Vitamins Blog

Dragon Stone: 02

Bookmark
Please login to bookmarkClose

No account yet? Register

24 votes, average: 1.00 out of 1 (24 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Desember 2017.
Peraduan Triki.

Xior berjalan tanpa suara menyeberangi koridor. Baju kebesarannya menyapui lantai yang berbahan marmer. Dia merasakan keganjilan. Berbeda sekali saat aula pusat dilingkupi kelengangan, yang cuma ada beberapa pekerja maupun penjaga yang berlalu lalang dan menyempetkan untuk membalas salam hormat mereka.

Xior sampai di depan sebuah ruangan. Dia tidak perlu mengetuk, sebab pintunya telah dibuka lebih dahulu oleh seseorang yang ada di dalam.

“Salam hormat untuk Anda, Tuan Muda II.”

Xior mengibaskan sebelah tangannya. Melewati tubuh Triki tanpa meminta izin dan melenggang menuju tempat duduk besar yang ada di sudut ruang pertama. Itu tempat duduk khusus untuknya, karena sebesar apa pun ruangan Xior sendiri, dia lebih nyaman beristirahat di sini.

“Lupakan Tuan Muda II. Sekarang aku cuma Xior.” Tukasnya, sambil meluruskan kaki-kaki. “Baju resmi seperti ini merepotkan.”

“Kurasa Tuan Muda I tidak pernah mengeluh mengenai ini.” Katanya, berusaha tersenyum, tetapi meski begitu lesung pipit tidak pernah punah di sana. “Apa yang Anda lakukan di sini, Tuan? Seharusnya Anda memimpin rapat.”

“Tugasku sudah selesai. Bagianku menjabarkan konsep strategi di awal pertemuan. Lex menunjukkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dan membuat strategi cadangan.” Xior menatap bawahannya itu dengan serius. “Sekarang, apa pengelanaanmu membawakan hasil?”

“Sangat menghasilkan.” Triki mengangguk mantap. “Tapi sebelum menunjukkannya pada Anda, saya akan membuatkan minuman lebih dulu.”

Xior menyandarkan punggungnya, merasa rileks. “Ya, meski aku sering kemari aku adalah tamumu.”

***

“Saya tiba menurut perkiraan.” Triki menekan lingkaran hitam pada peta buatan yang dijabar di atas meja rendah. “Waktu dan tempat yang nyaris sesuai. Itu artinya perhitungan Anda akurat. Hampir dari semua warga Sotena ada di koloseum saat itu.”

Xior tampak tercenung sebentar sebelum tersenyum miring. “Presiden Finder selalu bijaksana. Teruskan.”

“Hanya sekitar seratus lebih penjaga yang berpatroli di koloseum.” Triki melirik ke atas, melewati bulu matanya. “Tuan Xior, kebijaksanaan Finder selalu menjadi bumerang negatif untuknya. Itu menunjukkan bahwa dia pemimpin yang lengah. Di sini saya punya banyak sekali celah untuk masuk.”

Xior mengangguk. Tak ingin melonggarkan tangannya yang bersedekap.

“Penyusupannya terlalu mudah. Saya … maksud saya …” Triki berdeham, berharap kegugupannya sama hilangnya seperti liur yang ada di dalam tenggorokan. “Ibu Presiden menjawab keganjilan itu.” Triki menatap nyalang sandi-sandi khusus yang tertera di dalam peta. “Dia berdiri di pintu keluar utara tanpa pengawalan …”

“Beliau pasti sudah tahu ini akan terjadi.” Xior menatap tajam Triki yang ada dalam naungannya. “Lalu kau kehilangan akalmu. Kau tahu kau telah berbuat kesalahan dalam misimu itu?”

Triki mengangguk tegas, mengiyakan. “Tetapi hari itu saya juga menemukan sesuatu selain buku Sotena’s Stone. Ini mungkin berguna untuk ke depannya.”

***

Oktober 2017.
Peraduan Gavar.

“Gavar.”

Ponli menggenggam tangan besar itu. Tangan yang dulu begitu kecil menangkupi bibirnya ketika Gavar terkungkung dalam mimpi-mimpi tidur.

Putranya telah tumbuh dengan sempurna.

“Ya? Ada apa, Bu?” Gavar membalas genggaman wanita yang begitu berharga itu, lalu menariknya menuju pipi.

