Vitamins Blog

Being His Girlfriend: empatbelas

Bookmark
Please login to bookmark Close
23 votes, average: 1.00 out of 1 (23 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

@authoriya – catstagram (wattpad)

***

“Aduh!”

Adalah suara pertama yang dikeluarkan Jennifer saat merasakan dahinya di ‘cium’ oleh ponsel pribadinya. Salahkan cowok yang mengupdate foto di instagram itu dan sederet caption yang membuat Jennifer terkejut.

Favorite.

Pipi Jennifer memerah karena membaca ulang caption di instagram Aji. Jika dilihat-lihat, Aji bahkan tidak pernah mengupdate foto cowok itu sendiri satupun, karena profile di instagram Aji hanya berisi soal kucing, pemandangan dan gambar hitam. Dan sekarang, cowok itu memposting foto berupa wajah Jennifer dan juga Noah, Kucingnya. Jadi, bagaimana bisa Jennifer tidak kaget hingga mengakibatkan dahinya terpelatuk ponselnya yang lumayan keras itu.

Jennifer mengusap-usap keningnya sambil memerhatikan postingan Aji barusan. Bahkan, untuk menekan ikon love saja cewek itu tidak berani. Jika ia menekan love itu, nanti Aji mengira kalau Jennifer senang karena update-an itu. Yeah, meskipun Jennifer memang senang… namun tetap saja sedikit tengsin juga memberikan love pada fotonya sendiri. Lagipula, ini kali pertama ada orang yang mengupload foto dirinya dengan caption sebegitunya pula.

Jennifer menimang-nimang, lalu pilihannya jatuh pada berpura-pura tidak melihat postingan itu. “Kayanya gue pura-pura nggak lagi online ig aja deh.” batinnya menyetujui. Selang dari tekadnya itu, LINE group nya berbunyi.

Dari Nic.

Berupa screenshoot foto dan kalimat dibawahnya.

Group chat LINE.

–SRIKANDI–

Nicholas : (FOTO)

Nicholas : Ciyee palakor mulai go public nichhh.

Kening Jennifer mengernyit. Tidak mengerti apa maksud chat si Nic barusan. Tangannya bergerak mengetik balasan saat satu chat group baru masuk lagi. Kali ini dari Tyas.

Tyaaas : Itu yang jadi favorite, kucing apa yang disebelah nya, ya? ?

Tyaaas : Btw, kawan kita ini Jenny, tomboy. Bukan si Jeje. Receh betss kau pagi-pagi buta begini.

Jennifer : Kayanya kucingnya deh yg favo, bukan gue :(

Nicholas : Ketika Jenny mulai merendah… Ku sleding nih yaa? Hmm

Tyaaas : Tau tuh, padahal dalem ati seneng di gituin. Tolonk dong Jen bilangin Aji, Tyas juga butuh satu yang bisa bikinin caption kaya gitu tiap hari di IG nya.

Nicholas : Srikandi macam apa yang LEMAH HATI kaya lo gini!!!

Tyaaas  : Yah namanya juga Srikandi reborn.

Tyaaas  : (send a sticker)

Nicholas : reborn juga nggak jauh-jauh keleus dr sifat aslinya. Ini mah lo lemah semua nya! Gue kick ntar you ?

Tyaaas : Plis deh, yang harusnya gue kick itu elo kaleee, secara lo bukan Srikandi. Ckck. Ya nggak, Jen?

Jennifer : Agree, Yas! Wkwkwk

Nicholas : Srikandi jaman now ga harus cewek semua kok.

Tyaaas : ngeles aja lu. Awas kepentok tiang listrik!

Jennifer : (send a sticker)

Nicholas : (send a sticker)

Nicholas : Yaaaas, pliss jemput dedek Nic. Mobil gue lagi di salon nih. Oke, oke?

Nicholas : Oke Nic dengan senang hati ??

Jennifer : Apasih lo… nanya sendiri, jawab sendiri. Udah kaya jomblo aja.

Nicholas : Buhh sekarang maennya status ya. I Hate you! Get out from my familly! Why did you take my father away from me!?

*Tyaaas removed Nicholas from the group.*

***

Jennifer melangkah masuk ke dalam fakultas dengan dua diktat ditangannya; Notebook dan satu buku tebal bertuliskan Management Bussiness  pada cover depan. Cewek itu menyalakan ponselnya, sekarang sudah jam satu siang tapi suasana diluar kelas-kelas di fakultasnya masih ramai juga, ia melangkah mendekat kearah kelas nya hari ini di lantai 2.2, matanya melihat beberapa teman-teman satu kelas yang kebanyakan berada di tingkat atas dan beberapa satu letingan dengannya yang masih duduk di bangku panjang yang berada menempel pada dinding pembatas antar pintu-pintu. Tapi, Jennifer tidak melihat batang hidung kedua temannya itu, lalu memutuskan duduk menunggu kedua temannya.

