Vitamins Blog

CHAO XING (朝兴) – Bab 1. Putri yang Patah Hati

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

388 votes, average: 1.00 out of 1 (388 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Author Playlist : Xīng yuè shén huà

Enjoy! ^-^

***

“Yang Mulia Permaisuri tiba!” seru seorang prajurit penjaga pintu kediaman Raja. Kedua orang prajurit itu segera berlutut, memberi hormat takzim saat permaisuri berjalan anggun, gaun kebesarannya gemerisik saat melangkah pelan, masuk ke dalam ruang kerja sang raja.

“Ming Xia memberi hormat. Yang Mulia panjang umur hingga ribuan tahun!” Permaisuri memberi hormat, membuat sang raja yang duduk di atas kursi kerjanya untuk sejenak meletakkan kuas di tangannya, menatap permaisurinya lurus.

“Apa yang membuatmu datang menemuiku selarut ini, Permaisuri?” tanya Jian Guo dengan suara beratnya yang berwibawa. Raja Jian Guo merupakan raja ke-6 yang telah berkuasa selama dua puluh tahun lamanya untuk memimpin Kerajaan Angin. Di bawah kepemimpinannya, Kerajaan Angin sangat makmur dengan kekuatan militer yang begitu disegani oleh kerajaan-kerajaan di sekitarnya.

Jian Guo terdiam sejenak, menarik napas dalam dan kembali bicara dengan tenang. “Tidak biasanya kau datang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.”

“Mohon ampun, Yang Mulia!” Permaisuri Ming Xia jatuh berlutut, membuat kedua alis Jian Guo bertaut karena heran. “Hamba mohon maaf jika apa yang hamba sampaikan nanti menyinggung perasaan Anda.”

“Katakan apa maksudmu!” titah Jian Guo. Pria berusia empat puluh tahun itu kini terlihat serius menatap istrinya yang masih berlutut dengan kepala menunduk dalam.

Ming Xia tidak langsung menjawab. Tubuh wanita itu sedikit bergetar. Dia tahu jika apa yang akan dikatakannya nanti bisa menyulut amarah raja, namun hal ini harus dilakukannya demi memenuhi janji yang pernah diucapkannya pada Selir Mei Rong—bahwa dia akan menjaga Chiao Xing dan membesarkannya seperti putrinya sendiri.

“Hamba mendengar kabar jika Putera Naga yang baru dari Kerajaan Api memerintahkan penyerangan terhadap Kerajaan Awan,” Ming Xia mulai kembali bicara dengan kemantapan hati. “Hal tersebut membuat hamba sangat khawatir, Yang Mulia,” lanjutnya sendu. Wanita cantik berusia tiga puluh delapan tahun itu mendongakkan kepala dengan gerakan pelan, lalu kembali menunduk dalam saat tatapannya bersirobok dengan Jian Guo.

“Lalu apa masalahnya?” Jian Guo balik bertanya. Pria itu menaikkan satu alisnya dan kembali berkata dengan nada mengancam, “Apa kau meragukan kemampuanku untuk melindungi negaraku?”

Mingi Xia menggelengkan kepala cepat. “Hamba tidak berani. Hamba tidak berani, Yang Mulia!” serunya berkali-kali, penuh permohonan ampun.

“Lalu apa yang menjadi kekhawatiranmu?”

Permaisuri tidak langsung menjawab. “Chao Xing,” jawabnya lirih. “Puteri Chao Xing yang menjadi kekhawatiran hamba,” tambahnya parau. “Yang Mulia, bukankah puteri berada begitu dekat dengan wilayah perbatasan Kerajaan Angin dan Kerajaan Awan?” tanyanya hati-hati saat Jian Guo berekspresi gelap. “Bagaimana jika statusnya diketahui oleh musuh? Hamba takut sesuatu terjadi padanya.”

“Kau pikir aku peduli akan keselamatannya?” balas Jian Guo terdengar murka.

“Anda seorang raja yang sangat adil,” balas Ming Xia lembut. “Anda seorang ayah yang baik untuk putra dan putri yang anda miliki.”

