Gadis itu terus menghela napas dengan gugup berkali-kali, Jemari lentiknya saling bertautan, sebuah usaha untuk menghilangkan kecemasan yang kian melanda. Difokuskan pandangan itu dimana pantulan dirinya terlihat mengenakan gaun pengantin mewah dengan juntaian lebar serta gemerlap kristal di setiap aksen kain yang menambah kesan mewah dan mahal pada gaun yang kini dikenakannya.
Walaupun begitu dia sama sekali tak merasa senang. Gaun ini teralu mewah untuknya, terlalu cantik untuk dirinya yang biasa ini.
“Gaun ini sangat cantik untuk anda, calon suami anda pasti akan menyukainya” ucapan ramah dari salah satu pegawai butik yang kini tanpa ia sadari telah berada di dalam ruang ganti memecah pikirannya. Si gadis tersenyum kikuk. Pegawai butik ini terlalu melebih-lebihkan, ia sama sekali tak berpikir gaun semewah ini cocok untuk dirinya.
“Apakah ada gaun yang jauh lebih sederhana? Kurasa gaun ini terlalu mewah untukku.” Si gadis bertanya dengan gugup. Rasanya ia ingin sekali melepas gaun ini, dia bisa saja merusaknya dan pasti harga untuk gaun ini sangatlah mahal, dia bahkan tak berani membayangkan.
“Anda terlalu merendah diri, nona. Bagaimana kalau biarkan dulu calon suami anda untuk melihatnya? Saya rasa dia akan menyukainya.” Dengan sopan sang pegawai menjawab. Kemudian melangkah untuk menarik tali tirai ruang ganti ini. Perlahan tirai itu pun terbuka dan memperlihatkan seorang pria yang berdiri menunggu di depan ruang ganti. Si gadis menunduk, tak bisa menyebunyikan rona malunya, gaun ini pastilah tak cocok untuk dirinya. Sedangkan sang pria malahan tak bisa menyembunyikan decak kagum melihat wanita cantik yang kini berada di hadapannya mengenakan gaun yang sungguh indah, gaun itu dan juga sang pemakai.
“Bukankah calon istri anda begitu cantik, tuan? Gaun ini sangat cocok untuknya.” Ucapan antusias dari sang pegawai butik mengalihkan pandangan si pria.
Ia kemudian tersenyum lebar, senyum cerah yang menandakan bahwa memang benar adanya perkataan si pegawai, bahwa calon istrinya ini sangat cantik mengenakan gaunnya. Namun senyum itu sedikit memudar mengetahui bahwa sang gadis masih menunduk, terlihat jelas bahwa ia tak nyaman dengan apa yang digunakannya.
“Ada yang menggangumu, Lami?” Si pria bertanya pelan kepada Lami, gadisnya. Mendengar nada cemas itu membuat Lami langsung mendongakan kepalanya. Pandanganya langsung bertemu dengan pandangan cemas sang pria yang telah berdiri sejengkal di depannya.
“Tidak, kak. Hanya saja gaun ini terlalu mewah, aku rasa gaun ini tak cocok untukku.” Lami berucap pelan, berusaha menjelaskan kecemasannya pada pria yang ada di hadapannya ini.
Si pria malah terkekeh geli. Dan tanpa bisa menahan diri ia mencubit pipi Lami perlahan, “Kak Alva!!!” Lami berseru kesal, kebiasaanya ketika digoda oleh pria ini, Alva yang begitu jail terhadapnya. Bukannya malah berhenti, Alva terus mencubit kedua pipi tembem itu dengan bersemangat, membuat pipi Lami memerah karenanya.
“Kamu ini aneh tahu. Dimana-mana wanita itu sukanya barang-barang mewah, gaun, sepatu, tas. Kok kamu malah ngak suka sih?” Alva bertanya dengan masih menyisahkan senyum dalam nada bicaranya. Puas menggoda Lami yang terlihat begitu kesal sambil mengelus kedua pipinya yang memerah bekas cubitan Alva.
“Akukan bukan wanita itu !” Alva kembali tersenyum mendengar balasan dari Lami. Gadisnya memang berbeda. Sementara wanita lain akan senang dengan barang-barang mewah, Lami malah lebih memilih barang-barang yang membuatnya merasa nyaman.
“Iya deh, aku kalah. Jadi kamu maunya gaun yang lebih sederhana, kan ?” Lami mengganguk pelan, dia sepertinya masih kesal sehingga menjawab pertanyaan Alva dengan anggukan yang dipaksakan. Alva kembali terkekeh melihat tingkah lucu Lami yag sedang merajuk ini.
“Laminata Verania, Laminata Verania, Laminata Verania……” Alva terus menyebut nama lengkap Lami, biasanya cara ini selalu ampuh membuat Lami menyahut.
