Senandung alam menemani sosok gadis yang berjalan dengan riang tersebut. Gadis dengan gaun cerah berwarna coklat tersebut tengah menenteng kayu bakar untuk perapiannya di kala musim dingin yang akan datang. Kaki mungilnya yang polos tanpa alas kaki menyusuri jalanan hutan yang sering di lalui oleh penduduk desa di pinggiran hutan.
Suara benda yang menghantam tanah dengan cukup keras disisi kirinya menarik perhatian gadis berambut hitam tersebut. Gadis tersebut sempat tersentak kaget akibat suara yang memekikan telinga tersebut, sebelum akhirnya rasa penasarannya terbit mendengar suara tersebut. Dengan perlahan, kaki mungilnya berputar arah menuju sumber suara yang menimbulkan suara tersebut.
Tangannya yang terlihat lembut itu menyingkap semak belukar di depannya, dan seketika itu juga dia tersentak kaget. Tepat di sisi lain semak belukar tersebut, gadis tersebut menemukan sosok pria yang tengah bangkit dari posisi terlentangnya. Pria berambut pirang hampir coklat menyala tersebut hanya memakai bawahan yang panjang berwarna hitam tanpa atasan. Membuat dada bidang pria tersebut terlihat dan tanpa sadar pipi gadis tersebut bersemu merah merona.
Namun mata hitam kelam dari gadis tersebut mengalihkan pandangannya dari dada pria tersebut ke arah belakang pria di depannya. Tepatnya pada bayanganan besar yang menempel pada punggung pria tersebut. Dan saat pria tersebut berdiri dan membelakanginya, suara terkesiap keluar dari mulut gadis itu.
Itu sayap. Sayap yang sangat besar.
Suara terkesiap itu ternyata terdengar oleh pria bersayap itu. pria itu sontak berbalik mencari sumber suara sedangkan gadis itu langsung menunduk untuk menyembunyikan dirinya. Namun sepertinya usaha gadis tersebut percuma karena pria tersebut melihat siluet tubuhnya.
“Siapa disana? tunjukkan dirimu.”
Gadis tersebut gemetar ketakutan saat mendengar suara berat yang terdengar dingin tersebut. Namun saat mendengar suara derap langkah kaki yang mendekat, gadis itu spontan berdiri hanya untuk menemukan sosok pria tersebut sudah berdiri sangat dekat dengan posisinya. Gadis itu makin gemetar ketakutan.
“Manusia. Apa maumu?” tanya pria tersebut dengan suara pelan tapi cukup membuat bulu kuduk gadis itu meremang. Tanpa sadar gadis tersebut memeluk erat kayu di dekapannya. Karena gadis di depannya tidak juga menjawab, pria tersebut makin geram. “Aku bilang, apa maumu?”
“A…aku hanya me…mengumpul…kan ka…yu bakar.” Gadis itu tanpa sadar melangkah ke belakang sedikit demi sedikit. Merasa terintimidasi oleh tatapan tajam makhluk entah apa namanya di depannya ini.
“Kalau begitu segera enyah dari sini, makhluk rendahan. Dan awas jika kau sampai menyebarkan rumor tentang aku. Aku akan langsung memburumu!” Gadis itu menelan ludahnya kesulitan. Namun saat pria di depannya memberikan tatapan mengancam, gadis itu langsung mengangguk mengerti.
Gadis itu pun langsung berjalan meninggalkan makhluk bersayap itu setelah diusir dengan suara sentakan cuku keras. Namun sebelum benar-benar menghilang di balik pepohonan, gadis itu kembali menatap ke belakang. Menangkap sosok makhluk bersayap itu merisngis kesakitan saat memegang kedua sayap besarnya.
Keesokan harinya, gadis itu kembali melewati tempat dia bertemu dengan makhluk bersayap itu. gadis itu bersembunyi di semak-semak, mengintip mencari sosok makhluk yang sebenarnya membuatnya penasaran itu. makhluk itu masih ditempatnya, duduk bersandar pada salah satu pohon. Pandangannya mengarah ke langit, terlihat sekali jika makhluk tersebut ingin sekali terbang.
Pria itu mengalihkan pandangannya ke arahnya, seakan tau jika gadis itu tengah bersembunyi di balik semak-semak. “Keluar! Aku tau kau ada disana.” Gadis itu pun keluar dari semak-semak. Dengan langkah ragu gadis itu mendekat ke arah makhluk tersebut. “Bukankah sudah ku bilang untuk jangan kemari lagi. Kau tidak punya telinga ya!” bentak pria itu melihat gadis yang kemarin datang lagi.
Gadis itu tidka menjawab. Sebagai gantinya, tangannya meletakkan bungkusan di dekat pria di depannya. Saat jemarinya membuka bungkusan itu, bau harum langsung menguar begitu saja. Pria itupun langsung menatap ke arah gadis itu tajam, memberikan ancaman melalui isyarat tentang makanan tersebt.
