“Aku minta maaf, semalam aku tidak bermaksud mengatakan itu pada Anda.” Renata berucap dengan canggung ke arah Alex yang sedang fokus menyetir. Saat ini mereka tengah berada di dalam mobil hendak menuju kantor cabang yang akan mereka datangi. Begitu mendengar ucapannya, Alex menoleh ke arah Renata dan saat pandangan mereka bertemu, dengan cepat Renata langsung mengalihkan pandangan matanya karena tak tahan dengan tatapan mata Alex yang tajam. Alex tersenyum melihat reaksi Renata yang seperti itu. Kemudian menjawab pertanyaannya dengan santai.
“Aku sudah memaafkanmu, jauh sebelum kau meminta maaf.”
Renata mebelalakan mata, heran dan kembali menolehkan kepalanya ke arah Alex yang sedang fokus menyetir.
“Bos tidak tersinggung ataupun marah?”
“Tidak. Kau tahu Renata, apapun yang berhubungan denganmu aku menyukainya dan tak keberatan untuk memaafkannya. Kau membawa warna baru bagiku, hingga rasanya sangat menyenangkan.” Alex berucap terus terang dengan ekspresi cerah.
Renata yang mendengarnya kemudian menundukkan kepala dan memainkan tangannya yang saling berjalinan dipangkuannya. Sungguh,
berinteraksi dengn Alex sedekat ini benar-benar membuatnya tidak nyaman. Apalagi saat memujinya seperti itu Renata benar-benar tidak kuat!
Melihat Renata bersikap canggung terhadapnya, serta sibuk dengan pemikirannya sendiri. Alex ahkirnya memutuskan untuk mencairkan suasana dengan mengajaknya mengobrol.
“Apa sudah kau obati luka memarmu?”
Renata melebarkan matanya.
Astaga kenapa dia lupa.
“Be….belum.” Renata terbata karena terkejut bahwa Alex akan mengingat salep itu, yang Renata sendiri tidak tahu keberadaannya.
Alex tersenyum melihat jawaban Renata yang sedikit kaget itu.
“Tidak masalah kau bisa gunakan salep itu di lain waktu.”
“Terimakasih” ucapnya malu-malu.
Alex melirik sekilas kearah Renata, melihat perempuan di sampingnya bersikap pemalu serta mendadak menjadi pendiam seperti ini, entah kenapa Alex merasa gemas, hingga rasanya ingin sekali menangkup pipinya dan mencium bibirnya.
Astaga…. apa yang dia pikirkan.
Alex langsung berdehem guna menenangkan imajinasinya yang liar. Kemudian dirinya kembali fokus menyetir. Saat diliatnya tempat yang akan mereka datangi sudah terlihat, Alex menoleh ke arah Renata.
“Sebentar lagi kita akan segera sampai, apa kau sudah siap?” sebagai jawabannya, Renata pun menganggukkan kepalanya.
******
Begitu sampai di Kantor cabang, Alex di sambut oleh beberapa staff yang sudah menunggu di area lobby kantor. Setelah mereka bertatap muka, berjabat tangan dan bercakap-cakap sejenak disana, salah satu dari mereka akhirnya mempersilahkan Alex dan Renata untuk masuk kedalam dan memulai meeting.
Mereka semua akhirnya masuk kedalam dengan diikuti oleh beberapa staff divisi pemasaran yang ada di kantor cabang, guna mengikuti meeting pagi yang akan dipimpin oleh Alex.
Selama meeting itu berlangsung, Alex sangat kompeten dalam memberi arahannya. Melaksanakan strateginya, melakukan analisis pelaporan dampak dari semua aktivitas pemasaran, dan lain sebagai. Pembawaan Alex saat ini benar-benar sangat memukau dan kharismatik. Dengan penampilan sempurna dan berdiri di depan banyak orang seperti ini, Alex benar-benar seperti sosok CEO muda yang sering muncul di layar televisi. Hingga disaat meeting itu selesai, seluruh anggota yang ada di ruangan itu langsung berjabat tangan dengan aura sumringah kearah Alex. Mereka merasa kedatangan Alex disini akan membawa dampak yang positif.
Renata yang melihat itu semua tak tahan untuk tersenyum kagum melihat kemampuan Alex. Untuk pertama kalinya, dia terpesona dengan Bosnya itu dan mengakui kehebatannya. Disaat dia sedang menatapnya dengan penuh kekaguman. Alex, tiba-tiba mengalihkan pandangannya dan pandangan mereka bertemu hingga membuat Renata salah tingkah.
