Calistha terus membungkam mulutnya dengan rapat agar ia tidak membuat kegaduhan dibalik semak-semak yang saat ini menjadi tempat persembunyiaanya. Wanita itu sejak tadi terus mengamati gerak-gerik seluruh pasukan Khronos dengan ngeri. Dari kejauhan, Calistha dapat melihat seorang pria dengan wajah yang sangat angkuh sedang berdiri di atas kudanya yang gagah sambil mengamati pasukannya satu persatu. Dengan sekali tebak, Calistha langsung dapat menyimpulkan jika pria itu adalah raja Aiden, raja yang selama ini selalu menjadi buah bibir karena kekejamannya. Seketika darah Calistha menjadi mendidih mengingat betapa bengisnya pria itu selama ini. Pria itu dengan kejamnya telah memporak-porandakan kerajaanya dan juga telah membunuh ayah ibunya, beserta dengan saudara perempuannya yang lain. Calistha mengepalkan tangannya kuat-kuat sambil meremas daun-daun kering yang ada di hadapannya hingga menimbulkan suara gemerisik yang cukup berisik. Tiba-tiba raja itu menolehkan kepalanya pada semak-semak belukar yang saat ini sedang menjadi tempat persembunyian Calistha. Entah bagaimana caranya, raja itu dapat mendengar suara remasan daun yang tengah dilakukan oleh Calistha. Padahal suasana disekitar mereka sangat berisik dan sangat tidak mungkin raja angkuh itu dapat mendengar suara remasan daunnya. Dengan perlahan Aiden mendekati semak-semak belukar itu tanpa menimbulkan perhatian dari prajuritnya yang lain. Saat ini ia yakin, jika dibalik semak-semak itu pasti terdapat seseorang yang sedang bersembunyi di sana. Calistha yang melihat raja Aiden sedang berjalan mendekati semak-semak menjadi panik dan tidak bisa berbuat apapun. Kakinya seolah-olah menjadi kaku dan tak bisa digerakan. Semakin lama raja Aiden semakin mendekat ke arah semak-semak tersebut. Dan di tengah kekalutan batin yang sedang melanda Calistha, tiba-tiba seseorang menyergapnya dari belakang dan membungkam mulutnya dengan sebuah kain agar Calistha tidak dapat berteriak-teriak. Sekuat tenaga Calistha terus memberontak karena ia merasa dirinya sedang terancam. Namun, orang yang saat ini sedang membekapnya tampak terus menyeretnya dengan susah payah untuk bersembunyi dibalik sebatang pohon besar yang jaraknya cukup jauh dari semak-semak sebelumnya. Ketika dirasa telah cukup aman, wanita itu segera melepaskan Calistha dari cengkeramannya sambil berdiri dengan ponggah di hadapan Calistha. Namun, setelahnya wanita itu langsung tersenyum manis ke arah Calistha dan mengulurkan tangannya pada Calistha untuk membantu wanita cantik itu berdiri.
“Gazelle!” Pekik Calistha tak percaya. Wanita itu segera menghambur ke dalam pelukan Gazelle sambil memekik gembira. Calistha begitu senang karena ia bisa bertemu dengan Gazelle di tengah hutan terlarang ini. Selain itu Calistha juga dapat menanyakan kondisi Erika dan yang lainnya pada Gazelle karena wanita itu pasti tahu dimana semua anggota kelompoknya saat ini berada.
“Gazelle, dimana yang lainnya? Kenapa perkemahannya hancur?”
Gazelle melepaskan pelukan Calistha dengan sedih sambil mendudukan dirinya di atas batu hitam yang sudah mulai lapuk. Sembari meluruskan kakinya yang pegal, Gazelle mulai menceritakan semuanya pada Calistha, semua hal mengerikan yang baru saja terjadi pada dirinya dan juga kaumnya yang lain.
“Sebagian dari kami mati dan yang berhasil selamat, mereka saat ini tengah bersembunyi. Bangsa Khronos, ia akan menyerang kerajaan Hora besok pagi. Mereka semua akan segera menghancurkan kerajaan damai ini.” Erang Gazelle frustasi sambil menelungkupkan kepalanya di atas lututnya yang sedikit lecet. Calistha yang mendengarkan hal itu hanya mampu membungkam mulutnya tak percaya sambil memandang cemas pada kastil kerajaan Hora yang tampak terlihat samar-samar dari tempatnya berdiri. Seketika pikiran Calistha langsung tertuju pada Max. Jika besok pagi kerajaan Khronos akan menyerang kerajaan Hora, maka Max dalam bahaya.
“Kenapa mereka datang ke kerajaan Hora? Lalu, bagaimana dengan Erika, apa ia baik-baik saja?”
“Erika berhasil kabur dari prajurit bangsa Khronos, tapi ia mengalami luka tusuk yang cukup parah di perutnya. Saat ini aku hanya dapat berdoa semoga Erika dan yang lainnya baik-baik saja. Cals, kita harus melakukan sesuatu.” Ucap Gazelle penuh tekad sambil beranjak berdiri dari duduknya. Calistha kemudian berjalan mendekati Gazelle dan memberikan usapan lembut di bahu wanita itu. Ia tahu bagaimana perasaan Gazelle sekarang. Wanita itu pasti merasa sangat marah dan sangat membenci raja Aiden. Apa yang dilakukan raja Aiden saat ini sama dengan apa yang dilakukan oleh raja Aiden beberapa tahun yang lalu di kerajaannya, sehingga kali ini ia juga akan ikut membantu Gazelle demi membalaskan dendamnya atas ayah, ibu, serta seluruh keluarganya yang mati di istana Kairos.
“Apa yang akan kita lakukan setelah ini? Aku harus memberitahu Max, bahwa kerajaan Khronos sedang bersiap untuk menyerang kerajaan ayahnya.”
