20. Intuisi
Intuisi sesaat….
“Dwina Aryani” saat mendengar nama itu Arya seketika mengangkat sebelah alisnya. Alam bawah sadarnya menertawakan nama mereka nyaris sama. Mungkin pertemuan mereka memang sudah di takdirkan. Namun, kenapa baru sekarang mereka saling di pertemukan?
Perempuan bermanik mata polos, membuat Arya jengah. Penyebabnya karena aura Dwina seperti anak remaja, jauh dari tipenya yang menginginkan wanita dewasa. Penuh karismatik, harus excited, punya tujuan hidup yang pasti, cerdas dan sexy.
Setiap laki-laki akan memberi penilaian pertama pada Dwina yaitu perempuan tersebut terlalu biasa saja. Apalagi syal merah yang hampir menenggelamkan setengah wajahnya, sangat menampilkan sifat introvent. Arya sendiri juga kebingungan bagaimana caranya agar Dwina nyaman dengannya selama perjalanan ke Bandung. Dia takut membuat perempuan itu tidak nyaman. Berhubung, dirinyalah yang membutuhkan peran Dwina di hadapan keluarganya.
Simbiosis mutualisme. Arya ingin mereka berdua mendapatkan keuntungan bukan hanya dirinya sendiri. Bukankah seperti itu lebih baik? Jika Dwina menginginkan pergi untuk kebaikan dia sendiri. Arya tidak akan memaksa.
Seburuk apapun sifatnya, dia akan menghargai pilihan orang lain. Termaksud pilihannya untuk menghindar secara teratur dari hidup Putri.
Baginya Putri sangat pas dengan kreterianya. Penuh energik, cantik, dan terlihat cerdas. Caranya berbicaranya-pun sangat membuat asik siapa saja. Tapi Putri ingin hubungan mereka berakhir, perempuan itu tidak ingin menyakitinya lebih dalam lagi. Sayangnya, menutut Arya hal paling menyakitkan adalah sebuah perpisahan.
Lupakan…
Sekarang ini dia mendadak jijik dirinya sendiri karena tidak menyangka telah cinta mati dengan perempuan tidak berperasaan itu. Menjatuhkan harganya dirinya dan meninggalkannya layaknya sampah.
Bayu memberinya sebuah wejenang tentang bagaimana cara menghadapi Dwina. Menurutnya ini sangat berlebihan. Mereka akan ke Bandung tidak sampai seminggu. Mungkin Bayu sangat protektif dengan satu-satu adik kesayangannya. Biarlah… wejenang itu nanti akan banyak membantunya.
Wejenang pertama
Dwina kurang menyukai orang yang baru di kenalnya. Jadi, makanan adalah cara bagus untuk menenangkan pikirannya.
Sebelum berangkat Arya memutuskan berbelanja ke supermarket khusus untuk Dwina. Sekalipun dia tidak pernah melakukan hal seperti ini untuk seorang perempuan termaksud Ibunya sendiri dan Putri. Batinnya terbahak keras, dia terima saja melakukan hal aneh demi perempuan yang baru di kenalnya hanya melalui cerita teman sekantornya.
Arya mengambil beberapa botol mineral ukuran sedang karena wejenang Bayu mengatakan Dwina kurang menyukai minuman berasa selama perjalanan menggunakan mobil. Lalu beberapa pack permen biasa, permen karet dan lolipop, kemudian Arya mendorong trolinya menuju stand makanan ringan. Tangannya meraih lima ciki ukuran jumbo rasa pedas, keju dan jagung, Arya sedikit mengernyit menandai betapa dia kurang menyukai mengemil makanan satu ini.
Selanjutnya adalah sebuah tissue, satu batang coklat cadbury berisi selai anggur dan yang terakhir beberapa potong roti isi daging.
Arya tersenyum puas melihat tangannya banyak sekali menenteng belanjaan. Semoga saja Dwina menyukai semua yang di belikan olehnya.
Sungguh mengejutkan, Dwina tidak berhenti mengunyah selama perjalanan mereka. Anehnya, Dwina yang tidak sengaja tertidur-pun mulutnya masih mengunyah makanan. Padahal awalnya Arya merasa khawatir semua belanjaannya tidak akan tersentuh sama sekali. Dan Arya ikut tertular mengunyah tanpa henti.
Hapus kata-kata Dwina seorang Introvent. Kenyataanya dia adalah perempuan yang lumayan cerewet, tapi sekalipun Arya belum pernah mendengar perkataan kasar dari mulutnya. Sikapnya juga sangat sopan-lebih tepat menjaga jarak dengannya.
Ada sebuah dorongan berharap Dwina nyaman di dekatnya, apalagi ketika perempuan itu tetap diam saja menahan semua kegelisahan berhadapan dengan keluarganya. Wajahnya sedikit memucat dan tangannya sedikit es. Sungguh wejenang Bayu tidak main-main sama sekali.
Wejenang kedua
Biarkan Dwina sendirian jika dia merasa gugup/takut. Karena dia punya cara sendiri untuk menenangkan diri.
Arya membawa Dwina ke kamar miliknya kemudian dengan berat hati meninggalkan Dwina sendirian. Mau bagaimana lagi, kesendirian adalah yang di butuhkan oleh Dwina. Alam bawah sadar Arya lebih menginginkan Dwina membutuhkan keberadaannya untuk menjadi teman ngobrol sekedar untuk melupakan setiap kegelisahannya.
Semua berlanjut begitu saja. Dwina memili sejuta inner beauty yang menakjubkan. Semarah apapun dia, bicaranya akan tetap lembut. Pintar memasak, pintar mengurus anak-anak dan kerennya dia dapat membuat ibunya jatuh hati dalam kurun waktu sehari.
