Nih seperti janjiku yg kemarin yg neror minta lanjut. Ini aku posting bab 1 dan semoga memuaskan.
Bab 1. Cube Silver
Rose berjalan di lorong apartemen milik Dave. Di tangannya tergenggam sebuah kamera yang akan diberikan Rose kepada Dave sebagai hadiah ulang tahun pacarnya itu. Sudah lebih dari satu bulan mereka berpacaran, dan Rose sangat senang karena bisa berpacaran dengan Dave, orang tertampan di seantero kampus.
Rose adalah mahasiswi sastra bahasa inggris di Universitas yang ada di New York. Di kampus Rose cenderung menyendiri. Dia akan berkutat di perpustakaan dengan setumpuk buku, padahal banyak teman-temannya yang mengajak untuk membaur. Namun, saat Dave datang. Sedikit demi sedikit dia membuka diri. Membuka diri untuk orang-orang di dekatnya, tidak lagi menyendiri seperti dulu. Dan berkat Dave juga dia merasa lebih bahagia.
Kamera ini. Dia bertegad akan memberikannya, dan mungkin Dave akan senang, mengingat dia senang fotografi.
Rose membuka pintu apartemen milik Dave. Tidak perlu mengetuk pun, karena Rose memang sering main ke sini. Dia masuk ke dalam dan sepi langsung menyergap. Kemana Dave? Biasanya Dave selalu duduk di sofa menonton tv. Tapi dia tidak ada, hanya ruangan berantakan saja yang terlihat.
Mungkin Dave masih tidur.
Secara pelan tidak menimbulkan suara, Rose menghampiri kamar Dave. Hati-hati dia membuka pintu, dengan niat dia akan mengejutkannya dan mengucapkan Happy Birthday pada Dave, serta lansung memberikan kamera ini pada Dave. Memikirkan itu membuat Rose bahagia.
Namun, saat pintu benar terbuka. Pemandangan yang tidak seharusnya dia lihat, kini terpampang jelas. Rose membelalakkan mata, bahwa di depannya Dave tengah tertidur pulas tanpa busana yang ditutupi selimbut merah saja, bersama seorang wanita yang juga bertelanjang, sambil tangan lentik wanita itu memeluk tubuh telanjang Dave.
Rose merasakana hatinya tertohok dalam. Bagaimana bisa Dave bersama wanita ini? Rose menutup mulutnya yang terbuka, otomatis kamera di tangannya terjatuh ke lantai. Menimbulkan suara gaduh yang langsung membangunkan kedua orang yang tengah berpelukan di sana.
Rose tidak kuat dengan semua kenyataan ini, dirinya berlari dengan berurai air mata. Tetapi suara Dave memanggil berhasil memaku pergerakan Rose.
“Rose… aku bisa jelasin semua ini. Kumohon… biarkan aku bicara,” ucap Dave lirih yang terdengar memaksa.
Sedangkan Rose yang berdiri mematung, lantas dirinya berbalik memandang Dave di belakangnya dengan mata yang sudah sembab, disertai dada yang sesak. Rose mengangkat bahu, “Sudah cukup, Dave. Aku tidak mau dengar apapun lagi dari mulutmu. Cukup sampai sini… hubungan kita.”
Rose membanting pintu apartemen Dave. Dia berlari menuju lift lalu masuk ke dalamnya. Di sana dia melorotkan tubuh pada dinding lift. Hatinya masih sesak. Kenapa Dave tega padanya? Dia sudah begitu percaya pada Dave, tapi kenapa Dave mengkhianatinya. Rose mendongak, manatap nanar pada langit-langit lift. Air mata sudah berhenti menitik, menyisakan sembab di mata, juga sesak di dada.
Rose berdiri tertatih. Saat akan menyentuh tombol lift, tiba-tiba lift seakan terasa terbanting. Dengan cepat jemarinya memencet-mencet tombol keluar, tapi pintu tak kunjung terbuka. Seketika lampu lift mati, membuat ruangan kecil itu gelap gulita. Rose yang panik beralih pada pintu walau tak terlihat karena gelap. Dirinya menggebrak-gebrak pintu lift berteriak keras pada siapa saja yang di luar untuk mengeluarkannya. Beberapa detik Rose berteriak sambil menggebrak pintu. Dan detik berikutnya pintu terbuka. Rose menghela nafas lega. Kepanikan yang tadi menyerangnya sudah hilang.
