Vitamins Blog

Heliosentris – Part 13

Bookmark
Please login to bookmark Close
18 votes, average: 1.00 out of 1 (18 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

 

_________________________

Part 13 – Hukum Utama Hidrostatik

_________________________

 

Aku melangkah tergesa menuju perpustakaan. Bel baru saja berbunyi sekitar dua menit yang lalu, itulah mengapa aku panik. Bisa-bisa orang itu pergi terlebih dahulu kalau sampai ia tiba di perpustakaan sebelum aku.

Gawat! Tidak boleh terjadi.

Brakk

Aku membuka pintu ruangan dengan kasar. Tidak sengaja sebenarnya, tapi apalah mau dikata saat kepanikan lebih dominan dibanding ketenangan. Mataku menyusuri seluruh sudut ruangan yang terlihat sepi.

Sepertinya ini terjadi lagi.

Aku menghela napas. Sebenarnya siapa yang membuat kesepakatan sih? Yang taat siapa dan yang terlambat siapa?

Aku merengut. Dasar makhluk tidak konsisten!

Dengan lesu, kakiku melangkah mendekat pada kursi yang ada di sudut ruangan. Dekat dengan rak buku non fiksi. Menelungkupkan kepala di atas meja, mencoba menenangkan diri.

Baru dua kali, tapi sudah terlambat. Menyebalkan. Aku bahkan harus terburu-buru menyelesaikan tugas piket. Menyapu dengan tergesa-gesa hingga tersedak akibat debu-debu yang kusapu dengan terburu-buru hanya demi tepat waktu dan memenuhi janji.

Tapi apa? Kak Varel bahkan sama sekali belum memunculkan batang hidungnya di tempat ini.

Aku menegakkan posisiku. Ingkar janji dan tidak bisa dipercaya.

Mataku melirik sekilas pada deretan buku-buku yang tertata rapi di sebelah kananku.

Sangat menggoda untuk dibaca. Ah, daripada menunggu tanpa guna lebih baik berkencan sebentar dengan kertas-kertas ilmu ini. Lebih bermanfaat dibanding melamun layaknya orang bodoh.

Tiba-tiba pandanganku tertumbuk pada sebuah buku tebal bersampul cokelat yang berada pada tumpukan paling atas.

Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Benar, aku lupa jika harus mencari definisi kata-kata yang dilontarkan Kak Evan pagi tadi.

Kira-kira apa ya?

Dengan penuh kehati-hatian, aku mulai membuka buku itu. Menyusuri satu persatu kata berawalan abjad ‘T’

Aha! Ini dia.

Menarik.

Definisinya adalah

1. menghela (supaya dekat, maju, ke atas, ke luar, dan sebagainya): anak perempuan itu ~ tangan kawannya;

Yang pertama, jelas bukan. Aku menggeleng, lantas lanjut membaca pada definisi kedua.

2. membawa (mengambil dan sebagainya) ke luar; mengeluarkan dan sebagainya:

Hah?

Aku menggaruk kepalaku yang tiba-tiba terasa gatal. Apa hubungannya?

3. menyenangkan (menggirangkan, menyukakan hati karena indahnya, cantiknya, bagusnya dan sebagainya);
Eh?

Aku mengerjap. Cantik? Bagus?

4. membangkitkan rasa kasih (sayang, suka, ingin, dan sebagainya);

Enggh? Apalagi ini?

5. mempengaruhi atau membangkitkan hasrat untuk memperhatikan (mengindahkan dan sebagainya)

Pukk

Aku menutup buku dengan gerakan kilat. Mengapa semua definisinya sangat tidak nyambung ya?

Aku mengerjap.

Apa akunya yang ndak mudeng?

Tukk

“Ya Tuhan!”

Aku berdiri seketika saat sebuah pulpen yang mendarat tepat di hadapanku. Entah bagaimana dan mengapa pulpen itu tiba-tiba sampai kemari.

“Nggak usah drama. Cepet balik ke tempat duduk biasa!”

Suara ketus itu membuatku menoleh seketika. Aku membelalak kaget saat melihat makhluk emmhh.. Kak Varel yang entah datang dari negeri antah berantah mana ada di hadapanku. Maksudku dengan penampilan semacam ini. Rambut basah seolah baru keluar dari kamar mandi, baju yang lusuh bahkan lengan sebelah kirinya tampak koyak. Belum lagi dengan sepatunya yang dengan ajaib telah berganti menjadi sandal jepit berwarna biru dan lagi, astaga rambutnya yang tak jauh beda dengan sarang lebah. Mencuat kesana kemari seolah tak menyentuh sisir selama milyaran abad, lengket.

Euh, jorok sekali.

“Napa? Terpesona?”

Apa? Ter ter ter.. apa?