“Itu tidak ada racunnya. Aku memberinya karena berpikir kau pasti lapar.” Pria itu tak menjawab. Dia hanya mengangkat roti itu, melihatnya sejenak sebelum melemparkannya kembali ke tempatnya.
“Aku tidak butuh makanan dari makhluk rendahan sepertimu. Bawa pergi dari sini, dan jangan kembali lagi!”
Gadis itu mengkerut ketakutan karena bentakan tersebut. Secepat kilat dia berlari kecil menjauh tanpa membawa bungkusan yang ada di pria tersebut. Gadis itu bersembunyi di balik pohon jauh dari pria itu tapi masih bisa melihatnya. Dari kejauhan pria itu nampak melirik roti di dekatnya, berkali-kali. Hingga akhirnya pria itu mencoba mengambilnya dan memakannya sedikit. Setelah merasakan rasa roti tersebut, pria itu langsung melajapnya dengan ganas, memakan semua sampai habis dalam sekejap mata. Pemandangan itu tentu membuat senyum manis terbit di bibir gadis itu sebelum akhirnya memutuskan untuk pergi dari sana.
Keesokannya lagi, gadis itu kembali memberikan makhluk itu makanan. Dan seperti yang di duganya, makhluk itu mentah-mentah menolaknya dan lagi-lagi membentaknya. Meski begitu, senyum kecilnya terbit saat kembali bersembuntyi di balik pohon saat pria itu memakan dengan lahap makanan yang dibawakannya tadi.
Namun senyum itu sekejap luntur saat hujan turun dengan derasnya. Makhluk itu kehujanan, dan sepertinya dia tidak memiliki keinginan untuk mencari tempat berlindung. Pria itu tetap duduk di tempatnya, dengan keadaan basah kuyup. Tubuhnya gemetar karena kedinginan.
Saat pria itu mencoba mengangkat kedua sayapnya, berniat menggunakannya sebagai pelindung dari hujan, ringisan sakit terlihat dari wajahnya. Pria itu pun menurunkan sayapnya, dan mencoba menyembunyikannya dari rintik hujan. Mata gadis itu menangkap aliran bewarna merah yang menuruni sayap itu saat rintikan tetap menghujam pada sayap tersebut. Ternyata sayapnya terluka.
Namun gadis itu tidak bisa melakukan apa-apa. Kaki mungilnya akhirnya meninggalkan tempat itu dengan enggan.
***
Pria itu menatap ke atas. Langit sudah kembali cerah, setelah selama hampir seharian hujan. Pria itu kemudian membentangkan sayapnya, menggerakkan dengan cepat agar air yang masih ada di sayapnya segera menghilang. Setelah dirasa cukup, pria itu kembali menarik sayapnya. Sayapnya masih terasa sakit jika harus digerakkan, membuatnya lumpuh dan tidak bisa berbuat apa-apa selain menunggu dengan sabar hingga sayapnya pulih.
Tentu saja tetap waspada jika ada bahaya yang mengancamnya.
Sejauh ini, bahaya yang mengincarnya hanyalah hewan liar yang hidup di dalam hutan. Dan gadis itu. manusia rendaha yang tau keberadaannya dan memberikannya makanan selama dua hari berturut-turut. Dirinya merasa kesal dengan pemikiran itu, bagaimana bisa dia menerima makanan dari makhluk rendahan seperti itu!
Lagi-lagi pria itu mendongak ke atas, merindukan terbang ke langit dan pulang ke rumahnya. Perjalanan dari sini kerumahnya menempuh jarak yang sangat panjang dan tidak mungkin di tempuh dengan berjalan kaki. Satu-satunya cara adalah dengan terbang.
Suara gemerisik dedauanan menggelitik telinganya. Seperti dugaannya, gadis itu datang lagi dengan keranjang di salah satu tangannya. Dia sudah bersiap untuk mencaci maki gadis yang tengah meletakkan makanan seperti dua hari lalu tapi diurungkannya. Tak seperti dugaannya, gadis itu langsung berlalu pergi setelah meletakkan makanannya tanpa perlu repot-repot mendengarkan caciannya seperti dua hari terakhir, hal yang tentu saja menyulut rasa penasaran pria tersebut.
Namun tak mau mengambil pusing, sesaat setelah dia tidak melihat siluet gadis itu, pria itu langsung mengambil makanan di dalam keranjang dan memakannya. Dengan lahap dia memakan roti yang ada di dalam keranjang tersebut, yang anehnya porsinya lebih banyak di banding yang dibawa kemaren.
Kesibukannya untuk makan membuatnya tidak awas dengan sekelilingnya dan tidak menyadari jika gadis itu kembali datang. Terkejut, pria tersebut langsung melempar kembali makanan di tangannya ke dalam keranjang. Dia memasang wajah dingin saat melihat gadis itu melewatinya dengan membawa beberapa kayu dan perlatan di tangannya. Anehnya, gadis itu tidak menghampirinya dan malah menuju ke arah pohon besar di depan pria tersebut.