Di kegelapan lift yang menyeramkan Rose berharap ketika keluar disambut pemandangan lobby yang terang. Namun berbeda, bukan lobby yang terang, hanya kegelapan minim cahaya yang menerangi di depannya. Rose mengerutkan kening. Dia berjalan perlahan dengan matanya yang memindai. Tempat ini bukan lobby apartemen. Tempat ini lebih mirip basement mall atau lainnya, karena di sini banyak mobil-mobil terparkir. Rose berjalan ke depan semakin jauh dari lift. Dan langkahnya tertuju pada sebuah pintu besar yang menampilkan cahaya terang. Rose menutup matanya, cahaya itu terang ketika Rose semakin mendekat pada pintu itu.
Ketika pandangan dan cahaya sesuai. Lagi Rose dibuat heran. Tempat ini… tempat ini tampak seperti kota besar yang hancur. Banyak gedung-gedung menjulang tinggi yang pecah jendelanya, restoran berantakan dan kehancuran lainnya. Ditambah, jalanan terlihat lenggang, banyak mobil terbengkalai, saling bertubrukkan dan… tiadanya penduduk. Kemana semua orang? Dan kenapa kerusakan ini bisa terjadi?
Tiba-tiba di tengah jalanan, di beberapa meter Rose berdiri. Sesosok makhluk lebih mirip anjing yang terlihat seperti monster menatap Rose dengan matanya yang tajam dan kelaparan. Di mulut anjing itu terdapat ruas-ruas gigi tajam dan titik darah. Rose terhenyak, dia mematung ketakutan. Bisa dilihat monster anjing itu mengangkat kaki dan dalam hitungan detik anjing itu mengonggong lalu berlari ke arah Rose.
Rose yang saat itu ketakutan, tersaruk-saruk dirinya berlari kemana saja untuk menghindari anjing itu. Sampai saat di mana dia terpojok di depan pagar pembatas bangunan, membuat jantungnya berdebaran. Rose berbalik merapat ke tembok, berdoa semoga anjing itu tidak memangsanya.
Anjing itu semakin mendekat, mengikis jarak. Dan pada saat anjing itu satu meter di depannya, tiba-tiba anjing itu tumbang dengan anak pacah menancap di dadanya. Darah hitam kental mengucur di dada anjing itu. Rose yang masih terkejut, dirinya kemudian mendongak mencari-cari siapa orang yang melesatkan panah ini.
“Berterima kasihlah karena aku membunuh makhluk itu.” suara itu terdengar disertai kemunculan seorang gadis berkuncir kuda yang di balik punggungnya terdapat anak panah.
Takut-takut Rose menatap gadis itu yang terlihat gagah dan agak tomboy, lalu dirinya membuka suara yang tadi sempat tercekat. “Terima kasih.”
Gadis itu menyungging senyum. Dia berjalan santai pada makhluk itu lalu mencabut anak panah di dada si anjing yang ujungnya meneteskan darah hitam kental, kemudian menyimpannya di balik punggungnya. “Kenalkan, aku Hellen.” gadis yang bernama Hellen itu berbalik menatap Rose dari atas sampai bawah.
Rose yang memakai dress casual selutut bercorak bunga dilihat seperti itu langsung kikuk. Pelan dia membuka suara, “Aku Rose Albert, panggil saja aku Rose.”
Hellen berkacak pinggang, “Sepertinya kau bukan warga kota ini.” Hellen menarik tangan Rose. “Tidak apa. Ayo, kita ke pusat pemerintahan. Kalau terus saja di sini banyak makhluk seperti tadi yang berkeliaran.”
