Ia tidak takut bukan? Tapi tangannya gemetaran. Mengapa semuanya harus begitu tepat. Bahkan mendung yang menghiasi langit tidak ada beda, seolah memang hari itu terulang lagi.
Laura melirik jam tangannya. Jam 2 tepat. Mereka berjanji seperti itu bukan? Dingin yang menusuk membuatnya merapatkan jaket. Tanpa sadar ia berjalan mondar-mandir. Jantungnya bertabuh kencang. Demi Tuhan, dimana dia? Pikirnya kalut. Hujan mulai menuruni bumi. Langit sangat gelap hingga hampir terlihat seolah hari akan malam.
Suara dering ponsel hampir membuatnya melompat. Dengan tangan gemetar ia merogoh tas kecilnya.
Ini dia, pikir Laura. Ia tidak tahu harus lega atau ketakutan saat melihat siapa si penelepon.
“Kau benar-benar datang? Sendirian?” Suara lelaki itu terdengar.
“Ya, dimana kau?”
Si penelepon terdiam untuk beberapa saat.
Tiba-tiba si penelepon meraung marah.
“Kau berbohong! Kesepakatan kita gagal!” Laura mengernyitkan alis tanda tidak mengerti. “Apa maksudmu? Aku memang datang sendiri.” Kalimatnya terpotong. Sambungan sudah diputuskan dan Laura mengumpat. Seharusnya ia tidak gampang dibodohi, sudah jelas ia hanya dipermainkan.
Suara berisik di ujung toko berhasil menarik perhatiannya. Seorang lelaki berjaket tebal berdiri di sana. Wajahnya tidak terlihat. Entah karena temaram lampu atau topi yang sengaja diturunkan. Ketegangan hampir memecahkan jantungnya. Tidak, tidak, ia pasti salah. Lelaki itu pastilah hanyalah orang yang berteduh.
Laura akan segera pergi dari emperan toko itu, tapi semuanya terjadi denga begitu cepat, tiba-tiba seseorang menyergapnya dari belakang. “Merindukanku?”
Ia hampir muntah, atau mungkin lebih tepatnya ia akan pingsan. Pertanyaan itu sama persis seperti 7 tahun yang lalu. “Siapa kau?!” Ia memekik lalu meronta, tetapi ia terlalu lemah untuk itu. Laura bisa mendengar detak jantungnya sendiri. Memompa kencang. Seluruh jiwanya seolah ditarik. Kepalanya berdenyut sakit. Semuanya terpatri dengan jelas. Kilasan masa lalu. Semuanya gelap. Apa ia kembali ke masa lalu? Atau ini hanyalah sebagian dari mimpi buruk?
Laura gelisah. Ia menunggu suara sirine, perasaan hampa itu. Hal tersebut tidak terjadi. Ia merasa kepalanya menubruk sesuatu, tapi bukan jalanan yang keras seperti yang ia pikirkan sebelumnya.
“Sial, Drew, sudah kuingatkan kau!” Suara pekikan pria berlogat selatan itu adalah hal terakhir yang ia ingat.
Woaaaaah, seru nih!!! Keren. Ditunggu banget kelanjutannya.
Btw, kalo All i want gimana? Bakal di-post lagi, kan? Sama lanjutannya juga kan? Aku suka ceritanya.
Makasih udh baca ceritaku all i want sebenarnya judul awal cerita ini, aku mutusin buat rombak alurnya
Hayooo tanggung-jawabb
Aku penasaran sama lanjutannya nihhh~
Kayanya seru
Penasaran ini