“Baiklah. Aku akan mengantarmu menuju istana. Saat ini pangeran Max dan raja Hora sedang dalam bahaya. Kudengar raja Khronos sering mengambil seluruh wanita di kerajaan yang diserangnya untuk dibunuh dan disiksa. Apa kerajaan Hora memiliki wanita yang berharga di dalamnya, maksudku permaisuri, selir, dan para putri?” Tanya Gazelle memperingatkan. Pikiran Calistha langsung melayang pada ibunda pangeran Max dan Victoria. Saat ini hanya dua wanita itu yang tinggal di dalam kerajaan Hora, karena raja tidak memiliki selir. Raja yang budiman itu tidak mau memiliki selir karena ia hanya mencintai ibunda ratu. Sedangkan Victoria, wanita itu sejak sore telah bersikeras pada orangtuanya agar ia diijinkan untuk tinggal di kerajaan Hora karena ia ingin mengenal pribadi tunangannya dengan lebih dalam lagi. Padahal sebenarnya Victoria hanya ingin memastikan dengan mata kepalanya sendiri jika Calistha dan tunangannya tidak menjalin sebuah hubungan di belakangnya. Calistha kemudian beralih pada Gazelle sambil mengangguk dengan pelan.
“Ya, kerajaan Hora memilik dua orang wanita yang sangat berharga, ibunda ratu Hora dan Victoria, tuangan pangeran Max.”
“Kita harus segera memperingatkan mereka agar mereka segera pergi dari istana untuk mengungsi, karena nyawa mereka tidak akan selamat jika kerajaan Khronos besok pagi menyerang kerajaan Hora.” Putus Gazelle mantap pada Calistha tanpa keraguan sedikitpun. Akhirnya mereka berdua mulai berjalan kaki menyusuri gelapnya hutan terlarang tanpa adanya pencahayaan sedikitpun. Sembari berjalan, pandangan mereka juga terus awas mengamati setiap pergerakan yang sekiranya terlihat mencurigakan bagi mereka. Tidak ada yang membuka pembicaraan apapun saat ini. Semuanya tampak serius dengan pikiran mereka masing-masing sambil membayangkan apa yang akan terjadi besok pada kerajaan tempat mereka tinggal.
-00-
Aiden menyipitkan matanya curiga pada semak belukar yang tumbuh begitu lebat di hadapannya. Beberapa saat yang lalu semak itu tampak berisik dan bergoyang-goyang aneh. Ia kemudian kembali melangkah mendekat sambil mengacungkan pedangnya ke depan. Dengan sekali tebasan, semak-semak yang berada di depannya langsung terbelah begitu saja dan menampilkan sebuah sisi kosong yang gelap, namun memancarkan aura hangat. Aiden kemudian mencoba mengulurkan tangannya pada semak-semak itu untuk mengambil sebuah benda yang tampak berkilauan di sana. Sebuah kalung dengan bandul bulat berwarna perak berhasil didapatkan Aiden dan membuat pria itu mengernyit seketika. Di dalam bandul kalung itu terdapat ukiran khas yang hanya dimiliki oleh bangsa Kairos. Dengan senyum licik Aiden sudah dapat menebak, siapa pemilik dari kalung perak berkilauan itu.
Wanita terakhir kerajaan Kairos.
“Hmm, rupanya kau sudah tidak sabar untuk menunggu kehadiranku my queen.” Gumam Aiden pelan, namun berhasil membuat Spencer bergidik ngeri dengan aura yang dipancarkan oleh tuannya. Beberapa saat yang lalu, ia tidak sengaja melihat tuannya sedang berjalan dengan tenang menuju semak belukar. Pria itu kemudian memutuskan untuk mengikuti langkah kaki rajanya untuk berjaga-jaga jika kaum pemberontak itu masih bersembunyi di sana dan berniat untuk menyerang rajanya saat lengah. Namun, ternyata semak belukar itu kosong. Tidak ada siapapun di sana, kecuali sebuah kalung perak yang berbandul ukiran-ukiran rumit di permukaanya. Dan ketika rajanya itu mulai berbisik pada kalung perak itu, seluruh tubuh Spencer langsung merinding ngeri pada aura membunuh yang dipancarkan oleh tuannya. Sebenarnya Spencer sendiri merasa begitu prihatin pada semua kerajaan yang telah diserang oleh rajanya. Tapi, ia tidak bisa berbuat apapun karena semua ini dilakukan demi terciptanya sebuah kedamaian. Dan untuk menciptakan sebuah kedamaian di muka bumi ini memang tidak mudah. Diperlukan banyak pengorbanan yang besar agar generasi manusia yang hidup di dunia ini dapat merasakan hidup damai dikemudian hari. Spencer kemudian menghembuskan napasnya pelan sebelum ia berjalan pelan mendekati rajanya. Saat ini tenda raja telah didirikan, sehingga ia akan meminta rajanya untuk segera beristirahat agar besok sang raja dapat memimpin perang di kerajaan Hora dengan lancar.
“Yang Mulia, tenda anda sudah didirikan. Anda sudah dapat beristirahat sekarang.”
“Aku akan ke sana nanti. Periksa persediaan makanan dan senjata perang kita. Aku menunggu laporanmu lima belas menit lagi.” Ucap Aiden dingin tanpa menoleh sedikitpun ke arah Spencer. Pria berseragam merah itu kemudian mengangguk pelan dan segera berjalan pergi meninggalkan Aiden untuk menjalankan perintah sang raja. Sedangakn Aiden, masih tetap berdiri di tempatnya sambil terus mengamati kalung perak tersebut. Dengan penuh perasaan Aiden mulai mendekatkan kalung itu di indera penciumannya dan setelah itu ia langsung menghirup aroma kalung itu dengan penuh nikmat. Diingatnya setiap aroma yang tercipta dari kalung perak itu, aroma manis menenangkan khas wanita bangsawan Kairos. Pria itu kemudian memasukan kalung itu di dalam saku jubahnya sambil menggumam pelan pada dirinya sendiri.
“Calistha, kau akan menjadi milikku.”
-00-
Setibanya di istana, Calistha langsung melangkah terburu-buru menaiki anak tangga untuk membangunkan Max. Ia harus segera memberitahukan pada Max perihal penyerangan yang akan dilakukan kerajaan Khronos pada kerajaan Hora. Wanita itu terus berlari dan berlari hingga napasnya terengah-engah. Ia kemudian berjalan dengan langkah berisik menyusuri setiap lorong gelap yang berada di istana Hora. Di ujung lorong, Calistha dapat melihat sebuah pintu besar yang menjulang tinggi, tempat dimana Max sedang beristirahat. Wanita itu dengan tergesa langsung membuka pintu itu dengan brutal tanpa mengetuk pintu itu terlebihdahulu, hingga dua anak manusia yang sedang berciuman di dalam sana langsung terlonjak kaget dan langsung memisahkan diri mereka masing-masing karena kedatangan Calistha yang tiba-tiba.
