Vitamins Blog

PANDORA’S CURSED : PART 15

Bookmark
Please login to bookmarkClose

No account yet? Register

48 votes, average: 1.00 out of 1 (48 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Semua pelayan menyiapkan makan malam kerajaan malam ini. Para pelayan bagian dapur sibuk dengan semua piring, bahan masakan, dan juga gelas-gelas yang akan diisi oleh wine. Dari balik semua kesibukan itu, salah seorang pelayan mengendap-endap memasuki dapur dengan membawa sesuatu di kantongnya.

 

Di salah satu nampan yang berisikan roti, sup jagung, dan juga daging  di letakkan di salah satu meja di dekat pintu. Biasanya koki meletakkan makanan yang telah siap disajikan di meja tersebut agar pelayan-pelayan yang lain akan mengantarnya ke ruang makan. Pelayan misterius itu menghampiri nampan tersebut. Lalu, ia menaburkan sesuatu kedalam sup jagungnya.

 

“Apa yang kau lakukan?”

 

Pelayan itu terperanjat dan segera menyembunyikan kantong tersebut di balik bajunya. Ia tersenyum kepada Sang Koki untuk menghilangkan kecurigaan.

 

“Aku hanya memberikan sesuatu sebagai penyedap rasa untuk makanan ini. Aku telah mencicipinya, tampaknya ini sedikit kurang garam.”

 

Pelayan itu menjelaskan dengan lancar seolah-olah ia sering melakukan hal ini. Sang Koki menatap curiga kepada pelayan tersebut. Pelayan itu hanya memberikan senyuman manisnya dan segera membawa nampan itu ke ruang makan.

 

–{—

 

“Kau tidak ke ruang makan, Aaron?”

 

Claudia bertanya kepada suaminya yang tengah duduk di kursi yang menghadap ke jendela di kamar mereka. Aaron tidak jawab, ia tetap mengerjakan tugasnya membaca buku dan berkas-berkas. Claudia ingin menghampiri, tapi ia merasa takut mengingat Aaron pernah melakukan hal kasar kepadanya.

 

“Pergilah…” Mata Claudia melirik kepada Aaron. “Aku akan menyusul nanti.”

 

Claudia menghela nafas. Sangat jelas bila Aaron tengah menolaknya. Claudia mengambil nafas dan mulai memberanikan diri untuk memberikan tawaran yang lain kepada Aaron.

 

“Apa kau ingin makan dikamar?” Tanyanya lagi.

 

Claudia menunggu jawaban Aaron. Aaron mengangkat kepalanya dari buku, tampak berpikir sejenak. Lalu, ia menoleh kepada Claudia.

 

“Tawaran yang bagus,” Jawabnya singkat.

 

Lalu, ia kembali memfokuskan dirinya untuk membaca bukunya. Claudia tersenyum. Ia berlari kearah pintu dan memanggil Barbara. Barbara datang dengan tergopoh-gopoh. Claudia memerintahkannya untuk menyiapkan makanan untuk Aaron dan membawanya ke kamarnya. Barbara mengangguk, dan ia segera pergi menuju dapur.

 

Claudia kembali menutup pintunya. Ia ingin menawarkan satu hal lagi kepada Aaron. Ini adalah kesempatan emasnya untuk bisa berdua bersama Aaron. Tapi, ia masih takut. Ia takut bila Aaron berlaku kasar lagi kepadanya.

 

Claudia melangkahkan kakinya mendekati Aaron. Tangannya saling bertautan. Keringat dingin bercucuran di pelipis dan di sela-sela jarinya.

 

“Ehmm…” Suaranya tiba-tiba saja menghilang. “Aaron, bolehkah aku makan bersamamu?”

 

Ia tidak yakin dengan suaranya. Suaranya sangat kecil. Apa Aaron mendengarnya? Aaron mengalihkan pandangannya dari bukunya. Ia tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya ia menganggukkan kepalanya. Claudia tersenyum senang. Ia segera duduk berhadapan dengan Aaron.

 

Barbara datang menghidangkan makanan. Ia meletakkan makanannya di hadapan mereka berdua. Sup jagung, roti gandum, dan juga beberapa bebuahan. Aaron mengambil sendoknya yang berada di samping piring. Ia memilih untuk memakansup jagung terlebih dahulu. Claudi melirik dalam diam, sup jagung itu adalah persembahannya untuk Aaron.

