Vitamins Blog

Pangeran Tanpa Mahkota – Halaman 8

Bookmark
Please login to bookmarkClose

No account yet? Register

40 votes, average: 1.00 out of 1 (40 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...


Camy masih terpaku di tempatnya, matanya masih menyusuri wajah yang tepat terpampang di depan matanya. Dia dulu sudah mengakui bahwa sosok di depannya ini memang rupawan, terutama mata emasnya yang memang baru pertama kali dilihatnya. Namun saat ini Camy bahkan lebih terpukau lagi. Tidak ada kata apapun yang bisa mendeskripsikan apa yang muncul di depan matanya. Lebih indah dari kata rupawan dan lebih bersilau dari kata menakjubkan. Seharusnya Camy dulu tidak meragukan jika sosok di depannya adalah anggota kerajaan, terutama jika dia kemungkinan adalah penerus sang raja. Namun mengingat dulu sosok pria di depannya terlihat sebagai prajurit kelas rendah penjaga perbatasan dengan rambut hitam legam, membuat Camy berpikir dua kali apakah Ren dan Gize tidak salah orang.

Namun kini keraguannya memudar.

Pria di depannya jelas-jelas seorang bangsawan bahkan anggota kerajaan. Rambut merah itu tentu  bukan warna sembarangan yang akan dimiliki oleh seorang prajurit kelas rendah  yang bertugas menjaga perbatasan. Tentu bukan. Terutama jika warnanya merah terang. Mungkinkah warna merah itu seperti buah apel, atau mungkin seperti mawar, atau mungkin juga darah. Fantasi Camy terbuyarkan saat tangannya digenggam erat oleh pria di depannya, menariknya untuk berdiri di sisi pria itu. Dan entah bagaimana, perlakuan itu sukses membuat jantung Camy berdetak lebih cepat. Tidak seperti saat melihat ibunya meninggal tadi, dimana jantungnya berdetak menyakitkan, detak jantungnya kini lebih keras dengan ritme menyenangkan dan tidak membuatnya kesakitan.

Tanpa protes, Camy mengikuti langkah Aspire yang menariknya mendekati sosok pemimpin prajurit, dimana dia sudah terduduk ditempatnya dengan wajah pias melihat Aspire berjalan mendekat. Wajah pias itu makin tak berwarna saat Aspire sudah berdiri kokoh di depannya dengan raut wajah datar dan tangan kanan menggenggam pedangnnya. Kini prajurit itu mengenali siapa sosok di depannya, terutama pada rambut merah menyala serta mata emas yang berkilau tajam itu.

“Pa….Pa…Pangeran,” panggil pemimpin prajurit itu degan suara gemetar yang tidak bisa disembunyikan lagi. Aspire tidak menjawab, dia lebih memilih menghadap pada Camy yang masih tidak mengerti arti dibalik sikapnya yang menariknya ke arah pemimpin prajurit itu.

“Kamu mau balas dendam?” Camy mendongak pada Aspire, menatap wajah pria yang baru saja bertanya padanya tapi lebih terdengar seperti meyakinkannya. Apakah dia ingin balas dendam?  Tanya Camy dalam harinya. Tadinya dia memang ingin balas dendam, terutama saat dia melihat apa yang terjadi pada orang yang melahirkannya  beberapa waktu lalu, saat ibunya tertikam tepat dijantungnya. “Kau mau balas dendam.” Kini Aspire tidak lagi bertanya tapi memberikan usulan pada Camy beserta menawarkan pedangnya tepat di hadapan Camy.

Camy menatap pedang di tangan Aspire, lalu beralih ke wajahnya. Tidak ada riak apapun di wajah Aspire, seakan pria itu percaya dengan apapun yang akan diputuskannya, saat Camy melihat ke arah pemimpin prajurit di bawahanya, dia mendapati bahwa pria itu menggelengkan kepalanya, ketakutan jelas terlihat di wajahnya. Camy kembali melihat ke arah Aspire saat pria itu menarik tangannya untuk meletakkan pedang yang digenggamnya ke tangan Camy. Melihat pedang itu, terutama pada bagian pegangannya, mengingatkannya pada tongkat yang ada di pojok kamar Aspire. Sekarang dia tau apa di dalam kain hitam itu.