“Ppa pangeran, maafkan saya. Saya tidak tahu jika…”
“Tidak Calistha, ini tidak seperti yang kau lihat. Aku tidak melakukan apapun dengan Victoria.” Jelas Max gelagapan sambil mencoba mendekati Calistha. Namun, Calistha justru semakin berjalan mundur untuk menjauhi Max. Seluruh hatinya kini terasa sakit dan perih. Ia tidak pernah menyangka jika ia akan melihat hal yang sangat menjijikan itu tepat di depan matanya. Seharusnya kerajaan Khronos tidak menyerang di waktu yang tidak tepat seperti ini, sehingga ia tidak perlu menyaksikan pemandangan yang sangat menyakitkan hati hari ini. Tapi, tidak! Ia tidak boleh mencampur adukan perasaanya dengan kepentingan kerajaan. Saat ini kerajaan Hora dan seluruh rakayat Hora sedang dalam bahaya. Ini bukan saatnya untuk menangis dan meratapi perasaanya yang bertepuk sebelah tangan. Dengan wajah mendongak, Calistha mencoba menatap mata Max dalam dan setelah itu ia mulai menyampaikan berita mengenai penyerangan kerajaan Khronos pada pangeran tampan itu.
“Pangeran, kerajaan Hora dalam bahaya. Kerajaan Khronos akan menyerang kerajaan Hora esok pagi. Saya harap pangeran segera menyiapkan para prajurit untuk melawan prajurit kerajaan Khronos yang sangat kuat itu.”
“Cals, maafkan aku.”
Max tampak tak merespon ucapan Calistha mengenai penyerangan kerajaan Khronos. Pria itu justru terus menatapnya dengan tatapan bersalan dan kembali meminta maaf padanya. Di atas ranjang milik Max, Victoria masih terduduk di sana sambil memandang sebal pada Calistha dan Max. Dua orang itu kini saling bertatapan satu sama lain tanpa mempedulikan kehadiran Victoria yang masih terpaku di atas ranjang sambil mengepalkan kedua telapak tangannya kuat-kuat. Wanita itu kemudian berjalan cepat menghampiri Calistha dan langsung mendorong bahu Calistha keras, hingga Calistha hampir terjungkal ke belakang dan membentur tembok. Namun, untungnya Calistha berhasil menyeimbangkan tubuhnya dan langsung berdiri tegap di depan Victoria.
“Maaf putri, sebaiknya anda segera bergegas untuk pergi dari kerajaan ini karena raja Aiden akan menangkap anda untuk disiksa dan dibunuh. Anda sebaiknya…”
“Dasar wanita munafik! Kau hanya ingin mengambil perhatian Max dariku bukan? Kau jangan pernah berpura-pura baik di hadapanku, karena aku sama sekali tidak percaya dengan semua omong kosongmu! Dasar jalang!”
PLAK
Satu tamparan keras mendarat dengan mulus di pipi kanan Victoria. Wanita itu kemudian langsung beralih pada Max sambil menatap pria itu dengan pandangan tak percaya. Sedangkan Max justru menatapnya marah karena wanita kurang ajar itu telah berani mengucapkan kata-kata kasar pada wanita yang dicintainya. Calistha yang sejak tadi melihat kedua manusia itu saling melemparkan aura permusuhan, cepat-cepat memisahkan mereka untuk menyadarkan mereka jika saat ini kerajaan Hora sedang dalam bahaya, dan ini bukan saatnya untuk saling bertengkar satu sama lain.
“Kau menamparku! Bahkan ayahku sendiri tidak pernah menamparku, tapi kau justru menamparku. Dasar laki-laki brengsek! Aku membencimu. Aku tidak mau lagi menjadi tunanganmu.”
“Silahkan. Aku justru merasa senang jika kau tidak mau menjadi tunanganku, karena aku sudah muak dengan semua sikap manjamu yang sangat kelewatan itu.”
“Berhenti! Kalian berdua berhentilah. Ini bukan saatnya untuk bertengkar dan mengedepankan ego kalian masing-masing. Kerajaan Hora sedang dalam bahaya. Jika kau tidak mengambil tindakan sekarang, maka kerajaanmu akan segera musnah.” Teriak Yoona kesal tepat di depan Max. Bahkan, wanita itu sudah tidak menunjukan sikap hormatnya lagi pada Max karena ia sudah terlalu jengah dengan sikap Max yang justru kekanak-kanakan disaat nasib kerajaanya sedang di ujung tanduk. Pria itu kemudian menatap Calistha dalam sambil bergegas pergi untuk menyiapkan prajurit dan memanggil ayahnya.
Sementara itu, Victoria justru tengah menatapnya dengan sinis sambil mengepalkan kedua tangannya di belakang punggungnya. Ia merasa begitu kesal dan marah pada Calistha. Apalagi wanita itu telah dipermalukan oleh Max di depan wanita rendahan itu, hingga kini ia merasa begitu marah dan sangat malu. Andai saja wanita itu tidak membawa kabar buruk itu, maka Victoria bersumpah, ia akan langsung membunuh wanita itu sekarang juga, tepat di depan Max. Tapi, sayangnya ia tidak bisa melakukannya sekarang. Apa yang dikatakan oleh Calistha sebelumnya tetang kerajaan Khronos yang datang untuk menyerang kerajaan Hora dan akan mengambil seluruh bangsawan wanita di istana ini lebih mengerikan daripada apapun. Ia sudah lama mendengar cerita yang sering beredar di kalangan kerajaan, jika kerajaan Khronos memiliki seorang pemimpin yang begitu keji dan haus akan darah. Banyak cerita dari kerajaan-kerajaan yang telah diserang oleh kerajaan Khronos mengatakan jika putri-putri kerajaan maupun selir dari kerajaan yang diserang tidak akan pernah kembali lagi setelah dibawa pergi oleh raja Aiden ke istananya. Kebanyakan dari mereka mengatakan jika bangsawan-bangsawan kerajaan itu telah dibunuh dan dijadikan santapan hewan peliharaan raja bengis itu. Membayangkan jika ia akan dijadikan santapan hewan buas membuat Victoria bergidik ngeri dan langsung berjalan begitu saja meninggalkan Calistha untuk bersiap-siap. Malam ini ia harus kembali ke kerajaanya, apapun yang terjadi. Ia tidak mau berakhir mengenaskan di kerajaan ini. Apalagi Max dengan terang-terangan telah menolaknya dan lebih memilih dayangnya yang memuakan itu. Jadi, Victoria memutuskan untuk mengabaikan Calistha begitu saja, meskipun rasa marah, dendam, dan benci telah bergumul menjadi satu di rongga dadanya. Tapi, untuk kali ini ia akan benar-benar melupakannya, karena ia masih begitu mencintai nyawanya.
