Kue buatan Alin memang sangat lezat. Ada sedikit kepedihan dalam hatiku menyadari kenyataan itu. Lagi-lagi aku merasa kalah darinya.
Aku tidak bermaksud bersaing. Namun tanpa bisa dicegah, aku selalu membanding-bandingkan kami. Dan tiap kali aku menemukan kelebihan dalam dirinya, aku semakin terpuruk.
Aku pastilah wanita paling bodoh di dunia.
Rela berbagi meski itu menyakitkan.
Terus saja menjadi pengamat secara diam-diam meski itu menyakitkan.
Selalu membandingkan diri dalam segala hal, meski lagi-lagi itu menyakitkan.
Kadang aku berpikir, apa hidupku dulu terlalu bahagia sehingga sekarang kepedihan datang bertubi-tubi?
Tuhan Maha Adil, kan?
Dimana ada suka, pasti akan ada duka. Dimana ada tawa, pasti akan ada tangis.
Mungkin aku sudah menghabiskan jatah bahagiaku. Dan sekarang tinggal jatah sedihku yang masih tersisa.
“Kak Ira, ini untukmu.”
Aku tersenyum sambil menerima segelas jus buah yang disodorkan Alin. “Terima kasih.” Ucapku. Sekarang kami masih di Taman Kanak-kanak tempat Ardian belajar.
Alin hanya mengangguk lalu duduk di sebelahku di bangku panjang yang terletak beberapa meter dari kelas Ardian.
Ini bukan pertama kalinya aku ikut menemani Ardian ke sekolah. Bahkan beberapa kali aku sendirian yang menemani bocah itu. Biasanya setelah pulang sekolah, aku akan memanjakan Ardian. Membelikan mainan atau pakaian apapun yang Ardian inginkan. Dan sesampainya di rumah, Alin pasti mengeluh karena aku terlalu memanjakan Ardian.
“Pulang sekolah, kita ajak Ardian ke taman bermain dekat sini. Sepertinya ada arena permainan baru yang belum Ardian coba.” Usulku.
“Kak Ira, kau mulai memanjakan Ardian lagi.” Alin berdecak. “Kau sangat menyukai anak-anak. Seharusnya kau memiliki anak sendiri.”
Sakit.
Jantungku seperti diiris.
Tapi aku tahu Alin berkata demikian tidak bermaksud menyakitiku. Dia bahkan tidak tahu kehidupan rumah tanggaku yang kacau balau. Aku hanya pernah berkata bahwa aku sudah menikah tapi belum memiliki anak.
“Tapi Tuhan belum mempercayaiku untuk memiliki anak.” Jawabku santai untuk menyembunyikan sakit di hatiku.
“Atau mungkin kau kurang rajin melakukannya.” Goda Alin. Dia bermaksud bercanda. Namun tanpa dia sadari, kata-katanya makin menyakitiku.
Aku tidak menjawab dan berpura-pura sibuk mengaduk jus di gelasku.
“Ngomong-ngomong, aku punya berita bahagia dan Kak Ira adalah orang pertama yang kuberitahu.”
Aku kembali menatap Alin dengan penasaran. “Berita apa?”
Alin tersenyum lebar dengan wajah berbinar. “Ardian akan punya adik.”
———————-
TBC.
~~>> Aya Emily <<~~
?
Kadang orang suka ga sadar apa yg mereka katakan menyakiti orang lain