Permaisuri kembali terdiam sejenak, menarik napas untuk mengumpulkan kembali keberaniannya yang tadi sempat menguap dengan cepat. “Chao Xing, dia putrimu, Yang Mulia. Putri dari selir yang paling anda sayangi. Sudah hampir lima belas tahun dia pergi, tumbuh dewasa di luar istana, bukankah sudah saatnya dia kembali ke tempatnya berasal? Sudah saatnya Chao Xing mengenal saudara-saudaranya.”

Jian Guo memandang permaisuri lurus, rahangnya mengeras oleh amarah yang menjalar cepat di dalam pembuluh-pembuluh darahnya. Berani sekali permaisuri mengingatkannya mengenai hal tabu itu! Pikirnya geram.

“Aku hanya memiliki tujuh orang putra,” desis Jian Guo dengan gigi gemertuk. “Aku tidak memiliki putri!” tambahnya marah. “Berani sekali kau mengingatkanku lagi jika aku memiliki seorang putri dari Mei Rong!!!” raungnya murka.

Ming Xia langsung jatuh bersujud dengan sekujur tubuh gemetar oleh rasa takut sementara air matanya tumpah dengan cepat. “Yang Mulia…” panggilnya sedih. “Selama dua puluh tahun hamba mendampingi Anda, tidak pernah satu kalipun hamba memohon sesuatu pada Anda,” ujarnya bergetar. “Untuk kali ini saja, mohon Yang Mulia Raja berkenan mengabulkan permohonan hamba. Tolong jemput kembali Chao Xing pulang ke istana,” pintanya membuat kedua tangan Jian Guo terkepal erat. “Izinkan hamba menepati janji yang hamba ucapkan pada Selir Mei Rong,” tambahnya sedih. “Hamba berjanji untuk menjaga Chao Xing. Hamba ingin menepati janji itu walau sudah begitu terlambat.”

***

Ju Fang mendongak, menatap jauh ke depan, berharap untuk menemukan tanda-tanda kepulangan tuan puterinya yang sudah pergi meninggalkan rumah sejak tadi pagi.

Wanita itu menghela napas panjang, menyeka peluh di dahinya dengan cepat lalu menyipitkan mata. Senyumnya terkembang, sebelum akhirnya kembali memudar dengan cepat. Ia menelan kering, keranjang sayur di tangannya terjatuh ke atas tanah, dadanya berdegup penuh antisipasi.

“Dewa Langit, apa aku sedang bermimpi?” tanyanya lirih. Ia mengucek pelan kedua matanya, memastikan jika apa yang dilihatnya saat ini bukanlah sebuah ilusi mata—satu pasukan kecil dari Kerajaan Angin datang menyambangi kediamannya?

Apa itu berarti raja menginginkan puteri untuk kembali? Tanyanya di dalam hati, penuh harap. Dan saat kepala pasukan yang tak lain adalah Pangeran Jian Guang—Pangeran Kedua dari Kerajaan Angin turun dari kuda cokelat kemerahan tunggangannya, wanita itu pun jatuh berlutut, memberi hormat takzim.

“Kami datang untuk menjemput kalian pulang ke istana,” ujar Jian Guang tenang.

***

“Kau memberi izin Chao Xing pergi ke tengah kota seorang diri?” tanya Jian Renshu yang merupakan Pangeran Keempat Kerajaan Angin melotot. Pangeran berusia delapan belas tahun yang lahir dari rahim selir ketiga itu menggelengkan kepala, sama sekali tidak percaya jika Dayang Ju bisa memberi Chao Xing kebebasan sebesar itu. “Bagaimana jika sesuatu terjadi padanya?” tanyanya gusar.

“Kau terlalu berlebihan, Pangeran Keempat!” Jian Guang menimpali dengan tenang. Pangeran Kedua itu menyesap teh miliknya dengan tenang, lalu melirik sekilas ke arah Ju Fang yang berekspresi was-was. “Apa Chao Xing sering bepergian seorang diri?”

Ju Fang mengangguk pelan, dan menjawab dengan nada bersalah yang terdengar jelas, “Hamba mohon maaf, namun hamba memang memberikan kebebasan pada Puteri untuk bepergian seorang diri walau sebelumnya Tuan Puteri tidak pernah pergi hingga selama ini.”