“Putri Victoria, maafkan saya.” Ucap Calistha tiba-tiba menghentikan langkah Victoria yang telah mendekati pintu kayu besar yang menjulan di depan kamar Max. Wanita angkuh itu kemudian menoleh sekilas pada Calistha sambil tersenyum sinis pada wanita cantik itu.
“Huh, lupakan saja. Anggap semua ini tidak pernah terjadi.” Balas Victoria dingin sebelum ia berjalan pergi meninggalkan Calistha sendiri dengan perasaan bersalah yang berkecamuk di hatinya. Sebagai seorang wanita ia dapat merasakan bagaimana sakitnya perasaan Victoria saat ia ditampar oleh tunangannya sendiri. Tapi, dengan cepat Calistha segera melupakan kejadian itu dan segera berjalan turun untuk menyusul Max. Sebagai dayang kepercayaan Max, ia harus selalu mendampingi pria itu apapun yang terjadi, meskipun nyawa menjadi taruhannya sekalipun.
-00-
Pagi telah menjelang. Seluruh prajurit kerajaan Hora tampak telah bersiap untuk menghadapi serangan dari kerajaan Khronos. Sejak tadi raja Hora terus berjalan mondar-mandir kesana kemari dengan cemas sambil memikirkan nasib kerajaa Hora nantinya. Ini adalah peperangan yang paling mengkhawatirkan dalam hidupnya. Selama ini ia selalu melawan kerajaan-kerajaan kecil yang sangat mudah untuk ditaklukan. Namun, saat ini ia harus berhadapan dengan kerajaan Khronos yang terkenal akan keberingasannya dalam berperang. Sejak semalam saat Max tiba-tiba mengetuk pintu kamarnya untuk memberitahukan berita mengejutkan ini, raja langsung bergerak cepat dengan memerintahkan seluruh pasukannya untuk bersiap. Para prajurit kemudian segera mempersiapkan senjata serta baju zirah mereka yang akan digunakan untuk bertempur dengan kerajaan Khronos. Ratu Hora pun berkali-kali menangis di dalam pelukan suaminya seakan-akan setelah ini hidupnya akan segera berakhir. Bahkan ratu juga telah meminta maaf pada seluruh warga kerajaan atas segala kesalahannya selama ini. Melihat hal itu, Calistha menjadi semakin sedih dan merasa dadanya sesak. Ia tak henti-hentinya meremas-remas kedua tangannya sejak semalam untuk menyingkirkan kegugupan dan kekalutan yang saat ini tengah melandanya. Ia merasa belum siap untuk kehilangan keluarga barunya yang selama ini telah mengasuhnya dan membesarkannya dengan penuh cinta. Wanita itu kemudian menelusuri setiap sudut aula itu sekali lagi sambil membayangkan setiap kenangan yang selama ini telah ia lalui di dalam ruang utama milik kerajaan Hora itu. Dari belakang tiba-tiba Max menepuk pundaknya dengan lembut dan langsung merengkuh tubuh Calistha begitu saja ke dalam pelukannya. Dengan ragu, Calistha mulai membalas pelukan hangat dari Max sambil menitikan air mata kepedihan yang sejak tadi terus ditahannya. Ia merasa belum siap untuk kehilangan semuanya, kehilangan Max dan seluruh perhatian pria itu padanya.
“Tenanglah, semuanya akan baik-baik saja.” Ucap Max lembut untuk menenangkan Calistha. Para prajurit dan dayang yang melewati mereka hanya mampu menatap sedih pada sepasang manusia yang berbeda status itu. Tapi, meskipun begitu mereka semua tampak tidak mau ikut campur dan lebih memilih untuk membiarkan dua manusia itu saling berbagi kehangatan sebelum seluruh kerajaan ini hancur. Raja dan ratu pun yang melihat putranya sedang memeluk Calistha dengan penuh perasaan hanya mampu tersenyum getir satu sama lain. Sejak awal sebenarnya mereka telah mengetahui semuanya. Tentang perasaan Calistha maupun perasaan putranya yang telah berkembang menjadi sebuah perasaan cinta yang rumit. Tapi, raja tidak bisa membiarkan putranya bersatu dengan Calistha, karena wanita itu membawa ramalan yang buruk. Ketika Calistha berusia tujuh belas tahun seorang cenayang yang terdampar di kerajaan Hora mengatakan jika Calistha adalah putri yang terpilih, namun ia tidak bisa menentukan takdirnya sendiri karena sang penguasa telah menentukan takdirnya untuk Calistha. Kemudian barang siapa yang melanggar takdir dari sang penguasa dan mencintai Calistha, maka pria itu akan menanggung akibat yang sangat buruk. Awalnya raja tidak percaya dengan ucapan dari cenayang itu. Namun, ketika perasaan Calistha dan Max semakin berkembang menjadi besar, sesuatu yang buruk tiba-tiba terjadi di kerajaan Hora. Dalam satu bulan penuh, kerajaan Hora mengalami kemarau panjang dan terserang berbagai macam wabah penyakit yang mematikan. Raja kemudian segera mengambil tindakan dengan cepat-cepat memisahkan Calistha dengan Max, dan membuat wanita itu terus disibukan dengan berbagai macam pekerjaan istana, sehingga Calistha tidak akan sempat untuk memikirkan perasaan cintanya pada Max. Dan setelah itu semua wabah penyakit dan musim kemarau berkepanjangan yang terjadi di kerajaan Hora seketika berhenti dan berangsur-angsur kembali ke keadaan semula. Sejak saat itu raja dan ratu mulai mempercayai perkataan dari cenayang itu dan selalu berusaha memisahkan Calistha dan Max jika kedua anak manusia itu mulai dekat satu sama lain lagi. Meskipun sebenarnya mereka merasa iba pada Max maupun Calistha, tapi mereka berdua tidak memiliki pilihan lain lagi selain mengikuti saran dari cenayang itu untuk memisahkan Max dan Calistha. Lagipula ini demi seluruh kerajaan Hora, bukan demi kepentingan pribadi, sehingga raja dan ratu dengan terpaksa mengambil pilihan tersebut untuk menyelamatkan banyak nyawa di kerajaan Hora.
