perempuannya kah, atau adiknya kah?
Sayangnya Unique tidak sempat menanyakan itu. salahkan saja Honey yang tiba-tiba berteriak karena tidak mendapati sosok Unique di dalam kamar. Hal itu menyebbakan kegaduhan sebentar tapi sukses merusak suasana yang terbangun diantara Agni dan juga Unique. Akhirnya Unique tidak bisa bertanya lebih lanjut akna rasa penasarannya.
“Kita sudah sampai.” Uniqe mengerjapkan matanya saat pemandanga matanya mendapati pemandangan indah di depannya. Dirinya mengira jika kerajaannya adalah kerajaan paling indah yang pernah ada, tapi setelah melihat pemandangan di depannya ternyata sama indahnya dengan kerajaannya dulu.
Mengingat kerajaannya dulu membuat Unique kembali bersedih.
“Jangan bersedih Tuan pUtri. Kami masih disini bersama anda/” Uniqe mengangguk dengan semangat di tengah air matanya yang kembali mengalir di pipinya. Agni benar, masih ada para pengawalnya yang setia berada disisinya.
Seperti yang diperkirakan, kerajaan Pangeran Yasa sudah mengetahui apa yang tela terjadi dengan kerajaan milik Uniqe. Bahkan Pangeran Yasa sudah mengirim prajurit terbaiknya untuk menyeldiki lebih lanjut siapa dalang atas hangusnya kerajaan Unique. Bahkan Pangeran Yasa sudah menunggu kedatangan Unique seolah pria itu tau bahwa Unique akan datang cepat atau lambat.
“Aku senang kau selamat, Unique.” Unique tersenyum lembut atas ucapan Pangeran Yasa. Pria itu menggiring Unique beserta rombongannya memasuki istana, melewati lorong-lorong panjang dengan arsitektur tak kalah menawan dari milik Istana Unique.
“Aku sangat menyesal kejadian ini menimpa kerajaanmu Unique. Aku juga turut berduka cita atas meninggalnya ayah dan ibumu.”
Unique lagi-lagi tersenyum sendu. Pikirannya otomatis langsung terarah ke kenangannya bersama kedua orang tuanya. “Yah, aku juga tidak menyangka jika mereka akan meninggalkanku secepat ini.”
“Kau tidak sendirian Unique. Masih ada aku dan pengawalmu. Kami akan selalu ada untukmu.” Sekali lagi Unique tersenyum atas kata penghibur yang diucapkan oleh Pangeran Yasa, membuat pria itu merasa senang karena bisa mengibur calon istrinya. “Ah, ayah dan ibumu sedang berada di luar kerajaan jadi akan aku perkenalkan kepada mereka nanti. Selain itu, aku ingin memperkenalkan kalian dengan sosok spesial di kerajaan ini.”
Pangeran Yasa langsung menggiring mereka ke sebuah ruangan yang di penuhi oleh buku di setiap dindingnya. Di tengah-tengahnya terdapat meja kecil yang terdapat buku super tebal di atasnya. Disekeliling meja tersebut terdapat karpet berbulu nyaman yang sangat nyaman untuk di duduki. Satu-satunya penghuni yang berada di dalamnya adalah sosok berjubah hitam kusam berambut putih panjang yang tengah menatap seksama pada sisi dinding berisi buku tersebut.
Sosok itu menoleh ke arah pintu saat pintu terbuka dan menampilkan sosok Pangeran Yasa dan tamu-tamunya. Sosok berwajah tua tersebut langsung membungkukkan badan melihat kedatangan Pangeran Yasa. Pangeran Yasa pun mendekat ke arah meja diikuti oleh Unique dan lainnya, begitu pula sosok tersebut.
“Unique dan lainnya, perkenalkan ini Charta. Dia merupakan salah satu penyair terkenal yang kini menetap di kerajaanku.”
Sosok bernama Charta tersebut membungkukkan badannya sekali lagi, memberikan penghormatan kepada sosok gadis di depannya yang diketahuinya sebagai salah satu putri dari kerajaan terkenal. “Suatu kebanggaan bisa bertemu dengan anda, Putri Unique.”
“Begitu pun dengan saya, Tuan Charta. Saya merasa senang bisa bertemu dengan sosok penyair seperti anda.” Unique menyatakan rasa senangnya kepada Charta karena suatu kebanggaan sendiri bisa bertemu dengan sosok Charta, penyair. Karena kenyataannya, hanya sedikit penyair yang ada di dunia mereka.
