Vitamins Blog

Immortal Guardian – Lembar 13 (His Tears)

Bookmark
Please login to bookmark Close
12 votes, average: 1.00 out of 1 (12 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Pingsannya Unique menjadi keributan tersendiri di kerajaan Pangeran Yasa. Saat Sang Putri di temukan dalam pelukan Agni oleh para penjaga, para penjaga tersebut langsung memanggil Pangeran Yasa. Pangeran Yasa pun segera membawa Unique ke kamarnya yang kemudian langsung diperiksa oleh dokter istana. sayangnya, bahkan dokter terbaik negeri tersebut pun tidak mengetahui penyakit apa diderita oleh sang Putri hingga tak sadarkan diri tersebut.

Pangeran Yasa yang menyadari adanya kejanggalan langsung memerintahkan prajurit istana untuk menangkap Agni dan memasukkannya dalam penjara. Beruntungnya sebelum semua itu terlaksana, Charta segera mencegah kejadian itu dan menjelaskan situasinya kepada Pangeran Yasa. Meski pada awalnya Pangeran Yasa enggan untuk memercayainya, akhirnya pria itu luluh dan melunak sikpanya terhadap Agni.

Bagaimanapun juga, pria itulah yang akhir-akhir ini menjaga dan melindungi calon istrinya itu.

Dan disinilah mereka, semua orang tengah berada di dalam kamar Sang Putri. Pangeran Yasa berada di samping tempat tidur Unique, Charta berada di ambang pintu, Honey yang membantu Alford berdiri di sudut ruangan, serta Agni yang berdiri tepat di depan Charta. Pria berambut coklat tanpa perban yang menyelimuti tubuhnya itu hanya memandang dalam diam ke arah tempat tidur dimana Unique tengah terlelap. Sudah satu hari Sang Putri tertidur, dan tersisa beberapa hari lagi.

“Jadi, bisa kau ceritakan apa yang terjadi. Aku sudah mendengar dari Charta tapi aku juga ingin mendengarnya langsung dari mulutmu.” Pangeran Yasa menatap tajam ke arah Agni yang terlihat tidak terintimidasi oleh tatapan dingin serta raut datarnya. Pria itu tetap menatap ke arah calon istrinya dengan pandangan kosong yang baru pertama kali dilihat olehnya.

“Putri Unique terkena kutukan, dan itu terjadi karena Putri menyentuh saya.”

Pangeran Yasa mengepalkan tangannya, “Jadi ini karena dia menyentuhmu sehingga dia terkena kutukan?”

“Benar. Saya sudah memperingatkan kepada Putri agar tidak menyentuh saya, kulit saya. Tapi sepertinya Putri menghiraukan peringatan tersebut.” Perkataan Agni jelas membuat Pangeran Yasa geram karena dari perkataan tersebut terlihat jika ketua pengawal itu menyalahkan Unique.

“Berani-beraninya kau menyalahkan Unique. Seharusnya kau berterima kasih karena aku sudah memberikan penjagaan ketat supaya dia tidak mendekatimu seperti perkataan Charta. Jadi jangan sekali-sekali menyalahkan Unique.”

“Benar.” Semua terdiam saat Agni menyela. Pria itu sudah tidak menampakkan matanya yang kosong. “Ini semua bukan salah Unique. Ini semua salah kalian. Seharusnya kalian terus menjaganya. Seharusnya kalian terus mengawasinya. Seharusnya kalian menjauhkannya dariku. INI SEMUA SALAH KALIAN!”

Semua orang terpaku di tempatnya, bagi sebagian besar orang mungkin ini pertama kalinya mereka melihat sosok Agni yang kehilangan  ketenangannya. Tapi tidak bagi Charta. Nyatanya, dia selalu menjadi saksi mata sosok Agni yang emosional setiap kali kejadian ini terjadi. Bahkan meski sudah puluhan kali mengalami hal ini, sosok Agni tetap saja tidak bisa terbiasa.

Agni terengah-engah diantara napasnya. Matanya kembali mendapatkan sinarnya meski itu berupa rasa marah pada dirinya. Dirinya tau jika saat ini pasti akan tiba kembali seperti matahari yang selalu terbit di pagi hari. Namun rasanya tetap saja menyiksanya.

Ditengah ketegangan yang terjadi, sebuah anak panah melesak masuk dari jendela yang pecah. Panah itu langsung menancap pada dinding kamar dan mengejutkan setiap orang disana. Agni yang tersadar pertama langsung menuju anak panah itu. sebuah kertas yang tersemat pada ujungnya menarik perhatian Agni.

Agni meraih kertas itu, membuka dan kemudian membaca sebuah tulisan yang tertulis di atasnya. ‘datanglah dimana tempat semua ini berawal dan akan ku patahkan kutukannya.’ Kertas itu langsung disambar oleh Pangeran Yasa. Wajahnya yang murung mulai sedikit bercahaya karena melihat kata-kata ‘patahkan kutukannya’.

“Ini benar bukan. Hei, pengirim panah ini pasti bisa mematahkan kutukannya kan. Katakan padaku.” Pangeran Yasa mencengkeram kerah baju Agni, menatap Agni yang masih terpaku dengan kertas yang baru saja di bacanya. Setelah sekian lama, akhirnya ada yang bisa memecahkan kutukan yang telah memperangkapnya di lingkaran setan yang telah dia buat.

“Hei, katakan padaku. Kau pasti tau dimana tempatnya kan. Orang yang bisa mematahkan kutukan ini.” Agni berpikir dalam makna dalam kerta yang baru saja di bacanya. Jika ditanya dimana semua ini berawal, maka jawabannya hanya ada satu.

