Vitamins Blog

BROKEN (2/2)

Bookmark
Please login to bookmarkClose

No account yet? Register

118 votes, average: 1.00 out of 1 (118 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

Dering ponselku berbunyi, menandakan pesan masuk dari seseorang yang sangat aku rindukan. Aku sengaja memasang nada lain yang membedakan dirinya dengan orang lain ketika menghubungiku. Menarikku keluar dari kegiatan melamun yang sejak tadi aku lakukan, mengingat ulang apa yang terjadi setahun terakhir ini.

Aku meraih ponselku yang berada diatas nakas samping ranjang milikku. Satu pesan suara dari gadisku.

“Aku merindukanmu. Aku ingin menemuimu, tapi aku sangat lelah. Bagaimana dengan kencan disabtu malam? Aku sangat ingin melihatmu. love you.”

Aku tersenyum mendengar pesan suara yang dikirimnya. Aku senang bukan hanya aku yang merasakan perasaan rindu ini. Aku segera membalas pesan suara miliknya.

“Aku juga merindukanmu. Kencan? Aku sangat setuju, sampai jumpa sabtu malam nanti, pumpkin. Love you so damn crazy.”

 

15 Januari 2016

Tahun ketigaku sebagai mahasiswa adalah tahun yang sangat berat untukku. why? Semua itu bukan berhubungan dengan kegiatan akademikku di kampus. Tidak. Aku tidak mempunyai kesulitan dalam hal itu. Aku tidak bermaksud sombong hanya saja aku adalah salah satu mahasiswa yang masuk dalam jejeran peraih nilai terbaik selama tiga tahun ini.

Aku yakin kalian bertanya hal apa yang membuatku mengatakan bahwa tahun ini adalah tahun terberat untukku. Aku sangat tidak ingin mengingatnya tapi tetap saja pikiran itu akan muncul kembali. Aku dan Hailey terlalu sering berdebat. Entahlah, aku tidak mengerti kenapa ia berubah menjadi seseorang dengan tingkat sensitif yang parah.

Pernah  satu kali aku tidak membalas pesannya karena ponselku kehabisan baterai. Malamnya aku langsung mendapat banyak pesan dari Hailey, pesan terakhir yang dikirimnya membuatku emosi. Bayangkan saja aku sangat lelah setelah seharian mengerjakan tugas kampus dan kegiatan organisasi yang aku ikuti, aku hanya menginginkan waktu istrahat yang ternyata malah dituduh sedang berselingkuh olehnya. Wth.

Malam itu menjadi pembuka untuk pertengkaran kami selanjutnya. Aku dan dia mulai saling berteriak satu sama lain. Aku yang lelah dituduh olehnya dan dia yang selalu memiliki pemikiran buruk tentangku. Aku benar-benar tidak mengerti. Dulu Hailey bukanlah gadis yang sangat cemburuan seperti sekarang. Hal itu membuatku merasa terkekang olehnya.

Karena lelah dengan pertengkaran kami, aku memilih menjauh untuk sementara. Aku tidak tahan jika selalu dijadikan objek curiga darinya. For God Sake, aku bahkan tidak pernah memiliki pikiran untuk melirik gadis lain. Tuhan tahu aku sangat tergila-gila dengannya, apa lagi yang bisa membuatnya ragu padaku? Aku tidak pernah bisa bertanya sebab sikap paranoidnya padaku, karena setiap kami berinteraksi hanya akan di isi perdebatan.

Malam ini adalah malam yang berhasil membuatku rindu dengan momen kebersamaanku bersama Hailey sebelum hari-hari penuh pertengkaran dengannya terjadi. Aku yang memeluk Hailey dimana kami sedang berbaring bersama diatas kasur millikku.

Hailey yang beberapa saat lalu mendatangiku dengan mata yang menampilkan kesenduan didalamnya. Aku yang baru keluar dari kamar mandi menatapnya dengan bingung. Aku mulai was-was apa ia akan memulai perdebatan lagi? Tapi aku salah, ia malah berjalan kearahku dan langsung melingkarkan kedua lengan mungilnya di sekeliling tubuhku, wajahnya dibenamkan kedadaku.