“Tanpa pengawalan?” Renshu melotot, mendesis marah. Bagaimanapun juga Chao Xing seorang puteri, jika musuh sampai mengetahui jati diri asli adiknya, maka sudah bisa dipastikan jika adiknya tengah dalam masalah besar saat ini.

“Kemana dia pergi?” Jian Qiang, yang sedari tadi hanya duduk diam akhirnya ikut bicara. Pangeran ketiga itu memerintahkan Renshu untuk duduk dan menenangkan diri. “Mungkin lebih baik jika kita menyusul dan mencarinya,” usulnya kemudian.

“Kali ini Tuan Puteri tidak pergi sendiri, dia pergi bersama Sarjana Lee,” terang Ju Fang, membuat ketiga orang pangeran yang berada di dalam rumah sederhana itu menekuk dalam keningnya.

“Dia pergi bersama seorang pria?” desis Guang menekan kemarahannya. Apa yang akan dikatakan oleh dunia jika tahu seorang Puteri Kerajaan Angin pergi bersama seorang pria dewasa tanpa seorang pendamping?

“Dan bersama putri dari bangsawan Liang,” ralat Ju Fang cepat untuk menghindari kesalahpahaman. “Ketiganya bertemu di perbatasan desa pagi tadi, mereka pergi bersama ke kota untuk menyaksikan perayaan festival musim semi,” terangnya dengan nada khawatir. Ju Fang mengalihkan pandangannya ke arah jendela, menatap langit yang telah dihiasi semburat jingga.

“Aku pulang!” seru seorang wanita muda dari luar rumah, membuat Ju Fang menghela napas penuh kelegaan. “Kenapa ada begitu banyak prajurit dan bendera Kerajaan Angin di luar rumah kita?” tanya Chao Xing saat melangkah masuk ke dalam rumah, wanita muda berusia lima belas tahun itu sama sekali tidak sadar jika ada tiga orang pria asing yang tengah menatapnya, mengamatinya dengan seksama dari tempat duduk mereka masing-masing.

“Nona muda kenapa anda pergi begitu lama?” Ju Fang balik bertanya dengan nada cemas, sementara Chao Xing membuka topi jerami yang dikenakannya lalu meletakkannya secara sembarangan. Ju Fang terdiam, mengamati ekspresi tuannya yang tidak secerah biasanya. “Apa terjadi sesuatu?” tanyanya.

Chao Xing menghela napas kasar, mendengus dan berkata dengan keras, “Aku menghajar Sarjana Lee dulu sebelum pulang ke rumah tadi,” lapornya membuat Ju Fang ternganga. “Dasar pria brengsek!” maki Chao Xing membuat Jian Guang nyaris tersedak dan menyemburkan air teh yang tengah disesapnya nikmat. Dia sama sekali tidak menyangka jika adik tirinya bisa berkata sekasar itu.

“Sialan! Seharusnya aku menendang perut dan pantatnya lebih keras tadi,” raungnya membuat keringat di dahi Ju Fang mengucur semakin deras.

Demi Dewa Langit, Tuan Puteri mohon jangan permalukan diri anda lebih jauh lagi! Ratap Ju Fang di dalam hati.

“Aku juga memasang lalu menyalakan banyak petasan pada tandu milik putri dari bangsawan Liang,” kekeh Chao Xing terlihat puas. “Kau seharusnya melihat bagaimana ekspresi ketakutan Mei Hwa saat petasan itu meletus di dalam tandunya,” tambahnya riang.

Chao Xing terdiam sejenak. “Mereka sangat menyebalkan, seharusnya aku memberi mereka pelajaran yang jauh lebih menyakitkan dari itu!” ujarnya dengan gigi gemertuk menahan marah. “Kalau Zian ada, dia pasti membantuku untuk membalaskan dendam,” tambahnya dengan kepala menunduk dalam.

“Nona Muda?!” panggil Ju Fang lirih. Wanita itu melembutkan suaranya, saat melihat kedua tangan Chao Xing terkepal erat dan tubuhnya bergetar menahan tangis.

Hening.

