Langit pertama terdiri dari tujuh dunya yang masing-masing Negeri memiliki kekhasan dan keelokan tersendiri. Langit pertama menjadi tempat teraman sementara untuk menempatkan segala sumber kehidupan yang dahulu belum terbentuk.
Bumi pertama bernama Qiran, bumi ini adalah bumi yang mempunyai cuaca paling panas di langit pertama karena hampir seluruh negeri Qiran bergurun pasir dengan tumbuhan yang sedikit jarang ditemui. Negeri Qiran mempunyai kelebihan yaitu terbebas dari beberapa penyakit ganas karena sinar matahari yang dapat mengobati penyakit.
Bumi kedua bernama Bhayu, bumi ini begitu indah dengan hamparan rumputnya membentang luas mengelilingi Negeri Bhayu, Negeri ini begitu sejuk dan tentram di waktu-waktu yang ditetapkan, namun Negeri ini dapat menjadi berbahaya kala waktu badai datang. Negeri ini mempunyai badai yang hebat dan mengerikan dibandingkan dengan bumi lainnya dalam kurun waktu yang cukup lama.
Bumi selanjutnya adalah Geeta. Bumi Geeta adalah bumi yang paling menyenangkan di seluruh Langit pertama. Negeri Geeta menawarkan begitu banyak senandung dan musik yang menentramkan jiwa, untuk makhluk tertentu Negeri ini dapat menjadi Negeri pencipta racun. Beberapa senandung yang mereka ciptakan dapat mengantarkan manusia kepada kematian dengan cara yang benar-benar halus dan mengerikan.
Gushuma menjadi belahan bumi yang paling indah, bumi ini menghamparkan beribu jenis bunga indah yang menyegarkan indera penglihatan dan indera penciuman.
Pribumi Negeri Gushuma terkenal dengan keramahan dan kekhasan mereka yang selalu merayakan hari besar bunga yang digelar setahun sekali. Perayaan ini semata-mata untuk bersyukur kepada Yang Maha Esa. Bumi ini juga mempunyai nama lain yang disebut Negeri Neermala.
Belahan bumi Giryi merupakan belahan bumi paling besar dan paling berpotensi bahaya di dunya. Bumi ini mempunyai banyak gunung berapi yang tidak biasa, jika meletus pada waktunya gunung itu bukan hanya menyemburkan lava panas tapi juga abu beracun yang dapat membunuh manusia dalam beberapa menit. Bumi ini juga biasa disebut Cakra, banyak dari pribuminya berhasil mengembangan teknologi pesat.
Lalu ada pula belahan bumi yang penuh dengan perdamaian, bumi ini adalah Negeri Syanth. Negeri yang mempunyai kekayaan upala dan emas terbaik, itu sebabnya Negeri ini juga disebut Negeri Upala. Semua makhluk yang menginjakkan kakinya dibumi ini akan melupakan kedengkian dan kejahatan di hatinya, namun semua itu tidak berlaku pada makhluk Iblis.
Dunya Inka diberkahi dengan kelimpahannya yang mengugah segala hal sampai belahan bumi lain merasa sangat iri dengan kelimpahan yang diterima kaum Inka.
Bumi terkecil yang berada di langit pertama itu begitu terkenal diseluruh jagad langit pertama, dengan keindahan dan kesuburan yang melimpah ruah.
Negeri Inka juga terkenal dengan sebutan Negeri Pramitha. Segalanya dibumi ini begitu sempurna dan seimbang, tidak mematikan tapi tidak selalu aman.
Keseimbangan ekosistem bumi ini membuat bumi ini berbeda dengan bumi yang lain. Hal itu pula yang memancing beberapa raja dari bumi lain menggertak keberadaan Negeri Inka.
Bukan hanya itu saja, Negeri Inka yang suci terberkahi dengan kedatangan sepasang suami isteri yang turun langsung dari langit ketujuh dan menjadi pemimpin utama di langit pertama. Segalanya semakin memperindah keelokan Negeri Inka dengan kedatangan kedua manusia pilihan itu.
Meskipun setiap negeri di dunya mempunyai kerajaan dan pemerintahan tersendiri, namun tetap saja semua bumi dikawasan langit pertama itu tunduk dengan pemerintahan Negeri Inka yang kuat sekaligus tak dapat digoyahkan itu, beberapa bumi yang lain dahulu berlomba-lomba membawa pasukan mereka mencoba untuk menembus pertahanan Negeri Inka yang sangat kuat. Mereka mengincar sumber daya dan segala hal yang tidak ada di dunya mereka.