Butuh waktu beberapa menit untukku mencerna semuanya, apa yang baru saja dilakukan gadisku? Perlahan rasa rindu dan bahagia menyeruak masuk dalam diriku. Aku merindukan suasana tanpa perdebatan diantara kami berdua. Aku merindukan dirinya.

Aku mengangkat tubuhnya yang langsung direspon Hailey dengan mengangkat kedua tungkainya kemudian melingkar dipinggangku, tangannya dikalungkan keleherku. Aku berjalan dengan Hailey yang berada digendonganku menuju ranjangku. Aku membaringkan Hailey yang masih belum melepas tangan dan tungkainya dariku. Kami berbaring dalam posisi miring menghadap satu sama lain. Aku menunggunya berbicara dan ia memang mulai mengeluarkan suaranya.

“Apa jika aku memintamu menikahiku, kau akan mau melakukannya?” ucapnya dengan wajah yang masih dibenamkan didadaku.

Ucapan Hailey membuatku serasa dilanda jutaan sengatan listrik bertegangan tinggi. Menikah? Did she was said married? Aku perlu memastikan kembali, mungkin saja aku salah mendengar.

“A-apa yang baru saja kau katakan, Hailey?” Aku menjauhkan badanku darinya, menarik dagunya untuk mendongak kearahku.

“Apa jika aku memintamu menikahiku saat ini, kau akan mau melakukannya?” Aku ingin berkata bahwa ia pasti sedang bercanda. Tapi, tidak. Aku tidak menangkap kesan bercanda dimata miliknya.

Aku menelan ludah gugup, aku memang hanya akan menikahi Hailey, karena aku sangat mencintainya dan telah memilihnya untuk menjadi seseorang yang akan menemaniku untuk menghabiskan sisa hidupku.

Tapi untuk menikah sekarang? Aku tidak berencana untuk menikahinya sekarang, aku masih ingin menamatkan pendidikanku dan juga kami masih terlalu muda. Demi Tuhan.

“Kau tidak mau?” Perkataan Hailey menarikku dari lamunanku.

“Aku bukannya tidak mau, hanya saja..”

“Kau memang tidak ingin menikahiku.”

“Aku mau Hailey, sangat ingin. Hanya kau yang akan aku nikahi. Tapi, tidak untuk saat ini. Demi Tuhan, kita masih sangat muda.”

“Aku tidak peduli, kita masih bisa melanjutkan kuliah kita bahkan setelah kita menikah, bukan?”

“Aku belum berpikir untuk menikah, Hailey. Aku sangat ingin bertanya sejak beberapa bulan lalu. Katakan padaku apa yang membuatmu menjadi aneh? Kau sering mengatakan aku selingkuh, tidak mempercayai apa yang aku katakan. Kau selalu berpikir negatif tentangku.”

Aku menatapnya dalam, berusaha membaca apa yang dia sembunyikan dariku. Hailey memalingkan kepalanya yang segera aku tahan dengan menarik dagunya kembali kearahku. Ia menatapku lama, yang kemudian mataya mulai berkaca-kaca.

“A-aku aku takut, Sean. Kau sangat populer dikampusmu bahkan sampai kekampus lain, teman-temanku membicarakan seorang mahasiswa jenius yang tampan, dan kemudian menunjukkan fotomu padaku.

Mereka mengatakan bahwa kau disukai banyak gadis. Dulu aku tidak akan takut kau akan meninggalkanku karena aku dan kau satu sekolah. Sekarang tidak lagi, bukan? Kita berbeda kampus. Aku takut kau tertarik pada salah satu gadis dikampus dan apa yang bisa aku lakukan selain menjaga milikku? Aku ketakutan, Sean. Aku selalu ingin percaya padamu, tapi ketakutanku lebih besar. Maaf, maafkan aku.” Buliran air mata meluncur bebas dikedua pipi gadisku, dan itu menyakitiku. Aku bisa merasakan  ketakutan dan rasa frustasi darinya.