“Max, sudah saatnya kita berangkat ke medan perang.” Tegur ayahnya lembut sambil berjalan mendekati putranya. Max kemudian langsung melepaskan pelukannya dari Calistha dan memberikan sebuah kecupan ringan di kening Calistha sebagai tanda perpisahan. Namun, dalam hati Max terus berdoa agar Tuhan selalu melindungi dirinya dan Calistha agar kedepannya mereka dapat dipertemukan lagi dalam keadaan dan suasana yang lebih baik dari saat ini.
“Hati-hati, kau harus pulang dengan selamat.”
“Pasti. Tunggu aku Cals. Aku pasti akan memenangkan peperangan ini.” Janji Max sungguh-sungguh. Tanpa diduga, raja langsung maju ke depan dan memeluk Calstha sambil berpesan pada wanita itu supaya ia menjaga ratunya selama ia pergi. Dan sebelum raja Hora pergi, pria itu berpesan agar Calistha sebaiknya membunuh ratu saja jika kerajaan Hora kalah saat bertempur dengan kerajaan Khronos karena ia tidak ingin tubuh isterinya menjadi santapan hewan-hewan buas peliharaan raja Khronos.
“Tolong jaga ratuku, kau adalah satu-satunya wanita di kerajaan ini yang dapat kuandalkan untuk menjaga ratu. Jadi, kumohon lakukan yang terbaik untuk mempertahankan ratu dan martabat kerajaan.”
“Baik raja. Terimakasih banyak atas semua kabaikan anda selama ini.” Ucap Calistha pelan disertai dengan suara isakan yang menyayat hati. Raja kemudian mengangguk dan menepuk pundak Calistha pelan untuk menenangkan wanita itu.
“Sampai jumpa.”
Kedua pria itu kemudian melangkah pergi dengan perasaan berat yang teris menggelayuti hati mereka. Namun, sebisa mungkin mereka tidak menengok ke belakang lagi agar hati mereka tidak semakin hancur saat melihat Calistha dan ratu Hora yang sedang menitikan air mata untuk mereka. Saat ini mereka harus berjuang sekuat tenaga untuk membela kehormatan kerajaan dan juga membela seluruh rakyat kerajaan Hora yang berharga. Tak akan mereka biarkan kerajaan Khronos menginjak-injak tanah kelahiran mereka dengan seenaknya. Kali ini mereka akan benar-benar memperjuangkan tanah kelahiran mereka dengan taruhan nyawa dan darah mereka.
“Sampai jumpa Calistha. Semoga Tuhan akan mempertemukan kita kembali.” Batin Max sedih sambil menggenggam ujung pedangnya kuat-kuat untuk menghalau perasaan getir yang bersemayam di hatinya yang kelabu.
-00-
Saat matahari telah condong ke timur, kedua kerajaan terlihat sudah bersiap di medan perang. Dari sisi kiri raja Khronos dan seluruh pasukannya sedang menatap seluruh prajurit kerajaan Hora dengan tatapan angkuh dari atas kuda mereka masing-masing. Aiden yang melihat raja Hora serta pangeran Max yang saat ini berada di barisan depan memberikan seringaian jahatnya pada kedua pria itu. Akhirnya setelah bertahun-tahun menghabiskan waktunya untuk berperang, ia dapat menemukan musuhnya yang sebenarnya. Musuh yang benar-benar menyembunyikan ratunya dari dirinya. Saat terompet telah dibunyikan, Aiden segera memberi aba-aba pada para prajuritnya untuk maju menyerang kerajaan Hora. Tak berapa lama area pasir yang gersang itu telah depunuhi dengan suara gesekan pedang dan juga suara gdebum yang cukup keras dari setiap prajurit yang jatuh dari atas kuda mereka. Tetetsan darah dan potongan tubuh yang telah tercabik-cabik juga tampak berceceran di mana-mana. Aiden telah berhasil menumbangkan ratusan prajurit kerajaan Hora dengan menebas kepala mereka satu persatu. Kepercayaan dirinya akan kemenangan kerajaan Khronos langsung membumbung tinggi ke udara, membuatnya semakin bersemngat untuk menyerang setiap prajurit yang mencoba menyerangnya. Dari kejauhan, raja Hora tampak memacukan kudanya kearahnya sambil menghunuskan pedang panjangnya yang terlihat telah berlumuran darah. Raja tua itu terus maju tanpa gentar untuk melawan sang raja iblis. Ia bahkan sudah tidak peduli lagi pada resiko yang akan ditanggungnya jika ia berusaha berurusan dengan raja kejam itu. Tapi, demi membela kerajaannya dan seluruh rakyatnya, raja Hora berani mengambil resiko mengerikan yang telah menantinya saat ini.
“Brengsek! Apa yang sebenarnya sedang kau rencanakan sekarang, kenapa kau menyerang seluruh kerajaan dan melenyapkan mereka semua? Apa kekuasaanmu belum cukup, hah?” Bentak raja Hora sambil mengacungkan pedangnya ke arah Aiden yang sedang menatap ponggah pada raja Hora dari atas kudanya yang gagah.