Alex tersenyum melihat ekspresi Renata yang wajahnya bersemu merah. Sekilas Alex mengedarkan pandangannya di ruang meeting yang mulai sepi itu karna sebagian dari mereka yang mengikuti sudah keluar terlebih dulu sejak meeting selesai. Didorong karena ekspresi Renata yang seperti itu, Alex merasa gemas, hingga akhirnya menghampiri kearah Renata untuk menggodanya.
“Kau sangat manis jika tersenyum seperti itu.” Alex berucap sambil berjalan mendekat ke arah Renata yang menunduk dan berdiri serba salah disana.
Begitu sampai tepat dihadapan Renata, Alex langsung berucap yang membuat Renata semakin salah tingkah. “Sering-seringlah kau tersenyum seperti itu, kau terlihat sangat cantik.” Alex melontarkan pujiannya hingga membuat seluruh tubuh Renata meremang.
Astaga bagaimana ini…..
Kemudian Alex melanjutkan ucapannya
“Kalau boleh jujur, semenjak insiden aku menabrak kau di kantor kemaren, kau berubah Renata. Kau sekarang menjadi perempuan yang pemalu dan selalu gugup saat aku mendekatimu.”
Astaga. Benar! Kenapa dia berubah menjadi seperti ini. Mana Renata yang dulu, yang selalu jutek, dan suka marah- marah pada saat menatap orang ini?
Renata mencari jawaban atas pertanyaannya sendiri, tetapi malahan kebingungan karna tak menemukan jawabannya. Setelah lama berpikir, dia akhirnya menemukan ide yang cukup logis untuk bisa dipahami oleh Alex sebagai jawabanya. Renata menengadahkan kepalanya menatap mata coklat gelap Alex yang indah.
“Aku berubah karna aku berpikir sepertinya kurang etis jika seorang anak buah berbuat kurang sopan terhadap atasannya.”
“Walaupun aku Bos yang playboy?” Alex menekankan kata playboy untuk mengingatkan ingatan Renata.
“Ya, walaupun anda seorang Bos yang playboy, aku tidak berhak untuk membenci serta menghakimi sifat anda yang seperti itu, mungkin pada waktu itu aku terlalu konyol karna membenci anda, dan lagi……..”
Renata sengaja menjeda ucapannya.
“Kenapa berhenti, ayo lanjutkan.” Alex berucap tak sabar.
Renata tersenyum penuh arti, kemudian dia menatap Bosnya itu dengan wajah cerah. “Bisa dibilang rasa benciku sudah hilang.”
“Kenapa bisa begitu?” Alex bertanya kembali dengan penasaran. Renata kembali terkekeh.
“Saat Anda menelponku kemaren malam dan aku tak sengaja berkata kasar, entah kenapa aku malah merasa puas, dan sedikit lega.”
Begitu mendengarnya, Alex langsung teringat saat Renata mengumpatnya di seberang teleponnya.
“diam bodoh, hentikan ucapan konyolmu itu. Aku sudah muak!”
Alex tersenyum simpul sambil memandang wajah Renata.
“Oh… Jadi karna alasan itu? Tidak masalah, akupun senang jika makianmu itu membuat kau tidak membenciku lagi.”
ucapannya sambil terkekeh.
Tiba-tiba Alex mengulurkan Tangannya kearah Renata berniat untuk bersalaman.
“Karna kau sudah tidak membenciku lagi, berjabat tangan sepertinya sangat bagus untuk hubungan pertemanan kita.”
Renata tak lansung bersalaman, melainkan sibuk berpikir. Merasa tangannya diabaikan, Alex memanggilnya kembali.
“Hei… Kau mau tidak bersalaman.”
Renata terperanjat, kemudian tak lama dirinya menyambut tangan Alex dan mereka akhirnya bersalaman.
“Karna kau sudah tak membenciku lagi dan aku suka jawaban kau yang jujur itu. Sebagai hadiahnya, ayo aku akan mentraktirmu makan siang.”
Tanpa diduga, tangan Renata yang sudah terlepas setelah bersalaman, kini diraih lagi oleh Alex dan menggandengnya kemudian mengajaknya keluar dari ruang meeting.