Aku menariknya kedalam pelukanku dan mencoba menenangkannya dengan mengelus punggungnya. Setelah Hailey tenang, aku memutuskan untuk berbicara. Mengatakan bahwa ketakutannya tidak diperlukan karena aku mungkin sudah kehilangan akalku jika berpikir untuk meninggalkannya.

“Aku tidak tahu jika kau mengalami hal itu, maafkan aku yang menjadi egois dengan membalas semua perkataanmu dengan emosi. Aku hanya lelah dicurigai, Hailey. Aku pasti sudah gila jika aku berpikir untuk melirik gadis selain kau, im thruly, madly, deeply in love to u. Aku hanya membayangkan satu wanita yang akan menjadi istriku, yaitu kau. Tapi, aku tidak bisa menikahimu saat ini.”

Tubuh Hailey menegang sebentar sebelum relaks kembali dalam pelukanku. “Jadi, kau tidak bisa menikahiku saat ini? bahkan jika aku memohon padamu?”

Aku mengeryitkan dahiku mendengar apa yang baru saja dikatakan Hailey,  “Tidak, aku tidak bisa. Apa yang membuatmu memintaku untuk menikahimu sekarang?”

Ia terdiam lama, aku kira Hailey tertidur; namun suaranya membuktikan ia tidak sedang tidur. “Lupakan apa yang baru saja aku katakan, Sean. Mungkin aku hanya terlalu ketakutan dan kelelahan. Biarkan aku menginap disini,hum.” Hailey bergerak semakin merapatkan tubuh kami berdua.

Aku yang bingung, hanya mengikuti apa yang diinginkan gadis dalam pelukanku. Ia mungkin terlalu ketakutan dengan semua pikirannya. Aku senang Haiey memberitahuku alasan semua tingkah anehnya selama ini. Ia hanya terlalu mencintaiku dan berakhir dengan takut kehilanganku.

Malam itu kami berdua tidur dengan tubuh saling memeluk, juga senyum yang sudah cukup lama hilang dariku kini kembali. Aku tertidur dengan senyum diwajahku.

 

 

29  Mei 2016

Jika malam itu aku sempat berpikir bahwa hubungan kami akan kembali normal seperti dulu maka aku jelas salah, sangat salah. Karena kenyataannya sangat berkebalikan dengan apa yang aku pikirkan. Hailey berubah menjadi seorang yang sangat susah untuk aku buat tersenyum. Ia memang sudah tidak pernah lagi mencurigaiku, tapi ia sekarang menjadi seorang pendiam.

Ia selalu memandangku dengan tatapan sendu seakan ia tersakiti oleh sesuatu, jikapun ia tersenyum maka senyumannya tidak pernah mencapai kedua matanya. Aku benar-benar dibuat frustasi olehnya jika aku harus memilih, aku akan memilih ia menjadi seorang yang cerewet dibandingkan Hailey sigadis pendiam.

Parahnya ia juga sudah sangat sulit untuk aku hubungi dan bertemu dengannya. Ia selalu menolak ajakanku untuk keluar. Aku benar-benar tidak bisa mengerti kenapa kami bisa berubah sejauh ini? Hubungan yang aku harapkan akan berlangsung selamanya kini terancam hancur. Aku sekarang ketakutan akan pikiran bahwa Hailey akan meninggalkanku.

Karena tidak tahan aku sempat bertanya pada Aldric sahabatku, apa yang kira-kira membuat gadisku begitu berubah? Aldric malah menyuruhku untuk mengingat kembali hari sebelum Hailey berubah menjadi seorang pendiam.

Setelahnya disinilah aku yang masih terjaga dari malam hingga matahari kembali muncul hanya untuk memikirkan alasan Hailey berubah. Dan setelah memakan satu hari satu malam aku disadarkan sebab gadisku menjadi seperti sekarang.

Hailey menginginkan pernikahan aku tidak tahu alasan ia memintaku untuk menikahinya secepat itu, namun, aku tidak akan berpikir dua kali untuk menyanggupinya saat ini. Jika ia meminta pernikahan maka aku akan memberikannya padanya. Andai hanya itulah yang bisa membuatnya kembali seperti gadisku yang ku kenal sejak kecil aku akan mengabulkannya. Persetan dengan pemikiran memiliki waktu untuk berkarir aku tidak ingin kehilangan Hailey.