“Iya.” Benar saja, Lami langusung menyahut pelan. Walaupun wajahnya masih menunjukan guratan kekesalan yang tak dapat disembunyikan. Alva dengan perlahan semakin mendekat, membungkukkan kepalanya untuk mensejajarkan pandangannya pada kedua bola mata hitam sang gadis . Ia perlahan mengangkat sebelah tangannya, mengelus rambut hitam legam gadisnya dengan sayang. Tanpa bisa ditahan-tahan, ia memeluk gadisnya dengan erat, menyalurkan kasih sayang begitu dalam.
“Aku selalu beruntung diberikan kesempatan untuk mencintaimu.” Bisik Alva serak penuh perasaan. Tak terhitung rasa syukur yang ia selalu rasakan ketika dapat melihat gadisnya tersenyum, memeluknya, dan menyatakan cintanya yang begitu besar. Lami adalah salah satu anugrah yang paling indah dalam hidupunya, “Aku juga kak” dua pasang manusia itu mempererat pelukan mereka, seolah tak ingin lepas dari kenyamanan yang melingkupi, suatu bentuk kasih sayang yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
“Ehem..” deheman pelan itu langsung menguraikan pelukan pasangan ini. Si gadis terlihat malu dengan pipi memerah sedangkan si pria terlihat salah tingkah dengan menggaruk tenguknya yang tak gatal. Deheman itu berasal dari sang pegawai butik yang terlihat tersenyum maklum dengan adegan romansa yang diperlihatkan dari pasangan bahagia ini.
“Maaf…jadi apakah saya perlu menunjukan gaun yang lebih sederhana?” Anggukan kompak dari dua pasang manusia yang ditanyai ini menjadi jawaban. Setelah sang pegawai pergi tanpa sadar mereka berdua melemparkan senyum bahagia, senyum bahagia yang ditunjukan oleh pasangan yang berbahagia pula.
***
Kini Lami kembali mencoba sebuah gaun, kali ini gaun yang ia kenakan terlihat jauh lebih sederhana, terjuntai pas tak mengurangi keanggunan sang pengantin wanita. Lami memandang dirinya dalam pantulan cermin yang memenuhi ruang ganti itu. Tak disangka ia akan merasakan hari dimana dirinya mengenakan sebuah gaun pengantin, gaun pengantin dimana akan membuktikan bahwa kebahagiaan juga akan menghampirinya, yang ia selalu dambakan disetiap doanya. Tak terhitung sudah berapa kali ia memohon untuk mendapatkan cahaya itu dalam hidupnya yang pelik, sebuah cahaya kebahagiaan.
Tuhan mendengarkan doanya dan ia amat bersyukur. Seulas senyum tulus terukir dari bibir tipisnya. Ini akan menjadi awal yang baru untuk hidupnya,. Ia akan melupakan semua masa lalu yang mencekiknya dengan erat. Semua masa-masa kelam itu akan dikubur dalam-dalam. Ia kini mendapatkan kesempatan untuk menggapai takdirnya, takdir yang sangat ia rindukan. Gadis itu kembali menghela nafas seolah membuang semua pikiran yang berkecamuk dalam hati, kini ia akan memulai kebahagiaan yang membentang luas di hadapannya.
Dengan perlahan tirai itu kembali membuka. Pandangan dua insan yang saling menunjukan cinta dengan senyuman cerah kembali terlihat. Kali ini sang gadis tak lagi terlihat malu-malu ataupun gugup, netra hitam kelamnya memandang dengan senyum pada netra coklat yang kini juga memandangnya dengan senyum dan cinta yang tak disembunyikan.
“Bagaimana kak? Gaun ini cocok untukku, kan?” Lami berucap dengan ceria, berdiri bak model papan atas yang memamerkan sebuah baju rancangan desainer ternama. Alva hanya bisa terkekeh geli melihat tingkah gadis di hadapannya ini.
“Tadi dirimu begitu malu ketika mencoba gaun mewah itu. Sepertinya gaun ini memang cocok untukkmu melihat kau sudah begitu cerewet dan bertingkah, huh?” Dengan disengaja Alva melontarkan perkataan untuk menggoda Lami yang langsung cemberut memandang sebal pada Alva yang bahkan masih sedikit menyisakan tawa dalam suaranya,
“Terserahlah. Gaun ini cocok untukku, kita ambil yang ini saja” sedikit ketus Lami kembali menjawab, namun senyum tetap menari-nari di matanya. Mereka tertawa bersama, meluapkan kegembiraan.
