Vitamins Blog

Marrie Yan – 03. Marrie, Bad Mood

Bookmark
Please login to bookmarkClose

No account yet? Register

24 votes, average: 1.00 out of 1 (24 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

Di Sabtu siang pada bulan Agustus, semua siswa SMA Taruna Bakti melaksanakan bersih-bersih masal yang dilakukan setiap sebulan sekali sepulang sekolah hingga jam 3 sore.

Di kelas XI IPA 1, terlihat Marrie sedang membersihkan kaca jendela yang tingginya lumayan, hingga mengharuskannya memakai kursi agar bisa menjangkau jendela itu. Mengingat tinggi badannya yang tidak seberapa.

Dia sedang asik membersihkan kaca ketika ada seseorang yang menyebut namanya.

“Mer, gue pulang dulu!” ujar seorang gadis bernama Arum. Ia berujar sambil berlari tergesa-gesa.

“Arum, lo mau kemana?” teriak Marrie ketika dilihatnya Arum sudah agak jauh dari tempatnya berdiri.

“Nanti sore gue ada kencan sama pacar gue. Jadi gue harus siap-siap dulu!” balas Arum berteriak. Marrie kesal, tentu saja. Dan apa katanya tadi? Kencan? Yang benar saja? Ini bahkan baru jam 2 lebih 15 menit, dan gadis itu bilang harus bersiap-siap kencan? Berarti, berapa lama gadis itu bersiap-siap? Lebih lama dari membersihkan ruang kelas? Hah… menyebalkan!

Marrie membalikkan badannya dan menemukan beberapa teman sekelasnya memandanginya.

“Apa? Kalian juga mau izin kayak Arum, hah?” bentak Marrie pada teman-temannya. Sontak semua temannya menggeleng cepat. Tidak mau diamuk oleh Marrie. “Kembali bersih-bersih!” lanjutnya kemudian, masih dengan nada membentak. Teman-temannya pun kembali melakukan aktivitas mereka semula, bersih-bersih.

Marrie meloncat turun dari kursi yang tadi digunakannya sebagai pijakan. Masuk ke kelas dan mencari-cari sosok Rian yang sedari tadi tidak terlihat. Kemana pria itu?

“Lo tahu dimana Rian?” tanya Marrie pada seorang teman laki-lakinya yang sedang mengelap kaca bagian dalam kelas. Kalau tidak salah namanya Ardi.

“Tadi sih kita ke kantin bareng, tapi katanya dia mau makan dulu. Kayaknya dari pagi dia belum sarapan deh Mer,” jawab Ardi.

“Oh, ya udah kalau gitu. Lo balik bersih-bersih,” suruhnya pada Ardi. Ardi hanya manganggukkan kepalanya dan kembali mengelap kaca.

“Marrie!” Seorang gadis memanggilnya. Dia Shilla, gadis paling cantik dan juga paling manja di kelasnya.

“Ya?”

“Emm…, gue boleh pulang duluan nggak? Nyokap gue udah nungguin di depan. Boleh ya Mer?” Marrie menatap Shilla dan menghela nafas panjang. Dasar anak mama, gerutunya dalam hati.

“Ya udah deh, pulang sana. Toh dari tadi lo nggak ngapa-ngapain juga,” jawab Marrie dengan setengah hati dan kesal. Dan Shilla hanya nyengir kuda menanggapi kekesalan Marrie.

“Kalau gitu, gue pulang dulu, ya. Bye~ Marrie!”

“Ish…, kenapa hari ini semuanya nyebelin, sih?” gerutu Marrie.

“Jangan marah-marah terus Put, cepet tua loh,” ujar sebuah suara dari arah belakangnya. Marrie membalikkan badan dan menemukan Rian sedang tersenyum, jelas sedang bermaksud menggodanya.

“Gimana nggak marah-marah kalau semua orang hari ini nyebelin banget?”

“Coba aku tebak, pasti kamu lagi haid, ya?”

“Haissh…, Ian! Jangan bikin aku tambah gondok deh. Kamu mau aku plaster mulutnya, apa aku sumpal pakai ini?” ujarnya sambil mengacungkan kemoceng yang tadi ia gunakan untuk membersihkan jendela.