Menurut kepercayaan setempat, Negeri Inka dilindungi oleh pasukan asing yang berkeliling melingkupi bumi Inka yang kecil, pasukan itu bernama Bhup. Pasukan Bhup mempunyai tameng yang kuat, dapat mengalahkan beribu-ribu pasukan yang datang ke Negeri Inka silih berganti. Namun pasukan Bhup tidak selalu muncul, hanya ketika Negeri Inka benar-benar terancam pasukan ini muncul dengan persenjataan lengkap dan khas yang tidak dimiliki pasukan manapun termasuk pasukan militer Negeri Inka.
Ketujuh bumi itu disatukan dalam satu langit yang sama, dengan daratan yang berbeda dan bertingkat-tingkat sesuai keberadaan tanah negerinya. Lalu dibentengi dengan perairan luas yang memutuskan satu sama lain sekaligus memisahkannya.
Keindahan Sang Pencipta ini adalah salah satu anugerah yang patut di syukuri seluruh kaum langit pertama.
*
Eila menggerutu disepanjang langkah kakinya yang mungil itu, berjalan menyusuri jalan setapak kecil disepanjang hutan yang tidak terlalu menyeramkan dilewati seorang gadis sendirian. Tapi hutan tetaplah hutan, tidak ada yang bisa menangkis kalau-kalau ada makhluk buas yang bisa saja ditemuinya.
Gerutuannya masih terdengar samar-samar, hatinya kesal ketika pekerjaan yang biasanya di ambil oleh kakaknya Rubhya harus di alihkan padanya. Dan dia sangat benci ketika dipaksa dan diancam seperti itu. “Mau aku beritahu Ibu kalau kau tidak menurut pada kakak?”
Dengan ancaman seperti itu saja Eila lebih baik menyerah dan mengambilnya ketimbang harus berdebat dengan Rubhya yang pasti saja selalu berhasil memojokkannya.
Setelah beberapa menit menyusuri hutan tanpa mendapatkan apa-apa akhirnya Eila menemukan apa yang dicarinya. Di ujung jalan yang mengarah ke selatan itu terdapat semak-semak belukar yang nampak biasa saja dari jauh namun sangat berbahaya ketika dilihat dari dekat.
Orang-orang menyebutnya buah inka, sesuai dengan nama Negeri mereka. Inka berarti kecil, dan buah inka adalah salah satu buah yang tidak akan pernah tumbuh selain di Negeri inka dari seluruh dunya.
Menurut legenda buah inka tumbuh jauh sebelum langit pertama ditumbuhi kehidupan manusia, bahkan legenda mengatakan buah ini adalah tumbuhan pertama yang hidup di dunya.
Semakin kecil buah inka semakin lezat dan berkhasiat pula untuk tubuh, namun sebaliknya semakin besar buah inka semakin pahit dan beracun bila dimakan, tapi tetap berkhasiat dalam dunia pengobatan bila dikombinasikan dengan tanaman obat-obatan lainnya.
Tanaman liar itu memiliki buah-buah yang sangat kecil, sangat lezat dan bagus untuk tubuh, walaupun untuk memetiknya haruslah berhati-hati dengan duri-duri tajam yang menempel pada batangnya. Buah berwarna kuning pudar bila sudah matang itu sering ditemukan dihutan, namun karena sekarang musim penghujan sangat sulit menemukannya mengingat tumbuhan itu hanya sering tumbuh ketika musim-musim selain penghujan.
Gadis itu langsung berlari secepat mungkin saking kelewat bahagianya mendapati satu-satunya semak-semak yang berhasil ditemukannya. Ia menyimpan keranjang disisi kanan tubuhnya, lalu mulai memetik buahnya tanpa memperdulikan duri-duri tajam yang bisa saja menusuk kulitnya.
‘srrkk’
Ketika Eila tengah asyik memetik buah inka tiba-tiba ia merasa waspada, suara gesekan itu terdengar seperti langkah kaki namun seperti mengendap-endap.
Eila langsung bersembunyi di balik tanaman liar itu demi melindungi dirinya dari bandit yang sewaktu-waktu bisa saja memilih hutan itu untuk melancarkan aksi jahatnya.
Eila bukan anak pemberani jika ia ingin jujur pada dirinya saat ini, namun terkadang situasi memaksanya untuk selincah mungkin menghindari kemungkinan-kemungkinan yang bisa melukainya, ibunya mengajarkan banyak hal padanya agar Eila dapat melindungi dirinya bahkan disaat ia masih kecil seperti ini.
“Apa kau yakin kita akan menemui mereka ditempat ini?” Sebuah suara pria asing mengisi pendengaran Eila saat ini, ia tidak tahu berapa orang diluar semak-semaknya ini namun ia sama sekali tidak mendengar suara langkah kaki gaduh.
