**************
“Oppa! Mengapa kau tidak membelikan sushi untukku, eoh?” Suara melengking menyambut Aji yang baru saja keluar dari pintu kamarnya dengan mulut terbuka karena menguap. Aji memutar bola matanya,
“Berisik, ndut!”
Kemudian cowok itu berjalan menuruni tangga menuju ruangan tengah dan berbelok ke sisi kiri berjalan kearah dapur, tangannya bergerak membuka kulkas lalu mengambil botol berisi air dingin.
“Yya, Aku nggak gendut!”
Aji mengabaikan suara itu.
Hari masih terlalu pagi dan Aji tentu saja malas meladeni sang adik yang sepertinya sudah terasuki oleh hantu korea sejak lama.
“Oppa!”
Aji tersedak ketika suara itu kembali muncul. Kehadirannya terasa begitu dekat sehingga mampu mengagetkan Aji yang sedang menegak air mineral nya.
“Kipul, berisik lo! Masih pagi juga.” Gerutu Aji.
Seseorang yang dipanggil Kipul itu menatap Aji sambil mendengus. “Aku Kifa, oppa. Jangan panggil Kipul deh, neo dongsaeng ini bahkan udah SMA. Aigoo jincaa…”
Aji snewen. Ia tidak mengerti bahasa yang dipergunakan adiknya itu namun ia juga tidak mau ambil pusing, ia kembali bertanya, “Mama mana, Pul?”
Remaja berponi rata itu menatap sang kakak dengan pandangan menyipit kesal karena terus-terusan dipanggil dengan panggilan jelek seperti itu. Nama sudah bagus-bagus kok dipanggil Kipul, gerutunya.
Okay, lets introduce Aji’s sister.
Meet Kifaya Adriana, gadis berusia 16 tahun. Saudara perempuan Triaji Hanggara satu-satunya. Adik kecilnya yang tergila-gila dengan apapun yang berasal dari negeri gingseng tersebut. Jadi, jangan heran Jika mendapati Kifa berbicara layaknya orang asing yang terdampar lama di tanah air begitu. Atau jangan heran jika tengah malam mendengar suara cekikikan, ketahuilah, itu bukan suara mbak kunti yang sedang di gombalin gebetannya, tapi itu suara tertawanya Kifa yang sedang asyik menonton drama korea, variety show ataupun MV idol group kesukaannya. Semua yang berada di dalam rumah bertingkat dua itu sudah paham. Kedua orang tua Aji tidak ada yang melarang karena Kifa sendiri memang bisa menyelaraskan antara pendidikan dan hobi nya dengan pembuktian ranking yang selalu berada di sepuluh besar disekolahnya.
“Lagi kepasar. Oppa, Kok nggak beliin sushi titipan aku sih?”
“Gue lupa. Lagian udah keburu tokonya tutup semalem.” Jawab Aji, cowok itu menatap sang adik sesaat dan kembali menegak air mineralnya.
Kifa cemberut. “Mwoya… Aku kan Whatsapp oppa jam empat sore. Bukan jam delapan malam.”
Aji tidak menjawabnya. Digerakkan kedua tungkainya menuju ruang tengah, kemudian tangan kanannya bergerak mengambil remote tv dan menyalakannya lalu mencari siaran yang menurutnya bagus.
“Aish, Aku kesal sama oppa!” Kifa mengikuti sang kakak dan mendudukan dirinya disofa sebelah Aji. Tangannya terlipat didepan dada dengan pandangan meluruh kedepan, menatap layar LED yang berganti-ganti dan kurun satu detik.
Aji melirik sebentar, “Yaudah-yaudah delivery gih, ntar gue yang bayarin.”
Kifa langsung menoleh dengan kekuatan penuh. “Jinjaaa?” Matanya berbinar, “Yeay! Oppa gomawo!” Seru Kifa, kemudian berlari menuju kamar untuk mengambil ponselnya.
Aji menggeleng. Dalam hati ia bersyukur karena hanya memiliki satu Adik yang tidak berfaedah seperti Kifa.
Tangannya bergerak mengambil dompetnya dan mendapati dua tiket film muncul ditengah-tengah lipatan dompetnya. Aji otomatis tersenyum saat membayangkan semalam. Cowok itu sungguh takjub saat tau Jen sedikitpun tidak takut dengan film nya. Mulanya, saat Aji merekomendasikan film horror kepada cewek itu dan Jen setuju, Aji sedikit tidak yakin kalau cewek itu akan seberani itu. Aji mengira Jen hanya berpura-pura berani seperti kebanyakan gadis lain. Tapi ternyata dugaannya sepenuhnya meleset. Jennifer bahkan tidak sekalipun berteriak kaget. Luar biasa. Jen memang selalu membuat Aji ingin mengenalnya lebih dalam lagi.
—
“Oppa, kau mau?” Kifa menyumpitkan sushi kedepan wajah Aji yang sedang fokus pada ponselnya. Kifa melirik dan mendapati nama Jennifer pada chatting room di ponsel Aji, lalu menyeletuk, “Ah, jadi oppa yeojachingu bernama Jennifer…”
Aji langsung membalikan layar ponselnya kebawah. Matanya menatap sang adik yang memberikan senyuman lebar kepadanya.