“Ada sebuah pohon tua di dalam hutan, di selatan istana. di bawah naungan pohon itu terdapat sebuah gubuk kecil yang sudah sangat tua. Disanalah semua berawal. Hanya membutuhkan waktu seharian untuk mencapai tempat itu.”

Pangeran Yasa melepaskan kerah baju Agni. pria itu merasa lega karena setidaknya dia memiliki harapan untuk melihat Putri Unique sadar kembali. Sedangkan disisi lain, Charta merasa aneh dengan kertas itu, terlebih lagi dia merasa curiga dengan si pengirim kertas tersebut.

“Baiklah, aku akan mempersiapkan beberapa prajurit untuk mencari orang—“

“Tunggu pangeran, bukan kah ini sedikit terasa aneh. Saya curiga ada maksud tersembunyi dari pengiriman surat ini. bisa jadi ini hanyalah pengalihan agar anda merasa lengah dan musuh bisa menyerang kerjaan.” Pangeran Yasa terdiam. Apa yang dikatakan Charta benar, apalagi saat ini yang berada di istana hanya dirinya mengingat kedua orang tuanya, Raja dan Ratu, sedang berada di perjalanan ke kerajaan sebelah.

“Kalau begitu biarkan kami yang pergi Pangeran. Bagaimanapun Putri Unique masih menjadi tanggung jawab kami sebelum dia menikan dengan and. Jadi ini sudah menjadi keharusan bagi kami untuk melakukannya.”

Charta menatap Agni dan hendak membuka suara terhadap perkataan Agni tapi segera dipotong oleh Pangeran Yasa, “Baiklah kalau begitu.  Kapan kalian akan berangkat.”

“Besok saat matahari terbit kami akan berangkat Pangeran.”

“Tapi Tuan Agni—“

“Charta, aku harap kau bisa menjaga Putri Unique dan Pangeran Yasa selama kami tidak ada disini.” Senyum sedih yang ditampilkan oleh Agni nyatanya cukup ntuk membungkan segala protes yang hendak diungkapkan oleh Charta. Senyum yang selalu diperlihatkan kepadanya kapanpun sosok di depannya sudah berada di ambang batasnya.

***

Honey berjalan tergesa meninggalkan Alford yang berjalan tertatih di belakangnya. Soosk perempuan itu mengepalkan kedua tangannya, mengabaikan segala panggilan Alford yang terdengar sangat menyedihkan. Terutama saat pria itu memintanya agar mengurungkan niatanya yang baru saja dikatakannya.

Pintu yang dibuka oleh Honey langsung terbuka lebar, menimbulkan suara gaduh yang menginterupsi pembicaran dua orang di dalamnya. Honey dengan langkah tergesa langsung mendekat ke ara sosok yang masih duduk di samping tempat tidur yang menampilkan sosok perempuan cantik yang tertidur.

“Honey!” Alford berhasil datang menyusul Honey yang menatap ke arah Agni yang juga menatapnya balik.

“Ada apa Honey?”

“Tuan Agni, aku ingin meminta suatu.” Honey melirik ke arah Alford, menatap dari atas sampai bawah untuk memastikan bagaimana keadaan pria itu. “Aku ingin agar aku dan Alford tidak mengikuti misi besok.”

“Honey—“

“Aku paham. Kalian tidak akan ikut denganku besok.” Baik Alford dan Honey terdiam saat Agni mengiyakan permintaan Honey. Keduanya tidak menyangka jika Agni akan dengan mudah menyanggupi permintaan Honey.

“Tapi tuan Agni, ini sudah menjadi kewajiban kami untuk melindungi dan menjaga keselamatan Tuan Putri. Jadi secara tidak langsung kami juga harus bertanggung jawab untuk mematahkan kutukan Tuan Putri.”

“Tidak! Kau tidak akan ikut Alford. Tidak saat kau masih dalam kondisi seperti itu!” sela Honey bersikeras.

“Tapi ini sudah menjadi kewajiban kita—“

“Tidak apa Alford, aku tau bagaimana perasaan Honey. Kalian tidak perlu—“

“Anda tidak tau perasaanku Tuan Agni. Kau tidak tau bagaimana rasanya melihat orang yang kau cintai hampir merenggang nyawa. Kau tidak tau bagaimana rasanya melihat orang yang kau cintai di atas kasur dan tak tau kapan dia akan membuka matanya.” Suara Honey bergetar saat mengatakan apa yang ada di pikirkannya saat ini. otaknya kembali membayangkan saat-saat dimana Alford hampir saja menghilang dari kehidupannya.

“Honey—“

“Aku mengerti perasaanmu Honey. Bagaimana rasa takut yang menghantuimu saat sosok yang kau cintai menutup matanya tanpa tau kapan dia akan membuka matanya. Bagaimana rasanya merindukannya sendirian tanpa tau apakah dia juga ikut merindukan kita juga. Aku paham itu.”

“Kau tidak tau apa-apa Tuan Agni. kau tidak akan pernah mengerti—“

“Setidaknya Honey, Alford masih berada di dunia yang sama denganmu dan dia tidak mati. Dia masih mengingatmu, masih berada di sampingmu, dan masih bisa kau jangkau. Tidak sepertiku yang harus melihatnya mati berkali-kali.” Honey dan Alford terpaku menatap ke arah Agni, menunggu apa yang akan dikatakan oleh sosok itu selanjutnya.

Agni berdiri dari duduknya. Tangannya mengusap wajah Unique degan kelembutan luar biasa, dan kemudia  meraih tangannya, menggenggamnya seakan tidak ingin melepaskannya lagi. Dan disaat itulah Agni memandang Honey dan Alford dengan air mata yang sudah menetes dari kedua matanya. “Dan aku tidak ingin kalian merasakan rasa yang berkali-kali aku rasakan selama 4.000 tahun hidupku.”

1 Komentar

  1. Air mata :aw..aw