Mimpi!

Aku mendengus.

“Nunggu lebaran singa dulu Kak baru aku tersepona.” Sahutku acuh lantas mulai menarik kursi yang berada di tengah ruangan. Tepat di hadapan Kak Varel.

“Terpesona dodol!”
Ia menyahut jengkel. Aku menggendikan bahu tak peduli. Ah masa bodohlah dengan tersepona, terpesona, tersopena. Apa pentingnya untukku.

“Awas kalo lo nggak mudeng sama materi kali ini. Gue jadiin lo perkedel.” Aku mematung mendengar ancamannya.

Per-perkedel?

Apa bisa ya?

Aku menerawang.

Setahuku kan perkedel terbuat dari kentang? Apa bisa dimodifikasi dari daging manusia?

Aku mengangguk pelan. Apa enak ya?

“Udah. Buka buku lo. Kita belajar soal fluida statis. Cepet!”

Dengan bergegas, aku membuka buku tebal yang berada pada barisan terdepan di dalam tasku. Kuangsurkan buku itu ke arahnya. Lelaki itu menerimanya dengan jengkel.

Hee? Kenapa Kak Varel yang marah? Bukankah ini terbalik? Aku yang menunggunya, tapi kenapa ia yang tak terima?

Aku mengusap tengkukku pelan.

Dasar laki-laki sensitif!

_._._._._._._

“Paham?”

Aku mengangguk pelan saat ia selesai menjelaskan materi. Kalau soal seperti ini sih gampang. Sewaktu SMP juga pernah diajarkan. Aku juga masih mengingatnya, jadi tidak masalah untuk memahaminya kembali.

“Nah, untuk rumus gue yakin lo udah paham. Sekarang hukum-hukumnya. Sebutin bunyi hukum Utama Hidrostatik!” tanyanya dengan mata menajam layaknya elang. Eh, bukan elang sih sebenarnya. Mana ada elang bermata sipit. Bisa-bisa nanti menabrak awan kalau penglihatannya terbatas.

Dengan pasrah, aku menggeleng pelan. Benar-benar tidak tahu. Kalau rumus mungkin aku hapal. Tapi tidak dengan hukumnya.

Ia tampak membuang napas sejenak. Mungkin menahan kekesalan atau juga geram karena aku yang terus saja menyindir keterlambatannya. Tapi kan, aku hanya berani bicara fakta. Tidak bermaksud menyindir atau apa.

Sreetttt

Dengan tiba-tiba, ia menarik tanganku. Secara refleks, aku berdiri menghadap ke arahnya. Ia mencengkeram kedua bahuku kuat.

“Lo dan gue ibaratin partikel.”

Deg deg deg

“Perpustakaan ini ibaratin bidang datar.”

Deg deg deg deg

“Cengkeraman gue, ibaratin tekanan.”

Glek

Weleh, jantungmu Dis. Jumpalitan ra nggenah.

“Semua partikel yang terletak pada suatu bidang datar di dalam zat cair yang sejenis memiliki tekanan yang sama.”

Ucapnya seraya menggerakkan kedua tangannya aktif. Secara bergantian menunjuk dirinya dan aku saat berucap semua partikel. Lalu mengacungkan jarinya ke atas saat berucap bidang datar, dan kembali mencengkram kedua bahuku saat berucap tekanan yang sama.

Ini…

Luar biasa.

Semua partikel yang terletak pada suatu bidang datar di dalam zat cair yang sejenis memiliki tekanan yang sama.

Dengan cepat, aku bisa menghafalnya tanpa mengalami kesulitan yang berarti.

Kak Varel, benar-benar berbakat menjadi guru.

“Paham?” ulangnya yang segera kuangguki dengan antusias. Amat sangat paham.

“Oke. Kita balik lagi ke buku.”

Dengan cepat, ia melepas kedua tangannya dari bahuku kemudian berjalan kembali ke kursinya. Meninggalkanku yang mematung menatap salah satu bahuku yang terasa hangat.

Kenapa rasanya beda ya?

“Woi cepetan. Ntar nggak selesai-selesai!” teriakan itu mengaburkan semua pemikiranku.

Dengan tergesa, aku menarik kembali kursi yang sempat kududuki beberapa menit yang lalu. Memerhatikan jemari tangannya yang tengah menari di atas sebuah kertas.

“Kerjain soal ini. Dua menit.”

O-ke. Sepertinya mode ketusnya telah kembali, jadi sebelum ia menjelma menjadi singa galak lebih baik aku cepat mengerjakan perintahnya.

Akan sangat berbahaya kalau itu terjadi. Pasti nanti aku disuruh push up lagi. Menyebalkan

_._._._._

To Be Continue~

Notes :

ยท Ra Nggenah = Tidak Jelas