Vitamins Blog

[repost] Merangkul Takdir – Kebencian (2)

Bookmark
Please login to bookmark Close
57 votes, average: 1.00 out of 1 (57 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

 

Lami berjalan dengan bersenandung pelan menuju apartementnya, sebuah tempat tinggal sederhana yang berada di dalam gedung tua walaupun begitu tetap terawat dan berada di kawasan kota yang cukup ramai. Malam ini cuacanya cukup dingin hingga Lami beberapa kali mempererat jaket di tubuhnya.

Walaupun begitu senyum tetap menghiasi wajah cantiknya, pernikahannya akan dilaksanakan seminggu lagi dan tentu saja Lami sangat menanti hari itu.

Sore tadi ia menggunjungi makam bibinya di pingiran kota. Meminta restu pada sang bibi, ada rasa sedih karena tak bisa membagi kebahagiannya pada bibi yang sudah dianggap seperti ibunya sendiri, walaupun begitu Lami yakin bibinya akan senang di sana mengetahui keponakan kesayangannya akan menemukan kebahagiaan.

Tanpa sadar Lami telah sampai di dalam gedung apartementnnya. Ia kemudian melangkah ke arah tangga untuk menuju lantai dua tempat apartementnya. Gedung ini memang hanya berlantai empat dan hanya ada tangga. Tempat tinggalnya ini memang diperuntukan untuk kalangan menegah kebawah dan kebanyakan pennyewanya adalah anak kuliahan atau pun keluarga kecil. Namun ia sangat bersyukur menemuka tempat ini, tempat yang selama ini  menjadi rumah untuk bernaung.

Langkahnya terhenti, tatapan itu terpaku pada seorang gadis yang kini berdiri tepat di depan kamar apartementnya. Ia seolah membeku memandang gadis dengan penampilan yang modis walaupun sedikit terhalangi dengan blazer yang menutupi tubuhnya tersenyum di hadapannya, seorang gadis yang sangat mirip dengan dirinya seolah mereka adalah satu yang dibagi dua, saudari kembar yang tak ingin dilihatnya lagi.

***

“Mau apa ke sini?” Lami berucap datar dan dingin tak ingin berbasa-basi kepada saudari kembarnya, Lenata Verania, “Bagaimana keadaan kakak? Kupikir tak bisa bertemu dengan kakak karena malam sudah larut.” Lena berusaha tak memperdulikan perkataan dingin dari kakak kembar yang hanya berbeda beberapa detik darinya.  Tersenyum tulus dan bersungguh-sungguh menanyakan keadaan Lami.

“Kalau kau hanya ingin menanyakan pertanyaan yang tak penting lebih baik pergi saja.” Lami berjalan menuju pintu apartementnya, melewati begitu saja Lena, seolah gadis itu tak ada.

Dengan cepat ia merogoh saku jaket untuk mencari kunci apartementnya, ketika ia akhirnya menemukan kunci itu, Lami dengan cepat berusaha membuka pintu apartement, namun genggaman di pergelanggan tangannya menghentikan gerakan Lami.

“Apa maumu, huh?!” Suara Lami meninggi diringi hentakan keras yang membuat genggaman tangan Lena terhempas begitu saja, seolah Lami begitu jijik bersentuhan dengan gadis di hadapannya ini.

“Kumohon kak, aku hanya ingin berbicara denganmu” Lena berusaha tegar, tak menutupi suaranya yang gemetar oleh kesedihan. Tak pernah disangkanya bahwa sang saudari begitu membencinya hingga nyaris jijik kepadanya. Namun perkataan menyayat hati itu tak mencairkan es yang membekukan hati Lami. Dengan tak peduli gadis itu kembali ingin membuka pintu apartementnya, begitu muak dengan gadis di hadapannya ini.

“Aku minta maaf kak, aku menyesal. Aku mohon berikan satu kesempatan untuk memperbaiki ini semua. Aku juga ingin berbahagia bersama kakak, pernikahan kakak, aku sungguh–“

“Tahu apa kau dengan kebahagiaanku, huh ?!” Lena tersentak, saudari kembarnya kini memandang dengan penuh kebencian, kebencian yang membara. Seolah akan menghanguskan Lena begitu saja. Isakan pelan tak dapat ditahan oleh gadis itu. Dia memang salah, dia mengaku dan sangat menyesali kesalahannya itu. Akan tetapi melihat saudari kembarnya begitu membenci dirinya begitu menyakitkan, sangat menyakitkan hingga meremukan hati.