***
Langkah Rose terhenti pada pintu benteng yang tinggi dan sangat kokoh. Benteng itu di atasnya terdapat kabel melilit yang jika dilihat terdapat percikan listrik. Tangan Rose masih digenggam erat oleh Hellen, rupanya gadis itu sangat antusias membawanya.
Hellen menelepaskan tangannya di tangan Rose. Tangan Hellen beralih merogoh saku dan mengeluarkan kartu kemudian kartu tersebut digesekan pada dinding benteng. Seketika pintu benteng terbuka lebar. Hellen masuk, disusul Rose di belakangnya. Dia mendongak, di atasnya kini berdiri megah sebuah bangunan yang mirip sebuah dadu berwarana perak metalik terterpa sinar matahari. Kubus itu sangat besar, melebihi gedung-gedung rusak tadi.
“Ini adalah Cube Silver,” guman Hellen.
Rose mengerutkan dahi, “Cube Silver?”
“Ya, ini adalah tempat penampungan terakhir penduduk Avalon City setelah terjadi kerusakan besar. Semua penduduk dimasukkan ke sini, yang di dalamnya terjamin baik pangan, sandang dan kesehatan mereka. Bangunan ini dibangun jauh sebelum kerusakan terjadi, dan dulu aku sempat heran kenapa pemerintah membuat bangunan seperti ini, tapi semua terjawab dengan adanya kerusakan ini.”
Rose mangut-mangut mengerti. Kemudian dia tertegun, apa lagi ini? Cube Silver, Avalon City, kenapa dia bisa… atau jangan-jangan? Dia menghentikan langkah Hellen dengan cepat, “Tahun berapa ini?”
Hellen memandang heran pada Rose, tapi kemudian dia menjawab, “Ini tahun 2070, ada apa memangnya?”
Rose mengerutkan kening. Bertanya-tanya, bukannya masih 2017, kenapa jadi 2070? Ada apa ini sebenarnya? Dan Avalon City, kota apa itu?
Langkah mereka terhenti ketika salah seorang berpakaian militer hitam menghadang mereka. “Kartu kependudukan.”
Hellen mengeluarkan kartu kependudukan di saku celananya lalu diberikan pada petugas militer itu.
Sementara Rose yang tidak tahu menahu soal kartu hanya diam gelisah. Hellen menyadari kegelisahan Rose, lantas dia berujar pada petugas itu, “Dia penduduk yang baru ditemukan, dan pasti belum mempunyai kartu kependudukan Cube Silver. Jadi bisakah dia masuk?”
Mata petugas itu tanpak menyipit menatap Rose menimbang. Kemudian kepala petugas mengangguk lalu membuka pintu kaca tebal, mempersilahkan kedua gadis itu masuk.
Rose dan Hellen masuk ke dalam. Lagi di dalam Rose dibuat terperangah karena di dalam dia dapat melihat orang-orang berpakaian militer berlalu-lalang di sekitar ruangan. Militer itu masing-masing menggunakan helm jadi tidak terlihat wajah aslinya, sedangkan di tangannya tersimpan senapan yang besar dan mengerikan.
“Mereka sedang berpatroli untuk mencegah serangan Morbid atau monster yang menyerang kau tadi,” ucap Hellen tiba-tiba sambil berbisik tepat di telinga Rose.
Rose mengangguk. Walau dia tidak tau apa itu Morbid, dan dia juga bingung kenapa dia bisa terjebak di sini, di kota Avalon, walau jalas di peta ponselnya tidak ada kota tersebut.
Setelah melewati ruang utama, mereka masuk ke sebuah koridor panjang yang di setiap sisinya terbuat dari logam perak metalik. Rose meraba sisi dari koridor luas tersebut. Dingin. Itulah yang dirasakan tangannya saat menyentuh koridor tersebut. Tak lama, di koridor yang sepi itu terdengar suara derap kaki yang Rose yakini bukan berasal dari sepatu dirinya maupun Hellen sendiri. Derap kaki itu semakin mendekat, lalu di ujung lorong, tengah berjalan seorang pria kurus berpakaian jubah lab berwarna putih sedang mendekat ke arah mereka. Pria itu tersenyum ke arah Hellen.