“Kau tidak tau caranya?” pertanyaan Aspire membuat Camy terdiam, kebingungan dengan keadaan yang tengah dihadapinya. Aspire tidak menunggu jawaban dari Camy, dia segera beranjak ke belakang Camy, menghadapkan tubuh Camy untuk bertatapan langsung dengan tubuh pemimpin yang tidka bisa bergerak akibat anggota gerak tubuhnya yang tidka bisa digerakkan. Belum sempat Camy bertanya apa maksud dari perkataan dan perbuatan Aspire sebenarnya, Camy dapat merasakan dada bidang Aspire yang bersentuhan dengan punggungnya, dengan kedua tangan pria itu tepat di sisi tubuh Camy. Dia kemudian merasakan telapak tangan Aspire yang melingkupi kedua tangannya, menggerakkan kedua tangannya dengan pedang yang masih di dalam genggaman tangan Camy. Disaat itulah Camy menyadari apa maksud perkataan Aspire barusan.

Pedang di genggaman Camy sudah teracung sempurna dengan ujung pedang tepa di atas dada kiri peimipin prajurit tersebut, tepat di jantungnya.

Camy yang sudah menyadari hal tersebut segera menarik pedang di tangannya untuk menjauh tapi Aspire menahan gerakan tangannya sehingga tangan Camy tetap berada di posisi semula. Di detik selanjutnya, Camy dapat mendengar suara helaan napas di sisi kiri kepalanya, menandakan jika kepala Aspire tepat sejajar dengan kepalanya, tepat disisi kirinya.

“Bukankah kau ingin membalasnya?” suara lirih dari Aspire bagaikan bisikan menggoda bagi Camy. Mau tidak mau, ingatan Camy berputar mengingat saat pria di depannya melukai dan membunuh ibunya. “Kau hanya perlu mendorong ini.” Genggaman erat pada tangannya membuat pandangan Camy teralihkan kesana. Tanpa disadarinya, Camy makin tergoda dengan rasa balas dendamnya. Terutama melihat pedang di tangannya. Bukankah satu dorongan cukup, seperti kata Aspire. Dengan mengeratkan genggamannya pada pedang di tangannya, Camy mulai mendorong sedikit demi sedikit pedang di tangannya. Pandangannya sudah kosong dipenuhi kabut kental bernama balas dendam.

“Kumohon…jangan….” suara bergetar yang ditangkap oleh telinga Camy mampu menghentikan gerakannya. Pandangan Camy yang semula kosong mulai bersinar menatap pria di depannya dengan rasa penasaran dengan perkataannya. “Kasihanilah aku… jangan bunuh aku… bagaimana anakku… bagaimana istriku…” Untuk kesekian kalinya Camy kembali terpaku tapi untuk alasan yang berbeda. Hati kecilnya berteriak untuk melepaskan pria di depannya, apalagi saat memori beberapa tahun lalu dimana dirinya selalu menanyakan keberadaan ayahnya. Keberadaan sang ayah yang hingga saat ini masih menjadi misteri.

Saat Camy kembali menatap mata mata pemimpin prajurit tersebut, Camy seakan melihat mata ayahnya sendir. “Aku tidak bisa,” ucap Camy lirih seiring dengan dilepaskannya pedang yang berada digenggamannya hingga terjatuh di tanah. Camy segera berbalik menghadap Aspire dengan kedua tangan yang sudah gemetar di depan dadanya. “Aku tidak bisa…aku… itu…”Camy tidak tau bagaimana untuk menyampaikan alasan kenapa dia tidak melanjutkan tindakannya, terutama pada Aspire. Alhasil, Camy memandang ke sembarang arah untuk menghindari tatapan Aspire. Dirinya takut jikalau Aspire kecewa padanya padahal pria itu sudah membantunya sejauh ini.

“Aku mengerti.”Camy segera mendongak, menatap kepada Aspire, disaat mendengarr kata tersebut. Hembusan napas lega keluar dari mulut Camy, lega karena tidak perlu kenapa dia tidak melakukan balas dendam serta lega karena Aspire tidak melanjutkan tindakan mereka. Terlihat jelas jika pria itu berwajah datar seakan tidak masalah dengan keputusan Camy. Bahkan pria itu memungut pedangnya yang telah terjatuh tanpa beban dan tanpa kobaran amarah pada tatapan matanya.

“Kalau begitu, biar aku saja yang melakukan.” Sebelum Camy bisa mencerna perkataan Aspire, telinganya mendengar suara daging terkoyak seiring suara tercekat. Saat Camy membalikkan badannya, Camy bisa merasakan jika sebagian wajahnya sudah tersirat cairan kental berbau amis. Dan disanalah Camy melihat pemimpin prajurit itu jatuh terlentang dengan dada di sebelah kiri yang berlubang dan ada aliran darah keluar dari sana.

