3. Tak Sengaja Mengenalnya
Salah satu dari banyak gosip yang beredar tentang Arya yaitu dia masih belum bisa move on dari Putri. Satu sisi Dwina menikmati jalan hidup dan keteguhan hati Arya, tapi disisi lain ada secercah rasa kasihan. Agak aneh memang mengasihani orang lain yang hanya kita kenal melalui cerita.
Keadaan mulai membaik. Dwina berusaha menyingkirkan pikiran buruknya yang men-Judge Arya sebagai Psyco. Pikiran negatif akan berakhri buruk. Benar bukan?
Dwina merasakan suasana hati Arya nampak berubah sedikit senang, terlihat dari sikap antusiasnya membahas tentang pekerjaannya menjadi tukang bangunan seperti Kak Bayu. Memang sedikit kasar sih memanggil pekerjaan Teknik Sipil menggunakan sebutan tukang bangunan. Tapi Dwina tetap pada pemikirannya. Bukankah Teknik Sipil selalu berkaitan dengan bangunan. Stop! pikiran Dwina mulai melenceng kemana-mana.
Sudah lima bungkus ciki ukuran jumbo Arya dan Dwina habiskan selama sisa perjalanan. Semua gara-gara Dwina, Arya jadi terpengaruh mengunyah makanan tanpa henti. Padahal Arya itu jarang sekali ngemil karena terlalu fokus pada pekerjaannya dan menjaga tubuhnya tetap bugar.
Tanpa sadar mereka sudah lama tenggelam dalam obrolan. Yang mereka bahas hanya hal sepele lainnya seperti Arya menceritakan kejadian angker yang pernah ia rasakan ketika melewati Kilometer 97 yang saat itu mesin mobilnya tiba-tiba mati seketika. Dwina mendengarkan secara hikmat dan antusias. Bulu romanya berdiri mendengar kisah-kisah menyeramkan Arya. Apalagi nada bicara dan wajah Arya terlalu serius membuat Dwina menelan salivanya berulang kali.
Dwina sedikit takut pada hal-hal mistis karena dari kecil Kak Bayu suka iseng pura-pura jadi pocong di balik pintu kamarnya setelah pulang sekolah sd sampai Dwina jerit-jerit kaget hingga menangis. Sebenarnya nggak ada serem-seremnya wajah Kak Bayu ketika jadi pocong tapi Dwina kaget banget waktu Kak Bayu nyengir lebar kayak ii. -__-
Bergilir Dwina bercerita tentang kehidupan kuliahnya. “Kalau praktikum kemaleman jadi makin horror. Karena terlalu capek pikiran sama badan sampai ada kejadian temen aku sanking ngantuknya nggak sengaja ngebakar spritus. Apinya gede banget apalagi ditempat terbakar banyak jerigen alkohol, metanol, etanol. Ngeri” Dwina benar-benar bergidik ngeri mengingat kembali kejadian tersebut.
Arya sangat jengah saat Dwina mengatakan kalau perempuan tersebut terpaksa sering pulang malam karena mendekam di laboratorium.
“Sekarang masih suka pulang malem?” tanya Arya menyiratkan sebuah sindiran. Dwina jadi bingung, memang ia tadi salah bicara mengenai kuliahnya.
“Iya.. tapi agak serem kalo naik motor malem-malem di jalanan sendirian takut ada begal” jujur Dwina tanpa dibuat-buat sayangnya semakin kesini suaranya semakin pelan. Padahal tadi ia sudah merasa santai mengobrol bareng dengan Arya namun fobianya kembali lagi setelah melirik kilatan mata kesal dari Arya. Rasanya Dwina ingin segera sampai tempat ke tujuan supaya bisa menjaga jarak dengan laki-laki tersebut. Jantungnya berpacu tidak karuan. Aura Arya terlalu mengintimidasi, benar kata Putri. Arya Psyco.
Bayu tidak bisa selalu mengantar jemput adiknya karena bila ada proyek bisa tiga hari hingga tujuh hari nggak pulang. Sama seperti Arya. Sedangkan ayah Dwina juga super sibuk mengurusi proyek juga. Kadang kala Dwina tidak tega meninggalkan ibunya sendirian dirumah jadi diusahakan setiap ada waktu libur Dwina menemani ibunya.