 

Aaron menyuap sup jagung tanpa perlu khawatir. Ia meraih roti gandum yang berada di sampingnya dan mencelupkannya ke dalam supnya. Claudia tersenyum tipis, ia hrus menunggu reaksinya beberapa saat kemudian.

 

Disaat semua makanan itu habis, Aaron menuangkan wine ke dalam gelasnya. Ia meneguk wine itu hingga habis dan meletakkan cangkirnya dengan kasar. Claudia mengelap bibirnya dengan serbet yang berada di pangkuannya. Barbara datang mengambil piring bekas makan mereka. Lalu, ia menutup pintu hingga terkunci.

 

“Aaron….” Panggil Claudia.

 

Ia merasakan bila Aaron mulai bertingkah aneh. Wajahnya seketika memerah. Nafasnya berat membuat dadanya naik turun. Claudi menghampiri Aaron, merasa khawatir dengan tingkahnya.

 

“Aaron, kau tidak apa-apa?” Tanyanya.

 

Claudia merangkul Aaron dari samping. Aaron menggelengkan kepalanya, berusaha untuk beranjak dari kursinya. Tapi tubuhnya oleng kehilangan keseimbangannya. Claudia menahan berat tubuh Aaron dan mencoba untuk membawanya ke ranjang.

 

Aaron melirik kepada Claudia. Tatapannya berbeda, sangat tajam, bernafsu, dan gelap. Claudia tahua akan hal ini, ia mulai merasa takut. Ini adalah pertama kalinya untuknya. Ia belum pernah melakukan ini sebelumnya. Ini rencana Barbara, dia hanya menuruti saja untuk mendapatkan yang sebenarnya adalah haknya.

 

Aaron mencengkram bahu Claudia. Claudia memekik kaget. Aaron tampak sangat berbeda saat ini. Dia seperti orang lain. Tatapan matanya, warna kulitnya yang berubah menjadi kemerahan, dan juga raut wajahnya mengisyaratkan sesuatu.

 

“A-Aaron?”

 

Aaron tidak menjawab. Suara robekan kain terdengar begitu saja. Claudia kembali memekik saat Aaron merobek gaunnya dan membiarkannya jatuh ke lantai. Tangan Aaron menyelunsup ke balik rambut Claudia, lalu dengan sedikit tenaga membuat wajah mereka berdekatan dan mencium bibir Claudia yang ranum dengan rakusnya. Ciuman mereka sangat panas hingga Claudia merasakan bibirnya di gesek kasar dan sulit bernafas.

 

Aaron menarik tali korset Claudia. Simpul-simpul itu berlahan lepas dan kini tubuh telanjang Claudia terpampang jelas. Aaron membawa Claudia keranjang. Claudia merasakan dirinya terombang-ambing dan mendarat di kasur yang empuk itu.

 

Ini keinginannya, tapi ini cukup berlebihan. Ia belum berpengalaman. Ia masih perawan. Melihat tingkah Aaron yang seperti ini, Claudia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Akhirnya ia hanya bisa memejamkan mata dan pasrah saat Aaron menindih tubuhnya.

 

–{—

 

“Aku merasa aneh dengan wanita itu.”

 

Ratu Theresa bergumam sambil memegang pelipisnya. Oliver yang berada di sampingnya hanya berdiri untuk menunggu perintah dari Sang Ratu. Ratu Theresa meraih kertas yang berada di meja nakasnya dan memberikannya kepada Oliver.

 

“Aku memerintahkanmu untuk membawa surat ini ke Quimper dan memberikannya kepada orang yang bernama D’Orleans. Dia adalah seorang bangsawan tapi sekarang ia menjadi asisten pendeta disana. Katakan kepadanya Sang Ratu ingin mendiskusikan sesuatu kepadanya.”

 

Oliver menerima perkamen itu dan menunduk hormat sebelum pergi.

 

“Baik, Yang Mulia.”

 

–{—

 

Perasaannya aneh. Badannya terasa lelah. Ada sesuatu yang mengimpit tubuhnya. Ya, dia merasakannya. Kepalanya terasa pusing dan juga badannya masih terasa panas. Ini bukan demam tentunya. Perasaan panas yang lain yang membuat sekujur tubuhnya membara.

 

Aaron membuka matanya. Kali ini langit-langit kamarlah yang pertama kali ia lihat. Ukiran-ukiran abad pertengahan dan juga cahaya matahari dari jendela. Hari sudah mulai siang. Matahari sudah mulai meninggi. Aaron mengerutkan dahinya. Biasanya ia tidak tidur hingga sesiang ini.

