Vitamins Blog

DWINA part 13

Bookmark
Please login to bookmarkClose

No account yet? Register

Love it! (No Ratings Yet)

Loading…

12. Bayangan

Dwina melangkah cepat menuju ruangan 401. Ini sudah lewat setengah jam dari waktu kuliahnya kelas Bu Jamila. Siap-siap Dwina memasang wajah tembok saat mengetuk pintu kelas kemudian melangkah masuk seolah tanpa beban. Bu Jamila menatap ketus dirinya karena sangat terlambat, tapi wanita itu tidak menegurnya sama sekali. Napas Dwina lega saat akhirnya ia bisa mendudukan tubuhnya di salah satu kursi.

Ini semua gara-gara Putri yang tadi menahannya terlalu lama untuk menjadi pendengar kisah pertemuan Putri dengan Arya di salah satu hotel ibis di Jakarta. Omong-omong Dwina belum menceritakan perjalannya ke Bandung bersama Arya sekaligus menginap di kediaman keluarga besarnya pada Putri. Bukan Dwina tidak mau menceritakannya, tapi ia merasa belum siap saja menceritakannya dan pastinya Dwina takut ada pikiran negatif dari diri Putri bila dia membahas mengenai mantan pacar sahabatnya itu.

“Ya ampun Dwina dia ganteng banget” Dwina hanya mengernyit melihat Putri berbicara sampai menggebu-gebu. Saat itu juga Dwina fix tidak akan menceritakan dirinya pernah jalan bersama Arya pada Putri.

“Kata Angel lo bego udah mutusin dia” Putri mencebik sebal mendengar kenyataan pahit itu menerjang sifat egoisnya dulu hingga menyisakan rasa menyesal terlalu dalam.

“Cukup! gue udah tau betapa begonya gue yang dulu, sekarang gue udah putus dari Brain” Wajah Putri cerah kembali. Dwina hanya bersikap santai mendengar berita itu karena baginya hal itu terlalu biasa ditelinganya.

“Gue mau balikan sama Arya. Waktu di hotel kemarin, dia tetap bersikap peduli sama gue bahkan dia ngasih gue senyuman” hati Putri menghangat membayangkan betapa tampannya Arya saat ini. Arya sangat perfect dan luar biasa bikin banyak perempuan terpanah termaksud ia sendiri. Dirinya kini penuh semangat memantapkan niatnya memiliki hubungan lagi dengan Arya.

“Terserah lo, gue ngedukung apapun yang terbaik buat lo” seru Dwina sungguhan dari lubuk hatinya. Dan kini Dwina masih tenggelam dengan perbincangannya dengan Putri selama sesi perkuliahan.

Dwina bingung dengan perasaan yang dimilikinya. Ia sangat ingin memiliki hubungan dengan laki-laki melalui jalan menikah tapi sekalipun ia belum pernah merasakan namanya jatuh cinta.

Katanya rasanya seperti ada banyak kupu-kupu yang berterbangan dari perut, jantung berdetak tak beraturan, diri terasa utuh, dadanya sesak penuh perasaan bahagia. Itu hanyalan sebuah kata-kata dari novel yang dia baca selama ini.

Karena terlalu menjaga jarak dengan lawan jenis, Dwina jadi merasa takut sekaligus penasaran pada cinta. Dwina mencoba membuyarkan pikirannya yang kini mulai melenceng kemana-mana. Ia harus fokus belajar.

Sayangnya muncul satu per satu bayangan Arya di otak Dwina. Arya yang sedang tersenyum padanya, Arya yang sedang meniupkan uap panas pada kedua telapak tangannya, dan… Arya yang tidur satu ranjang dengannya. Sesaat wajah Dwina langsung merah padam mengingat rentetan setiap kejadian. Ada rasa gugup menerjangnya cukup parah.

Stop Dwina! sebentar lagi Putri bakalan jadian sama Arya. Alam bawah sadar Dwina resah seolah dirinya bersikap teman-makan-teman. Ia bukan sepicik itukan sampai berbuat hal tidak manusiawi. Bukankah masih banyak laki-laki di dunia ini.

Setelah deretan sesi kuliah. Dwina, Tari dan Sella menuju dosen pembimbing mereka untuk revisi bab 1 skripsi mereka. Bayangan spidol merah mencoret-coret perkejaan mereka mulai menghantui.

“Taylor Lauthner, Robert Pattinsion, Channing Tatum, Jamie Dornan, Zayn Malik…..”

“Lo ngapain sih” tanya Dwina bingung pada Tari yang tidak berhenti menyebutkan deretan artis ganteng luar negri.

“Ini biar gue nggak tegang jadi harus bayangin cogan”

Dwina terbahak dengan pemikiran Tari kemudian bayangan wajah tampan Arya yang tertidur satu ranjang dengannya muncul begitu saja melunturkan tawanya. Dwina sekuat tenaga menelan salivanya ketika ingatannya berhenti pada dagu Arya yang di tumbuhi jambang karena belum ada waktu untuk mencukur setelah menunggunya seharian di rumah sakit.

Dwina bisa stres tidak berhenti memikirkan Arya, padahal sebelumnya dia tidak pernah kepikiran tentangnya.

“Lo kenapa wi?” tanya Sella mendapati temannya melamun serius.

“Gue mau rencana ke Senen atau Blok M buat beli buku novel bekas, kalian mau ikut nggak?” ide langsung terlintas di otak Dwina hingga menyelamatkannya dari tatapan selidik kedua temannya.