Gadis itu tampak sibuk menata bilah-bilah kayu tersebut. Berkali-kali berjalan bolak-balik hanya untuk membawa bilah kayu tersebut ke dekat pohon. Lalu setelah enam kali berjalan membawa kayu ke dekat pohon di depannya, gadis tersebut mulai sibuk memaku kayu-kayu disana. nampak sibuk sendiri tanpa menghiraukan kehadirannya yang sejak tadi memandangnya penasaran akan kesibukannya.
Merasa gadis itu tidak akan memperhatikannya lagi karena kesibukannya, pria itu kembali melirik ke dalam keranjang, tepatnya ke arah roti yang belum selesai dimakannya. Sekali lagi melirik gadis tersebut, memastikan jika gadis itu masih sibuk dengan apapun yang dilakukannya. Sebelum akhirnya kembali mengambil roti di keranjang dan melanjutkan makan.
Pria itu nampak menikmati roti yang sedang dimakannya. Dia bahkan sampai memejamkan mata saat merasakan rasa roti dan selai yang lumer di dalam mulutnya. Saat matanya terbuka, dia sedikit tersentak kaget karena gadis itu sudah memandang ke arahnya dengan senyum manis terbit di mukanya.
“Tolong sisakan beberapa roti untukku ya. Aku sedikit kelaparan.” Pria tersebut gelagapan. Setelah pria tersebut sadar dan hendak memaki gadis di depannya, gadis itu sudah membalikkan badannya kembali, sibuk dengan apapun yang tengah di lakukan.
Meski tidak mengiyakan permintaan gadis itu, pria tersebut tetap menyisakan beberapa roti di dalam keranjang.
Hampir seharian gadis itu berkutat dengan segala perkakas di dekat pohon. Selama itu pula pria tersebut melihat kesibukan gadis tersebut. Melihat bagaimana gadis itu memaku, mendirikan kayu yang telah tersusun, lalu memasangnya ke pohon. Setelah selesai dengan pekerjannya, gadis itu berbalik ke arah pria tersebut dan tersenyum ceria. “Selesai!”
Pria tersebut hanya mengerutkan dahinya tidak mengerti.
Gadis itu dengan riang menghampiri pria tersebut, mengambil keranjang di samping pria tersebut dan kembali ke tempatnya semula. Namun kini, gadis itu duduk di pohon depannya dengan atap kayu sebagai alatnya berteduh. Napas panjang keluar dari gadis itu saat meluruskan kakinya dan akhirnya memakan makanan di dalam keranjang tersebut. Samar-samar, pria itu mendengar gumaman gadis itu yang mengatakan ‘ini enak sekali’, ‘akhirnya selesai’.
Dan pria tersebut masih tidak mengerti apa maksud dari yang diucapkan gadis itu ataupun yang telah dikerjakan gadis itu.
Pandangannya teralihkan saat sekali lagi rintik hujan turun. Kali ini hujan langsung turun dengan derasnya seakan itu memang disengaja. Saat pandangan pria tersebut tertuju kembali kedepannya, gadis itu masih di sana dengan senyum kecil yang menghiasi wajahnya, dan tentu saja tidak kehujanan. Sekarang pria itu tau apa yang sedari tadi dikerjakan oleh gadis itu.
“Kau tidak mau kesini? Berlindung di bawah atap kayu yang ku buat?” pria itu terdiam, menampakkan wajah murung dan rasa enggan yang terasa kentara. Gadis itu tidak kehabisan akal. Dengan gerakan perlahan dia bergeser dari tempatnya, menyediakan ruang yang sangat lebar di sampingnya. “Kau yakin tidak mau bergabung denganku? Masih ada ruang banyak untukmu dan sayapmu itu.”
Pria tersebut tak bergeming. Tatapannya yang tajam masih menatap ke arah gadis di depannya yang seakan mengejeknya. Gadis di depannya mengedikkan bahunya, menyerah. “Baiklah, aku akan menggunakannya sendiri. Disini sangat nyaman dan terlindung dari hujan. Aku rasa aku bisa tidur disini.”
Sebelum gadis itu bisa membaringkan tubuhnya, pria di depannya berdiri dan menghentakkan kakinya kesal. Dengan tatapan muramnya pria tersebut duduk di samping gadis itu, yang tentu saja tersenyum senang dengan kehadiran pria tersebut di sampingnya.
Tapi tidak dengan pria itu. merasa kesal dengan senyum yang muncul di wajah gadis di sampingnya, dia berusaha membalas dendam. Dalam sekejap mata, dia langsung membentangkan sayapnya, yang membuat gadis itu berada di bawah lingkupan sayapnya. Lalu kemudian mengibaskan sayapnya dengan cepat hingga air hujan yang berada di sayapnya langsung terciprat kemana-mana termasuk ke gadis di sebelahnya.
“Hei!” Gadis itu cemberut melihat bajunya yang basah. Sedangkan pria di sampingnya tersenyum mengejek yang bercampur dengan perasaan senang. Sepertinya gadis di sampingnya tidak seburuk yang dia pikirkan.
Seruuuu!!!
Yuhu ssbagus itu