“Ngintip aja. Udah, lo makan aja tuh sushi.” Aji kembali menatap siaran tv yang tadi dipilihnya secara random.
Kifa berdecak sambil tersenyum, “Bawa kerumah kali. Aku kan mau kenalan juga, udah lama juga Oppa nggak bawa cewek kerumah. Ku kira malah udah homo an sama Radit oppa.”
Aji mendengus. “Gue ambil nih ya sushi lo?” Ancamnya. Kifa langsung buru-buru menjauhkan empat kotak sushi nya jauh dari jangkauan Aji. “Andwee, kalau udah ngasih pamali diambil lagi, tau.” Ucap gadis itu.
“Berhenti panggil gue Opa, lo kira gue temennya Jiddi, heh?”
Kifa berdecak sambil menyumpitkan sushi kedalam mulutnya, ia berbicara, “Kan udah aku bilang, oppa means kakak in korean. Learn korean dong, biar nggak kudet. Kalau aku jadi idol ntar dan nikah sama Sehun, bingung deh kalian gimana komunikasi pas lamarannya.”
Aji geleng-geleng mendengar ucapan sang Adik. Sepertinya ia harus mengusulkan kepada Mama dan Papa untuk segera membawa adiknya ke psikiater terdekat sebelum halusinasi nya semakin parah.
***
Aurel memberhentikan mobil nya di bagian kosong yang ada diantara mobil-mobil lain yang terparkir di gedung selatan universitas. Tangannya bergerak menghidupkan Iphone keluaran terbaru yang dibelinya beberapa minggu yang lalu saat menghabiskan minggu tenang–sebelum ujian akhir–di Singapore bersama teman-temannya. Membuka chat room group di LINE.
Aurelie Sadam : Posisi?
Tanya Z : Kantin fakultas. Sini, beb.
Setelah membaca balasan dari salah satu squadnya, Aurel menatap lagi pantulan wajahnya dicermin, memastikan bahwa make up dan rambutnya masih dalam keadaan ‘aman’. Kemudian, gadis itu bergerak membuka pintu kemudi dan melasat turun.
***
“Oh my god, I hate that bitch so much.”
Jen kemudian mengikuti arah pandang Nic. Penasaran siapa yang di maksud oleh cowok itu. Kemudian matanya mendapati seorang wanita yang baru saja memasuki kantin fakultas dan berjalan ke salah satu meja di depan meja mereka.
“Why?” Jen bertanya setelah mengalihkan pandangannya terhadap satu sosok wanita cantik yang diketahui Jen bernama Aurel. Siapa pula yang tidak mengenal gadis itu? Selain Jen pernah satu sekolah dengan Aurel, gadis itu juga merupakan Idola hampit semua cowok-cowok di fakultas Ekonomi dan Jen yakin kalau anak dari fakultas lain pun begitu. Aurel memiliki jenis kecantikan yang bisa mengintimidasi setiap wanita yang berada disekitarnya.
“Biasalah, Jen. Nic kan selalu iri ngeliat cewek cantik.” Celetuk Tyas. Nic yang mendengar itu, lalu menatap Tyas dengan sudut bibir tertarik keatas, merasa tidak terima karena ia baru saja dikatai iri oleh gadis yang duduk didepan nya. “Gue nggak iri, hey!”
Tyas balas menatap Nic dengan kedua alis terangkat, “Cius? Miapah?” Tanyanya dengan nada mengejek.
Nic mendengus. Kemudian memiringkan kepalanya kesamping, menghadap Jen. “Kalau ada orang yang harus gue iriin, itu adalah Jennifer. Dan gue yakin kalau Aurel juga sependapat sama gue.”
“What do you mean?” Tanya Jen tidak mengerti. Tyas pun ikut mengangguk, menatap Nic dengan pandangan bertanya juga.
“Tu cewek gebetannya Aji dulu.”
Glekk!
Jen menahan napasnya sesaat, lalu matanya dengan spontan melirik gadis yang sedang tertawa bersama teman-teman kelompoknya. Lalu menatap Tyas dengan pandangan bertanya, “Kok lo nggak kasih tau gue sih kalau Aji deket sama Aurel?”
“Hah? Gue juga baru tau kali. Kan yang sering ketemu sama cowok lo itu ni orang. Kalo gue sih cuma sebatas terlena liat cowok-cowok ganteng aja nggak sampe kepo.” Tyas menunjuk Nic dengan dagunya. Membuat Jen seketika beralih menatap cowok disampingnya. “Kok lo nggak bilang sih, Nic!” Semprot Jen.
“Ya ini gue kasih tau lo, Jenny.” Nic membalas santai.
“Maksud gue, kenapa nggak kasih tau dari pas sebelum gue… Ngg,” Jen memikirkan kata yang tepat untuk membiaskan kata ‘pacaran’ , “sebelum gue sama Aji.” Lanjutnya.
