Seorang gadis kecil membuka matanya dengan perlahan. Cahaya lampu kamar menerobos masuk hingga membuatnya mengerjapkan mata. “Kau sudah sadar.” Ujar seorang wanita lalu segera menekan tombol panggilan dokter yang ada di samping kanan Bella. Gadis kecil itu menatap wanita itu dengan wajah bingung. Matanya beralih menelusuri seisi ruangan.
“Dimana aku?” Tiba-tiba seperti tersadar sesuatu, gadis kecil itu menatap kembali wajah wanita di depannya itu.
“Mama? Aku tahu, mama pasti baik-baik saja. Aku takut sekali kehilangan mama. Tadi, aku bermimpi buruk. Mama….Mama meninggalkanku.” Gadis itu mulai menangis. Air matanya sudah mengumpul di pelupuk matanya. Wanita itu tertegun. Dengan insting seorang ibu, ia memeluk gadis kecil yang masih berumur sepuluh tahun itu. “Semua akan baik-baik saja, sayang.” Ujarnya lembut.
Tak lama kemudian, seorang suster dan dokter masuk ke dalam kamar inap itu. Setelah memeriksa keadaan gadis kecil itu, dokter itu menatap wajah sang wanita.
“Bu Ivena, saya harus membicarakan beberapa hal penting mengenai kondisinya.” Ujar sang dokter. Ivena mengangguk.
“Kau tak keberatan kan, kalau aku pergi sebentar?” tanya Ivena. Gadis itu mengangguk. Ivena pun keluar dari kamar, mengikuti sang dokter dan suster.
Gadis kecil itu memandangi langit-langit kamarnya. Ia baru saja bermimpi buruk tentang keluarganya. Namun ketika terbangun, ia tak mengingat apapun yang dimimpikannya. Yang pasti, mimpi itu begitu menakutkan dan menyedihkan. Mimpi buruk itu berkaitan dengan keluarganya. Perasaan takut akan kehilangan keluarganya, langsung memenuhi hatinya begitu ia terbangun dari tidurnya. Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Seorang lelaki paruh baya bersama dengan seorang anak laki-laki, masuk ke dalam kamarnya.
“Bagaimana keadaanmu? Sudah baikkan?” tanya laki-laki paruh baya itu. Gadis itu mengangguk. “Siapa kalian?” Sebelum laki-laki itu menjawab, Ivena datang dan memberi aba-aba pada laki-laki itu untuk diam.
“Dia adalah papamu dan yang ini…” Ivena menunjuk seorang anak laki-laki yang lebih tua lima tahun darinya.
“Kakakmu, Reza.” Gadis itu mengernyit bingung. Begitu pula dengan lelaki paruh baya dan anak laki-laki itu.
“Apa maksud mama?” tanya Reza bingung. Namun mamanya segera menutup mulut anaknya.
“Aku tidak ingat, kalau aku memiliki kakak.” Ujarnya pelan. Ia mencoba mengingat-ingat namun tak bisa. Kepalanya malah terasa pusing.
“Kau mungkin tidak ingat, Bella. Tapi, mulai sekarang, ingatlah terus hal ini. Kau adalah Bella, anakku. Dia adalah papamu dan kau memiliki kakak laki-laki bernama Reza.” Ucap Ivena lembut. Bella tersenyum. “Ya. Aku akan selalu mengingatnya. Aku tidak akan melupakan keluargaku sendiri.”
==
Bella memejamkan matanya. Ia mulai mengantuk. Beberapa menit kemudian, dia sudah pulas tertidur di sofa ruang keluarga. Reza mendengar suara TV yang begitu berisik. Ia masuk ke ruang keluarga dan segera mematikan TV. Ia berbalik ingin pergi, namun pandangan matanya terhenti pada gadis kecil yang asyik tertidur di sofa. Ia mendekati Bella, ingin membangunkannya.
“Mama! Jangan tinggalkan aku! Aku takut.” Ujar Bella dengan mata yang masih terpejam. Alisnya tertekuk dan keringat dingin membasahi tubuh gadis itu. Perlahan, air mata membasahi pipi putihnya.
“Ma, aku takut.” Lirih Bella dalam tidurnya. Reza tertegun melihat raut wajah Bella. Melihat Bella menangis, membuat hatinya ikut perih. Perlahan, tangannya menghapus air mata di wajah Bella. Tangannya yang lain membelai rambut Bella. “Mama.” Lirih Bella lagi. Reza menepuk-nepuk pelan pundak Bella.