“Aku memang bersalah, aku minta maaf kak, sungguh aku sangat menyesal….” Lena mendekat berusaha menggapai sang kakak, namun langsung ditepis begitu saja. Lami tetap bergeming, memandang dengan dingin walaupun saudarinya kini terlihat begitu sedih dan putus asa.

Pergilah” Ucapan dingin itu diucapkan seiring dengan tertutupnya pintu apartement. Meninggalkan Lena sendirian bersama kesedihan yang tak tertahankan.

***

Lami menghelas nafas perlahan, kini dia duduk termenung di sofa ruang tamu apartementnya. Tak disangkan gadis itu tak mau menyerah dan datang lagi. Tak terhitung berapa kali selama beberapa bulan ini gadis itu terus berada di depan apartementnya, menunggu seperti orang bodoh. Apakah gadis itu tak mengetahui bahwa berapa kali pun ia memohon, Lami tak akan pernah memaafkannya, tidak setelah apa yang ia lakukan.

Mau tak mau kenangan pedih itu kembali terngiang. Dimana mereka berdua dulunya adalah saudari kembar yang saling menyayangi dan memiliki satu sama lain, walapun mereka adalah anak yang dibuang oleh ibu kandung yang seharusnya merawat dan memberi kasih sayang. Tetapi itu sama sekali tak menjadi masalah, bahkan mereka pun tetap berbahagia walaupun harus tinggal di panti asuhan. Mereka saling menjaga dan juga memiliki seorang bibi yang sudah berperan sebagai seorang ibu penuh kasih.

Namun Lena meninggalkannya sendirian, pergi bersama keluarga barunya. Lena berjanji untuk menemuinya dan ia percaya. Menunggu selama satu minggu, satu bulan, satu tahun, berlalu dan terus berlalu. Hingga ia tersadar bahwa janji sang saudari kembar hanyalah sebuah janji semu. Ia harus berjuang untuk hidunya, sendirian. Bibinya meninggal lima tahun setelah kepergian Lena. Hingga Lami pada akhirnya harus berjuang sendirian, hidup yang begitu berat untuk gadis belia, tanpa keluarga, teman, sendirian, kesepian.

Lami menarik ingatannya. Ia benci sekali mengingat kenangan pahit itu. Namun sekarang berbeda, ia telah bertemu dengan cinta dan kepercayaannya, Kak Alva. Pria yang membuatnya bisa kembali mencintai dan mempercayai.

Berusaha mengusir berbagai pemikiran yang berkecamuk, Lami menyalakan TV di hadapannya, sebuah TV kecil di ruang tamu merangkap ruang keluarga ini. Siaran itu malah menayangkan saudari kembarnya yang membawakan sebuah berita, memang Lena adalah seorang reporter muda berbakat di salah satu TV. Di sana sang adik tersenyum manis seolah mengejeknya yang kini memandang dengan penuh kebencian.

Dengan cepat ia mengganti saluran TV. Lami mengusap wajahnya perlahan, membentengi hatinya. Ia tidak akan terlena dengan perasaan iba ataupun perasaan menyedihkan kepada sang adik yang bahkan tega meninggalkannya  tanpa menoleh lagi. Dan sekarang setelah ia dapat berdiri sendiri dengan kekuatannya menghadapi kehidupan yang menyesakan dada, sang adik yang hidup dengan segala kemewahan dan kemudahan hidup meminta sebuah permintaan maaf ?

Beraninya gadis itu meminta ampun!

Bahkan ketika memaafkan merupakan hal yang satu-satunya yang dapat dilakukan Lami, dia tak akan pernah melakukannnya, tak akan pernah.

***

Anak-anak berseragam cerah berwarna biru itu berlarian dengan riang menuju orangtua dan penjemput masing-masing  Mereka terlihat begitu polos dan manis, berlari dengan ceria tanpa beban.

Lami tersenyum simpul melihat keceriaan murid-muridnya. Salah satu yang disyukuri dalam hidupnya, menjadi seorang guru taman kanak-kanak. Setiap hari dapat melihat kebahagian dan keceriaan para anak-anak kecil yang begitu polos tak berdosa. Dengan melihat mereka semua Lami seolah dapat merasakan sebuah kebahagian yang ia tak dapatkan di masa kanak-kanaknya. Menjadi sebuah pelipur lara ketika kenangan masa kecilnya yang menyedihkan terngiang.