“Hmm, aku.. sebenarnya sedang merencanakan sebuah kedamaian.” Jawab Aiden santai. Melihat gaya Aiden yang begitu sombong dan angkuh itu membuat raja Hora menjadi geram dan naik pitam. Tanpa aba-aba apapun, raja Hora langsung maju untuk menyerang raja Khronos.
Crash
Serangan itu berhasil dihalau oleh Aiden dengan mudah. Pria licik itu sedikit tersenyum miring pada raja Hora sebelum ia mengarahkan seluruh kekuatannya untuk menyerang raja Hora dan membuat pria tua itu jatuh dari atas kudanya. Suara gdebum dan suara ringkikan kuda milik raja Hora terdengar begitu nyaring di tengah-tengah medan pertempuran. Beberapa prajurit kerajaan Hora tampak menoleh khawatir pada raja Hora yang saat ini telah terduduk di atas tanah dengan wajah yang masih mendongak pada raja Aiden dengan tatapan kebencian. Aiden kemudian mengarahkan pedangnya tepat pada urat leher raja Hora yang angkuh itu, bersiap untuk menebas kepala raja tua itu dengan cepat.
“Sebenarnya apa salahku? Kenapa kau menyerang kerajaanku secara tiba-tiba seperti ini?” Tanya raja Hora murka, namun ia tidak bisa melakukan apapun selain bersimpuh di atas tanah karena pedangnya telah terlempar cukup jauh dari tempatnya berada sekarang.
“Salahmu… kau menyembunyikan ratuku!” Teriak Aiden marah sebelum ia mengayunkan pedangnya ke arah kepala raja Hora dan langsung membuat raja itu terkulai di tanah dengan darah yang terus mengucur dari lehernya. Dari kejauhan, pangeran Max langsung memacu kudanya dengan kencang sambil berteriak marah pada Aiden. Pria itu dengan brutal langsung mengarahkan pedangnya ke arah Aiden saat ia melihat ayahnya telah terkapar tak berdaya di bawah kaki kuda milik pria kejam itu.
Crash
Sring
Beberapa kali Max menyerang Aiden dan mencoba untuk menumbangkan raja kejam itu, namun dengan mudah Aiden dapat menangkis setiap serangan itu hingga membuat Max semakin marah dan naik pitam. Pria itu terus berusaha untuk menjatuhkan Aiden dan memenangkan peperangan ini. Ia tidak terima jika raja muda itu juga menginjak-injak kerajaanya seperti ia menginjak-injak kerajaan yang lain.
Sret
Max berhasil melukai lengan Aiden dan membuat kulit pria itu sobek dan mengeluarkan darah. Aiden yang melihat lengannya terluka menjadi begitu marah pada Max. Kini ia tidak ingin bermain-main lagi pada pangeran tampan itu. Kali ini ia benar-benar akan mengerahkan seluruh kekuatannya untuk menghancurkan satu-satunya keturunan raja Hora.
“Beraninya kau melukaiku! Akan kubunuh kau pangeran sombong!” Teriak Aiden marah dan langsung menghunuskan pedangnya secara membabi buta ke arah Max. Peperangan itu terus berlangsung dengan sangat panas. Kedua pria muda itu sama-sama saling menyerang satu sama lain untuk merebutkan apa yang mereka inginkan.
Sring
Klang
Pedang milik Max jatuh ke atas tanah saat Aiden mulai menyerangnya dengan penuh perhitungan. Max kemudian menatap tajam pada Aiden sambil mengepalkan tangannya dengan marah. Ia tidak akan kalah dengan semudah itu. Jika pedangnya telah jatuh, maka ia akan melawan Aiden dengan tangan kosong. Apapun yang terjadi, ia harus pulang dengan selamat dan membawa kejayaan untuk kerajaan Hora.
“Ayo kita bertanding tanpa menggunakan pedang.”
“Huh, dasar licik! Kau sudah kalah dariku, jadi jangan coba-coba untuk bernegosiasi denganku.” Ejek Aiden remeh. Saat ini sebenarnya ia bisa menyerang Max dengan mudah. Tapi, ia tidak ingin membunuh Max sekarang. Ia ingin membawa Max ke dalam kerajaannya dan melihat pria itu hancur saat ia telah berhasil mengambil wanita yang dicintainya selama ini.
“Aku tidak akan membunuhmu sekarang, jadi jangan coba-coba untuk membuat kesabaranku habis dengan sikapmu yang sombong itu. Jika kau memerintahkan seluruh prajuritmu untuk mundur sekarang, maka prajuritku tidak akan menyerang kalian lebih jauh lagi. Apa kau tidak memikirkan nasib seluruh prajuritmu yang mati sia-sia di sini?”
“Tidak! Mereka semua akan berperang sampai akhir. Tak akan kubiarkan kau menginjak-injak harga diri kerajaan kami seperti itu. Lebih baik kami mati dengan cara terhormat daripada kami mati dengan cara memalukan seperti itu. Kami bukan pengecut sepertimu!”
Max berusaha kembali berdiri sambil menatap Aiden dengan penuh permusuhan. Tak sedikitpun ia pedulikan luka-luka sayatan yang saat ini memenihi seluruh tubuhnya dan menimbulkan rasa perih. Yang terpenting ia dapat melindungi kehormatan kerajaan Hora apapun yang terjadi.
Aiden sedikit menatap sebal pada pria sombong yang saat ini sedang menatapnya dengan wajah ponggahnya. Ia tahu jika saat ini Max telah terluka cukup parah dibalik baju zirahnya. Tapi, kali ini ia akan mengabulkan permintaan pria itu untuk berkelahi satu lawan satu tanpa senjata sedikitpun. Akan sangat menyenangkan jika ia dapat mempermalukan pria itu sekali lagi dan membuatnya semakin menderita dengan harga dirinya yang terinjak-injak itu.
“Baiklah, aku akan mengabulkan permintaanmu. Kita bertanding satu lawan satu. Semuanya tahan serangan kalian. Jangan ada satu orangpun yang saling menyerang kecuali aku dan pangeran kalian!”
Max kemudian segera menyiapkan kuda-kudanya untuk menyerang Aiden. Raja kejam itu pun juga telah menanggalkan pedanya dan turun dari kudanya untuk menghadapi Max secara jantan. Meskipun ia tahu jika Max tidak akan mungkin menang melawannya, tapi ia akan mengikuti permainan pria itu sekarang.