Wajahnya akan semakin cantik jika dia sedang melakukan aktifitas. Walaupun sekedar mengobrol biasa.
Hal menyedihkan untuk Arya. Dwina masih bertahan menjaga jarak dengannya. Keputusannya bulat! dia menginginkan semua pandangan Dwina teralih ke arahnya.
Bahkan dengan beraninya dia menghadap langsung Bayu untuk melamar Dwina seminggu setelah dari Bandung. Setiap perkataan di antara mereka bedua terekam lekat di otaknya.
Ketika itu Bayu menyambutnya dengan senyum cengengesan seperti biasanya.
“Tumben bro main ke rumah gue, kangen ya sama Abang Bayu”
“Ilfil gue” cut… hampir saja Arya mengatakan itu. Bisa-bisa niatnya ingin melamar Dwina langsung di tolak karena berani melecehkan sikap calon Iparnya.
“Niat gue kesini untuk…”
“Eits… gue tau niat lo ke sini. Pasti mau ngelamar Dwina” Bayu hapal betul sikap gugup dan keringat dingin para pelamar Dwina.
“Kok lo tau?” tanya Arya balik
“Karena Dwina sayang buat di jadikan pacar doang. Bener nggak gue”
Arya mengangguk antusias menyetujui ucapan Bayu. Jalannya seolah terbuka lebar.
“Tapi gue tolak lamaran lo. Karena pastinya bokap gue juga bakalan nolak lo. Dwina itu masih anak itik. Gue masih mau sayang-sayangan sama dia. Dia juga belum lulus kuliah dan gua juga belum dapet jiplakan Dwina. Jadi terpaksa lo harus mundur” balas Bayu penuh keseriusan.
Ternyata di tolak lamaran itu lebih menyakitkan dari pada di putusin oleh pacar. Ambles sudah semangat hidup Arya. Semakin dia berusaha melupakan bayangan Dwina, semakin indah Dwina di pikirannya.
Hingga tiba Putri kembali datang dan memperkenalkan Dwina sebagai sahabatnya. Kenyataan itu tidak begitu membuatnya marah, tapi yang menyesakkan yaitu Dwina bertingkah seolah mereka tidak saling kenal. Ini gila! apa artinya bagi Dwina, jika mereka pernah tidur satu ranjang?
Di tambah lagi Dwina mencoba mengelak semua perhatiannya dengan mengatakan “tapikan terserah aku, ini hidup aku” jujur Arya memang tidak berhak mengatur hidup Dwina karena perempuan itu belum menjadi miliknya dan tekadnya semakin memanas untuk mendapatkan Dwina.
Arya menyadari persahabatan antara Dwina dan Putri sedang goyah. Ia juga diam-diam menguping pembicaraan mereka tentang perihal Putri menanyakan apakah Dwina mencintainya. Arya ikut merasa deg-deg kan sekaligus penasaran. Dan Dwina memberi jawaban yang penuh ambigu.
Batin Arya tersenyum. Semua orang akan sadar kalau Dwina mulai mempertimbangkan perasaannya. Kemudian sanking bahagiannya dia kelepasan telah berani mencium leher Dwina. Aroma Dwina sangat memabukkannya. Begitu manis dan hangat. Ia ingin sekali Dwina cepat menjadi miliknya.
Hari berlanjut. Sebuah kejadian membuat trauma hebat untuk Dwina. Kemarahan besar menggrogotinya mengetahui perempuan yang di cintainya di perlakukan sangat buruk. Dwina di paksa meneguk minuman beralkohol di depan mata kepalanya sendiri. Tangannya sudah gatal ingin melayangkan tinju pada Jordan. Tapi sayangnya saat itu keselamatan Dwina lebih penting.
Perasaannya sangat sedih melihat Dwina jadi lebih sering menangis ketakutan. Tidak ada Dwina yang tersenyum bahagia. Hatinya langsung perih mendengar berita Dwina tiba-tiba pingsan.
Dwina harus keluar dari traumanya supaya perempuan itu bisa kembali hidup dengan tenang. Bayu yang berniat jalan-jalan dengan Juwita, ia paksa untuk memajukan tanggal keberangkatan.
Akhirnya setelah beberapa hari penuh kesedihan Dwina dapat tersenyum bahkan bisa ikut bercanda dengan Bayu. Melihat Dwina sangat antusias bahagia, menimbulkan intuisi besar untuk melamarnya secara langsung di hadapan Dwina.
Kegugupan sangat menghantuinya saat Dwina terdiam saja memandang lautan lepas di atas kapal sembari menimbang-nimbang permintaannya. Semoga saja lamarannya di terima, entahlah batinnya akan siap atau tidak jika Dwina menolaknya.
“Dwina…” panggil Arya penuh penekanan. Dia frustasi menunggu jawaban Dwina.
“Oke fine, I will marry you”
wahhhhh seruuuu
setelah ini apa masih ada lanjutannya kah? :tepuk2tangan :tepuk2tangan
Iya bingung …kok rasanya masih gantung…kira kira dilanjut lagi gak ya
Udah di terima??
serius ni? udah??
WOW!!!
cie Arya yang bahagia banget tuh percobaan keduanya berhasil,
cie Dwina yang udah sah jadi calon istri Arya,,
jadi kapan nih nikahnya??
Ini kisah arya sesudah jalan2 ke bandung , langsung ngelamar tapi ditolak bayu huhuhuhu kasian arya tapiii sekarangg
Yesssss selamat yach arya lamarannya diterima
Wihhg, udh diterima nih lamarannya, yeayyyy
weeeeeeehh diterimaaa huhuy
Mantap hihihi