*
*
*
Sesampainya Dwina bisa bernapas lega saat mobil mereka sampai pada tujuan pada pukul setengah dua lewat lima belas menit. Dihadapannya sekarang tampak rumah berdesign mewah dengan tiang-tiang tinggi bercat putih dan terasa ramai dengan beberapa suara berisik dari arah dalam. Ada sekitar lima mobil terparkir di halaman depan rumah. Dwina turun dari mobil segera mencari sosok mobil milik Kak Bayu. Namun, kenapa tidak ada? Pasti Kak Bayu ngeluyur dulu sama pacarnya!. Sedangkan Arya membantu mengeluarkan tas ransel milik Dwina di kursi belakang.
“Ish..Kak Bayu kenapa belum dateng..” ucap Dwina pada dirinya sendiri sambil mencebikkan bibirnya.
Arya langsung tercengang mendengar celetuk pelan Dwina dengan nada sedih. Tatapan jengkel bertaut rasa tidak nyaman menerpa diwajah Dwina. Sebenarnya ada maksud tertentu dibalik kenapa Dwina ikut satu mobil dengan Arya ke Bandung bukannya bersama Bayu. Nyatanya Bayu tidak akan ke Bandung.
“Masuk yuk..” ujar Arya mencoba mengalihkan pikiran Dwina. Tanpa bicara Dwina mengikuti langkah Arya memasuki rumah.
“Assalamualaikum…” seru Arya senang akhirnya bisa pulang.
“Walaikumsalam…” jawab seorang wanita paruh baya melangkah dari dalam menuju teras bagian depan rumah untuk menyambut mereka.
“Eh… Arya tumben kamu pulang” ujar wanita tersebut sambil mencebikan bibirnya.
Dugaan Dwina wanita itu adalah Ibunya Arya. Seulas senyum sopan Dwina berikan sebagai sapaan kemudian mencium punggung tangannya setelah Arya.
“Nggak pulang salah, pulang juga salah” dumel Arya. Bu Ati sudah biasa menghadapi nada dingin dari anaknya. Jadi ia bisa tenang mengelak ucapan anaknya.
“Nggak salah.. lagian sih kamu jarang nemuin Ibu. Ibukan kangen”
Saat ini Arya menatap Ibunya sendiri sedang memberi isyarat mata pada perempuan yang sekarang berada disampingnya. Sebenarnya Arya bisa saja seminggu sekali ke rumah orang tuanya, berhubung ia juga sangat merindukan orang tuanya. Tapi Ibunya itu tidak berhenti menanyakan kapan nikah. Disinilah manfaat Dwina, jadi pajangan yang nggak banyak tuntutan seperti perempuan-perempuan lainnya. Emang parah sih, Bayu minjemin adiknya buat ngelakuin hal beginian.
Nggak perlu neko-neko, cukup setor muka kalau ada perempuan yang sedang didekatinya dan masalah selesai. Ibunya akan langsung diam.
“Ini Dwina, adiknya Bayu bu” ujar Arya sambil memberi senyum keberhasilan.
“Oh.. Bayu Adianto temen kerja kamu kan?” balas Ibunya penuh antusias.
“Ayo masuk-masuk” tukas Ibu dengan nada ramah bercampur senang.
Dwina menurut saja ikut masuk saat dituntun oleh Ibunya. Dari belakang Arya mendapati Ibunya menoleh kearahnya sambil memberinya satu jempol diiringi wajah berseri. Arya terkekeh pelan melihat tingkah Ibunya yang berlebihan. Sudahlah biarkan saja Ibunya seperti itu..
Tidak disangka rumah ini sangat luar biasa dengan interior menakjubkan tiga kali lipat dari rumah Putri. Nampak dua orang anak laki-laki saling berlari-larian dihalaman rumah yang cukup luas lalu langsung menghambur memeluk Arya ketika laki-laki itu melewati mereka.
“Om Arya…” seru juga seorang perempuan yang diduga umurnya berkisar dua belas tahun berjalan dari arah tangga menuju lantai dua dengan tatapan senang kemudian buru-buru mendekat untuk menyalimi tangan Arya. Setelah itu muncul dua orang laki-laki dan satu orang perempuan dewasa menyambut gembira kedatangan Arya. Masih banyak lagi yang lain. Entah mereka itu saudara atau sepupu, intinya rumah ini benar-benar ramai penuh nuansa kekeluargaan seperti lebaran. Apa mungkin ini lagi ada acara kumpul keluarga berhubung lagi liburan?
