Vitamins Blog

DwINA part 25

Bookmark
Please login to bookmark Close

25. Definisi Cinta

Adat Jawa di daerah kampung orang tua Dwina. Biasanya calon pengantin perempuan akan membacakan Abtadiul Rawi Perjanjen. Dwina berusaha berulang kali melatih lidahnya agar tidak terbelit padahal hanya secarik kertas kecil yang di catatkan oleh Ibunya. Mungkin efek grogi karena harus di bacakan saat selamatan yang akan selenggarakan sebelum pernikahnnya besok siang setelah sholat dzuhur.

Tamu makin ramai berdatangan. Dada Dwina bergejolak mengalami nervous akut. Apalagi besok ketika dia akan di ijab kabul oleh Arya.

Putri, Tari, Sella, Angel dan Tias datang ikut membantu dengan senang hati dari mulai fiting baju pengantin, sewa gedung, katering, selametan bahkan sampai acara hari-H nya pernikahan. Angel menginap di rumah Putri mulai dari dua hari yang lalu. Semangatnya begitu membara sampai gregetan membayangkan kebahagiaan pernikahan Dwina.

Bu Aminah menyuruh Angel untuk membawa Dwina duduk ke dalam lingkaran majelis. Suasana tampak riuh membicarakan calon pengantin “Angel…” Panggil Dwina sambil meremas tangan sahabatnya itu.

“Rileks Wi. Ada mamah Angel nemenin lo” Angel jadi ikut grogi padahal yang menikahkan Dwina.

Rentetan acara dimulai dengan pembacaan basmalah kemudian al-fatiha dan terus berlanjut sampai ke tahap pembacaan surat Ar-Rahaman dan sebentar lagi pembacaan Abtadiul Rawi Perjanjen. Dwina yang sudah rileks menjadi buyar semua konsentrasinya saat Angel berkata “tuh suami lo udah dateng” dengan nada histeris tetap dalam volume pelan.

Mata Dwina jadi refleks jatuh menatap mata Arya penuh kehangatan padanya. Segera kepalanya dia tundukan karena pikirannya sudah melayang kemana-mana. Semoga saja lidahnya lancar membacakan Abtadiul .

Bu Aminah memberikan mikrofon ke pada anaknya. Lantunan suara Dwina mengeheningkan penjuru rumah Dwina. Suaranya begitu lembut bernada indah. Air mata Dwina sampai menetes, penuh keharuan. Kini senggukan terdengar di bacaannya. Bayangan kedua orang tuanya dan Kak Bayu yang setia menyanginya karena Allah Ta’ala mengahanyut begitu dalam.

“Allahumma sholi wa sallim wa baarik alaihi…” sholawat kepada nabi menutup Rawi perjanjen. 

Angel menghapuskan air mata Dwina. Bahkan matanya juga masih berkaca-kaca.

Acara berjalan lancar. Seluruh keluarga besar bersyukur, semoga saja besok juga di lancarkan oleh Allah.

Pukul sebelas malam. Dwina baru beranjak tidur. Tubuhnya lelah sekali dan nanti jam tiga pagi dia akan di bangunkan untuk persiapan pernikahan. Parahnya dua belas hari lagi dia akan UTS.

Ya ampun.. tenaga dan otaknya sungguh terkuras habis.

Ponsel Dwina bergetar mendapatkan notifiksi pesan dari Arya.

Arya Wijaya :

Cepet istirahat. Besok bakalan capek banget. Aku nggak mau kamu sampai sakit

Dwina Aryani:

Capek banget tapi susah tidur ?

Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Dwina beranjak untuk membukakan. Ternyata Ibunya dan Ayahnya.

Mereka bertiga saling berbicara di dalam kamar Dwina. Memberi nasihat juga Dwina meminta maaf sedalam-dalamnya atas kesalahan yang di perbuat pada orang tuanya. Ayahnyapun matanya sudah memerah berkaca-kaca. Tapi dia harus tetap tegar di depan keluarga yang di jaganya dengan jiwa dan raga.

“Jadi istri yang sholeha, nurut sama suami, jangan suka ngambek nggak baik” setiap wejenang Ayahnya terekam baik oleh Dwina.

Malam ini berakhir begitu hangat dan mengahurakan keluarga kecil milik Dwina.

*

*

*

“Saya terima nikah dan kawinnya Dwina Aryani binti Zaki Adianto dengan maskawin seperangkat alat sholat dan mushaf di bayar tunai”

“SAH?”

Semua orang serempak mengatakan “Sah… “

Ucapan syukur mengalir indahnya setelah ijab kabul. Sosok Dwina tampil dalam balutan gamis cantik muslim berkerudung berwarna coklat pucat. Punggung tangan Arya di cium oleh Dwina menerangkan bakti seorang istri bergilir Arya mencium kening Dwina penuh hikmat telah mengikat perempuan itu dalam cinta yang halal.