Nic mendengus, “Lo lupa, kalau gue tau kalian ternyata saling kenal pas lo sama Aji udah jadian?”
Jen diam. “Iyasih…” Jen membenarkan.
“Kalo nggak salah dia satu sekolah kan sama lo?” Nic kembali bertanya.
Jen mengangguk.
“Kok, Erik nggak kepincut sama dia? Atau udah mantanan, ya?” Suara Nic kembali terdengar, ada nada penasaran didalam kalimatnya. “Iya, kaya nya lo nggak ada cerita kalo Erik mantanan sama tu cewek.” Timpal Tyas.
Jen memutar bola matanya malas, diseruputnya es yang ia pesan tadi, lalu menjawab dengan nada sambil lalu, “Ya emang nggak pernah jadian. Mereka ada pacar masing-masing juga waktu dulu itu.”
Kedua temannya mengangguk mengerti. Dan saat Jen tanpa sengaja melirik kearah Aurel lagi, barulah Jen menyadari kalau gadis itu juga sedang menatap Jen.
***
“Beb, beneran bukan lo yang jadian sama Aji?” Tanya bersuara. Berusaha memvalidkan informasi yang diterimanya dari salah satu teman lelakinya.
Aurel menghela napas kesal. Kenapa juga pagi-pagi begini ia harus diingatkan lagi soal cintanya yang berujung dijurang.
Tanpa menatap Tanya dan teman kelompoknya yang lain, Aurel mengangguk dan bergumam membenarkan.
Ketiga anggota kelompoknya saling pandang. Kemudian salah satu dari mereka ada yang menyeletuk, “Yaampun, lo udah deket sama Aji tapi nggak ada ujung gini sih beb. Eh, ada sih, tapi nggak happy ending. Kasiannnn…” Ucap Gia, yang langsung mendapatkan tatapan kesal dari kedua sahabat Aurel yang lainnya.
“Gia sayang, mending lo diem aja deh.” Ujar Tanya sambil mendengus. Membuat Gia manyun.
“Yang mana sih orangnya, beb?” Tanya Sinta, yang disauti oleh Tanya. “Iya, yang mana deh? Kayanya gue nggak pernah denger nama tu cewek. Tapi pas gue tanya Radit, dia bilang satu fakultas sama kita.”
Aurel mendongak, tangannya bergerak dengan elegan mengambil sejumput rambutnya dibagian depan dan menariknya kebelakang. Matanya menatap satu persatu ketiga temannya yang sudah menaikan berita yang membuatnya kesal pagi-pagi begini.
“Bisa nggak sih kalian menghargai hati gue yang lagi patah ini?” Aurel mengambil sedotan minuman dan melarikannya kedalam mulut. Bersamaan dengan cairan dingin yang mengalir membasahi kerongkongannya, kedua mata Aurel bertemu pandang dengan mata milik kekasih baru Aji.
Aurel sama sekali tidak menemukan alasan kenapa Aji bisa berpacaran dengan seorang Jennifer. Bahkan, Aurel berani menjamin kalau Aji juga tidak pernah menanyakan soal Jennifer kepadanya. Kecuali…
Kecuali saat Aurel mengajak cowok itu datang keacara reuni akbar sekolah lamanya.
Bagaimana Aji bisa mengenal Jennifer? Dan… Bagaimana orang-orang sepopuler Aji dan Erik betah berdekatan dengan gadis itu?
Aurel menghela napas keras. Matanya kemudian berpaling, lalu ia berdiri.
“Kemana lo beb?” Sinta bersuara. Bingung karena temannya itu tiba-tiba berdiri seperti itu.
“Gue nunggu di ruangan deh. Gerah disini.” Aurel menekankan kalimat terakhirnya, sambil melirik kearah tempat Jennifer dan teman-temannya duduk. Tanya yang menyadari itu, langsung ikut mengarahkan pandangannya kearah sama.
“Yang mana orangnya?” Tanya bertanya.
Aurel menatap temannya itu dengan kening mengerut. Membuat Tanya kembali bersuara, “Yang mana, yang buat lo gerah.” Ia menekankan kata ‘gerah’ dikalimatnya.
“Cepolan.” Jawab Aurel singkat, kemudian gadis itu menjalankan tungkai jenjangnya kearah luar kantin. Ketiga sahabatnya lalu mengikuti gadis itu sesaat setelah tiga pasang mata itu menatap seseorang yang dimaksud oleh Aurel.
****
Maaf ya guys lama, beginilah namanya juga job seeker, sibuk kesana kemari nyari biaya buat beli make up wkwk. Semoga temen2 vitamins ga pada lupa ama cerita gaje aku ini. Luvvv
cius nih…..
sabar kok menunggu nyaaaa….
Semangat Kaka….????
Maaciwww??
nah loh… sih jen bakal di bully ga yah? jangan sampe :PATAHHATI
semangat,,, aku tunggu next nya yah :MAWARR
Greget kalo udah ada geng geng an kayak giniiiii >.<
arhhh, jangan sampe dibully nih Jenny-nya, huhu
dia kan kayaknya tipe cewek lemah lembut gituu :AKUGAKTERIMA