“Ck, emang ya, perempuan kalo lagi haid itu bawaannya marah-maraaaaah terus,” goda Rian lagi.

“Ian!” Marrie mengerucutkan bibirnya kesal.

“Oke, oke. Sini kemocengnya!” Ian merebut kemoceng yang dipegang Marrie. “Kamu pasti nggak nyampe ke jendelanya ya? Makanya kamu pakai kursi, iya kan?”

“Ian, udah deh, jangan ngegodain aku mulu!”

“Iya iya. Dasar pendek. Berapa sih tinggi badanmu?” ejek Rian.

“Jangan bawa-bawa tinggi badan segala, deh. Cepat bersihin jendelanya!”

“Iya bawel. Dan hei! Aku ini ketuanya. Kenapa jadi kamu yang ngasih perintah, sih?” tanya Rian heran.

“Karena dari tadi kamu belum ngerjain apa-apa. Malah enak-enakkan makan di kantin. Ketua macam apa kamu, hah?” balas Marrie.

“Itu kan karena aku belum makan sejak pagi tadi. Jadi aku ke kantin dulu,” ujar Rian membela diri. “By the way, kamu tahu dari mana aku ke kantin, Put?” tanya Rian dengan senyum di bibirnya. “Kamu nyariin aku ya?”

Bingo. Tebakan Rian tepat sasaran. Dan lihatlah, sekarang gadis itu terlihat seperti maling yang tertangkap basah habis mencuri sesuatu. Sangat gugup.

“Sudahlah, nggak usah dibahas lagi!” seru Marrie dengan wajah kesalnya yang dibuat-buat untuk menutupi kegugupannya. Namun gagal, karena sekarang wajahnya sudah memerah seperti tomat. Rian tersenyum penuh kemenangan. Pria itu kembali melanjutkan acara membersihkan jendela dengan kemocengnya. Tapi lama-lama, ia merasa ada yang memperhatikannya.

“Kenapa kamu ngelihatin aku terus sih, Put?” Rian berbicara kepada Marrie tanpa melihat ke arah gadis itu. Ia tengah sibuk membersihkan bagian atas jendela yang tinggi, hingga ia harus memanjat kursi untuk bisa menjangkau bagian yang kotor itu.

“Nggak. Siapa yang ngelihatin kamu? Aku cuma awwww….!” Marrie mengaduh sambil menutupi mata kanannya dengan tangan. Rian menunduk untuk melihat Marrie.

“Kamu kenapa, Put?” tanya Rian panik.

“Aku kelilipan bodoh! Masih tanya lagi. Tiupin kek!” pinta Marrie dengan wajah cemberut.

“Ck, minta tolong aja pakai acara ngata-ngatain bodoh dulu. Dasar pendek,” ejek Rian, tapi tetap menuruti perintah gadis itu untuk meniup matanya.

“Sini, deketan dikit,” suruh pria itu. Marrie mendekat ke arah Rian dengan mata tertutup sebelah. Lalu pria itu menangkup pipi Marrie dengan tangan kirinya dan melebarkan mata kanan Marrie dengan kedua ibu jari tangannya.

Wajah pria itu mendekat, dan semakin dekat dengan wajah Marrie. Membuatnya terserang gugup secara tiba-tiba. Rian menghela nafas pelan, lalu mengarahkan bibirnya ke arah mata Marrie dan meniupnya pelan. Tiba-tiba….

*jepret*

“Cieeeeee~ so sweet banget sih,” goda Lisa setelah melihat hasil jepretan kamera digital barunya. Ia puas dengan hasil jepretannya. “Hmm… bagus juga. Nih Dho, bagus kan?” tunjuknya pada Ridho.

“Iya, bagus. Kamu emang berbakat jadi photographer, Lis,” puji Ridho. Rian ingin muntah mendengarnya. Tapi ia tetap fokus meniup mata Marrie.

“Sudah,” ucap Rian ketika ia sudah selesai meniup mata Marrie.

“Oh, makasih Yan.” Marrie mengucek-kucek matanya. Lalu mengarahkan matanya ke arah Lisa. Memandang gadis itu dengan murka.