Seorang penyair adalah mereka yang bertugas menjadi pembawa cerita dari masa ke masa. Karena tugas inilah mereka sering kali berumur panjang dibandingkan manusia biasa. Mereka juga sering kali menjadi bukti nyata dari cerita ataupun dongeng yang terjadi di dunia ini, bahkan diantara mereka tak jarang pula dijadikan seornag penasihat kerajaan karena kebijaksanaan yang di dapat akibat semua pengalaman yang mereka miliki sepanjang hidupnya.
“Akan sangat menyenangkan sekali jika saya bisa membawakan beberapa cerita yang mungkin bisa menghibur anda, Tuan Putri.” Unique mengangguk setuju. Unique juga menantikan mendengarkan cerita-cerita dari masa lalu yang sangat menarik perhatiannya, terutama tentang kerajaannya di masa lampau.
Berbicara tentang umur panjang, Unique pun memiliki sosok yang sudah berumur panjang.
“Jika boleh tau, berapa umur anda Tuan Charta?” tanya Honey penasaran yang langsung di berikan suara batuk oleh Unique yang menandakan ketidak sopanan Honey.
Meski begitu, Charta tidak merasa tersinggung dengan pertanyaan Honey yang sering ditanyakan oleh orang-orang yang baru pertama bertemu dengannya. “Saya berumur 250 tahun. Masih muda, bukan.” Semua orang yang mendengar jawaban itu terperangah, kecuali Agni dan Pangeran Yasa.
Alford sendiri pun melirik ke arah ketuanya. Setidaknya, dibandingkan dengan Charta, Tuan Agni yang hampir berumur sama dengan pria tersebut nampak terlihat sangat muda. Jelas sekali jika Agni tidak nampak memiliki kerutan bahkan terlihat tidak pernah menua maupun memperlihatkan jika dirinya berumur sangat panjang. Tapi mengapa? Bagaimana bisa orang berumur 201 tahun sepertinya tidak menua sama sekali? Apa benar jika Tuan Agni dikutuk?
“Lebih baik anda mengistiraharkan diri, Tuan Putri. Biarkan Honey membantu anda untuk beristirahat. Bukankah begitu, Pangeran Yasa?” Pangeran Yasa mengangguk setuju dengan usul Agni. Pria itu segera mengantar Unique beserta Honey menuju kemar peristirahtan mereka. “Alford, kau juga segeralah istirahat. Aku akan menyusulmu setelah berbicara sebentar dengan Charta.” Alford pun tidak membantah dan langsung menyusul keluar dari ruangan, menyisakan Agni dan Charta di dalam ruangan.
“Sudah lama sekali kita tidak bertemu, Tuan Agni.”
Agni pun mengangguk lembut. “Yah, kurasa hampir 20 tahun kita tidak berjumpa. Bagaimana kabarmu, Charta?”
Sosok pria itu berusaha tersenyum di sela-sela rasa gugupnya, “Seperti yang anda lihat sendiri tuan, masih sama seperti terakhir kali kita bertemu. Tentu saja, saya masih merasa segan setiap kali bertemu dengan anda.”
Agni tersenyum pada sosok di depannya, salah satu sahabatnya selama ini. “Tidak perlu segan, bagaiamanapun juga kau adalah salah satu sahabatku melalui kehidupan ini.” keduanya terdiam. Meskipun disebut sebagai sahabat, keduanya tetap tidak bisa berkomunikasi dengan normal mengingat rentang umur keduanya yang cukup lebar.
“Ah, ini mengingatkan saya.” Charta berjalan ke salah satu dinding. Tangan rapuhnya mengambil suatu benda yang yang tertutup oleh kain yang nampak lusuh. Saat benda tersebut dibawa mendekat ke arah Agni dan kainnya disingkap, sebuah belati dengan ukuran rumit langsung menampakkan diri.
Agni sudah lama tidak melihat belati tersebut. Belati dengan ganggang kayu yang beraroma harum serta berukuran sulur yang sangat indah. Bahkan pada bilahnya pun masih terdapat corak api yang menyimbolkan pemilik dari belati tersebut. Api, nama lain dari Agni.