Aku memilih menginap diapartemen milikku dibanding dirumah orangtuaku, entah mengapa sejak kemarin aku ingin menyendiri dan menjauh dari lingkungan rumahku untuk memikirkan semua alasan Hailey berubah.

Aku duduk dalam keheningan kamar apartemen milikku. Kedua tanganku terjalin dengan siku tertumpu di masing-masing lutut, tubuhku yang berada di atas ranjang membungkuk, raut wajahku mungkin sangat serius aku yakin orang yang melihatku tidak akan mampu menebak apa yang tengah aku pikirkan, area di sekitar dahiku berkerut dalam menandakan aku sedang berpikir sesuatu yang rumit. Lama aku berada dalam posisiku, hingga tiba-tiba aku bangkit dari dudukku. Berjalan dengan langkah tegas namun tergesa-gesa seakan sesuatu yang aku tuju menyangkut hidup dan mati. Mungkin saja.

Aku mengunci pintu apartemenku dan berjalan menyusuri koridor menuju lift apartemen. Masuk ke lift dan menekan angka 1 pada tombol lift. Kakiku di ketuk-ketukkan pada lantai lift yang aku pijak, tanganku dimasukkan kedalam saku celana jins hitam milikku. Pintu lift terbuka, aku bergegas keluar dan berlari keluar dari lobi apartemen menuju mobil milikku yang telah terparkir di depan.

Aku melajukan mobilku dengan kecepatan 150 km/jam, kedua buku jariku memutih karena kerasnya aku mencengkram setir mobil, kemudian aku mulai melambatkan laju mobilku, mataku dilarikan diantara tempat yang aku lewati, berharap melihat sosok yang aku cari.

Setelah satu setengah jam mengelilingi kota dan tidak kunjung menemukan orang yang aku cari, harapankua mulai memudar. Bahuku terkulai dengan wajah lesu aku memutuskan berhenti di sebuah taman. Suara penyanyi band michael learn to rock dengan lagu 12 25 minutes milikku terdengar dari benda pipih berlogo apel digigit menandakan panggilan masuk.

Aku mengambil benda pipih yang berada dikantung jaket yang aku kenakan, menekan tombol terima dan menempelkannya ketelinga. Mendengar apa yang dikatakan sang penelpon, orang yang menelponku adalah Aldric, ia bertanya aku sedang berada dimana yang aku jawab aku sedang berada di taman tengah kota setelah lelah mencari Hailey, apa yang Aldric katakan berhasil menerbitkan senyum dibibirku. Mengucapkan terimakasih kemudian mengakhiri panggilannya, aku terlalu terburu-buru menghiraukan lanjutan kalimat yang diucapkan Aldric. Hal yang akan aku sesali. Aku tidak memperhatikan nada suara Aldric yang berubah seolah ia tengah iba pada seseorang.

Aku kembali menjalankan mobilku ke tempat yang dikatakan Aldric, kini dengan semangat membara.

Bibirku tidak henti-hentinya mengembangkan senyum yang menambah kadar ketampanan wajahku, tidak usah bersikap tidak percaya karena kenyataannya aku memang akan terlihat jauh lebih tampan jika aku tersenyum. Dua puluh menit sesudahnya, aku sampai ke tempat tujuanku. Sebuah gereja berdiri kokoh di depanku.

Dengan kening berkerut aku keluar dari mobil milikku. Aku baru mengambil satu langkah ketika pintu gereja terbuka dan seorang wanita  yang mengenakan wedding dress  keluar didampingi seorang pria memakai tuxedo hitam diikuti beberapa orang dibelakang  keduanya, senyum terukir dibibir setiap orang.

Tepat saat kedua orbs biru milikku  bertemu dengan orbs cokelat madu sang mempelai wanita, tubuhku  seketika menegang, langkahku terhenti, aku tidak bisa menggerakkan tubuhku, begitu juga senyum dibibir sang wanita  yang perlahan menghilang, pandangannya mulai mengabur dikarenakan matanya kini terhalangi air mata yang siap tumpah kapan saja ia mengedipkan matanya.