Dirogohnya ponsel dari dalam tasnya, disaat seperti ini ponsel memang sangat membantu untuk mengcover apapun supaya nggak dikira ‘orang hilang’ . Jennifer memutuskan untuk membuka aplikasi instagramnya, scrooling down tanpa minat sambil menunggu kedua temannya yang super ngaret itu datang.

Pup!

Satu pop up pesan whatsapp dari Aji muncul layar ponselnya.

From: Triaji Hanggara.

Udah di kampus?

Dengan cepat, Jen menekan button reply, lalu mengetikkan,

Udah kok, Lagi nunggu dosen. Lo dimana, Ji?

Kemudian cewek itu langsung menekan button kirim di layarnya.

“Gue disini.”

Jennifer langsung mendongakan kepalanya dan mendapati Aji sudah berada di hadapannya. Dengan senyuman yang mampu membuat cewek-cewek seisi kampus sesak nafas.

Aji bergerak mengambil tempat tempat duduk disebelah Jennifer. Jennifer terdiam sambil menahan nafasnya. Sesungguhnya Aji bukan pacar pertama cewek itu, dan Jennifer juga bukan tipikal cewek yang akan gugup dan terintimidasi saat duduk dekat cowok seganteng Aji. Tapi, oh my god…

Aji itu cowok populer dan sekarang beberapa pasang mata mulai melirik kearahnya dengan pandangan… mencela? Iri? Kesal? Ntahlah, Jennifer yakin jika semua yang dia sebutkan tadi itu ada di setiap pasang mata cewek-cewek di lantai ini. Dan, Aji sama sekali tidak terganggu oleh pandangan-pandangan itu.

“Lo udah download belum?” Aji bertanya kepada Jennifer. Membuat cewek itu menoleh, melupakan tatapan-tatapan disekitarnya, “Ha?”

“ML.”

Jennifer mengernyit, “ML…? Ih, Aji jorok lo!” Gerutu Jennifer. Aji menaikkan kedua alisnya keatas sambil menahan senyum, “Mobil Legend, Jenny.”

“Oh!” Seolah tersadar akan kesalahpahamannya, rona merah seketika menjalar di pipi cewek itu, membuat Aji tersenyum menggoda, “Memangnya lo kira ML apa, hm?”

“Nggak. Bukan.”

Aji menyeringai, “Wah…wah… cewek gue pikirannya mulai kemana-mana nih hmm.”

Jennifer berdecak, “Ih, enggak gitu… abis lo ambigu sik!” Sungutnya.

Sambil terkekeh pelan, Aji langsung mengambil ponsel Jennifer yang sejak tadi dipegang cewek itu, membuat kedua mata Jennifer seketika terbelalak kaget, “Ngapain?” respon yang begitu cepat dari Jennifer, membuat Aji menatapnya dengan kening mengkerut heran,

“Lo nggak lagi selingkuh atau ada gebetan lain dibelakang gue kan, Jen?”

“Ha?” Jennifer bingung.

“Ini lo kenapa tiba-tiba kaget gitu pas gue ngambil handphone lo?”

“Ya gue cuma kaget aja, biasanya kan nggak pernah gini lo nya…” gumam Jennifer, kemudian matanya menatap Aji, “Dan gue nggak ada gebetan lain, apalagi selingkuh ya.” lanjutnya.

Dia merasa harus meluruskan kepada Aji demi nama baiknya, tentu saja. Lagian, gimana juga Jennifer mau selingkuh. Satu-satunya teman diluar kampus hanya Erik dan ia juga sudah terlalu sibuk dengan tumpukan tugas.

Ya kali, mana ada waktu mau selingkuh…

Aji tersenyum simpul mendengarnya, “Iya gue percaya. Dan gue juga nggak selingkuh kok, lo tenang aja.”

“Gue nggak nanya.”

“Lo emang nggak nanya langsung, tapi mata lo yang nanya tuh.” Canda Aji. Lalu Aji meletakkan handphone hitam miliknya ketangan Jennifer, “Lo boleh periksa handphone gue kalo lo nggak percaya.”