Suasana terasa lenggang setelah para murid taman kanak-kanak telah pulang. Setelah memastikan tak ada lagi muridnya yang menunggu jemputan, Lami pun juga bersiap untuk pulang.

“Duluan Bu Ata.” Seruan beberapa teman kerja Lami dijawab dengan senyum tipis dan lambaian tangan, memang ketika di lingkungan kerja orang-orang lebih mengenalnya sebagai Ata, hanya orang-orang terdekat yang menyebut dirinya sebagai Lami. Kini ia tengah berdiri di halaman luar taman kanak-kanak menuggu Alva untuk menjemputnya, kebiasaan rutin yang pria itu lakukan.

Sebuah mobil Audi perlahan berhenti di hadapannya, memperlihatkan seorang pria yang mengenakan setelan santai, sebuah kemeja jeans yang senada dengan celana dipadukan sepatu converse, terlihat begitu santai berdiri dihadapannya. Netra kelam Lami terpaku kepada pria itu, bukan karena penampilan sederhana walaupun tak mengurangi ketampanan yang dingin serta tatapan tajam yang seolah menghujamnya dari pria itu, namun sosok dihadapannya ini sama sekali bukan sosok yang ia harapkan menjemputnya, orang terakhir atau mungkin sama sekali tak diinginkan Lami untuk menjemputnya, Kafiansya Geovian.

***

“Alva minta tolong untuk ngejemput lo karena kebetulan gue ada di dekat sini, ia ada panggilan darurat dari kliennya.” Menjawab keterpakuan wanita di  depannya ini, Kafi berucap perlahan. Lami mengerjap, berusaha mengontrol dirinya dari keterpakuan. Ia balas memandang netra coklat tajam yang memandangnya tak terbaca, memandang dengan tak kalah dinginnya kepada sang pria.

“Saya bisa pulang sendiri, tak perlu repot.” Lami berucap cepat, ia tak ingin berlama-lama bersama pria ini. Mengapa ia kembali harus bertemu dengan pria dihadapnnya ini? ia bahkan tak memungkiri bahwa dirinya  ingin menghindar dan menjauh dari sang pria, salah satu masa lalu yang ia ingin kubur dalam-dalam.

“Lo memang merepotkan, tapi Alva meminta tolong dan gue juga sudah berada di sini, ngak perlu banyak ngomong. Gue akan antar lo pulang.” Perintah itu diucapkan dengan sinis dan ketus. Memangnya siapa yang menyuruh pria ini untuk menjemputnya? geram Lami dalam hati. Mengapa juga Alva meminta tolong segala? dia jauh lebih memilih untuk pulang sendiri dari pada bersama pria di hadapannya ini.

“Saya bisa pulang sendiri.” Lami berucap kaku, ingin segera pergi. Namun langkahnya dengan cepat dihentikan oleh tarikan pada lenganya yang sedikit kasar, membuat dirinya limbung seketika hingga menubruk dada bidang pria di belakangnya ini. Lami menghentakkan tanganya cepat, memisahkan jarak di antara mereka, berbalik dengan cepat memandang geram kepada pria di hadapannya ini.

“Anda tak berhak menarik saya seperti ini, saya akan pulang sendiri dan tak perlu bantuan anda.” Dengan dingin Lami memandang Kafi yang juga memandang dengan tak kala dinginnya, membuat suasana taman kanak-kanak yang tengah lenggang ini menyesakan dipenuhi aura ketegangan.

“Lo pikir ini keinginan gue buat jemput lo ? kalau bukan karena Alva yang minta tolong gue ngak bakalan buang-buang waktu ada di sini.” Kafi tersenyum sinis, berkata dengan sedikit kejam. Seolah belum cukup, aura yang mengintimidasi dari pria itu pun membuat suasana kian menegangkan di antara mereka.

Sebelum Lami sempat membantah, smartphone di genggamannya berbunyi sekali, menandakan terdapat pesan teks yang ia terima.

From : Kak Alva

Sayang, maaf karena tak bisa menjemputmu. Beberapa klien membuat janji mendadak. Aku sudah meminta tolong pada Kafi untuk menjemputmu. Pulanglah dengannya dan berisitrahat, aku mencintaimu.

Lami menghela nafas membaca pesan teks dari sang kekasih. Merutuki sikap kekasihnya yang meminta tolong pada pria di hadapannya ini. Bukannya merasa nyaman dan aman, Lami malah merasa yang sebaliknya dengan adanya pria ini.

