“Haruskah aku ikut bermain?” Rosalie bertanya di sela-sela erangannya.
Samuel mengangguk. “Iya, sayang. Tanpa dirimu permainan ini tidak menyenangkan.”
Rosalie mengerang sambil memutar tubuhnya menghadap Samuel. Ia membenamkan wajahnya di dada Samuel. Samuel terus mengelus puncak kepala Rosalie. Ia memainkan setiap helai rambut Rosalie sambil mengusapnya dengan jari telunjuk dan ibu jarinya. Gesekan itu membuat energi kalor di tangan Samuel hingga akhirnya dari jarinya ia dapat mengeluarkan percikan api.
Percikan api itu berlahan-lahan membesar dan meredup saat Samuel mengepal tangannya. Lalu, ia mengusap kepala Rosalie hingga wajah dan leher gadis itu. Dengan ibu jarinya ia mengusap kedua mata Rosalie yang tertutup. Dan sentuhan terakhir Samuel mengecup puncak kepala Rosalie.
“Sudah waktunya kau turun ke bumi, sayang. Taman tidak akan indah bila tidak ada kau, bunga mawarku. Aku sebagai duri dan bisa-mu akan selalu melindungi disana.”
–{—
Rosalie duduk di dipan yang berada di tenda Aaron. Ia tidak tahu ia sedang dimana. Ia tidak tahu siapa yang membawanya kesini, dan juga laki-laki yang membangunkannya tadi. Tempat ini sangat asing. Rosalie bisa melihat pedang, tombak, dan juga baju zirah yang terletak di bagian sisi tenda yang berhadapan dengan dipannya. Samar-samar ia dapat mendengar suara para prajurit yang berlalu-lalang sambil berbincang-bincang satu sama lain.
“Kau terlihat kebingungan.”
Suara Samuel terdengar di sampingnya. Iblis itu dudk di samping dirinya sambil memandang antusias kepadanya.
“Dimana ini?” Tanya Rosalie kepada Samuel.
“Ini di tenda milik Jendral Prancis, Aaron,” Jawab Samuel. Ia tersenyum. “Kau merasa terkejut?”
“Tentu saja!” Tanpa sadar Rosalie meninggikan suaranya. Tapi, ia segera menutup mulutnya saat Samuel memberi isyarat untuk diam. “Kau membawaku kesini tanpa sepengetahuanku,” Ia berkata sambil berbisik.
“Sudahku katakan kau jangan tertidur, sayang,” Samuel berucap sambil mengatupkan bibirnya, merasa geram kepada Rosalie. “Kau kehilangan saat-saat yang paling menyenangkan tadinya. Aku sudah mengatakannya padamu bila kau harus ikut bermain.”
Rosalie menghela nafasnya. Sebaiknya ia mengalah dan meminta maaf kepada Samuel daripada harus berdebat dengan iblis itu.
“Baiklah, aku minta maaf,” Katanya. “Aku akan bermain di permainan ini dengan satu syarat. Apapun yang kau rencanakan, sebaiknya kau mengatakan terlebih dahulu kepadaku. Aku tidak ingin menjadi orang bodoh dan tiba-tiba terjebak dalam rencanamu yang menyebalkan itu.”
Samuel terkekeh. “Baiklah.”
“Jadi—,” Rosalie mengatur duduknya agar berhadapan dengan Samuel. “Apa rencanamu?”
Samuel tersenyum. “Tentu saja rencanaku adalah membantumu untuk menjalankan tujuan hidupmu. Kau hanya berperan sebagai wanita yang tak berdaya di depan Jendral Aaron nantinya. Katakan bila kau adalah pelayan Alexandre yang dibuang olehnya. Gunakan wajah menyedihkanmu itu di depan Jendral Aaron saat kau menceritakannya.”
“Tapi…. siapa dia? Siapa Jendral Aaron? Kenapa aku harus melakukan hal ini untuknya?”
“Apa kau tidak mengingatnya?” Samuel mengusap rambut Rosalie. “Dia adalah kakakmu di kehidupan sebelumnya. Dialah yang meninggalkanmu begitu saja saat kau di hukum mati. Dia sangat licik, berpura-pura baik kepadamu agar kau dapat dihukum mati nantinya. Kau tahu apa yang akan kita lakukan kepadanya nantinya, bukan?”
Rosalie mengangguk. “Tentu saja aku tahu,” Rosalie mengerutkan dahinya. “Tapi, bila dia adalah kakakku, apa dia tidak akan mengenaliku nantinya?”
Samuel menggeleng. “Tidak. Dia tidak akan mengenalimu nantinya. Aku sudah memantraimu agar mereka di dunia ini melupakan Ophelia.”
Samuel merapatkan dirinya ke Rosalie. Ia mencengkram punggung wanita itu dan mencium bibirnya sekilas.
“Jadi, lakukan seperti apa yang aku katakan. Kumpulkan semua memori menyakitkan itu disini,” Ia menunjuk kearah jantung Rosalie. “Berikan mereka amarahmu agar mereka tahu bila kau bukan lagi itik buruk rupa yang harus di musnahkan. Rosalie, dengan karakter bunga mawar berduri yang mempunyai racun di dalamnya. Ingat itu, sayang.”
Bagaikan mantra, Roalie mengangguk dengan tatapan kosong. “Baiklah, aku akan melakukannya.”