 

Aaron menoleh kesisi lain tubuhnya dan ia terkejut saat menyadari tubuh Claudia yang mengimpit tubuhnya. Claudia, wanita itu tertidur pulas diatas tubuhnya. Aaron menggeram saat menyadari mereka berdua tengah tidak memakai apa-apa. Aaron mendorong Claudia hingga berada jatuh disampingnya.

 

Apa yang sedang terjadi? Kenapa ia melakukannya? Aaron membulatkan mata saat menyadari noda darah di seprei kasur. Ini sudah menjawab pertanyaannya semua. Tanpa sadar dia meniduri Claudia. Wanita itu telah memilikinya sekarang.

 

“Apa yang kau lakukan?” Tanya Aaron sambil menggeram kesal.

 

Claudia mengerjapkan matanya. Dirinya terbangun saat Aaron mendorongnya kesamping ranjang.

 

“APA YANG TELAH KAU LAKUKAN!?”

 

Claudia terkejut saat Aaron tiba-tiba saja berteriak kepadanya. Aaron menoleh kepadanya dengan tatapan marah. Urat-urat muncul di permukaan dahi Aaron dengan mata melotot tajam kepadanya. Claudia beringsut mundur ke pinggir ranjang sambil menahan selimut tetap berada di tubuhnya.

 

“A-aku…. Aaron….”

 

“Kau….” Tatapan Aaron tertuju pada meja tempat mereka berdua tengah makan semalam. “Kau….. Kau memberikan obat perangsang ke makananku!?”

 

Claudia menelan ludahnya. Mungkin ini bukan ide yang sepenuhnya baik. Aaron semakin marah kepadanya dan Claudia takut bila Aaron semakin membencinya. Claudia mengetatkan genggamannya ke selimut di dadanya. Ia harus mencoba untuk menjelaskannya.

 

“Iya… A-aku memberikannya kepadamu… obat perangsang,” Claudia menjawab sambil menundukkan kepalanya agar tidak menatap mata Aaron yang membara.

 

“Kenapa? Apa yang kau inginkan, ha!?”

 

Aaron merangkak mendekatinya. Claudia semakin menundukkan kepalanya. Nafas Aaron bisa ia rasakan di bagian dahinya.

 

“Aku menginginkanmu,” Ia menjawab dengan jujur. “Aku… mencintaimu, Aaron. Kau tahu itu. Aku ingin mendapatkan kasih sayangmu. Aku merasa cemburu saat kau memeluk pelayan itu. Karena itu…. aku melakukan hal ini,” Claudia mengigit bibir bawahnya. Lalu, ia berani untuk menantang mata Aaron. “Apa aku salah sebagai istri aku ingin meminta perhatianmu?”

 

Aaron terdiam. Raut wajahnya berlahan-lahan memudar. Claudia menjelaskan semuanya. Istrinya mencintainya, tapi tidak dengan dirinya. Sungguh kejam bila ia memperlakukan istrinya seperti ini. Ya, kata-kata Claudia benar. Ini tidak salah. Hanya dia yang sangat egois kepada dirinya sendiri.

 

Aaron tidak menjawab. Ia merangkak mundur, turun dari ranjang dan pergi begitu saja ke kamar mandi.

 

–{—

 

Ophelia berdiri di area taman yang bersebelahan dengan air mancur. Taman ini cukup besar, dengan labirin dan juga bunga-bunga dan pohon-pohon dengan jenis apa pun yang menjulang tinggi. Taman ini menyejukkan di siang hari karena rimbunnya dedaunan dan menyegarkan di pagi hari. Bunga-bunga bermekaran di musim semi ini membuat keharumannya dapat di rasakan di mana-mana.

 

Pagi ini Ophelia mendapatkan pesan dari salah satu pelayan bahwa Charles mengajaknya ke taman siang ini. Dia berkata bila Ophelia harus menunggunya di samping air mancur di tengah-tengah taman. Dan juga Charles memberikan sebuah gaun kepada Ophelia. Gaun dengan warna merah maroonnya dengan sulaman emas di ujung-ujungnya. Para pelayan telah menata rambutnya dengan rapi khas wanita bangsawan.