Eila bukan anak pemberani jika ia ingin jujur pada dirinya saat ini, namun terkadang situasi memaksanya untuk selincah mungkin menghindari kemungkinan-kemungkinan yang bisa melukainya, ibunya mengajarkan banyak hal padanya agar Eila dapat melindungi dirinya bahkan disaat ia masih kecil seperti ini.
“Kita tunggu saja, tugas kali ini harus berhasil. Memangnya kau mau dipenggal oleh Yang Mulia?” Suara lain menyahut, Eila mengintip dibalik semak-semak mencoba memastikan ada berapa orang jahat diluar sana. Ia tidak dapat melihat wajah kedua pria dewasa itu, posisi mereka berdiri memunggunginya dan jelas-jelas mereka hanya berdua.
Pria itu memakai jubah hitam, salah satu pria memakai tudungnya sehingga tidak nampak sama sekali wajahnya. Pria yang satu lagi melepas tudungnya, ia tidak memiliki rambut sehelaipun.
Lama kedua pria itu terdiam, salah satu pria yang memakai tudung bersuara. “Kau yakin tidak ada orang yang akan melihat kita disini?”
Pria tidak berambut menoleh dan wajahnya terlihat dari samping walau tidak menampakkan seluruhnya, pria itu menatap temannya kesal. “Tutup saja mulutmu, jangan banyak tanya!” Geramnya.
Eila terdiam bingung, apakah ia harus segera pergi dari tempat itu menghindari kemungkinan dua pria asing itu menemukannya lalu mereka bisa saja membunuhnya, atau ia tetap saja disitu menyaksikan kejadian apa yang akan terjadi setelahnya. Lama menimbang-nimbang akhirnya Eila lebih memilih untuk menyaksikan apa yang akan terjadi.
Beberapa menit berlalu namun tidak ada kejadian apapun yang seperti ada didalam benak Eila, berlama-lama bersembunyi seperti itu membuat Eila lelah dan ia hampir saja memutuskan untuk pulang sebelum suara gemerisik sepatu kuda terdengar mendekat ke arah dua pria asing tadi.
“Mereka datang,” bisik si pria bertudung. Dari arah depan mereka terlihat lima penunggang kuda dengan pakaian militer, Eila tidak tahu jelas karena ia jarang sekali keluar lingkungan rumahnya makanya ia sangat tidak mengetahui perkembangan yang terjadi.
Dengan perasaan yang was-was Eila menatap lekat-lekat para penunggang kuda itu, entah kenapa ekspresi wajah dan penampilan mereka sangat menonjol. Salah satu dari kelima penunggang kuda itu lebih menonjol dengan baju zirah yang berwarna seperti emas.
Pakaian zirah menandakan mereka adalah para pejuang diperbatasan, walaupun berjasa besar tetapi tetap saja kasta mereka sama-sama rendah. Hanya para bangsawan yang menduduki kasta tinggi yang membuat mereka merasa wajib dihormati.
Kedua pria berjubah itu langsung bersujud dihadapan para penunggang kuda, namun tiba-tiba saja salah satu penunggang kuda menghunuskan pedangnya ke depan, sikap yang tanpa diduga itu membuat Eila terkejut dan tanpa sadar tangannya menggores batang berduri. Ia memekik kecil dan langsung menutup mulutnya saat orang-orang dihadapannya itu langsung terjaga dan menatap liar ke segala arah. Eila panik dan semakin panik saat salah satu penunggang kuda berbaju zirah berwarna emas itu langsung bersuara.
“Siapapun itu, bunuh dia sekarang.”
Suara dingin penuh dengan ancaman itu berhasil membuat tubuh Eila bergetar hebat, keempat penunggang kuda dibelakang pria bersuara mengerikan, dan kedua pria bertudung langsung berpencar ke segala arah mencari sumber suara yang jelas-jelas tidak jauh dari tempat asal mereka tadi. Eila memejamkan mata dan merasa suara gemerisik orang-orang tadi menghilang. Eila langsung berlari dari tempat persembunyiannya, berlari ke segala arah menghindari orang-orang asing tadi.
Ia tidak memperdulikan tangannya yang kini terasa perih, ia hanya ingin terus berlari sekuat mungkin dan berharap agar ia selamat dari orang-orang yang mencoba mencari dan membunuhnya. Dari arah belakang suara sepatu kuda sayup-sayup terdengar, dan semakin jelas saat Eila dengan seksama mendengar suara teriakan kuda semakin mendekat. Eila menggigil ketakutan, pikirannya kacau balau dan ia benar-benar ingin pergi saat itu juga.
“Berhenti kau bocah sialan!”