 

Tuhan tolong katakan apa yang aku liat adalah sebuah kesalahan bahwa gadis yang mengenakan wedding dress disana bukanlah gadisku. Bagaimana bisa ia memakai gaun tersebut sedangkan prianya bukanlah aku? Apa ini semua hanyalah sebuah tugas yang tengah dikerjakan Hailey dari salah satu dosennya?

Yah, sepertinya begitu aku harus memastikannya. Aku memaksa kedua kaki untuk melangkah ke arah kerumunan. Menyadari kehadiranku orang-orang yang tadinya tersenyum dan tertawa bahagia kini berhenti. Mereka menunjukkan ekspresi berbeda-beda dari sedih, iba, terkejut, bersalah, dan bingung. Diantara semua itu yang paling mendominasi adalah ekspresi iba tentunya ditujukan padaku.

Ketika aku sampai didepan sang mempelai wanita aku sempat melihat kedua orang tua wanita itu menatapku dengan pandangan bersalah dan iba kemudian memalingkan wajah keduanya dariku. Sedang sang wanita memandangku dengan kesedihan yang membuatku merasakan sesak didadaku.

“Hailey?” kataku dengan suara bergetar.

“Maaf, Sean.” Hanya itulah yang bisa ia katakan padaku. Semua yang aku lihat adalah kenyataan. Gadisku meninggalkanku dan menikahi pria lain. Aku ingin sekali menghancurkan sesuatu saat ini.

“Kenapa?”

Hailey tidak menjawab, ia malah menarikku mengajakku untuk menjauh dari kerumunan undangan yang datang. Ia menarikku kedalam gereja yang hanya menyisakan pendeta. Pendeta yang pastinya memimpin ucara pernikahan gadisku. Ah, tidak dia bukan lagi gadisku. Dia sudah menjadi milik pria yang berada diluar gereja.

Hailey melepas genggaman tanganya dariku, menyisakan rasa dingin dikulit yang digenggam olehnya. “Maaf, Sean.” Kembali ia mengucapkan kalimat yang tidak menjelaskan apapun.

“Aku tidak butuh kata maafmu, aku butuh penjelasan saat ini. Apa sebenarnya yang kau lakukan, HAH!??” teriakku dengan tubuh bergetar menahan amarah.

 

<<<<

Aku keluar dari gereja dan bergegas menuju mobil milikku. Sekilas aku bisa melihat Aldric yang berada diantara kerumunan undangan melihatku dengan pandangan menyesal. Aku tahu tatapan itu, ia sudah mencobab memberitahuku sejak ia menelponku, tapi aku terlalu senang saat itu hingga mengabaikan kelanjutan perkataannya, dan sekarang aku menyesal.

Karena….

 

Apa yang ingin diberitahukannya padaku adalah bahwa hari ini adalah waktu pernikahan Hailey dengan pria yang dijodohkan dengannya. Pria itu adalah anak dari pemilik perusahaan tempat ayah Hailey bekerja, ia tertarik pada Hailey saat melihat Hailey mengantar berkas yang dilupakan ayah gadis itu kekantornya.

Pria itu meminta ayahnya untuk melamar Hailey, f***k!!!

Malam  dimana Hailey memintaku untuk menikahinya adalah hari dimana pria itu dan kedua orangtuanya datang kerumah Hailey untuk melamar. Hailey menolak dan lari kerumahku untuk mengajakku menikah. Setelah aku mengatakan bahwa aku tidak akan menikahinya dalam waktu dekat. Hailey putus asa dan dilanda ketakutan jika aku sudah tidak lagi mencintainya.

Orangtua Hailey tidak bisa menolak lamaran yang ditujukan untuk Hailey karena pria itu adalah anak dari pemilik perusahaan Hailey bekerja. Hailey yang kembali ketakutan dengan pikiran aku yang akan meninggalkannya pasrah menerima lamaran itu.

