Vitamins Blog

QUEEN’S CURSED : PART 8

Bookmark
Please login to bookmark Close
39 votes, average: 1.00 out of 1 (39 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Rosalie melirik dengan waspada kepada Charles. Charles masih mengamati wajahnya dengan seksama. Tangannya yang menyatu di perutnya saling bertautan cemas. Tanpa sadar keringat dingin jatuh di pelipisnya. Dalam hati ia terus menyebut nama Samuel agar ia dapat menolongnya.

            Beberapa saat mengamati wajah Rosalie, Charles mengangkat tubuhnya. Ia masih mengamati diri Rosalie.

            Sambil menghela nafas ia berkata: “Tidak mungkin itu dia. Sekarang aku selalu curiga kepada wanita yang selalu di bawa oleh Aaron. Kau bukanlah orang yang aku cari.”

            Setelah mengucapkan kata-kata itu, Charles membalikkan tubuhnya dan pergi meninggalkan Rosalie yang masih berdiri dengan jantung yang berdetak kencang.

{

            “Aku sudah mendapatkannya, ibu. Dengan bantuan Aaron.”

            Charles berkata kepada Ratu Theresa sambil menuangkan wine gelasnya. Ia berjalan dan duduk di kursi yang berada di samping ranjang Ratu Theresa.

            “Bagus, nak,” Ratu Theresa menjawab walau dengan suara lemah.

            Charles baru saja membantu ibunya untuk duduk di sandaran ranjang dengan menyangganya dengan bantal. Ibunya terlihat sangat tua saat ini dengan uban yang tumbuh dengan cepat.

            “Jadi, apa yang harus aku lakukan? Mengambil rampasan perang sebanyak-banyaknya?”

            Ratu Theresa mengangguk. “Kau harus pergi ke sana. Jerman adalah wilayah kekuasaan Prancis sekarang. Kau harus melihat keadaan wilayahmu juga disana.”

            Charles mengangguk. “Baiklah. Aku akan berangkat kesana besok, sebelum fajar. Aku akan mengatakannya kepada Aaron agar bersiap-siap.”

            Charles beranjak dari kursinya, ingin berbalik kearah pintu sebelum Ratu Theresa menahannya dengan menggenggam tangan Charles.

            “Charles,” Ratu Theresa berucap. “Bawalah Aaron dan juga keluarganya kesana. Tinggalkan aku disini sendiri.”

            Charles berbalik dan kembali duduk di kursi. Perkataan Ratu Theresa terdengar aneh seolah-olah mengumumkan akan suatu hal yang buruk.

            “Apa maksudmu, ibu?” Tanya Charles. “Jangan katakan bila ibu…”

            “Tidak,” Ratu Theresa menyela perkataan Charles. “Belum saatnya aku pergi dari sini. Aku harus menyelesaikan sesuatu, tanpa kalian.” Ia menekankan dua kalimat terakhirnya.

            “Menyelesaikan… apa?”

            “Kau tidak perlu tahu. Lakukanlah sesuai perintahku.”

            Charles ingin menyela, mengutarakan apa yang dipikarannya. Sungguh, ia masih oenasaran dengan apa yang dimaksud oleh Ratu Theresa. Tapi, saat ia melihat tatapan tajam Ratu Theresa, ia memilih untuk bungkam dan mengangguk mengiyakan perintahnya.

{

            “Kita…. akan ke Jerman?”

            Claudia memandang tidak percaya kepada Aaron.

            Aaron mengangguk. “Iya, kita akan ke Jerman. Kau pasti tahu bila Jerman sudah menjadi bagian kekuasaan Prancis.”

            “Ya, aku tahu.”

            Mengingat bila Jerman sudah menjadi bagian dari Prancis, membuat Claudia menjadi sedih. Bagaimana pun Jerman adalah tempat kelahirannya. Dia lahir dan tumbuh disana hingga akhirnya ia menjadi salah satu dari bagian Kerajaan Prancis. Melihat bagaimana Jerman di kalahkan dengan keji membuat hatinya merasa sakit saat tanah air dan juga keluarganya saat ini telah musnah.

            “Setidaknya kita bisa mengajak Philip untuk jalan-jalan.”

            Claudia mengangguk setuju, walaupun ia tidak terlalu memahami apa yang diucapkan Aaron. Pikirannya masih berada di dimensi lain dan juga tatapannya kosong memandang kebawah. Melihat hal itu, Aaron memilih diam. Ia tahu apa yang sedang di pikirkan oleh Claudia dan juga perasaan yang di alaminya.

            Sebelum Aaron berputar kearah pintu, Aaron mengucapkan satu kata yang akhirnya membuat Claudia tersadar dari lamunannya.

            “Maaf.”

{

            Para anggota keluarga kerajaan bersiap-siap untuk pergi ke Jerman. Disaat matahari telah terbit di timur, para pelayan menyiapkan persediaan makanan untuk para anggota kerajaan yang akan pergi. Kusir kuda menyiapkan kuda dan juga kereta mereka. Mereka semua sangat sibuk pagi itu. Tak terkecuali Philip yang tidak bisa diam dan berlari kesana kemari. Ia meloncat kegirangan saat mengetahui bila sebentar lagi mereka akan melakukan perjalanan. Pelayan yang mengurus Philip pun kewalahan disaat Philip selalu berlarian sekeliling lorong.

            “Astaga,” Rosalie terkejut saat Philip menabrak dirinya dan pangeran kecil itu terjatuh di lantai.

            Segera Rosalie membantu Philip untuk berdiri kembali. Pangeran kecil itu merapikan bajunya dengan tangan mungilnya lalu tersenyum kepada Rosalie seolah-olah ia melupakan rasa sakitnya. Dan setelah itu ia kembali berlarian di sekeliling lorong.

            “Mereka akan pergi pagi ini. Pastinya istana sangat sepi tanpa mereka,” Samuel tiba-tiba saja muncul di sampingnya. “Terutama tanpa Philip.”

            Rosalie terkekeh. “Kau sangat menyukai Philip.”

            “Aku menganggapnya seperti anakku,” Samuel memandang Rosalie. “Bukankah kita bertiga sama?”

            Rosalie melipat tangannya di dada sambil berputar balik menuju kedalam istana.

            “Samuel.”

            “Hm?”

            “Bersiap-siap untuk nanti malam.”

            Samuel mengerutkan dahinya. “Ada apa?”

            Ia menghentikan langkahnya. “Setdaknya aku harus belajar untuk mengambil keputusan,” Ia menghela nafas. “Bukankah kau kesepian tanpa Philip? Aku juga merasa kesepian tanpa mereka.”

            Samuel menaikkan alisnya, menunggu kelanjutan dari perkataan Rosalie.

            “Kita akan pergi ke Jerman disaat tengah malam, diam-diam.”

1 Komentar

  1. yasss, finallyyyy!!!

    huhuuhuhuu, makin ngeri nih ceritanyaaa