–{—
Seperti yang dikatakan Samuel kepada dirinya, Rosalie memerankannya dengan baik. Dengan memasang wajah sendu, ia dapat menarik hati Aaron kepadanya. Ia mengatakan kepada Aaron bila ia berasal dari keluarga petani di Jerman. Ayahnya dihukum mati karena suatu kejahatan yang membuat dirinya menjadi gundik Raja Alexandre. Alexandre membuangnya saat ia tidak diperlukan lagi dan ia hampir mati saat menjadi pelampiasan para prajurit.
“Aku mengira aku telah mati waktu itu…” Rosalie mengatakannya dengan lirih sambil menundukkan kepalanya.
Pelayan Aaron membawakan sup dan juga roti untuknya. Aaron duduk di hadapannya, memandangi Rosalie dengan perasaan iba. Semua cerita yang disampaikan Rosalie sangat menyentuh hatinya. Hal itu selalu mengingatkannya kepada adiknya yang telah tiada. Aaron mencengkram pinggiran kursi saat Rosalie menatapnya dengan tatapan menyedihkan.
“Tapi kau tidak mati,” Ucap Aaron. “Mungkin Tuhan memberimu kesempatan untuk hidup saat ini. Bila prajuritku tidak menemuimu saat itu, mungkin kau akan dikira mayat oleh burung pemakan bangkai.”
“Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku tidak mempunyai tempat tujuan dan keluarga,” Dengan wajah malu-malu, Rosalie melirik kearah Aaron. “Apa aku bisa ikut denganmu, Jendral?”
Aaron tersenyum, sambil mengangguk ia menjawab: “Baiklah. Kau bisa ikut denganku. Mungkin kau bisa menjadi pelayan di istana bila kau mau.”
Rosalie melebarkan matanya, ia hampir saja memeluk Aaron sebelum ia kembali mengingat mengenai dirinya dan pria yang ada di hadapannya itu.
“Terima kasih, Jendral. Terima kasih.”
Rosalie menunduk dalam-dalam sambil mengucapkan perkataan terima kasih yang bertubi-tubi. Aaron hanya menganggukkan kepala sambil tersenyum. Ia keluar dari tenda dan membiarkan Rosalie di dalam seorang diri. Samuel datang di sampingnya dengn perwujudan kabut hitam yang pekat.
Sambil lalu, ia membisikkan: “Bagus, sayang. Kuasai peranmu dengan baik.”
–{—
Claudia telah mendengar kabar dari medan perang. Kakaknya telah tiada di tangan suaminya sendiri. Aaron yang menusuk jantung Alexandre dengan pedangnya dan meninggalkan jenazah kakaknya itu di medan perang, habis di makan burung bangkai. Dan ia tidak tahu mengenai perasaannya. Apakah ia harus senang akan kemenangan suaminya ataukah ia harus sedih karena kepergian kakaknya.
Suara bantingan pintu mengagetkan Claudia dari lamunannya. Anak semata wayangnya, Philip berlarian memasuki ruangannya. Ia melonjak-lonjak dan memanjat ranjang tempat Claudia tengah duduk. Dengan senyumnya, ia menunjukkan kekonyolan yang membuat Claudia tiba-tiba saja melupakan kegalauan hatinya.
“Ayah sudah datang! Ayah sudah datang!” Teriaknya senang.
Claudia melebarkan matanya dan segera berlarian keluar kamarnya. Ia mengangkat roknya sambil mempercepat langkahnya menelusuri lorong istana. Setiap pelayan yang ada memilih minggir dan membiarkan Sang Putri segera menemui suaminya. Hingga, ia sampai di gerbang istana tempat Aaron dan juga prajuritnya datang sambil membawa bendera kemenangan.
Aaron memasuki pekarangan dengan kudanya yang gagah dengan para prajurit di belakangnya. Charles sudah berada di sana lebih dulu. Claudia terus melirik kearah suaminya sambil bersyukur di dalam hati suami yang sangat ia cintai kembali dengan selamat. Ia tidak memikirkan mengenai kesedihan hatinya lagi. Dia sudah menjadi bagian dari keluarga ini dan bagaimana pun juga keputusan yang di ambil suaminya adalah hal yang benar. Suaminya-lah keluarganya saat ini.
Satu langkah ia menuruni tangga istana, ia masih merasakan rindu. Langkah kedua, hatinya merasa tenang disaat Aaron tersenyum (walaupun ia tidak yakin bila senyuman itu untuknya). Langkah ketiga, Claudia menyipitkan matanya. Langkah keempat, Aaron turun dari kuda sambil melirik kearah kereta kecil yang berada di belakangnya. Langkah kelima, Claudia melihat Aaron tampak memanggil seseorang di dalam kereta. Langkah keenam, Claudia menghentikan langkah.
Tidak ada langkah ketujuh untuk menjelaskan hal ini. Claudia merasakan tusukan bagaikan anak panah yang melesat ke jantungnya. Ataukah ini hanyalah masalah hormon dan emosionalnya ataukah memang inilah sifatnya yang sangat protektif kepada Aaron. Rasa senang yang sangat meluap-luap pupus saat ia melihat Aaron menggandeng wanita berambut merah itu turun dari kereta. Wanita itu tersenyum dan begitu juga Aaron yang juga tersenyum kepadanya. Senyum mereka mengingatkan Claudia akan Ophelia di masa lalu. Ataukah… Aaron menemukan pelampiasan Ophelia?
waw seru nihhh
maksud claudia apa ya
lanjut dnk… hehehehe
Oke…
Pembalasan dendamm…huft huft..
Baru dimulai…
Kagak sabar nunggu