“Majulah, dan serang aku.” Tantang Aiden santai. Merasa diberi kesempatan, Max segera maju ke depan untuk menerjang Aiden dengan pukulan kerasnya. Namun, Aiden dengan mudah langsung menghindar dari seranganMax dan justru menendang Max keras tepat di tulang kering pria itu, hingga ia tersungkur begitu saja ke atas tanah. Max mengerang keras sambil memegangi tulang keringnya yang terasa ngilu dan perih. Tapi, ia segera bangkit berdiri dan kembali menyerang Aiden.
“Keparat kau! Aku tidak akan menyerah dan akan membunuhmu.”
Max mulai maju dan mengarahkan pukulannya ke wajah Aiden, namun pria itu berhasil menghindar dan menangkis serangan dari Max. Ketika Max sedang lengah, Aiden mengarahkan pukulannya pada perut Max hingga Max terbantuk-bantuk sebentar dan memuntahkan cairan merah pekat di atas tanah. Seulas senyum sinis tercipta di wajah Aiden ketika ia melihat lawannya yang tampak sudah kepayahan. Namun, dengan keras kepala Max mencoba untuk menyerang Aiden kembali, dan kali ini pria itu berhasil memukul wajah Aiden hingga Aiden sedikit terhuyung ke belakang. Setitik darah segar mengalir dari sudut bibir Aiden yang sobek. Aiden kemudian membalas Max dengan pukulan yang lebih keras ke arah dada pria itu, dan langsung membuat Max terbatuk-batuk dengan napas sesak yang tampak kepayahan. Ketika Max sudah mulai tumbang, Aiden menggunakan kesempatan itu untuk mengakhiri semuanya. Ia memberikan pukulan bertubi-tubi pada Max yang sudah tidak sanggup untuk melawannya, hingga pria itu kini terkapar tak berdaya di atas tanah, namun pria itu belum mati. Aiden memang sengaja membiarkan pria itu hidup agar ia dapat melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana detik-detik kehancuran kerajaanya.
“Habisi semua prajurit Hora! Aku tidak mau kalian menyisakan seorang pun rakyat Hora untuk hidup.” Perintah Aiden tegas pada seluruh prajuritnya yang telah siap untuk menebas kepala setiap prajurit Hora. Max yang melihat hal itu hanya mampu menutup matanya pedih atas apa yang terjadi pada kerajaannya. Kini kerajaanya telah benar-benar runtuh. Bertahun-tahun nenek moyangnya membangun kerajaan ini untuk memperoleh kejayaan, kini semua itu langsung runtuh hanya dengan sekali serangan. Max kemudian membuka matanya kembali sambil bersiap untuk menghadapi kematiannya sudah semakin dekat. Pria itu tiba-tiba teringat pada Calistha dan ibundanya yang saat ini masih berada di dalam istana. Ia kemudian menitikan air matanya pilu karena ternyata ia telah gagal mempertahankan kehormatan mereka. Sekarang raja Khronos pasti akan mengambil semua harta kerajaan dan ibundanya untuk dibunuh. Max tak kuasa menahan kesedihannya sambil memegang dadanya yang terasa sesak. Ia merasa begitu bodoh dan tak berguna. Ia lemah, dan ia dengan mudah dapat dikalahkan oleh raja Aiden yang kejam itu.
“Bangun! Aku tidak akan membunuhmu dan akan tetap membiarkanmu hidup. Jadi berhentilah menangis dan bangunlah. Kita akan pergi ke istanamu bersama-sama.” Perintah Aiden dingin dan datar sambil menarik kasar tangan Max yang telah terkulai lemah di atas tanah. Dengan lemas pria itu mulai menyeimbangkan tubuhnya dan berusaha untuk berdiri tegak di hadapan Aiden. Seluruh tulangnya terasa begitu ngilu dan sakit ketika ia memaksakan diri untuk berjalan menuju kudanya. Dilihatnya kini seluruh pasukannya telah mati dan habis. Tak ada seorang pun yang tersisa dari kerajaan Hora selain dirinya. Pria itu kemudian berusaha kuat dan mencoba untuk menaiki kudanya dengan susah payah. Setelah semuanya siap, raja Aiden segera memerintahkan seluruh pasukannya untuk menyerbu kota dan istana kerajaan. Saat ini kerajaan Hora telah resmi menjadi milik kerajaan Khronos, jadi mereka semua berhak melakukan apapun pada seluruh rakyat kerajaan Hora, termasuk membunuhnya.
“Bunuh semua rakyat yang memberontak dan bawa seluruh rakyat yang patuh ke kerajaan Khronos, mereka sudah menjadi bagian dari Khronos sekarang.” Ucap Aiden keras pada seluruh anak buahnya sebelum ia melesat pergi bersama kudanya yang gagah menuju istana utama untuk menjemput ratunya.
-00-
Di dalam istana, Calistha tampak begitu cemas sambil mondar-mandirk kesana kemari. Sang ratu yang saat ini sedang berdoa di atas singgasananya tampak menatap lelah pada Calistha yang sejak tadi terus berjalan kesana kemari tanpa melakukan sesuatu yang berguna. Tiba-tiba seorang prajurit istana menyampaikan pesan jika kerajaan Hora telah kalah dan kini raja Khronos sedang berada di halaman istana, dan sedang bersiap untuk memasuki istana. Mendengar hal itu, Calistha langsung berlari ke arah sang ratu dan meminta ratu untuk segera lari dari istana, karena raja kejam itu akan membunuh mereka semua. Tapi, ratu justru menggeleng keras dan tetap bersikeras untuk berada di kerajaanya meskipun sebentar lagi ia akan mati.
“Ratu, kumohon pergilah. Aku tidak ingin raja kejam itu melukai ratu. Kita masih memiliki waktu untuk pergi dan bersembunyi dari raja Khronos yang kejam itu.”
“Tidak, aku tidak akan pergi kemanapun dan akan tetap berada di sini hingga ajal menjemputku. Lebih baik aku mati daripada aku harus hidup tanpa suami dan putraku.” Ucap ratu Hora tegas tanpa gentar sedikpun. Calistha kemudian berusaha menarik tangan sang ratu agar wanita paruh baya itu segera berdiri dari singgasananya, namun ratu justru menghempaskan tangan kecil itu begitu saja, hingga Calistha tersungkur jatuh dari atas singgasana ratu yang tinggi itu.
