“Beli makan dimana?”. Aku menghampirinya yang sedang menungguku duduk di dekat loker tempat kerja.
“Entahlah. Kamu?”. Ia menjawab tanpa menoleh.
“Bingung”. Jawabku mengambil tempat duduk disampingnya. Melihat apa yang sedang ia telusuri.
“Tumben nggak lembur?”.
“Nggak aku ambil. Capek” ujarku acuh.
“Serius?”. Ia langsung bertanya dengan intonasi tinggi. Dan aku berhasil membuat ia mengalihkan perhatiannya dari anime.
Aku menunduk. Pura-pura sibuk dengan gadget yang baru saja aku keluarkan. Kemudian tersenyum mendengar pertanyaannya.
“Minggu ini aku udah lembur 6 jam. Besok sabtu kita masih masuk full. Satu hari penuh. Jadi hari ini aku nggak lembur.”
“ck. Tukang kibul”. Ia berdecak sebal.
“Pulang nggak nih?. Apa mau nginep disini?”. Ajaknya.
“Pulang atuh. Ngapain disini?. Di bilang capek juga. Besok masih masuk”. Keluhku.
Dia berdiri dan menarik tanganku menuju loker untuk mengambil tas sekaligus menyimpan APD kerja yang akan digunakan kembali esok hari. Biasanya APD akan dibawa pulang seminggu sekali untuk dicuci.
“Aku mau makan Bakso Wonogiri aja. Pengen yang pedes. Kamu mau makan apa?”. Tanyaku saat kami selesai pengecekan barang di pos satpam.
Ditempat-Ku bekerja, setiap kali masuk dan keluar perusahaan selalu ada pengecekan untuk semua karyawan dan tamu tanpa terkecuali.
“Makan ditempat kan? Atau mau dibawa pulang?”.
“Makan ditempat”. Aku tersenyum lebar seraya menyeretnya untuk berjalan sedikit cepat. Perut sudah keroncongan sejak tadi. Padahal baru 4 jam yang lalu kami makan siang. Sedangkan Hime hanya menggelengkan kepala melihat tingkah laku diriku.
“Aku kemarin ngeliat si Monyet update instastory bareng sama cewek. Pacar baru?”. Aku bertanya dengan hati-hati setelah selesai memesan 2 porsi untuk bakso dan es teh.
“Ngga tahu. Ngga ngeliat. Yakin pacar baru? Bukan adiknya?”. Ia memicingkan matanya curiga.
Aku tertawa mengingat dulu si Monyet pernah meng-upload foto di instastory bersama seorang cewek yang aku pikir adalah gebetan barunya. Dengan hebohnya aku mendatangi Hime yang sedang duduk di tempat tunggu karyawan sebelum jam masuk kerja dimulai. Saat itu, aku mengatakan hal yang saat ini kukatakan. Sama persis.
“Iya aku minta maaf”. Aku benar-benar tidak bisa melupakan momen saat itu. Karena niat dari hati adalah sengaja memperlihatkan foto si Monyet sama cewek lain ke Hime supaya dia marah.
“Tapi kali ini beda. Karena sejak saat itu aku jadi tahu seperti apa adik si Monyet”. Aku membuka aplikasi instagram dan mencari akun si Monyet.
Aku meyerahkan handphoneku ke Hime setelah berhasil menemukan akun miliknya. “Lihat sendiri deh”.
“Kampret banget nggak sih?. Aku belum bisa move on dari dia, sedangkan dia enak-enakan muncak sama cewek lain” umpatnya.
“Kamu move on juga lah. Cowok kayak gitu ngapain masih diinget? Lagian udah berapa lama? 7 tahun Him. Ngga capek apa?”. Aku mengaduk es teh yang baru saja datang. Supaya manisnya rata. Jadi, tidak ada lagi istilah manis di awal atau manis diakhir.
“Aku udah berusaha. Namanya masih sayang. Mau disakitin sampe gimanapun juga tetep sayang. Aku nyadar diri kalau aku memang bego”. Hime mengembalikan handphoneku dan meminum es teh-nya.
Itulah perempuan. Gampang bapernya, apalagi kalau udah sayang, susah buat ngelupainnya. Begonya cewek ya disitu.
“Baksonya Neng”. Bapak Harmo datang disaat yang tepat. Karena aku ngga tahu harus ngomong apa ke Hime.
“Makasih Pak”. Aku tersenyum mencium aroma kuah bakso yang membuat perut semakin keroncongan.
“Makan dulu Him. Masalah Monyet nanti kita bahas lagi. Di kontrakan kamu”. Aku mengambil saos, kecap dan cuka secukupnya. Untuk sambal, aku mengambil empat sendok teh. Biarlah sakit perut urusan belakangan. Karena yang saat ini ingin aku rasakan adalah rasa pedas kuah bakso yang pedasnya sampai terasa ke kepala.
Ceklis