“Baiklah, karena tuan putri sudah memilih, maka gaun ini akan menjadi miliknya”
***
Lami menyesap perlahan coklat panasnya, menikmati manis pekat yang kental dan hangat, merasa senang dengan rasa minuman favoritnya itu. Tak memperhatikan tatapan geli pria yang duduk dihadapannya, terlihat begitu tertarik dengan Lami dan coklat panasnya,
“Dasar anak-anak” Gumaman itu walaupun pelan dapat terdengar jelas oleh Lami. Pandangan sinis langusng menghujam Alva. Dengan perlahan diletakannya mug coklat panas itu, bersedekap menunjukan sikap tak bersahabatnya, “Kalau aku anak-anak mengapa kakak ingin menikahi anak-anak ini, huh?” Pandangan sinis itu tak menghilangkan senyuman Alva, malahan pria itu malah terkikik geli mendengar ucapan sang gadis yang begitu ketus.
“Karena sebenarnya gadis dihadapanku ini telah berusia 26 tahun, hanya saja dia terjebak dalam tubuh dan pikiran anak kecil. Hmmm……sayangnya aku tergila-gila padanya.” Ucapan sok serius itu mau tak mau membuat Lami tak dapat menahan senyumnya hingga ia tertawa pelan.
“Jadi walaupun bertubuh dan berpikiran seperti anak kecil kakak tetap mencintainya, kan?”
Lami tersenyum menggoda, bertanya dengan tak kalah sok seriusnya, mengganguk-angguk seolah telah mendapatkan jawaban rahasia, “Aku meralat tentang tubuh anak kecil, sepertinya tak sekecil itu, hmm?” Lami melotot mendengar perkataan Alva yang blak-blakan, mendengus melihat pria malahan terlihat begitu senang.
“Dasar” Lami bergumam, mengalihkan pandangan. Kini mereka tengah berada di sebuah garden cafe tepat di depan butik tempat mereka memesan gaun pengantin. Memutuskan untuk bersantai sejenak menikmati sore hari yang begitu hangat, apa lagi dengan nuansa hijau khas taman yang begitu indah di cafe ini, membuat siapa saja akan merasa senang untuk sekedar duduk-duduk dan menikmati minuman hangat. Untuk beberapa saat Lami melupakan godaan kecil dari Alva, sibuk memandang taman yang mengelilingi cafe ini, memejamkan mata menikmati hembusan angin segar yang meniup wajahnya pelan-pelan.
Genggaman hangat yang Lami rasakan membuatnya perlahan membuka mata, bertatapan langsung dengan netra hitam yang kini memandangnnya dengan serius.
“Aku sama sekali tak menyangkan akan mendapatkan kesempatan ini, menikah denganmu, seorang gadis yang sangat kucintai. Aku akan beruaha membuat pernikahan kita nanti menjadi sumber kebahagianmu, aku berjanji.”
Alva berucap dengan lembut dan tulus, menggengam tangan sang gadis dengan erat kemudian mengecup jari manis dimana cincin yang mengikat cinta mereka terukir manis. Perasaan Lami terasa begitu membuncah, merasa begitu bahagia sekaligus haru dengan pernyataan pria yag dicintainya ini. Hatinya di penuhi kebahagiaan mengetahui bahwa pria di hapadapnnya ini kelak akan menjadi pasangan hidupnya, kebahagiaannya.
“Aku percaya kak” Lami tersenyum tulus, menyerahkan hatinya untuk sang pria, pria yang sangat dicintai dan mencintainya.
Aku mencintaimu, hanya itu yang saat ini ingin kuungkapkan.
To be Continued
Nahh loh, Lami bahagia sma Alva tp dipart sblm ny dia sedih bngt
Wahhhh knp ini, apa yg terjadi sma mereka berdua
Cuzz lanjut ke part berikutnya
Semangat trs yak
Belum baca prolognya malah langsung cuss baca part 1nya.. yaampun ikut ngerasain kebahagiaannya si lami dan alva
Jangan jangan si alva kecelakaan,trus meninggal,dan di gantikan oleh laki laki lain :PATAHHATI :LARIDEMIHIDUP
Tidaaakkk?
Ntar pas nikahan, alva kecelakaan nih kyaknya.. Labjut thor! Pensilin… ??
Aduh jangan sampe deh?
:LARIDEMIHIDUP :PATAHHATI
???
Sweet,, :NGEBETT :NGEBETT
Alva jgn kecelakaan dong :PATAHHATI
???
:PATAHHATI :PATAHHATI
ini kayaknya sebelum kejadian LAmi bunuh diri ya? yang disebut kakak itu Alva kan? hmmm
Aduuuuuuh
Ditunggu kelanjutannyaaa
Ku lanjut baca
Siapa yg bunuh diri jadinya
Ohhh, pacarnya di panggil kakak toh.. Apa nanti kakaknya itu meninggal yah?? Next..
Wedding dress