Teriakan kasar itu mengintimidasi, suara dengan penuh wibawa dan keangkuhan yang sangat tinggi. Eila langsung berlari kembali, hutan ini memang mengerikan namun orang yang mengejarnya saat ini lebih mengerikan. Ia terus berlari dan berlari ke segala arah sehingga sampailah ia di jalan setapak yang tadi sempat ia lewati, Eila tersenyum lega mendapati ada harapan ia keluar dari hutan itu, namun senyumnya luntur seketika saat anak panah melesat tepat menusuk pohon di depannya dalam hitungan yang tidak sampai satu detik.
Eila berbalik dan langsung berhadapan dengan bola mata beriris cokelat keemasan yang menatapnya dengan dingin dan murka, wajah tegas dengan rahang tinggi yang mengatup keras.
“Aku mohon tuan, jangan bunuh hamba.” Eila bersujud, tubuhnya bergetar hebat lantaran benar-benar ketakutan. Pria dewasa dihadapannya ini adalah orang paling mengerikan yang pernah ia temui, air matanya menetes meratapi nasibnya yang sebentar lagi direnggut.
Angin tertiup dengan halus, pohon-pohon seolah bergoyang menikmati tiap hembusan angin. Daun-daun berguguran menciptakan suasana berbeda di musim hujan kali ini.
Lama keduanya terdiam dan Eila hanya bisa menangis diam-diam tanpa bisa mencari jalan keluar. Pikirannya habis direnggut dengan bayang-bayang kematian, ia tak pernah menyangka hal semengerikan itu terjadi padanya.
“Siapa namamu?” Suara itu terdengar sedikit berperasaan walau benar-benar datar, Eila tersentak dan semakin menenggelamkan wajahnya kebawah tanah. Dengan bibir bergetar ia menjawab pertanyaan tak terduga itu, “Eila.” Suaranya nyaris berdecit, tenggorokannya kering dan Eila berusaha menelan ludahnya dengan susah payah.
“Maap Eila, tapi aku harus membunuhmu.” Eila menegang ditempat.
Suara pedang yang bergesekan dengan tembaga itu terdengar ngilu dan mengerikan, alarm tanda kematian akan segera menjemput membuat Eila semakin kebingungan berada dalam situasi genting yang tak pernah terlintas dipikirannya.
“Apakah aku berbuat salah tuan?”
Tanya gadis itu dengan polos. “Ibu berkata jika aku berbuat baik maka tidak akan ada orang yang berani menyakitiku, ” sambungnya dengan suara yang kini terdengar menyiksa. Air mata kembali menetes membasahi bulu mata lentiknya. Mata dengan iris merah kecoklatannya yang bulat menatap pria itu dengan marah, khas anak kecil.
Pria itu terdiam menatap dalam-dalam Eila yang kini menemukan keberanian untuk menatap pria dihadapannya itu. Angin berhembus dan menerpa wajah Eila, rambutnya yang bergelombang tertiup angin. Eila kembali menatap tanah sambil terisak pelan.
Tanpa diduga Pria itu turun dari kudanya lalu berdiri tepat didepan Eila yang kini masih menunduk dalam, jantungnya berdegup kencang seolah saat itu juga jantung mungilnya itu akan segera dicabut.
Tangan Pria itu tanpa diduga menyentuh dagunya, membuat Eila benar-benar sulit untuk berpikir apa ia benar-benar akan mati atau pria itu kini sedang mengulur waktu?
Dari dekat Pria itu menatap sepasang bola mata karamel milik Eila yang begitu jernih saat cahaya matahari memantul pada matanya.
Gadis itu menatapnya dengan ketakutan, kepolosannya yang jelas-jelas terlihat itu membuat Pria itu merasa gemas. “Lain kali jangan pernah menguping pembicaraan orang dewasa, gadis kecil.” Gumamnya dengan nada yang tidak biasa, ia menatap sekali lagi Eila yang menatapnya dengan pandangan bertanya.
Ailesh langsung menaiki punggung kuda lalu meninggalkan Eila yang terdiam menatapnya dengan terkejut. Nyawanya nyaris saja melayang, namun akhirnya ia bisa bernafas lega walaupun ada kebingungan yang membuatnya terdiam lebih lama dalam posisi setengah terduduk. Pria itu akan selalu terlukis dibenaknya, orang paling mengerikan yang pernah ia temui.
Sebuah mimpi buruk yang akan menghantuinya di malam-malam selanjutnya.
*
Cerita batu,aq suka aq suka
Hope u enjoy it :nyengirlebar
Wow seleraku bangett
wih baru prolog aja udah menariquee
Wow….prolognya seru. Saya nunggu kelanjutannya ya Thor…
Menarik ini