“Oh…, jadi lo yang berulah barusan, Lisa sayang?” tanya Marrie. Lisa merasakan aura membunuh yang terpancar dari tubuh Marrie. Gawat! Ia merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi setelah ini. Dan benar saja, sedetik kemudian kamera barunya sudah berpindah ke tangan Marrie. Gadis itu telah merebutnya.

“Emm…, Lis, berapa harga kamera ini?” tanya Marrie. Lisa menggeleng. “Gaimana kalau gue celupin ke air di ember itu? Rusak nggak ya?” tanya Marrie lagi dengan wajah horor. Dan setelah itu, yang terdengar adalah suara teriakan Lisa dan juga suara tawa Rian.

***

“Harusnya tadi kamu buang aja kameranya, Put. Lihat anak itu sekarang! Dia ngikutin kita terus dari tadi. Kaya paparazzi aja,” gerutu Rian. Ia melirik ke arah belakang, di mana Lisa dengan semangat membidikkan kameranya ke arah pria itu dan Marrie yang sedang berjalan bersisihan. Mengganggu saja, pikir Rian.

“Biarin aja lah. Hitung-hitung amal,” jawab Marrie asal. Gadis itu tidak sadar bahwa jawabannya barusan membuahkan sebuah ide jahil di kepala Rian.

“Amal, eh?” tanya Rian, membuat Marrie mendongak menatapnya. “Kalau gitu, mari kita beramal lebih banyak!”

***

“Eh? Apa ini, Yan?” tanya Marrie penasaran ketika Rian datang memberinya sebuah bungkusan plastik setelah tadi tiba-tiba pergi tanpa mengatakan apa-apa.

“Cokelat dan es krim. Kamu suka kan?” Marrie mengangguk menanggapi pertanyaan Rian. Matanya berbinar-binar menatap cokelat dan es krim yang ada di dalam plastik itu.

*jepret*

“Woaaa…. bagus hasilnya. Lagi dong lagi!” suruh Lisa setelah melihat hasil jepretannya barusan. Dan ia tidak menyadari perubahan wajah Marrie yang mengerikan.

“Lisa sayang, sebaiknya lo amankan kamera lo sebelum gue lempar ke tengah jalan.” Lisa bergidik ngeri, dan secepat kilat kabur dari Marrie sebelum gadis itu berhasil merebut kameranya lagi.

“Sudahlah, ayo pulang!” ajak Rian. Pria itu mengulurkan tangannya dan disambut dengan senang hati oleh Marrie. Marah-marah tidak akan menyelesaikan semuanya. Sebaiknya dia pulang saja. Toh nanti di kos-kosan dia akan bertemu dengan Lisa lagi. Dan saat gadis itu tidur, ia bisa mengambil kamera gadis itu dan menghapus foto-fotonya bersama Rian, beres kan?

 

-END-

10 Komentar

  1. udah end???
    ya,, ku kira bakal panjang,,
    belum juga ketemu konflik,,

    1. Emang nggak ada konfliknya. Aku bikin cerita Marrie-Yan ini berdasarkan curhatan temen aku doang sih.

  2. Lahh dah end aja ini
    Pdhl lgi so sweet bngt hihi
    Ihhh Ryan nakal jg yak haha
    Lisaaaaaa, kmu keyennnnnn
    Ditunggu karya2ny lainnya
    Semangat trs ya

  3. Oia, lope-lope ny ga bsa diketik, cba diedit lgi deh sdkit, kli ada yg kurang tulisanny
    Semangat

    1. Udah aku edit.
      Udah bisa belum ya?

    2. Iyaa dah bsa diklik lope-lope ny hihi

  4. Udah thor gtu aja,, gk konflik gtu dkit2..?? Ya gk pa deh, tetp smngat brkrya..???!!!

  5. Wah udah end nih?
    Kirain masih ada lanjutannya

  6. fitriartemisia menulis:

    weeehhh udah end ajaaa, kirain ada lanjutannya ehehe
    dibikin chapter kayaknya seru lhoo hoho

  7. Masih ada lanjutannya gaa