*******
“Enak?” Alex bertanya pada Renata yang makan dengan lahap di depannya.
Saat ini mereka tengah menyantap makan siangnya di restoran yang berada tak jauh dari kantor cabang tempat Alex bertugas.
“Hmm enak sekali, baru kali ini aku makan steak sapi seenak ini.” Renata berucap jujur. Dan lucunya Renata berbicara dengan pipi mengembung karna mulutnya penuh makanan, hingga Alex yang melihatnya tak tahan untuk tertawa.
“Jika kau mau, aku ingin memesannya kembali saat kau pulang kerja nanti, kau bisa makan sepuasnya nanti di hotel, bagimana?”
“Tidak perlu Bos, saya cukup puas makan disini.” Renata menjawab pasti, sambil mengunyah makanannya.
Seolah teringat sesuatu, Alex melanjutkan pembicaraannya.
“Mengenai hotel. Teryata tuan Adam cukup pelit untuk memesan dua hotel.”
Renata yang mendengarnya langsung melebarkan matanya.
“Jadi maksud Bos kita akan tinggal bersama dalam satu hotel?”
Alex meringis melihat keterkejutan Renata.
“Benar, akupun tak tahu kenapa Bos besar kita memesan satu hotel, aku berpikir beliau akan memesan dua. Berhubung aku sudah memberitahunya bahwa rekan yang aku ajak adalah seorang wanita.Tapi tidak disangkanya akan seperti ini.”
Mendengar penjelasan Alex. Membuat selera makan Renata yang sebelumnya Lahap kini berubah hambar. Alex yang melihat ekspresi Renata yang dilanda kebingungan akhirnya memberikan solusinya.
“Kau boleh tenang. Walaupun kita nanti tinggal dalam satu hotel. Aku berjanji tidak akan tidur satu ranjang denganmu.”
Renata yang mendengarnya, langsung mengangkat alisnya menatap curiga ke arah Alex.
“Lantas Bos akan tidur dimana?” Mendapatkan tatapan seperti itu, membuat Alex kembali terkekeh. Sungguh, berinteraksi dengan Renata teryata sangat menyenangkan.
Perempuan lain mungkin akan bahagia saat mendapat kesempatan bisa tinggal satu hotel dengannya. Tapi, perempuan ini malah meresponnya dengan tatapan seperti sedang menatap seorang pencuri jemuran.
“Kau boleh tenang, aku bisa tidur di sofa”
“Sofa?” Renata mengulangi ucapan Alex karna terkejut. Kemudian menatap intens ke arah Alex dan mengerutkan keningnya.
Mempunyai tubuh tinggi dengan kaki yang panjang apa muat kalau Bosnya ini tidur di sofa? Pasti sangat tidak mengenakan bukan? Kalau dirinya yang meringkuk di sofa, pasti sangat pas karna mempunyai postur tubuh yang mungil.
“Apa tidak masalah jika Bos tidur di sofa kar___” ucapan Renata terhenti, saat Alex secara mengejutkan mengulurkan tangannya dan menangkup pipinya hingga membuat jantung Renata hampir lepas karna kaget.
Astaga!…..
Saat Alex sedang menyentuh pipinya seperti ini. Renata tidak bisa berbuat apa-apa, hanya diam karna terlalu shock dengan gerakan Alex yang tiba-tiba.
“Aku tidak masalah jika harus tidur di sofa, jadi kau boleh tenang dan__” Tangan Alex kemudian beralih ke arah dahi Renata, memainkan telunjuknya di sana.
“Hilangkan kerutan di dahimu ini, kau terlihat jelek jika sedang mengerutkan kening seperti tadi.” ucapnya sambil tersenyum.
Mendengar Alex berkata seperti itu dan ditatap sedekat ini bahkan membelai pipinya, bagaimana Renata tidak salah tingkah?
Astaga apa ini yang dulu pernah dirasakan Adelle, saat Alex menjadi sosok yang romantis, seketika sahabatnya itu menjadi bodoh? Apa sekarang dirinya sudah bodoh seperti Adelle. Astaga!
Melihat Renata sibuk dengan pemikirannya sendiri, Alex tak tahan untuk tak mencubit pipinya pelan.
“Hei kau kenapa, kau terlihat gelisah?”