“Jangan takut. Aku akan selalu menjagamu. Aku akan selalu melindungimu dari apapun. Jangan menangis lagi.” Bisik Reza lembut. Dengan perlahan, ia mengecup puncak kepala Bella. Reza sendiri bingung dengan tindakannya ini. Padahal ia tidak menyukai Bella namun sekarang, ia malah memperlakukan Bella dengan begitu baik. Melihat Bella yang menangis dan selalu bermimpi buruk, membuat hatinya tergerak untuk selalu melindungi dan menghiburnya.
“Kakak akan selalu menjaga dan melindungimu. Kakak akan selalu ada di sampingmu, Bella. Kakak janji.” Ucapnya lagi dengan nada lembut.
==
Bella memandang jam dinding. Sudah pukul sepuluh malam. “Kenapa kamu tidak tidur, Bella? Ini sudah malam.” Ucap Ivena sambil menghampiri Bella.
“Aku belum ngantuk.” Ivena sudah duduk di samping Bella.
“Kalau kamu belum ngantuk, mama akan temani kamu sampai kamu tertidur.” Bella tersenyum. “Baiklah. Aku mau mama membacakanku cerita.” Ivena tersenyum. Setelah Ivena selesai membacakan ceritanya, Bella minta ditemani ke toilet. Hari sudah makin larut.
“Papa kemana?” tanya Bella. “Papa masih belum pulang dari kantornya. Sebentar lagi, pasti pulang. Papamu itu orang sibuk.” Kata-kata mamanya, membuat Bella seperti tersadar akan sesuatu. Seperti dejavu, ia merasa pernah mengalami hal yang seperti ini. Ruangan yang remang-remang karena beberapa lampu sudah dimatikan. Jam yang menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Ia yang tidak bisa tidur lalu keluar kamar. Ia yang hanya sendirian bersama dengan mamanya di rumah. Bayang-bayang kejadian itu terus memenuhi otaknya. Bella merasakan kepalanya begitu pusing.
“Bella, kau kenapa? Apa yang sakit, sayang?” tanya Ivena cemas. Suara mamanya perlahan menghilang lenyap. Ia hanya mendengar suara teriakan minta tolong. Suara kobaran api. Suara anak kecil yang menangis. Bella memijat kepalanya yang terasa sakit. Kali ini, kejadian kebakaran itu menyeruak masuk ke dalam otaknya. Ia bisa melihat dirinya yang sedang menangis ketakutan di ruang keluarga.
“Mama, aku takut.” Lirih Bella. “Nanti akan ada kebakaran. Rumah ini akan terbakar habis. Mama akan terluka dan aku menangis disini.” Ujar Bella sambil menangis. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat, berusaha mengusir bayangan menyedihkan itu. “Itu hanya mimpi buruk. Sekarang, kau tidur saja. Ayo, kembali ke kamarmu. Mama akan mengambilkan obat untukmu.” Ucap Ivena sambil menggandeng tangan Bella erat-erat.
“Aku tidak mau masuk ke kamar. Kita harus keluar dari rumah ini, ma. Kebakaran itu benar-benar akan terjadi. Aku tidak mau kehilangan mama.” Tangis Bella.
“Tidak akan ada kebakaran, Bella. Semua hanya mimpi buruk. Mama tidak akan pergi kemana-mana. Mama tidak akan meninggalkanmu.” Janji Ivena. Air matanya ikut mengalir melihat kondisi Bella. Perlahan, tangisan Bella mereda. Ivena memeluk Bella dengan penuh kasih sayang hingga Bella tertidur pulas.
==
Bagus ceritanya jd ikut kebawa rasa takutnya Bella….Ini msh dilanjut kan?
Akan dilanjut kok.. Updatenya mungkin nggak terjadwal..
Thanks sudah baca ?
Berarti mereka bukan keluarga kandung bella,
Patut ditunggu kelanjutan nya!!
Keknya si Bella ini anak korban kebakaran yak? Terus dipungut sama satu keluarga. Jadi anak perempuan keluarga barunya?
Ditunggu kelanjutannya :D
Apa bella lupa ingatan trus masih inget sama bayang2 masa lalu dia?? Penasaran..
Ditunggu lanjutannya ☺
kirain bella juga punya indra keenam yg bisa liat masa depan gitu, wkwk ternyata setelah baca ulang aku salah :aaaKaboor
yang nampung Bella itu siapanya dia??
gadis itu emang namanya Bella??
Bagus ceritanyaaa
waduh, ini masih ada lanjutannya kah?
bella bisa lihat masa depan atau dia korban kebakaran sebelumnya? hmm
:dadahsayang
Ditunggu kelanjutannyaaa