“Hai adikku,” sapa pria itu ketika sampai di hadapan mereka.
Hellen tersenyum sambil menepuk-nepuk bahu pria itu yang terlihat oleh Rose keduanya tampak akrab. “Oho hai, kenapa kau memanggilku adik? Biasanya kau suka memanggilku si Pemanah Idiot.”
Pria itu mendekatkan wajahnya pada telinga Hellen, kemudian berbisik, “Itu sebagai formalitas, kau tau. Di hadapan orang baru.”
Baik pria itu maupun Hellen tersenyum pada Rose. “Rose, kenalkan ini Fred, kakak kembarku. Dia adalah dokter di sini.”
Pria yang dikenalkan Hellen sebagai Fred itu mengangsurkan tangan kepada Rose. Sebelum membalasnya, Rose memandangi terlebih dahulu tangan tersebut, lalu beberapa detik kemudian dia menjabatnya. “Rose.”
“Senang bertemu denganmu.”
Jabatan mereka terlepas. Fred melirik jam tangannya kemudian menoleh pada Hellen. “Aku ada urusan di lab. Sampai jumpa Rose, sampai jumpa Pemanah Idiot,” ucapnya sambil mengacak rambut Hellen.
Hellen menarik tangan Fred di atasnya, “Hentikkan panggilanmu itu, Fred. Aku tidak idiot.”
Fred terkekeh, lalu berjalan menjauh dari mereka dengan suara derapnya yang menggema di seluruh koridor. Setelah Fred menghilang, mereka saling berpandangan, kemudian kembali berjalan menyusuri koridor itu kembali tanpa percakapan di sana.
Mereka berhenti di sebuah pintu besar berwarna sama yakni perak metalik. Terdengar walau samar keributan di dalamnya, seperti suara ribut layaknya di pasar.
“Ayo masuk,” ajak Hellen sambil tangannya sudah berada di gagang pintu besar tersebut.
Rose mengangguk lalu berjalan masuk ke dalam.
***
Ruangan itu luas. Serupa lapangan indoor yang penuh orang. Banyak wanita dan anak-anak berkeliaran di sini, bermain-main, berlarian, ataupun sekadar terdiam di sudut melihat anak-anak bermain. Betapa banyaknya orang sampai Rose pusing melihat mereka semua. Jika diamati tempat ini serupa tempat pengumpulan warga kota karena saking banyaknya orang berkeliaran di sini. Atau mungkin benar. Dan kata Hellen juga Cube Silver adalah tempat penampungan terakhir warga kota Avalon.
Lalu Hellen yang berada di sampingnya bergumam, “Ini adalah penampungan tempat warga kota Avalon yang terakhir. Tempat penampungan ini terbagi dengan beberapa ruangan. Di lantai tiga adalah tempat pria, lantai dua tempat lansia dan lantai satu adalah tempat wanita dan anak-anak. Semenjak rusaknya kota warga semuanya ditampung di sini. Dan di tempat inilah aku tinggal, membaur bersama warga kota lain.”
Rose mengangguk. Dirinya lantas berjalan ke sisi ruangan luas itu bersama Hellen di sampinya yang nampaknya sedang melepaskan atribut memanahnya. Rose duduk di sana, menyandar pada tembok logam sambil matanya memerhatikan aktivitas menyenangkan anak-anak bermain di sana.
Tiba-tiba sebuah suara terdengar menggema di seluruh ruangan. Suara itu ternyata bersumber dari radio aktif yang dipasang di setiap sudut ruangan.
“Kepada seluruh warga Avalon City, saat ini juga berkumpul di aula.”
Hellen yang berada di sampingnya yang sudah menyimpan atributnya menoleh pada Rose, “Ayo ke aula, mungkin pemerintah akan mengadakan pengumuman penting.”
***
Seluruh warga kota Avalon dikumpulkan di sebuah aula yang luasnya melebihi ruang pengumpulam tadi yang lebih menyerupai lapangan indoor. Aula ini penuh sesak dengan banyaknya orang berdesakan di sini. Rose yang ikut membaur, terlebih dirinya bertumbuh pendek jadinya dia tidak tau akan ada apa di sini.