“Sudah waktunya ternyata.” Agni mengambil belati tersebut. Menatap gamang pada benda yang ada di genggamannya. Kenyatannya, belati inilah satu-satunya sahabat yang dia miliki sebenarnya. Teman sekaligus musuhnya. Benda yang bisa melindunginya sekaligus mengancam nyawanya. Setidaknya hanya benda inilah yang sementara ini bisa melukai tubuhnya dan meninggalkan bekas luka yang tidak bisa disembuhkan. Sama seperti luka di punggungnya, serta sayatan di tangannya yang sengaja dibuat di pergelangan tangannya yang dibuatnya sebagai pengingat.
“Lalu bagaimana rencana anda setelah ini, Tuan Agni.” Agni tersenyum masa ke arah Charta. Sosok yang telah menemaninya selama ini dan menerima permintaannya untuk menyimpan belatinya.
“Masih sesuai rencana awal Charta. Tapi jika pada akhirnya kejadian tersebut terulang kembali, maka aku akan menjalaninya dengan biasanya.” Terdengar suara pasrah yang dikeluarkan oleh Agni, membuat Charta yang mengusulkan ide ini merasa menyesal.
“Maafkan saya tuan.”
“Tidak perlu Charta. Lagi pula, idemu patut dicoba. Siapa tau, kutukan ini bisa berakhir dan aku bisa bertemu dengannya lagi.” Charta tersenyum kecut mendengar nada sedih yang jarang di keluarkan oleh Agni di depan orang orang. “Lebih baik belati ini kamu bawa kembali. Jika memang semuanya berjalan tidak sesuai perkiraan, aku akan mengambilnya kembali.”
Charta hanya bisa mengangguk dan menerima kembali belati tersebut.
***
Unique berjalan menyusuri lorong istana. dia tadi meminta waktu untuk dirinya sendiri. Waktu untuk memperbaiki suasana hatinya. Kehilangan keluarga besarnya hanya dalam satu malam jelas merupakan pukulan berat bagi Unique. Sampai saat ini pun Unique masih tidak bisa menerima itu semua. Tapi dia harus segera bangkit bukan. Demi orang-orang yang sudah mengorbankan nyawanya demi dirinya, dan tentu saja membuat kedua orang tuanya bahagia dan tenang.
Kaki mungil Unique mengantarkannya pada sebuah balkon yang menghadap langsung pada hutan yang lebat, hutan yang dilaluinya. Disana terdapat dua buah bangku yang menghadap pemandangan dengan sebuah meja bundar kecil sebagai pemisahnya. Terdapat sosok Charta yang menempati salah satunya. Di meja itu pun sudah tersedia dua buah cangkir yang asapnya masih mengepul, seakan sudah disediakan untuk menyambut seorang yang lain.
Seakan dia tau bahwa Unique akan datang.
“Anda sudah datang, Tuan Putri?” Unique tersentak kaget. Ternyata benar Charta menunggu dirinya.
Unique segera duduk di bangku di sebelah Charta. Uniquepun segera meminum teh yang asapnya mengepul setelah Charta memeprsilahkannya untuk meminum hidangan tersebut. “Jadi, tuan Charta memang menungguku?” Pria berambut putih itu tersenyum lebut saat mengangguk menjawab pertanyaan Unique. “Apakah anda peramal?”
Charta tertawa dengan suara perlahan. “Saya belum ingin berganti profesi menjadi peramal, Tuan Putri. Saya masih suka menjadi penyair.” Charta meminum minumannya kembali seraya mengalihkan pandangannya pada kegelapan hutan. “Lagipula, saya masih memiliki janji sehingga membuat saya harus tetap hidup.”
Unique merasa penasaran dengan pernyataan Charta tapi Unique tidak mengungkit lebih dalam lagi. Unique lebih tertarik dengan tawaran Charta. “Bagaimana jika saya menceritakan dongeng kepada anda, tuan putri?”
“Dongeng? Apakah tentang kerajaan saya?” Charta menoleh ke arah Unique, memberikan senyum lembut penuh pengertian kepada Unique.
“Tidak. Saya akan menceritakan dongeng lain yang lebih menarik. Bahkan dongeng ini usianya lebih lama dibandingkan umur kerajaan anda sendiri.” Unique memandnag bingung sedangkan Charta menampilkan senyum lembut yang entah kenapa terasa misterius.
Umumnya