Mata Camy bergulir menatap sosok Aspire yang pedangnya yang telah kembali terkotori oleh darah. Kemeja putih yang tadinya bersih sekarang terdapat bercak-bercak darah. Sedangkan wajahnya yang juga terciprat darah langsung bersih kembali karena tersapu hujan, seakan hujan pun tidak akan membiarkankulit sang pangera ternoda.

Camy makin gemetar tatkala pandangan Aspire kembali ke arahnya. Tak ada riak disana, seakan apa yang baru saja dilakukannya merupakan hal yang biasa dilakukannya. “Aku anggap diammu sebagai rasa terima kasih.” Camy tetap terpaku di tempatnya, merasa bingung sekaligus ketakutan dengan ucapan Aspire.

Baik Aspire maupun Camy segera mengalihkan pandangannya saat mendengar langkah kaki mendekat. Dari kejauhan, nampak Ren dan Gize yang berjalan mendekati mereka. Keadaan keduanya tampak baik-baik saja. “Apa baru saja terjadi badai disini?” ucap Ren sarkastik memandnag kesekeliling mereka. Dia masih tidak bisa menghilangkan rasa kesal karena pria berambut merah di depannya terlambat datang untuk menolong Camy.

Aspire tidak menjawab ucapan Ren melainkan langsung memberikan arahan pada kedua pengawalnya, “Ren, antar gadis ini ke dalam rumahnya dan pastikan dia tidak apa-apa. Aku dan Gize akan mengurusi hal di luar sini.” Ren mendengus kesal saat menuntun Camy berjalan ke arah rumahnya yang beruntungnya tidak ikut terbakar. Sebelum Camy memasuki rumahnya, dia masih sempat melihat  ke arah belakangnya, menatap Aspire yang berbincang dengan Gize.

***

“Sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Gize sesaat setelah Camy dan Ren hilang di balik. Pandangannya masih tertuju pada pintu rumah Camy yang mulai rusak akibat serangan para prajurit kerajaan.

Aspire menatap sekitarnya sebelum menjawab pertanyaan Gize, “Hanya melumpuhkan mereka. Itu saja.”

Gize langsung memandang Aspire. Sebenarnya Aspire tau apa maksud dari pertanyaan Gize tapi sepertinya pengerannya itu memilih untuk mengganti topik. “Kau tau apa maksud dari pertanyaanku, kan? Apa yang terjadi pada Cammy?”

Aspire tidak menjawab. Pria itu berjongkok disisi pemimpin prajurit itu, mencari pada pakaian yang melekat untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan. “Daripada hal itu, ada yang lebih penting untuk kita urus sekarang.” Aspire menemukan kertas yang tersimpan di saku kemeja prajurit itu dan langsung dibaca.  Sebuah surat perintah untuk menagih pajak yang sudah dilipat gandakan. Disana tercantum daerah mana saja yang harus ditagih dan ternyata hanya beberapa wilayah yang terkena penggandaan pajak.

Gize menghela napas panjang saat Aspire menghiraukan pertanyaannya. “Aspire, kenapa kondisi Camy bisa seperti itu?” Aspire yang diam tanpa menyahutinya membuat Gize semakin geram. “Aspire, aku bertanya padamu!”

Aspire mendongak menatap Gize, mulai merasa kesal karena Gize banyak berbicara dibanding membantunya. “Dia hanya ketakutan karena aku membunuh orang ini, puas? Sekarang bantu memindahkan semua prajurit ini dan carikan penduduk kota yang masih sanggup berdiri.”

“Dan kenapa kau harus membuatnya ketakutan? Kau seharusnya membantunya bukan membuatnya takut!”

“Karena aku ingin dia menyadari jika dia sudah salah meminta bantuan.” Aspire kembali berdiri untuk melihat lagi sekitarnya. Matanya menyusuri bangunan-bangunan, mencoba mencari orang yang mampu berdiri ataupun yang tidak terluka. “Sekarang lakukan perintahku. Setelah itu kita akan tindakan kita selanjutnya.” Gize mau tidak mau hanya mengangguk dan segera melaksanakan perintah Aspire.

Aspire berjalan mendekat ke arah pria dengan tubuh penuh perban. Pria itu kini mencoba untuk berdiri dengan tubuhnya yang tampak rapuh. Sebelum pria itu terjatuh, Aspire segera membantu pria itu berdiri, memapahnya untuk duduk di salah satu reruntuhan bangunan yang terlihat nyaman untuk diduduki. Pria di depannya nampak salah tingkah saat akhirnya bisa bertatapan langsung dengan Aspire. “Suatu kehormatan bisa bertemu dengan anda, Pangeran.”

“Aspire saja cukup. Apa  kau kebetulan mengenal pemimpin prajurit perbatasan?”