Di sampingnya kini tengah berdiri Hellen yang cukup tinggi sedang menggenggam dirinya sedangkan matanya menatap ke depan aula. Hellen menyadari bahwa gadis di sampingnya kesusahan untuk melihat ke depan, lalu dirinya menarik tangan Rose ke depan, menerobos kerumunan, walau banyak warga yang marah.
Mereka berdua sampai di barisan paling depan. Rose membelalakkan mata, di depannya tengah berdiri podium luas serupa panggung konser dengan di belakang terdapat layar yang sangat besar. Tak lama, di panggung tersebut muncul seorang wanita cantik bisa terbilang seksi namun berwibawa bila dilihat dari cara berjalannya. Wanita itu berjalan anggun, melenggok-lenggok di atas podium mendekati sebuah mikrofon dan berbicara di sana.
“Hai warga Avalon, saya Erika. Selaku pegawai pemerintahan menyambut Tuan Harriet untuk masuk ke podium.”
Riuh tepuk tangan menggema di seluruh aula. Rose yang tidak tahu apa-apa hanya diam mematung. Terlebih dia melihat Hellen rupanya sangat antusias akan penyambutan ini.
Rose lalu mengalihkan tatapannya kembali pada aula yang di sana sedang berjalan seorang pria berjas formal yang berhasil membuat Rose terpaku. Meski dari kejauhan, Rose melihat pria itu memiliki rahang tegas, berkulit putih dan berambut coklat klimis. Rose kembali merasakan kembali getaran itu. Getaran yang dia rasakan ketika dulu dia bersama Dave, pacarnya. Getaran yang entah datang dri mana saat pandangan pertama.
Di atas podium pria itu berbicara dengan suara berat dan berwibawa. “Selamat siang semuanya. Saya sebagai perwakilan dari ayah saya, pak presiden. Menghimbau warga sekalian untuk tidak keluar dari Cube Silver untuk sementara waktu. Laporan menyebutkan bahwa di luar sana banyak sekali Morbid mendekat ke area luar Cube Silver, dan itu tidak baik bagi manusia untuk keluar.” Pria itu terdiam sejenak, lalu melanjutkan. “Mungkin sekian himbauan dari saya. Sampai jumpa dan selamat menikmati hari kalian.”
Pengumuman itu selesai. Pria itu masuk ke dalam lagi diikuti wanita petugas pemerintahan di belakangnya. Dan setelah pengumuman itu, seluruh warga berbondong-bondong mengantre keluar ruangan.
Rose masih terpaku di sana. Nama pria itu Harriet. Dia harus mengingatnya, dia adalah pria kedua yang berhasil membuat jantungnya berdebaran. Juga dia adalah pria yang berhasil memikatnya ketika pertama melihat. Tapi bagaimana? Pria itu adalah orang penting di sini, bahkan bisa dibilang pemimpin, bagaimana dia untuk bertemu dengan pria itu secara langsung. Padahal dia ingin sekadar berkenalan saja. Tapi itu mustahil. Pria itu jelas pejabat pemerintah, sedangkan dirinya, rakyat jelata dari masa lalu yang terjebak di kehancuran masa depan. Mana mungkin dia dapat bertemu dengan dia.
Cinta pd pandangan pertama ehh :YUHUIII
Cube silver ?? Jd inget IW bangsa zodijak
Iya yah. Aku belom baca IW.
Seruuuuu nih…. nama tokoh cowonya sama nih kita…hahaa
militer pake helm? ngebayanginnya strom trooper starwars masa :v
itu Rose nya gampang banget ya nyimpulin kalau dia jatuh cinta,,
:YUHUIII
Kok baca ini jadi keinget babang Aslan tak, wkwkwk
:YUHUIII :YUHUIII
waduh, langsung suka sama pemimpinnya ya
Siapa yg neror ma??? Hihi
Aihh kmu mah, yg komen di prolog tuh pda minta lanjut ni cerita bukan neror
Ditunggu kelanjutannyaa