Jujur ini salah satu momen membahagiakan diri Arya. Hatinya terasa utuh telah memilih Dwina untuk mendampingi sisa hidupnya. Ikatan sakral mengorbankan semua tenaganya. Jangan sampai kata-kata mengerikan keluar dari mulutnya hingga menghancurkan bangunan kebahagiaan.

Resepsi langsung di adakan hari itu juga

Resepsi langsung di adakan hari itu juga. Gambaran ballroom yang sepi kini berhias banyaknya tamu berdatangan.

Ucapan selamat terus berlanjut hingga acara selesai. Tubuh Dwina kaku, begitu juga yang lain justru lebih lelah darinya. Tidak boleh mengeluh! perintah alam bawah sadar Dwina. Tapi capek…

Malamnya Dwina langsung tinggal di apartemen Arya. Sayangnya sebentar lagi Dwina menghadapi UTS. Jadi, bulan madu tertunda. Semua barang miliknya sebagian telah di pindahkan dari seminggu yang lalu.

Setelah Arya giliran Dwina yang mandi. Lengket sekali tubuhnya karena keringat.

Rasanya masih kurang nyaman menempati tempat tinggal Arya. Kamar mandi berukuran cukup luas bahkan lebih besar dari kamar Dwina membuat perempuan itu berjengit sesaat.

Pancuran air hangat meringankan beban seharian ini. Dwina bersenandung pelan untuk menutupi betapa heningnya kamar mandi bercorak putih bersih. Satu masalah muncul pada permukaan. Dwina baru ingat saat ini adalah malam pertamanya. Tangannya segera menutup mulutnya menyembunyikan jeritannya.

“Ya ampun gue harus ngapain…” padahal dia sudah hapal betul adegan panas pada novel erotisnya.

Panik! Super panik!

Dwina segera menyelesaikan acara mandinya. Tentunya dia masih belum berani mengganti pakaian di luar kamar mandi karena terakhir lihat, Arya sedang memainkan games pada ponselnya di atas kasur.

Pantulan cermin menampilkan piyama baru berwarna peach tidak menggairahkan sama sekali. Biarlah.. Otak dan jantung Dwina sudah kesulitan di ajak kompromi.

Ketika keluar dari kamar mandi. Arya masih tetap dalam posisi sebelumnya. Dengan langkah berat Dwina menaiki kasur. Alam bawah sadarnya menjerit tak tertahankan melewati setiap detiknya.

Arya dengan entengnya mematikan ponsel dan menaruhnya di atas nakas. Kemudian menarik Dwina ke atas pangkuannya dan mengatakan “sekarang aku bebas ngapa-ngapain kamu” sambil membuat suara begitu menyeramkan.

“Takut…” ujar Dwina langsung menutup wajahnya dengan kedua tangannya karena wajah Arya begitu dekat.

Arya terbahak melihat wajah Dwina memerah sampai ke cuping. Di peluk tubuh Dwina hingga kepala perempuan itu menyender pada dadanya sekalian membelai lembut rambutnya.

“Cup cup jangan takut…” sendu Arya dengan nada bercanda.

Butuh waktu beberapa menit keadaan mulai membaik bahkan Dwina merasa nyaman pada posisinya sekarang. Dirinya menerima rengkuhan begitu hangat memanjakannya.

Arya bergerak mencium bibir Dwina begitu lembut. Keduanya terhanyut, dinding imajinasi tingginya terobek menjadi kenyataan. Harapan di cintai oleh seorang laki-laki baik terwujud. Perjuangan menghargai dirinya sendiri terbayar sudah.

Arya Wijaya. Laki-laki dengan sejuta pesona bahkan sebelum Dwina bertemu langsung dengannya. Laki-laki yang selama ini selalu berada dalam khayalan semata, kini berubah menjadi kenyataan layaknya cerita dongeng.

Ini sungguh tidak di percaya olehnya. Dia memiliki Arya dalam dunia nyata.

Jangan lupa votenya ya :)

21 votes, average: 1.00 out of 1 (21 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

9 Komentar

  1. KhairaAlfia menulis:

    manis banget sih kalian,,

  2. RoseSherinX menulis:

    ih…seneng bgt akhirnya dwina & arya udah nikah…
    nice story..maaf ya baru komen di part 25..
    ceritanya seru banget ????

  3. so sweet…akhirnya sah ya….
    pastinya masih lanjut kan?

  4. Selamat yach atas pernikahan kalian arya -dwina :owlkasihbunga

  5. Yeayyyy, akhirnya nikah jugaaa

  6. fitriartemisia menulis:

    aku paling suka part ini hahahaha

    1. ???

  7. Akhirnya nikah juga??

  8. Ditunggu kelanjutannyaa