“Kau semakin tangguh, dan kami semakin ringkih.” Ponli tersenyum keibuan. Matanya yang sipit memang tidak menurunkan pada putranya, tetapi suaminya pernah bilang bahwa Gavar dan dirinya bila tersenyum tampak begitu tulus. “Ada hal yang belum kaucapai selama ini?”

Gavar memandang ibunya sejenak, lalu mencebikkan bibir. “Aku belum sekuat beliau.”

Ponli mendangak menatap mata putranya. Bola mata yang sangat ia kenali. “Jangan khawatir. Kalian sama persis.”

Gavar tersenyum kecil. Bahasa Ibu selalu membuatnya tenang. Dia selalu berargumen bahwa bila dia tak sekuat sekarang, dia akan tetap hidup dan punya tujuan jika ibunya bersamanya.

“Tapi sayangnya kau juga persis sepertiku.” Ponli berpura-pura cemberut. “Senyumanmu, juga di dalam dirimu.” Katanya, menunjuk dada Gavar. “Sekarang kita teman baik. Coba pikirkan bagaimana bila kita lebih dahulu berpikiran negatif sampai kita gugup hanya dengan menggenggam pena ujian sekolah?”

“Kita akan mendapat nilai merah.”

“Benar. Terkadang seseorang harus sangat fokus pada tujuannya tanpa berpikir akan ada kemungkinan buruk.” Ponli ternyum lagi. Kali ini dia menyisir rambut putra semata wayangnya ke belakang. “Ini hari kelahiranmu yang ke-20. Aku yakin kau bisa menunjukkannya dengan cara menjadi Gavar yang kulihat setiap harinya.”

Terlalu mudah.

Petunjuknya terlalu mudah.

Ponli sulit menjelaskan karena dia sendiri juga tidak yakin dengan caranya.

Mereka persis, sama-sama tidak punya rasa percaya diri. Bahkan jika dibanding Gavar, Ponli lebih terlalu tua untuk akan berubah.

Mereka layaknya permata yang takut menunjukkan sisi kilaunya. Takut melangkah dan gagal. Terlalu memikirkan apa yang orang lain pikirkan untuk kita.

Semuanya terasa mudah diucapkan. Bahkan Ponli sendiri ragu apa kalimatnya barusan itu berhasil.

Dia ibu yang buruk.

“Berangkat sekarang?” Ponli bangkit dari bibir ranjang putranya. “Tuan Muda Gavar tentu yang paling ditunggu ribuan orang.”

***

Oktober 2017.
Koloseum Sotena.

Koloseum ingar-bingar. Setiap mulut bersorak, setiap pasang mata tak lepas dari manuver anggota dalam Sotena yang malam ini terlihat sangat berbeda.

Pasukan kubu satu yang ditempatkan di wilayah timur Sotena mendapatkan bagian paduan suara. Lagu khas kebangsaan negeri Sotena dibawakan dengan begitu indah.

Selain itu, ada pula kubu bagian barat. Pasukan ini terlihat begitu mengejutkan dengan aksi beladiri mereka.

Sotena memang salah satu negeri penyihir dari banyak negeri yang lain. Akan tetapi, Finder tidak bersepakat bila ada opini yang mengatakan bahwa pertarungan jarak dekat sangat tidak efisien bila diukur dengan sihir.

Bagaimanapun, seseorang harus lebih mengusahakan diri daripada sekadar mengangkat tongkat sihir, bukan?

“Ibu Besar?”

Ponli menarik diri dari lamunannya. Dia mengusap dadanya sembari berbalik untuk mendapati dua pria tinggi yang memakai pakaian resmi Sotena.

“Acaranya akan dimulai. Anda ditunggu Presiden di tempat duduknya.”

“Ya.” Ponli mengangguk, tapi pikirannya tetap berkecamuk. “Bilang ke Presiden aku akan terlambat sedikit. Aku ingin menemui seseorang, dan aku sedang tidak ingin diikuti.”

***

Oktober 2017.
Sotena Bagian Selatan.

Ponli berjalan cepat menembus arah. Orang-orang melangkah berlawanan darinya, sementara dia tersenyum menanggapi sapaan dari mereka.

Wanita berumur empatpuluhan itu baru saja merasakan hawa nafsu yang besar. Sebagian besarnya amarah yang meletup-letup, tetapi dia sedikit merasakan aura kuning yang melambangkan kehangatan.

Dan yang lebih mengejutkan, dia sangat mengenali energi dasar orang ini.