Mereka memutuskan untuk saling mengenal selama lima bulan. Alasan dibalik sikap Hailey yang selalu memandangku dengan tatapan sendu. Ia merasa bersalah, terluka, dan sedih karena sadar bahwa dia telah menyakitiku dengan menerima lamaran itu juga karena ia mulai menyukai pria itu.

Pria yang bisa memadamkan semua perasaaan gelisah yang selalu dirasakannya padaku. Membuatnya merasa tenang, dilindungi, dan tentu saja dicintai.

Aku yang mendengar penjelasan Hailey sembari menatapnya dimana ia sedang menatapku dengan air mata yang tidak berhenti keluar dari matanya. Ia mengatakan meskipun ia menyukai lelaki itu, namun aku tetaplah orang yang dicintainya. Apa semua itu masih berarti? Ketika ia bukan lagi milikku?

Aku bisa melihat bayanganku dimatanya, mataku menggambarkan kehancuran. Aku dihancurkan oleh cinta. Aku dibuat merasakan sakit yang menyesakkan dan membuatku serasa sulit hanya untuk bernapas. Meski aku bisa melihat ia juga kini merasakan hal yang sama. Aku tidak bisa merasa puas, aku malah semakin dibuat sakit karenanya.

Aku dan hatiku kini sudah tidak memiliki bentuk yang utuh. Hatiku tidak akan pernah sama lagi. Aku tidak akan bisa mencintai seperti aku mencintai wanita yang berdiri dihadapanku dengan tangis miliknya. Merasa tidak ada yang bisa aku lakukan lagi. Aku memilih untuk keluar dari ruangan menyesakkan ini. Membawa semua puing-puing hatiku untuk kurekatkan kembali agar setidaknya orang yang melihatku nantinya tidak akan memandangku dengan pandangan yang aku terima saat ini dibawah terik matahari siang.

 

 

FIN

cerita ini udah pernah aku post di blog pribadiku dengan pen name WHIELFHUNHAN. Jadi kalau udah ada yang pernah baca gg usah heran. ^^

TiwiWhielfElf

Just a weirdo girl who loves book and writing

24 Komentar

  1. Kereeeen tapi sedihh:(

    1. TiwiWhielfElf menulis:

      Makasih?

  2. :PATAHHATI :PATAHHATI

    1. TiwiWhielfElf menulis:

      ??

  3. :PEDIHH

    1. :HUAHAHAHAHA

  4. keren, but why sad ending??

    1. sengaja … :HUAHAHAHAHA

  5. Sebenarnya lebih suka baca cerita yang happy ending, tapi bagus ceritanya walau sad ending.

    1. Makasih dh komen :dragonmintacium

  6. sakit nya tuh disini :nangisgulinggulingan :nangisgulinggulingan :nangisgulinggulingan

    1. Makasih dh komen :dragonmuahsanasini :blackkenyang

  7. :PATAHHATI :PATAHHATI yah sad ending

    1. Makasih dh komen??

  8. farahzamani5 menulis:

    Ini twoshoot yak???
    Bca komen2, ktany sad ending, kudu tengah mlm ni mah bca nya haha

    1. Iy kk.. yg ini twoshot??..

      Ahahahha enak.a yg sad ending it baca.a tgh malam ya kk?????….

      Makasih dh komen??

  9. fitriartemisia menulis:

    broken ini emang cuma 2 bagian ya?

    1. Iy.. broken cuma dua chapter y

      Makasih dh komen :MAWARR

  10. syj_maomao menulis:

    Huwaaaaaa tebakanku benar ada badai setelah ketenangan >_<
    Terkadang aku bertanya-tanya kenapa para author senang sekali membuat sad ending, tapi sepertinya karena sad ending lebih ngena dan diingat terus :PATAHHATI
    Aku suka kalo ada yang menggambarkan POV dari sudut pria hihihi~
    Semangat kak~

    1. Sad ending lebih membekas :HUAHAHAHAHA

      Makasih dh komen :MAWARR

  11. :PEDIHH :PEDIHH

    1. :HULAHULA :HULAHULA

  12. Ditunggu kelanjutannyaa