Cewek itu menatap benda persegi bewarna hitam ditangannya itu dalam-dalam. Ini kali pertamanya memegang ponsel Aji dan Jennifer bingung harus diapakan ponsel itu. Dia bukan tipikal cewek yang suka memeriksa ponsel kekasihnya, tapi melihat ponsel Aji ditangannya mau tak mau membuatnya sedikit tergiur. Penasaran apa isi memocard seorang cowok populer seperti Aji.

Jen menggeleng pelan. Kemudian menghela nafas, “Nih, gue nggak mau buka handphone orang lain…”

“Gue bukan orang lain kok. Gue kan pacar lo, Jen.” Ucap Aji dengan santai. Kedua matanya tertuju pada layar ponsel Jennifer. Membuat cewek itu langsung mengikuti arah pandang Aji. “Kok nggak di mainin sih?” Aji menoleh sekilas kearah Jennifer, lalu kembali memusatkan kedua fokus matanya pada benda persegi yang dipegangnya.

“Nggak pa-pa, gue nggak ngerti aja mainnya gimana.” Ucapnya jujur. Jennifer memang tidak menyukai game seperti itu, satu-satunya game yang ada di ponselnya hanyalah The Sims Freeplay. Tapi, karena Aji memaksanya untuk mendownload game lain yang sedang di ganderungi kaula muda jaman sekarang, alhasil cewek itu dengan sedikit berat hati mendownload game tersebut. “Nih, handphone lo.”

“Pegang dulu.”

“Dosennya udah dateng nih, Ji…” ucap Jennifer ketika melihat penampakan pria berumur 40 tahunan, berjalan melewati tangga. “Ji, siniin handphone gue. Mau masuk nih, ntar gue nggak boleh masuk kalo bapaknya keburu nyampe di depan pintu kelas duluan.”

“Ntar, nanggung nih.” Ucap Aji.

Jen mendesah, “Terus gimana dong…”

“Oi, betino! pacaran mulu kau ni… Buru masuk, Jenny!” Teriak Nicholas. Jen memalingkan pandangannya dan melihat kedua sahabatnya berjalan dibelakang sang dosen. Lalu, melirik Aji sekali lagi. Jen menghela nafas,

“Yaudah deh, gue masuk ya, Ji? pegang aja dulu deh handphone gue nya.” Ucap Jennifer. Kemudian bangkit dari duduknya dan segera berjalan cepat menuju kelas dengan membawa serta ponsel milik Aji yang masih ditangannya.

***

“Oh, jadi sekarang udah tuker pakai handphone segala nih?” Bisik Tyas–disela-sela mendengarkan kelompok yang sedang presentasi makalah didepan kelas– dengan suara menggodanya.

Pak Setyo, dosen Management Bussiness mereka memang memiliki cara mengajar yang berbeda dari kebanyakan dosen lainnya. Lelaki berpostur tubuh tinggi dengan ciri khas blankon yang selalu di kenakannya itu merasa jika cara mengajar seperti ini dirasa lebih efektif, selain itu mata kuliah ini memang mengacu pada kreatifitas berfikir mahasiswa itu sendiri bagaimana cara mereka mengolah dan membuat pasar mereka sendiri. Jadi, jika sistem mengajar dengan cara berdiskusi kelompok seperti Pak Setyo yakin metode seperti ini akan membuat mahasiswa-mahasiswa yang di ajarnya pasti tidak mengantuk dan bermain ponsel saja selama jam belajarnya.

Jennifer meletakkan ponsel milik Aji dibawah beberapa lembar kertas yang berisi slide presentasi yang dibagikan oleh kelompok yang sedang menjelaskan didepan kelas. Matanya menilik kata demi kata dari kertas itu, malas meladeni Tyas yang sedang menggodanya itu. Tyas menusuk-nusuk lengan Jennifer, “Jawab kali, favoritenya Aji.”

Jennifer melirik teman disebelahnya itu dengan kesal, “Bukan. Handphone gue tadi lagi di dia.”

“Terus?”

“Ya, jadi dia kasih punya nya ke gue. Trus nggak sengaja kebawa masuk.”

Tyas mengangguk-angguk, lalu tubuhnya mendekat dengan kursi sahabatnya itu, “Lo nggak penasaran apa Jen, apa isi handphone cowok lo?”

Cowok lo… setiap mendengar kalimat itu membuat jantung Jennifer serasa berpacu lebih cepat.

“Nggak, biasa aja.” Tukasnya.