 

Semua orang disana sudah tahu hal itu. Ophelia adalah kekasih sang raja dan kelak akan menjadi ratu. Charles mengatakan hal itu kepadanya kemarin. Walaupun dia bukanlah keturunan bangsawan, tapi Ophelia akan mendapatkan gelar itu nanti. Para menteri dan baron tidak berkutik. Sang Raja melakukan apa pun yang ia suka walaupun itu melanggar tradisi.

 

Suara kekehan terdengar di belakang telinganya begitu saja mmebuat Ophelia terkejut. Ophelia menoleh kebelakangnya dan mendapat Samuel dengan senyuman khasnya.

 

“Selamat, Ophelia. Langkahmu tinggal sedikit lagi,” Ucap Samuel.

 

Ophelia mengerti apa yang tengah dimaksudkan oleh Samuel, tapi dia memasang sikap tidak tahu.

 

“Apa maksudmu?”

 

Samuel mendorong jidat Ophelia menggunakan telunjuknya. Kepala Ophelia oleng kebelakang dan ia mundur satu langkah untuk menyeimbangkannya.

 

“Jangan pura-pura tidak tahu, sayang. Aku bisa membaca pikiranmu,” Kata Samuel.

 

Ophelia mendengus. “Maaf,” Ophelia melirik kepada Samuel. “Apa yang ingin kau katakan?”

 

Samuel tersenyum penuh makna. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Ophelia membuat Ophelia kembali memundurkan langkahnya.

 

“Kau tidak ingin mengambil sesuatu yang berada di sampingmu?” Kata Samuel penuh misteri.

 

Ophelia menyipitkan matanya. “Aku akan memikirkannya nanti.”

 

Suara langkah kaki terdengar membuat Ophelia dan Samuel menghentikan percakapannya. Ophelia memindai sekitarnya. Seseorang akan datang kesini, dari arah gerbang menuju istal.

 

“Kita akan menyambungkannya nanti.”

 

Lalu, Samuel kembali menghilang menjadi asap hitam yang terbang di tiup angin. Ophelia mempersiapkan dirinya untuk menunggu seseorang yang akan menemuinya. Ia yakin bila itu adalah Charles. Ia telah menunggu lama disini untuk bertemu dengannya. Cukup lama hingga kakinya mulai merasa sakit.

 

Tapi yang dia perkirakan itu salah. Yang datang adalah Raja dari Jerman, Alexandre dengan pakaian berkudanya dan juga cambuk kudanya. Ophelia menghela nafasnya. Dimanakah Charles? Kenapa ia begitu lama?

 

Alexandre melirik kearahnya. Pria itu tersenyum sambil memandanginya dari atas hingga bawah. Ophelia terdiam sejenak, merasa tidak nyaman dengan tatapan yang diberikan ole Alexandre. Tapi akalnya mulai kembali berjalan. Ophelia segera menunduk hormat kepada Alexandre seanggun mungkin.

 

“Raja Alexandre,” Sapanya.

 

Alexandre tersenyum. “Apa yang dilakukan gadis cantik disini? Meratapi nasib?”

 

“Saya… saya ingin bertemu dengan Yang Mulia.”

 

Senyum Alexandre tiba-tiba saja menghilang. “Oh…” Gumamnya.

 

Lalu, senyumnya kembali muncul dengan mata menyipit aneh. Alexandre maju beberapa langkah mendekati Ophelia. Ophelia menjaga jarak dari Alexandre.

 

“Kau… cantik sekali,” Alexandre bergumam kembali. “Karena itu Charles sangat tergila-gila kepadamu.”

 

Tangannya bergerak cepat mencengkram pinggang Ophelia. Ophelia terkesiap kaget saat tubuhnya membentur dada bidang Alexandre.

 

“Tidak masalah bukan bila kau menambah satu orang lagi?”

 

Bibir Alexandre langsung mendarat di bibir Ophelia. Ophelia membelalakkan matanya dan ia langsung mendorong kuat dada Alexandre. Alexande membuka matanya sejenak, merasakan ketakutan Ophelia di depan matanya. Ia terusmendekap Ophelia dengan kuat, mencecapnya, dan merasakan bagian bibir Ophelia yang masih segar. Tidak peduli dengan dia milik Charles, gadis ini berbeda. Dia sangat memikat.

 

Alexandre melepas tautan bibirnya membuat Ophelia terengah-engah. Ia menjauh saat ciuman itu selesai.

 

“Aku tahu kenapa mereka bersaudara itu bertengkar untuk mendapatkan dirimu, hingga salah satunya harus mengkhianati istrinya,” Ophelia mendelik saat Alexandre mengatakan hal itu. Dia tahu siapa yang Alexandre maksud.