“Yang dateng pacar kamu?” celetuk Teh Bika, Kakak kedua Arya sambil memasang wajah meledek.
“Bukan Teh” balas Arya berbisik pelan. Kadang Teh Bika sebal dengan tampang cuek adiknya itu.
“Terus siapa dong?” mimik muka Teh Bika kaget secara berlebihan.
Dengnan santai Arya mengatakan “pinjem temen.”
“Astagfirullah… kamu ada-ada aja sih,” Teh Bika mencubit keras lengan adiknya karena gregetan dengan tingkah aneh adiknya. Mana ada acara minjem-minjem perempuan demi menyenangkan hati Ibunya. Kualat tau rasa. Apalagi yang dibawa perempuan bertampang kalem kayak begini.
“Dia terima aja nemenin kamu kesini?,” balas Teh Bika tanpa memperdulikan Arya sudah mengaduh kesakitan atas cubitannya.
“Pedes banget cubitannya,” pekik Arya karena akhirnya ia berhasil juga melepaskan diri dari serangan tiba-tiba kakaknya.
“Dia nggak tau mau aku bawa kesini,” lanjut Arya santai berbanding terbalik dengan Teh Bika yang menimpalinya dengan nada tinggi makin gregetan.
“Kok bisa nggak tau sih? kamu jebak ya dia?”
Arya tidak terima menerima tuduhan tidak senonoh itu. Sebrengsek apapun dirinya, ia tidak pernah melakukan hal buruk terhadap perempuan walaupun kadang ada perempuan yang bersikap kurang ajar dengannya salah satunya adalah mantannya pertamanya bernama Putri “Enak aja aku nggak pernah jebak dia sama sekali. Dianya juga nggak nanya apa apa ke aku, ya asal ikut aja”
“Mana mungkin dia asal ikut aja!” Teh Bika tidak mengerti jalan pikiran adiknya. Kalau ada hal buruk yang terjadi pada perempuan itu bisa jadi ada tanggung jawab besar.
Memang benar Dwina tidak pernah menanyakan apapun pada Arya tentang tujuan mereka, intinya mereka pergi ke Bandung. Semua urusan Dwina sudah ditangani oleh Bayu, Arya tinggal terima beres dan nggak perlu ribet. Mau dijelaskan berulang kali kakaknya tidak akan mengerti.
Dwina duduk diatas sofa berletak diruang tv dengan kikuk setelah menyantap makanan yang disungguhkan oleh Ibunya Arya. Ia benar-benar tidak merasa nyaman menimbrung bersama keluarga besar Arya terlebih ia hanyalah orang asing disini. Tapi disisi lain dia bisa berbicara nyambung dengan Ibu dan saudara-saudara Arya dengan cukup baik. Obrolan mereka tidak jauh-jauh dari urusan rumah, pendidikan dan pergaulan. Dwina hanya menjawab seadanya saja setiap pertanyaan menimpalinya, tidak ada yang dilebihkan atau dikurangi.
“Kamu bisa masak nak?” tanya Ibunya Arya sambil menyesap secangkir teh hangat. Dwina memberi anggukan samar sebagai balasan sembari ingin mengeluarkan permen dari dalam tas. Sayangya ia tidak menemukan makanan tersebut. Dwina baru ingat kalau permennya sudah kandas dalam perjalanan tadi. Huh… mau bagaimana lagi? terpaksa Dwina melalui keadaan ini dengan perasaan tidak nyaman.
“Kalau Arya itu suka makan tumis kakung sama gudeg, pasti sebelum mau ke Bandung dia udah pesen dulu untuk dibuatkan. Tadi Ibu kaget dia pulang nggak ngomong-ngomong, padahal katanya dia lagi sibuk-sibuknya” ujar Ibu Arya tanpa mau melepaskan pandangannya dari Dwina. Anak perempuan ini sangat kalem, wajahnya manis enak untuk dilihat dan nyambung sekali berbicara dengannya tidak seperti mantan-mantan Arya lainnya yang modis, tapi tidak tau tata krama terhadap orang tua.