“Itu dari Alva kan? gue ngak mau argumen sama lo. Jadi lebih baik lo ikut gue dan ngak usah membantah.”  Kafi kembali berucap dengan tidak sabar, kali ini melunakan sikapnya karena memang dirinya juga tak ingin berkonfrontasi dengan gadis di hadapannya ini, sejujurnya ia sama sekali tak ingin membuat suasana menegangkan di antara mereka.

“Saya bisa pulang sendiri, maaf karena membuang waktu anda, permisi.” Lami berbalik cepat, tetap bersikap keras kepala. Melangkahkan kakinya cepat seolah ingin segera menjauh sejauh mungkin.

“Laminata Verania”

Seruan pelan itu tanpa sadar membuat Lami terhenti. Hanya beberapa detik sebelum Lami kembali melangkahkan kaki jenjangnya. Namun genggaman tangan yang tak bisa Lami pungkiri, terasa begitu hangat kembali menghentikan langkah Lami. Untuk beberapa saat mereka terdiam, sibuk dengan pemikiran masing.

“Kenapa sih lo keras kepala banget, gue cuman mau antar lo pulang.” Perkataan yang diucapkan pelan serta nafas hangat  di ubun-ubunnya mau tak mau terasa begitu menyesakan. Tanpa bisa dicegah kekecewaan kepada pria ini kembali menyeruak, masa lalu yang menyiksanya tanpa ampun, dan pria ini juga berada di sana, di dalam kenagan yang sangat ia ingin lupakan.

“Saya bisa pulang sendiri” kembali Lami menghempaskan genggaman itu. Berjalan tanpa menoleh lagi.

“Lo masih marah sama gue, kan?”

Kali ini Kafi telah berdiri di hadapan gadis yang menatapnya datar. Sama sekali tak ada emosi dari gadis ini. netra kelamnya hanya memandang kosong. sebuah ironi yang melukai pria itu, semua ini karena dirinya.

“Lami gue–“

“Benar, aku membencimu…jadi kumohon menjauhlah dariku.”

Sebelum Kafi kembali berucap, pernyataan yang terlontar dari mulut sang gadis menamparnya dengan telak. Terpaku, pria itu hanya bisa terpaku, membiarkan sang gadis melangkah semakin menjauh, kali ini benar-benar pergi meninggalkannya.

Aku membencimu…

Seperti kaset rusak kalimat itu terulang terus-menerus, semakin lama semakin menyakitkan, tak tertahankan, menghempaskannya.

Pada akhirnya aku hanya akan menyakitimu..

 

 

 

 

 

To be Continued

 

 

Note : cerita ini juga dipublish di wattpad dengan judul yang sama.

17 Komentar

  1. :PATAHHATI :PATAHHATI

  2. farahzamani5 menulis:

    Aduhhh kasian bngt Lami huhuhu
    Ditinggal sma saudara kembarnya, itu sakitnya dimanamanamanamana huhu
    Trs ada apa sma Kafi, knp Lami jg benci sma kafi
    Cuzz ke part berikutnya
    Semangat trs yak

  3. ernachoi26 menulis:

    Jangn bilang lami sama kafi ada cemewe gitu di masa lalu?? :ragunih

  4. :PATAHHATI :PEDIHH :nangisgulinggulingan :pingsan! :MARAHNANGIS :kehilangan :beruraiairmata :wowkerensekali :dragonbaper :dragonnangis :bearkantongkosong :owlbersedih :anakayamnangis :aaaKaboor

    1. Semua emoticon sedih ini yak?

  5. KhairaAlfia menulis:

    Sedih,, :TERHARUBIRU :PEDIHH

    1. ???

  6. :PATAHHATI :PATAHHATI :PATAHHATI

  7. Sedih bgttt :PATAHHATI

  8. fitriartemisia menulis:

    Kafi ini mantan apa gimana nih? whoaaaa

  9. Nyes nyeeeees

  10. Ditunggu kelanjutannyaa

  11. irmayantiElysapakpah menulis:

    :ragunih cerita ini ad d wattpad jg kan yah thor. Soalny pernah baca. Tpi dah lama jd seru buat ngulang lag. Hehe ceritanya bagus thor. Saya suka.. Saya suka :inlovebabe

  12. :berharapindah

  13. Penasaran :kisskiss

  14. @adedwirilin menulis:

    Semakin banyak tokoh.. Wow semakin penasaran..

  15. Okee