Kembali menemukan harapan setelah sempat goyah dengan keadaan. Hidup sebenarnya tidak begitu sulit, namun juga tidak mudah. Berada diantara nasib yang dipertaruhkan. Katanya judi itu dosa, padahal setiap detik merupakan judi kehidupan. Alah, tahu apa aku belum seperempat abad bernapas sudah khutbah kehidupan. Sudah mirip orang gila yang frustasi kehilangan harta, atau pemuda yang tak bisa memiliki kekasihnya.
Entah mengapa, segala hal terlihat hitam dan abu-abu lalu memuakkan kemudian. Sekadar untuk bangun pagi saja terasa sangat membosankan. Masuk medan perang tanpa pasukan, amunisi, dan ambisi. Jadi teringat bagaimana polosnya aku memandang dunia dulu. Percaya bahwa dengan bekerja keras, jujur, dan apa adanya mampu membawa pada cita-cita.
“HAHAHAHAHAHAH…” Tawa kenyataan menggelegar keras di telinga. Membanting tubuh-kurus-kecilku agar bangun dari dongeng pengantar tidur. Membuka paksa mata yang menahan kantuk buaian “seharusnya”. Tanpa permisi membangunkanku dari pelukan ilusi baik-baik saja.
Lalu aku mulai merenungi langkah-langkah dan persimpangan jalan di belakang. Ku menoleh dan menerawang dari kejauhan. Disitu aku mulai paham, banyak yang terlewatkan. Aku menarik napas dalam masih berpegang pada harapan meski samar.
“Sampai manakah sekarang? Bukan. Dimanakah sekarang? Tidak, bukan juga. Kemanakah sekarang? Sial, bukan itu juga. Harus bagaimanakah sekarang? Bodoh, pertanyaan konyol macam apa itu semua.” Tanya jawabku pada diri sendiri.
Aku menarik diri dari kerumunan, satu persatu melewatiku tanpa peduli. Satu dua orang menepuk-nepuk pundak, apa maksudnya aku juga tak paham. Ada pula yang melambaikan tangan di depan, awalnya satu lalu dua lalu tiga kemudian aku sudah tak menghitungnya karena menyebalkan. Itupun aku masih tak mengerti maksudnya. Kubulatkan tekad untuk bertanya atas kondisiku saat ini, tapi kepada siapa?. Hingga kuhentikan paksa siapapun yang dalam jangkauan mata.
“Kau tahu ini dimana?” Sebenarnya ada banyak yang ingin aku tanyakan, namun kuputuskan itu saja yang kubuka.
“Kau sendiri ingin ada dimana?” Ia malah balik bertanya dengan nada yang sangat menenangkan.
“Aku tak tahu, ini semua terasa sangat tidak nyaman buatku.” Pasti Ia tahu aku sangat putus asa.
“Tidak apa, rehatlah dulu.” Masih dengan nada yang sangat menenangkan dia mendudukkanku di bawah bayang semu pepohonan. Ia berlalu setelah menepuk-nepuk pundakku. Lagi, aku masih tak bisa menemukan jawaban pasti.
Aku kembali merenung tentang betapa polosnya diriku memandang segala hal. Tentang betapa naifnya aku dulu. Betapa sangat ringkasnya pemikiranku dalam mengambil keputusan. Betapapun aku tidak menyesali yang sudah terjadi, namun aku juga membenci aku yang saat itu tidak mengerti.
“HAHAHAHAHAHAHAHAHAHA…!!!!” Kenyataan mentertawakanku lagi. Kini lebih keras dan lama dari yang pertama. Sepertinya Dia sangat bahagia melihatku menuju gila. Bagaimana bisa begitu jahat bahagia membuat orang sengsara. Aku mulai mengutuknya, sekali, dua kali, hingga berkali-kali.
“Semua pasti ada hikmahnya.” Suara dari sebelah mengalihkanku, ternyata aku tidak sendiri disini. Bagaimana mungkin aku tak sadar sedari tadi begitu ramainya. Bagaimana bisa tadi begitu sunyi sekarang riuh. Sejak kapan mereka disini, bahkan beberapa ada yang berjalan untuk kembali terdampar dalam bayang semu pepohonan.
“Apa Kau baik-baik saja?” Aku bertanya pada Dia –yang tadi bicara hikmah atau apalah itu namanya.
“Tentu saja tidak. Bagaimana mungkin ada yang di sini dan baik-baik saja.” Dia menjawab dengan begitu ringan.
“Kenapa bisa di sini?” Aku seperti lupa dengan kebingunganku, malah bertanya mengenai dirinya.
“Tak apa, aku berniat sebentar di sini.” Katanya.
Aku tidak meneruskan lagi untuk bertanya. Kembali diselimuti kebingungan dengan jawabannya. Dia bilang hanya sebentar, namun mengapa penampilannya seperti sudah sangat lama ada di sini. Dia juga seperti sedang kebingungan, tetapi berbicara dengan sangat tenang.
Tidak lelah untuk merenungi. Melihat kerumunan silih berganti. Haruskah aku meneruskan perjalanan kembali meski tanpa amunisi. Mustahil untuk kembali, Kenyataan menjaga pintu-pintu masa lalu tak terkecuali. Menerawang jauh, berharap ada kebaikan Semesta menuntunku.
Mlg-07.02.2021
Aku ada di sini
Kita hanya perlu yakin dengan kemampuan diri sendiri. Kita bisa! Kita mampu! Mari nyalakan kobaran api di dalam hati, gertakan gigi dan terus maju! -Sefruits quotes dari mas Rengoku-
Semangat sister , kamu bisa melewatinya yg penting yakin dan ja lupa berdoa sama Tuhan
Yookk kita bisa yookk
Semangat ya say
Semangat
Semamgaaat!!! Kamu tidak sendiri. Ada aku dan lainnya. #hug
Semangat
Semangat ya kak