“Triki.”

Acuan kakinya semakin cepat. Dia semakin memasuki koloseum terdalam yang ada di paling utara. Dengan melewati beberapa penjaga, Ponli berbincang sebentar dengan mereka, dan mereka mematuhi keinginan Ponli yang begitu mendadak.

Antara cemas dan senang, Ponli berdiri sambil meremas kedua tangannya, sampai seseorang yang ia duga benar-benar muncul di hadapannya.

Ponli tersenyum. Senyuman yang sangat lebar sampai dia merasa kedua pipinya mengembang.

Triki hanya berekspresi melotot selama beberapa detik. Selebihnya, dia malah terlihat santai dengan melipat tangan di depan dada. “Anda pasti bisa merasakan saya.”

Triki tersenyum miring. Berusaha bodoh meski penyusupannya gagal. “Anda kemari menemui saya tanpa pengawalan,” dia menahan napas sejenak, “meski saya tidak membawa tongkat, saya masih menyimpan racun.”

Meski gertakan Triki bukan main-main, Ponli masih diam. Dia bukan takut menghadapinya, malah ingin merangkul Triki rapat-rapat.

“Pergilah. Anggap saja aku tidak ketahuan atau semacamnya.” Triki melangkah menuju dua pilar penyangga pintu utara. “Kau pasti tidak ingin melewatkan dia beraksi.”

“Pulanglah.”

Triki berhenti melangkah.

“Kau tidak mau bertemu dengannya? Dia … merindukanmu.”

“Omong kosong!” Triki berbalik dan dengan sekali cekatan mengambil sebilah jarum yang sangat kecil dari sakunya. Dia menyentil dengan mudah seolah-olah hal yang dia pegang dapat dilihat oleh mata.

TUPH!

Beberapa detik kemudian, mata Ponli berkunang-kunang. Dia jatuh berlutut sebelum merosot di atas marmer.

Triki mendekati Ponli dengan seretan yang berat. “Selamat ulang tahun untuknya. Semoga dia sehat selalu.” Triki berucap parau, lalu dia berlari meninggalkan wanita yang ia kasihi itu dengan berat hati. Menaiki kuda rampasan untuk menjauhi Sotena lagi.

***

10 Komentar

  1. uswatun_Lu20 menulis:

    Ka tolong kasih tulisan ?[ratings] ?seperti saya itu. Agar saya bisa memberi apresiasi ka.
    Karena akan muncul love ketika kk menulis yg tdi saya ksih tau. Harus sama persis kk. Dan di ketik di paling atas tulisan naskah cerita kk. ?

  2. Hai, mau nambahin dikit eheheh. Kasih [ratings] dibagian atas postinganmu.
    Pake [r] di depan
    Pake [s] di belakang
    Tulisnya [ratings] tanpa spasi
    Yuk, dicoba

  3. Cerita yg bagus…selamat ulang tahun untk Gavar, heheh
    Aku suka nama Ponli, berasa unik aja gitu..
    Semangat lanjutinnyaaa

  4. Namanya unik2 yaa..
    Semangat buat lanjutinnya :inlovebabe
    Oya, jangan lupa tulis ratings biar bisa vote untuk ceritanya :tepuk2tangan

  5. PrinsiaWahyuK menulis:

    Halo @uswatunlu20 @lovesela @lucyacia @mikas4. Opsi rating sudah dibuat. Makasih sudah bacaa ?

  6. farahzamani5 menulis:

    Sma2 yak
    Mhn maaf lahir dan batin jg
    Cerita ini okehh bngt, aq suka genre kyk gni, kerennn, tp jujur aq lupa awalny jdi baca dlu td yg part 1 ny hihi
    Klo liat nama dikau yg kebayang kella and petter hihi
    Aq vote dlu yak
    Dah jam sgni, bsk insya Allah aq bca dan komen

  7. farahzamani5 menulis:

    Gavar anakny Triki kah??? Trs knp Triki berbuat gtu ke istri/wanita yg dikasihinya, Ponli
    Ahhhhhh msh bnyk misteri
    Ditunggu part selanjutny
    Semangat trs yak

  8. Mohon maaf lahir dan batin juga yah
    Walaupun agak telat nih daku, hhe

    1. Masih banyak misteri nih disini
      Ditunggu lanjutannya ya

  9. Misteri nya ditunggu :berikamiadegankiss!