“Memang kapan lo mau kesana?” balas Tari

“Hari rabu sebelum kelas bahasa Inggris”

“Ok”. Namun, sayangnya Sella ada jam praktikum sebelum kelas bahasa Inggris. Jadi, dengan berat hati dia menolak ajakan Dwina. Terlebih tidak boleh ada absesnsi pada praktikum manapun. Bila terpaksa tidak bisa mengikuti praktikum, berarti harus di ganti bersama grub lainnya. Sella tidak ingin berurusan dengan tim perkuliahan, cukup sekali dia di pusingkan oleh tim tersebut.

*

*

*

Matahari sudah tenggelam beberapa jam yang lalu dan Dwina mencoba menahan kuapan mulutnya dengan telapak tangannya. Matanya sudah berair sanking mengantuknya menunggu sterillisasi bahan yang tidak kunjung selesai di laboratorium Mikrobiologi.

“Lama banget, kapan sih selesainya” celetuk teman-temannya yang di iyakan oleh diri Dwina.

Tanpa peduli Dwina merebah kepalanya di atas meja bertumpu pada lipatan tangannya. Memejamkan mata sejenak tidak masalah kan.

“Woi tidur” suara Kak Dani-asdos membuat Dwina terlonjak kaget. Batinnya mencebik sebal, untuk apa laki-laki itu menghampirinya bukankah masih banyak perempuan lainnya yang tidak kalah cantik dan seru untuk di ajak ngobrol.

“Jangan tidur sebentar lagi sterilisasinya selesai” lanjut Kak Dani lalu duduk di sebelah Dwina. Sungguh Dwina sangat menjaga jarak dengan laki-laki satu ini. Entah kenapa ada rasa takut saat melihat pancaran mata Kak Dani tertarik olehnya.

Segera Dwina beranjak dari kursinya untuk pindah ke meja Tari yang berhubung satu grup praktikum dengannya. Dwina bisa merasakan tatapan jengah dari belakang punggungnya. Ia tidak peduli Kak Dani nanti akan memberikannya minus pada nilai hariannya.

Untung saja tiga puluh menit kemudian praktikum telah usai. Tubuh Dwina sangat pegal, berulang kali ia memijit tengkuk lehernya sesekali mengeluh ‘lelah’.

Parkiran kampus tampak sepi meninggalkan beberapa kendaraan. Dwina melakukan ritualnya sebelum berkendaraan. Memakai masker, sarung tangan, mengambil jaket dari jok motor kemudian menggunakannya, memakai helm lalu memanaskan motor beberapa detik setelah itu ia meluncur menuju rumah.

Ada rintikan hujan turun mengenai helm motornya menyulitkan pandangannya. Dwina berdecak lebih keras saat di rasakan jalanan amat licin. Untung saja dirinya pulang dengan selamat pada jam sepuluh malam.

Tubuhnya kedinginan di terpa angin malam selama perjalan, segera Dwina menuju dapur untuk meminum air hangat.

“Kamu kebiasaan banget dek, pulang telat nggak ngasih pesan. Ibu telpon nggak di angkat-angkat. Orang tua itu khawatir anak perempuannya masih di luar jam segini” Bu Aminah sudah capek menegur anak bontotnya yang tidak paham-paham atas peringatannya.

“Kalau kamu ada apa-apa gimana?”

“Tadi itu aku beneran lupa mau ngabarin, karena praktikumnya harus di kerjakan cepat” bela Dwina tak mau kalah. Bu Amina mendesah sembari melipat tangannya ketat setelah itu meninggalkan anaknya.

Akhirnya Dwina bisa menikmati dunianya sendirian. Ia malas sekali untuk berganti baju bahkan jaketnya dan tasnya saja belum ia lepas dan langsung saja tadi melemparkan diri di atas kasur. Anak jaman sekarang sulit lepas dari gadget  mereka begitu juga dengan Dwina, selelah apapun dia pasti bakalan mengecek notifikasinya.

Ada beberapa spam email, like dari Instagramnya, chat Line dari… Arya! mata Dwina langsung membulat. Jantungnya berdetak keras membuka pesan tersebut.

Arya Wijaya

Kalau kamu pulang malam lagi, bilang ke aku. Jangan Lupa!

Dwina membayangkan wajah emosional Arya mengatakan hal tersebut padanya sambil memancarkan aura intimidasinya. Tapi yang terpenting, untuk apa juga dirinya harus laporan ke Arya lagi pula dia bukan siapa-siapa. Kerutan terbentuk dalam di kening Dwina…

Di sebuah kamar apartemen berlokasi dekat dengan kantor kontruksi tempat Arya bekerja. Arya sedang mengamati chatnya hanya di read  tanpa menerima balasan dari Dwina. Batinnya menggeram keras perempuan satu selalu saja tidak memperdulikan dirinya seolah ia adalah angin lalu.

7 Komentar

  1. itu si Putri kok PD banget ya Arya mau sama dia,,
    orang Arya udah jatuh hati sama Dwina kok,,,

  2. CK… Arya posesif… :cintakamumuach

  3. Kasian arya cuman diread dong hahha
    Dwina uda mulai terbayang bayang arya , itu si putri pake acara balikan lagi ckckck smoga ga jadi balik sama arya

  4. Wkwkwk, ngk bakalan berhasil deh kamu put, si Arya mah udah klepek-klepek sama Dwina

  5. fitriartemisia menulis:

    Putri, hmmmmmmmm :CURIGAH

  6. Ish si Putri??

  7. Mishaal Rachmadizal menulis:

    Lanjut