 

“Rasamu sangat berbeda.”

 

Ia mengucapkan tepat di telinga Ophelia membuat Ophelia membelalak terkejut. Alexandre tersenyum dan membalikkan badannya untuk pergi. Tapi, langkahnya terhenti saat melihat Charles berdiri disana dengan pedangnya yang telah bertengger di samping leher Alexandre. Alexandre diam bergeming dan menatap was-was Charles.

 

Pedang itu sangat tajam. Terbuat dari besi yang berasal dari Persia. Ia bisa melihat kilatan dan juga sinar yang dapat membuat musuh lari ketakutan saat Charles melihat pedangnya.

 

“Jangan bergerak, Alexandre. Kau tidak ingin Dragon menyayat lehermu, bukan?” Ancam Charles.

 

Alexandre memilih untuk diam. Ia tahu dengan sebutan “Dragon”. Itu adalah pedang Charles yang diberi nama Dragon. Orang-orang Eropa suka menamakan pedang mereka dengan nama-nama unik.

 

“Aku…”Alexandre memilih untuk membela dirinya. “Aku hanya ingin mencobanya sedikit. Kau tahu? Aku penasaran kenapa kalian, kau dan Aaron sangat tergila-gila dengan wanita ini hingga Aaron tidak menyentuh istrinya sedikit pun.”

 

“Salahkan adikmu yang tidak pandai mengurus Aaron.”

 

Charles mengeratkan genggamannya pada pedangnya. “Kau… Kau menyentuh wanitaku. Menciumnya disini di istanaku!” Darah berlahan-lahan mulai mengalir di leher Alexandre. “Sebaiknya kau kembali ke Jerman sekarang. Pergilah sebelum aku mengusirmu tanpa kehormatan sedikit pun.”

 

Alexandre menggertakkan giginya. Ini sangat tidak terhormat. Alexandre melirik kearah Ophelia dengan tajam sebelum bergantian menatap Charles.

 

“Aku bersumpah akan kembali kesini dengan seribu pasukan yang aku punya dan menghancurkan dinastimu,” Ucap Alexandre dengan tegas.

 

“Aku akan menyambutmu dengan jutaan pasukanku.”

 

Alexandre menyipitkan matanya sambil menyimpan amarah di dadanya. Ia membalikkan badannya dengan gusar dan pergi dari sana, tidak akan kembali lagi hingga ia bisa memenuhi sumpahnya.

 

–{—

 

“Tuan Putri!”

 

Barbara masuk ke ruangan dengan tergesa-gesa. Claudia mengalihkan perhatiannya dari sulaman di tangannya. Ia memandang aneh dengan Barbara yang tampak gusar.

 

“Ada apa?” Tanyanya.

 

“Aku baru saja mendapatkan kabar bila Yang Mulia Alexandre diusir dari istana,” Jawabnya sambil menundukkan kepalanya.

 

Claudia berdiri dari kursinya. “Apa? Bagaimana bisa?”

 

Barbara mengigit bibirnya. “Alexandre menggoda tunangan raja dan Raja Charles mengetahuinya. Dia diusir oleh Raja Charles.”

 

Claudia menggenggam jarum yang berada di tangannya hingga ia tidak menyadari bila tangannya telah mengeluarkan darah. Tangan yang satunya lunglai dan akhirnya kain sulamannya jatuh kelantai. Genangan darah dari tangannya menyentuh kain sulaman sehingga menciptakan warna darah di kain putih polos.

 

“Aku tahu siapa dia,” Gumamnya. “Dia… wanita itu… adalah iblis.”

6 Komentar

  1. farahzamani5 menulis:

    Omg dah part 15 aja nih Samuel, terakhir baca dan komen itu di part 12 klo ga salah mah dah :PATAHHATI :PATAHHATI

  2. Melanuraisyah menulis:

    Makin seru.. :LARIDEMIHIDUP

  3. woh…. pada rebutin sih ophelia…. wkwkwkwk

  4. nananafisah184 menulis:

    Lahh kok claudia tauu?? :LARIDEMIHIDUP

  5. Tuhhh kan, klo istri marah tuh serem tau Aaron hihi
    Ophelia udah dilecehkan sma 2 orang laki2, kasian bngt nasibnya
    Cuzz ke part berikutnya

  6. fitriartemisia menulis:

    whoaaa, konfliknya udah mulai banyak nih yaaaa :YUHUIII