Aduh Ibu…Gerutu Dwina dalam hati. Bahkan Dwina tanpa sengaja mengetahui banyak hal tentang Arya dari Putri karena teman SMAnya itu dari dulu hingga sekarang masih sering menceritakan tentang kisah percintaannya. Berhubung Dwina singel dia hanya menjadi pendengar setia menikmati kisah Putri, apalagi Putri orangnya heboh jadi Dwina ikut seru-seruan saja walaupun tidak ada niatan untuk kenal dekat dengan pacar-pacar yang dimiliki Putri.
Jadi kesimpulannya, Arya adalah laki-laki Psyco, Workholic, tipikal laki-laki pemilih. Lihat saja betapa sempurna fisik Putri yang super sexy. Kriteria Arya memang selalu tinggi mau itu secara fisik ataupun otak dan ia kurang ramah pada orang baru terlebih perempuan gatel. Makanan yang disukainya bukan hanya tumis kangkung dan gudeg, Namun, yang paling nomer wahid dia menyukai makan bakso Mang Dalah di tikungan jalan menuju mini market dekat dengan sekolah SMAnya dulu, orangnya lumayan posesif dengan apa yang dimilikinya, sering lupa makan kalau tidak diingatkan, royal dan masih banyak lagi yang Dwina ketahui tentang mantan-mantan Putri lainnya tidak hanya Arya saja. Seperti Tomy, Roy, Jaka dan masih banyak lagi…
Dwina tipe orang yang sering lupa dengan nama seseorang dan rupa wajah, tapi tidak perlu di ragukan lagi ingatannya sangat kuat bila berkaiatan tentang kisah hidup seseorang. Mungkin tidak ada ruginya mengetahui tentang Arya hitung-hitung untuk antisipasi bila ada hal yang tak terduga.
Seperti ketika Putri bercerita tentang dia meminta putus dengan Arya. Arya benar-benar marah. Namun, rasa sayangnya lebih tinggi dari marah dan kecewanya hingga laki-laki tersebut lebih memilih mengalihkan amarahnya dengan minum-minum. Bagi Dwina terdengar sangat buruk memang perilaku Arya yang satu ini. Meneguk alkohol dapat menyebabkan kanker organ hati hingga fungsi hati yang berguna untuk menetralisir darah dari racun tidak dapat bekerja dengan baik dan membuat seseorang keracunan sampai mengidap penyakit kuning. Padahal yang seharusnya disalahkan adalah Putri karena ketahuan berselingkuh, tapi Arya tetap kekeh mempertahankan hubungan mereka. Mungkin gosip itu benar mengatakan Arya terlalu cinta mati pada Putri walaupun sudah tau keburukannya. Jadi Dwina mengambil pelajaran dengan mencoba lebih berhati-hati dalam menjaga sikap didepan Arya tanpa membuat laki-laki itu marah sampai meledak-ledak. Jujur Dwina paling takut laki-laki sedang marah. Serem banget…
Arya menangkap tingkah Dwina yang sedang mencari-cari sesuatu dari dalam tas. Pasti perempuan itu mencari permen. Tidak baik jika makan permen terlalu banyak. Akhirnya Arya meminta Iparnya bernama Teh Kila untuk menyiapkan kue bolu yang terdapat di kulkas kemudian memberikannya pada Dwina.
Dwina terlonjak kaget menerima potongan kue bolu pandan itu secara tiba-tiba dari Arya. Apalagi hanya dia sendiri yang diberi.
“Jangan kebanyakan makan permen, nggak bagus” Arya memperingati Dwina. Rasa terkejut muncul saat tangan Arya tak sengaja menyentuh tangan Dwina yang sedingin es. Ternyata Bayu tidak main-main memberikan wejenang tentang adiknya padanya. Katanya memang adiknya itu nggak banyak komentar dan nggak banyak tingkah tapi buruknya Dwina lebih sering menutup keluhannya sendirian.
Dengan cepat Arya meminta Dwina untuk berisirahat dikamarnya. Ibunya langsung memasang wajah ketekuk karena masih ingin mengobrol banyak dengan Dwina. Arya mengingat perkataan Bayu kalau Dwina itu bisa nyambung banget ngobrol sama Ibu-Ibu bahkan sudah banyak Ibu-Ibu di kompleknsya yang menjodohkan anak laki-lakinya pada Dwina, secara halus nan tegas Ayah dan Bayu menolak perjodohan itu karena Dwina dibilang masih kecil.