“Kebetulan, sa..saya pemimpinnya.”

Aspire memindai keadaan pria di depannya. Sedikit tidak percaya jika pria yang berdiri saja tidak sanggup ini adalah pemimpin prajurit perbatasan tapi Aspire mengangguk mengerti. “Bisa panggil prajuritmu yang masih ada atau sanggup berdiri. Aku akan menjelaskan situasi saat ini dan segera menyelesaikannya. Tentu saja dengan bantuan dari kalian.”

Pria di depannya, Finner, tidak menunggu waktu lama untuk bersiul dengan melodi khusus untuk memanggil prajuritnya. Tidak sampai lima menit, semua prajurit yang dapat berdiri, baik yang memiliki luka ringan hingga berat, sudah berkumpul di depan Aspire. Begitupun para penduduk kota yang berhasil dikumpulkan oleh Gize. Semua orang disana menatap ke arah Aspire dengan pandangan tidak percaya, ketakutan, dan kebingungan.

“Mungkin sebagian dari kalian ada yang mengenalku dan sebagian lagi tidak. Maka dari itu aku akan memperkenalkan diriku sekali lagi.” Aspire menatap sekitar untuk memastikan bahwa semua orang di depannya mendengarkannya dengan seksama. Saat Aspire merasa semua perhatian sudah tertuju padanya, Aspire mulai memperkenalkan diri. “Aku Aspire, Pangeran Mahkota Kerajaan Galanquit.” Suara terkejut terdengar dari segala penjuru, terutama berasal dari penduduk kota yang mulai menyadari siapa sosok pria berambur merah yang ada di hadapan mereka.

Aspire menghela napas, tau bahwa ini tidak akan  mudah untuk  membuat semua orang di depannya mengerti akan kondisi yang mereka alami. “Sekarang aku akan menjelaskan kondisi kita saat ini. kalian pasti menyadari jika kemunculanku saat ini pasti akan diketahui pihak kerajaan secepat mungkin. Pihak kerajaan pasti akan mengirim bala tentaranya untuk menangkapku dan para pengawalku, dan kalian pasti juga akan dicurigai sebagai sekutuku dan akan dijatuhi hukuman. Ditambah, para prajurit penagih upeti pihak kerajaan yang tidak kunjung kembali malah akan menambah kemarahan pihak kerajaan.”

Aspire menatap ke arah kerumunan yang masih terdiam mencerna perkataannya. “Karena itu, aku memberikan dua pilihan kepada kalian. Pertama, kalian membantu dengan kemungkinan para prajurit kerajaan tidak datang ke kota ini. Kedua, kalian akan diam saja—tidak membantuku, dan kejadian yang sama akan terulang dua kali.”

13 Komentar

  1. [ratings] nya ga bisa di vote. Di edit lagi, dan ditulis manual yaa
    [ratings]
    Yuk, dicoba lagi??

    1. Makasih ya sarannya. Udah dibenerin barusan

  2. farahzamani5 menulis:

    Ratings ny dicopas mungkin ya dri part sebelum nya jdi ga muncul dan ga bsa diklik
    Edit dah bntr, apus dlu trs ketik lgi [ratings]
    Mga berhasil
    Cuzz bca camy hihi

    1. Makasih ya sarannya. Udah dibenerin kok.

    2. farahzamani5 menulis:

      Siapp
      Sma2 yak hehe

  3. farahzamani5 menulis:

    Fix camy ada rasa ehhh haha, deg2an yg menyenangkan ya cam hihi
    Bayangin eksekusi si pimpinan bikin ngeri plus eneg huhu
    Beuhhh aspire keren bngt sih, aspire sang pangeran sesungguhnya telah datang kembali jeng jeng jeng hihi
    Ditunggu kelanjutanny
    Semangat trs ya

  4. Ternyata pangeran Aspire baik juga. Kasian bgt Camy tinggal sebatang kara ? ditunggu part selanjutnya kak

    1. Oke, yang sabar nunggunya yaaa

  5. syj_maomao menulis:

    Huwaaa Pangeran Aspire kok keren kali yakk huhuhu~
    Aishh si Pangeran sama Camy cocok lahh~ hihihi~

    1. Hihi, cucokk tu emang berdua
      Moga aja jd pasangan, hhe

  6. yeay cerita yg ditunggu-tunggu muncul juga?
    awwww aku terpesona sama pangeran?

  7. Wah akhirnya update juga ceritanya si pangeran
    Baik jua ternyata, hihi
    Semoga sama camy deh

  8. Aulia Rahmi menulis:

    Pangeran kereeennm..