Renata seketika dilanda kepanikan saat Alex kembali menyentuh pipinya. Mendengar pertanyaan Alex, Renata bingung hendak menjawab apa, hingga akhirnya dirinya bangkit dari duduknya, berniat melarikan diri dari suasana yang sangat mencekik itu.
“Maaf Bos, saya harus ke toilet.” Setelah mengucapkan alasannya, Renata lansung lari terbirit-birit meninggalkan Alex seorang diri.
*******
Begitu sampai di ruang toilet, Renata langsung masuk di bilik kamar toilet dan membanting pintu dengan kasar, kemudian dirinya bersandar di pintu, memejamkan matanya dan menarik nafas dalam- dalam. Renata ingin memenangkan diri
Perlakuan Alex tadi benar-benar mengejutkan hingga rasanya jantung Renata hampir lepas. Setelah lama memejamkan mata, Renata akhirnya membuka matanya kembali, kemudian keluar dari bilik toilet dan melangkah menuju ke arah wastafel. Renata ingin mencuci muka, mungkin dengan melakukan itu, bisa menghilangkan kegugupan yang menjajahnya saat ini.
*******
Malam ini Renata sudah sampai di hotel lebih dulu. Alex belum pulang dari kantornya karna ada meeting mendadak yang perlu dibereskan disana. Semula Renata ingin bergabung dalam meeting itu, tetapi Alex melarangnya, dia beralasan kalau meeting kali ini tidak terlalu wajib untuk diikuti olehnya, karna alasannya itu, Renata akhirnya pulang seorang sendiri.
Setibanya di hotel, Renata mengedarkan pandangannya, dirinya takjub dengan nuansa kamar hotel yang di tempatinya ini. Nuansa kamar hotel itu indah, didominasi warna coklat lembut yang menyenangkan, dari lampu tidur, Hordeng, sofa dan semua furniture dalam hotel itu semua berwarna coklat lembut. Yang menjadi pembeda, hanya warna karpet yang membentang di seluruh kamar dengan warna cream. Dan ranjang dengan warna Putih cerah yang tertutup selimut berwarna senada.
Begitu melihat ranjang yang terlihat begitu empuk, Renata tergoda untuk mendekatinya, saat posisinya sudah dekat, dirinya mendudukkan di samping ranjang, Meraba kain bedcover tebal yang lembut di sentuhannya. Setelahnya Renata merebahkan tubuhnya dan memejamkan matanya dengan kaki masih terjuntai di samping ranjang.
Dirinya lelah, bekerja bersama Alex benar-benar melelahkan. Tapi ini bukan lelah karna seharian bekerja, tapi lebih tepatnya lelah hati. Ya, sifat Alex yang sangat baik dan penuh perhatian sesiangan ini benar-benar membuat dirinya tak nyaman.
Renata berpikir akan jauh lebih baik jika Alex bersikap cuek, jadi Renata tidak didera dilema seperti ini. Apakah perasaan Renata yang sekarang, juga pernah dirasakan oleh para mantan kekasih Alex terdahulu saat mereka didera dilema? Dengan sifat Alex yang baik, penuh perhatian dan juga lembut terhadap perempuan, membuat mereka akhirnya luluh dan menerima cinta Alex walaupun hanya untuk dipermainkan saja?
Apakah dirinya Luluh? Apakah dia siap jika dirinya hanya untuk dipermainkan saja?
Lagi- lagi pertanyaan itu kembali muncul dipikirannya, membuat Renata merasa lelah untuk menelahnya.
******
Aku mencintaimu, aku berjanji aku akan setia padamu. Terimalah cintaku ini Renata.
Seketika Renata membuka matanya lebar dan bangkit dari tidurnya. Semula, Renata hanya memejamkan mata sejenak untuk merilekskan diri, tapi tidak disangkanya dirinya malah jatuh tertidur hingga bermimpi tentang Alex. Mengingat Alex, Renata mengedarkan pandangannya di dalam kamar hotel, saat matanya bertemu jam dingin, dia terlonjak kaget saat melihat jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam.
Astaga sudah semalam ini, teryata dia sudah tidur terlalu lama. Dan astaga…apakah Alex sudah pulang?
Karna bingung, Renata akhirnya mengalihkan pandangannya dari jam dinding kearah sofa, dimana sofa itu adalah tempat yang akan ditiduri oleh Alex.
Kosong, apa dia tidak pulang malam ini?