“Sarjana Lee mengatakan jika Mei Hwa sangat cantik,” ujar Chao Xing dengan senyum kecut. “Dia juga mengatakan jika kecantikan Mei Hwa melebihi kecantikan bunga peoni,” lanjutnya dengan dengusan sebal. “Si brengsek itu bahkan dengan kurang ajarnya membandingkan kecantikan Mei Hwa denganku!” raung Chao Xing dengan emosi meledak-ledak.

“Emosinya sedikit mirip dengan ayahanda,” bisik Jian Renshu yang segera disetujui oleh Jian Qiang, sementara Jian Guang masih sedikit syok melihat sikap adik perempuannya yang jauh dari sikap seorang putri.

“Dia mengatakan jika dibandingkan dengan Mei Hwa, aku ibarat itik buruk rupa,” geram Chao Xing, marah. “Padahal kulitku lebih putih, bibirku lebih merah, hanya saja pakaian dan kulit tanganku jauh lebih kasar dari Mei Hwa yang halus,” katanya sembari menggigit bibir bawahnya. “Zian selalu mengatakan jika aku sangat cantik,” ia menatap Ju Fang lurus. “Zian tidak mungkin membohongiku bukan?” tanyanya serius.

Ju Fang menggelengkan kepala pelan. “Tidak. Tuan Zian tidak berbohong, Nona Muda. Anda sangat cantik, melebihi kecantikan feniks.”

Chao Xing menghela napas kasar, kedua tangannya terkepal erat. “Si Sarjana Lee itu memang bajingan brengsek!” makinya dengan suara bergetar menahan tangis. “Seharusnya aku memotong kemaluannya dan membuatnya menyesali apa yang telah diucapkannya padaku!” raungnya murka.

“Tunjukkan dimana dia tinggal!” sela Jian Qiang tiba-tiba, dengan suara baritone yang mengancam. “Aku yang akan memotong kemaluan pria itu untukmu,” tambahnya membuat Chao Xing mengerjapkan mata dan tersadar jika bukan hanya dia dan Ju Fang saja yang berada di dalam ruangan sederhana itu sore ini.

24 Komentar

  1. VivianSweet8 menulis:

    Baguuss ceritanyaa?

    1. fuyutsukihikari menulis:

      Terima kasih sudha mampir dan menyempatkan untuk membaca! ^^

  2. Aku jg bc ceritanya diwattpad, kakak jg update diwattpad jg kan?

    1. fuyutsukihikari menulis:

      Iyah. Saya update di sana juga ^^

  3. Novita Dwi Riyanti menulis:

    Kereenn ??? ditunggu next part nyaa :HULAHULA

  4. Keren nih

  5. rennymamalia menulis:

    lanjut lg dong

  6. Wkwkwkwk.. sodara konyol :HUAHAHAHAHA
    Chao xing tomboy yak :owlkasihbunga

  7. Bahak ngilu baca yg terakhir ~ semoga org itu selamat :KECEWAHATI

  8. Aduuuuhhh seorang putri bisa ngomong seprontal dia wkwkwkwk

  9. Suuka suka suka
    Jangan lama lama update lanjutannya
    Hehehe

  10. farahzamani5 menulis:

    Wahhhh suka bngt sma karakter Chao xing
    Seneng bngt dah pny 7 kk cwo, jdi pengen hihihi
    Ditunggu kelanjutanny ya ka
    Semangat trs

  11. Awalnya bagus,,
    semoga selanjutnya makin bagus lagi,,

  12. Awalnya bagus dan terasa hidup, dipertahankan yaaa ?

  13. Nyablak bgt tuh omongan .hahhaha,,pdahal kakak2ny pda dsitu

  14. Aaaaa sukaaa ?

  15. aku suka cerita ini :LOONCAT

  16. Ohh writer d watty jg, baca ahh… ???

  17. . lucunya putri… saudarax sampai syok…. :YUHUIII :tepuk2tangan

  18. tuan putri kocak wkwk

  19. Wkwkwk, kasian sodaranya sampai pd syokk

  20. fitriartemisia menulis:

    wkwkwk saudaranya shock semua ya si puteri ngomongnya begitu wkwkwk
    bagus ih ceritanyaaaaaaa

  21. Waahh nice storyyy

  22. Ditunggy kelanjutannya