Sehalus mungkin Arya menjelaskan pada Ibunya kalau Dwina kelihatan kecapean lalu menggandeng tangan Dwina yang seperti es itu menuju kamar.
Rasa lega mendera di dada Dwina saat menginjak ke dalam kamar. Ia benar-benar tadi kesulitan bernapas mungkin karena efek ia kelelahan setelah menempuh perjalanan panjang. Jarang sekali dirinya melalui perjalanan jauh apalagi menggunakan mobil. Diam-diam Dwina merasa tubuhnya tidak enak badan saat mereka sampai rumah Arya tadi.
Arya tidak menutupi rasa paniknya dan segera meniupkan uap hangat dari mulutnya ke kedua tangan Dwina sembari sesekali saling menggosokan tangan tersebut dengan tangannya untuk menghantarkan rasa hangat. Pastinya adiknya Bayu langsung terperanjat kaget segera menarik tangannya tapi dengan kuat Arya menahan tangan tersebut.
“Aku kaget banget ngerasain tangan kamu sedingin ini” ujar Arya dengan serius. Mungkin benar apa yang dikatakan Putri, Arya tampak terlihat menyeramkan dengan wajah sangat serius dan rahang terkatup ketat menimbulkan garis tegas diwajahnya. Tatapan Arya seolah menyelam kedalam mata Dwina membuat bulu roma Dwina berdiri seketika. Bahkan Kakaknya tidak pernah semenyeramkan ini.
“Nggak pa-pa kok Kak, aku sering kayak gini” ujar Dwina semampunya ia dapat bicara. Lidahnya terasa kelu mengingat peringatan Putri di chat tadi. Dia itu Psyco
“Tapi jangan dipendem sendirian. Ya sudah istirahatlah” suara Arya melembut. Ia sudah melepaskan tangan Dwina yang tak lagi dingin walaupun ia masih ingin menggenggam tangan mungil nan lembut itu. Arya sangat suka sikap Dwina yang penurut.
Akhirnya Arya berat hati meninggalkan Dwina sendirian didalam kamar. Segera pintu kamar dikunci rapat oleh Dwina. Jantung Dwina tidak berhenti berdetak keras karena takut. Bayangan Arya menatap dirinya tadi dengan aura mengerikan masih melekat dipelupuk matanya. Dengan kesal Dwina membenturkan pelan kepalanya ketembok. Ia sebal terjebak ditempat ini bersama Arya. Rasanya ia seolah sulit bernapas walaupun sekuat tenaga ia bersikap santai seperti obrolan mereka didalam mobil tadi selama perjalan ke Bandung. Dan Kak Bayu sampai sekarang masih ngeluyur kemana sih sama pacar barunya? sudah jam empat sore belum dateng-dateng juga. Setiap pesan dan panggilan telpon Dwina tidak dibalas.
Dwina istirahat sebentar sekedar berganti pakaian dan tidur-tiduran sejenak untuk mengistirahatkan badannya kemudian turun kembali menuju lantai dasar. Dwina tak menghiraukan tubuh lelahnya karena Ia tidak enak hati dengan orang-orang dirumah ini kalau tidak ikut nimbrung, bisa disangka dirinya sombong.
Pendidikan, Pangkat, Jabatan, Kekayaan dan tampang cakep boleh tinggi tapi Attitude itu tetap nomer satu. Ibunya Dwina sangat keras mengajar tentang sikap baik pada anak-anaknya. Separang apapun tingkah Kak Bayu pasti langsung bertingkah baik bila menghadapi orang lebih tua. Padahal Kak Bayu bandel banget ketika SMA sampai di skorsing karena sering ikut tawuran.
Itu si Arya udah mulai curi-curi kesempatan ya,,
Lanjuuuuutttt
….
mengalir cerita nya simple ??
Alurnya keren tapi knpa aku baru baca yak :ragunih
Ya ampun kasian bgt dwina ternyata diboongin sama bayu buat dipenjemin ke arya biar ibunya seneng
Si Arya mulai beraksi nih
Neextt
Arya itu psyco , nahloh :LARIDEMIHIDUP
Ditunggu kelanjutannyaa