“Buka dong, Jen. Gue penasaran.” Seru Tyas sambil tersenyum lebar. Jennifer menoleh sambil mengangkat kedua alisnya, “Nggak ah, ntar dikira dia gue kepo lagi.” Tolaknya.

Tyas kembali berdecak, “Doi nggak liat kali, Jen. Lagipula handphone dia nggak ada cctv nya, jadi lo kepoin juga nggak bakal ketahuan kalee.”

Jen, baru saja ingin menjawab ucapan Tyas, saat merasakan ponsel di bawah kertas yang dipegangnya itu bergetar, spontan Jen langsung melihatnya.

Satu pesan whatsapp dari Jennifer.
Itu adalah dari ponselnya, batin Jen.

Ia segera membuka lockscreen ponsel hitam Aji, dan membaca pesannya.

From: Jennifer

Abang ke sekret ya, neng. Ntar kabarin aja kalo dah keluar.

“Widihh abwaaank-abwaank-ngan, nggak nahan giiillsss.” kata Tyas pelan sambil menahan tawa nya. Jen menoleh kesal, “Lo ngapain baca-baca.” Gerutunya.

“Ralat, kebaca kali, neng.” Tyas terkikik.

Ish, ngapa jadi neng nang neng sik, Yas!”

“Ya gue kan ngikutin cowok lo, neng. Aduh!” seru Tyas dengan keras di kata terakhirnya sambill mengusap-usap kepalanya yang terkena timpukan kertas. Semua pasang mata tiba-tiba mengarah menatap Tyas. Termasuk dosen mereka, Pak Setyo. Dengan suara wibawanya, pak Setyo bertanya, “Ada apa, Tyas?”

“Mampus gue!” Gerutunya pelan. Cewek itu langsung duduk dengan sikap tegap dan tidak menye-menye lagi. Begitupun dengan Jennifer yang langsung menyembunyikan ponsel Aji dibawah kertas di mejanya.

Tyas berdeham tak kentara, “Tidak, pak. Tadi teman kosan saya kirim pesan kalau saya lupa mematikan keran air di kamar kos, Pak. Jadi luber sampe keluar.” Jawab Tyas dengan suara lantang. Seolah-olah apa yang barusan dikatakannya adalah kebenaran. Jennifer menahan dirinya untuk tidak tertawa, bisa bahaya nanti. Lagian, Tyas memangnya nggak ada mikir alasan lain selain yang dikatakannya tadi? Keran air kosan? Jennifer berani bertaruh jika pak Setyo tahu kebenarannya, mungkin saja sahabatnya itu bakalan kena laknat.

Jennifer melirik kearah sang dosen nya sebentar, melihat apa reaksi yang diberikan bapak ber blankon itu kepada Tyas, namun dirinya tidak mendapati apapun. Wajah pak Setyo tetap konsisten datar sejak tadi.

“Saya kan sudah bilang kalau matakuliah saya dilarang mengeluarkan ponsel.”

Oh, iya!

Tyas menunduk, lalu mengucap dengan nada menyesal, “Maaf pak, saya tidak akan mengulanginya lagi.”

Pak Setyo menghela nafas, kalau bukan karena ia Tyas adalah wanita mungkin Pak setyo sudah menyuruh cewek itu untuk keluar dari kelasnya. Tapi, Pak Setyo selalu memberikan toleransi kepada cewek-cewek, jadi yang dilakukan pria berblankon itu adalah kembali menyuruh semua mahasiswa nya untuk fokus dan melanjutkan membelajaran mereka yang sempat terputus tadi.

Tyas menghela nafas lega, kemudian kepalanya menoleh kebelakang. Matanya menatap kesal kepada Nic yang sedang menyeringai lebar kearah cewek itu, sambil mengisyaratkan Tyas untuk membaca kertas yang dilemparkannya tadi.

“Sialan tu tomboy, bikin gue hampir tewas aja.” Tyas menggerutu sambil mengambil kertas dibawahnya kakinya. Lalu membukanya, Jennifer ikut membaca tulisan kertas ditangan Tyas.

“Oyy dua betino. Jangan ngegosip tanpa gue!!!”

“Asli ya, nggak penting banget si tomboy ini.” Jennifer menggelengkan kepalanya heran.

Tyas menyetujui.

***

3 Komentar

  1. aji mngkn yg dh ngubek ngubek hpnya si jen mngkn jg dia lht chatnya jen ma si erik hihii

    1. Hihii hai kak, kalau mau baca smpe part 26 bisa cuss ke wattpad aku ya di @.authoriya thx ;)

  2. Wattp*d