“Kau wanita pembawa sial! Semua ini terjadi karena ulahmu. Seharusnya dulu aku tidak menerimamu dan membiarkanmu menjadi gelandangan di jalanan. Kini kerajaan suamiku telah hancur begitu saja karena ia telah berusaha melindungimu dari raja Khronos yang kejam itu. Jika kau ingin pergi, maka pergilah! Aku tidak akan pernah meninggalkan kerajaanku apapun yang terjadi.” Bentak ratu marah sambil mengepalkan tangannya kuat-kuat pada ujung gaunnya yang menjuntai ke atas lantai. Setetes air bening meluncur turun dari kedua sudut mata Calistha setelah ia mendengar semua kata-kata menyakitkan yang keluar dari bibir sang ratu. Padahal selama ini ratu selalu bersikap lembut dan tidak pernah sedikitpun berkata kasar pada siapapun. Kini untuk pertama kalinya sang ratu marah dan mencaci maki dirinya dengan begitu kejam dan menyakitkan. Calistha kemudian segera bangkit berdiri untuk berjalan pergi meninggalkan ratu Hora. Karena tak ada gunanya lagi ia berada di sana jika ratu Hora sudah tak menginginkan keberadaanya lagi di sana. Dengan lunglai, Calistha mulai berjalan keluar dari aula istana untuk melarikan diri. Namun, baru beberapa langkah ia berjalan, seorang pria dengan jubah hitam yang sedikit kotor menghadang jalannya memberikan senyuman sinid padanya. Pria itu dengan brengseknya mulai menatap tubuh Calistha satu persatu, dari ujung kepala hingga ujung kaki. Calistha yang melihat hal itu pun menjadi marah dan merasa terhina. Ia tidak terima jika ia dilecehkan seperti ini.
“Apa yang kau lihat! Minggir dari jalanku.” Teriak Calistha marah. Aiden tampak terkekeh pelan dengan reaksi Calistha yang sungguh sangat menggemaskan menurutnya. Hatinya kini dipenuhi perasaan bahagia yang meluap-luap karena akhirnya ia dapat menemukan ratunya yang telah lama ia cari. Dengan lancang, Aiden mulai membelai pipi mulus Calistha dengan lembut sambil tersenyum sinis ke arah Calistha yang semakin marah.
“Kau ternyata sungguh cantik. Aku sudah lama mencarimu, my queen.”
“Huh, brengsek! Kau memang raja brengsek cabul yang sangat menjijikan. Lepaskan tanganmu dari wajahku atau aku akan memukul wajahmu.” Marah Calistha berapi-api. Aiden justru tergelak senang dengan sikap Calistha yang pembangkan ini. Rasanya akan sangat menyenangkan jika ia memiliki seorang ratu yang begitu agresif seperti Calistha. Kehidupannya pasti tidak akan terasa hambar dan datar.
“Maaf, tapi wajahmu sepertinya telah menjadi candu untukku. Aku tidak bisa berpaling darimu sedikitpun. Bahkan, aku sudah tidak sabar untuk mencicipi tubuhmu yang menggoda ini.”
Plakk
“Kurangajar. Beraninya kau menamparku!” Teriak Aiden marah sambil mengusap pipi kanannya yang terasa panas akibat tamparan yang diberikan oleh Calistha. Sementara itu, Calistha tampak tidak takut sedikitpun dengan teriakan Aiden yang begitu mengerikan di hadapannya. Saat ini ia lebih merasa marah dan terhina dari pria itu karena raja kejam itu telah berani melecehkannya.
“Jika kau berani melecehkanku sekali lagi, aku akan membunuhmu dengan pedangku.” Balas Calistha berang dengan tangan yang sudah bersiap untuk menarik pedang peraknya keluar. Aiden kemudian tersenyum sinis pada Calistha sambil memberikan kode pada Spencer agar pria itu segera mengeluarkan tawanan utamanya.
“Keluarkan dia sekarang. Kita lihat, apa yang bisa dilakukan wanita ini jika ia melihat pria yang dicintainya sedang sekarat.” Ucap Aiden datar dengan wajah mengejek ke arah Calistha. Wanita itu tampak syok ketika akhirnya beberapa prajurit masuk ke dalam aula sambil menyeret Max yang tampak tak berdaya. Ratu Hora yang sejak tadi hanya diam di atas singgasananya, kini mulai menjerit pilu ketika ia melihat putranya tampak menyedihkan dengan darah segar yang masih mengalir dari wajah dan seluruh tubuhnya. Wanita paruh baya itu hampir berlari untuk mendekati putranya, namun langkahnya langsung dihentikan oleh dua prajurit Khronos yang berwajah sangar.
“Tolong, jangan sakiti putraku. Bunuh saja aku. Kumohon, jangan lakukan apapun pada Max.” Teriak ratu Hora pilu dari atas singgasananya. Aiden menatap sinis pada wanita paruh baya itu. Saat ini ia tidak membutuhkan kedua manusia itu. Yang ia butuhkan adalah Calistha. Jadi, ia akan memanfaatkan dua orang itu untuk membuat Calistha bertekuk lutut padanya.
“A apa yang akan kau lakukan pada Max?” Tanya Calistha terbata-bata. Tiba-tiba ia merasa begitu lega dan khawatir disaat yang bersamaan. Ia lega karena ternyata Max masih hidup, tapi ia khawatir karena raja kejam itu pasti akan melakukan sesuatu yang buruk pada pria yang dicintainya.
“Hmm, kira-kira apa yang akan kulakukan pada kekasihmu itu?” Tanya Aiden datar, namun terdengar begitu mengerikan di telinga Calistha. Dengan kasar pria itu langsung mencengkeram dagu Calistha dan membuat wanita itu mendongakan kepalanya. Sekuat tenaga Calistha mencoba untuk melepaskan diri dari cengekeraman raja kejam itu, tapi cengkeraman itu begitu kuat, hingga ia justru merasa semakin sakit saat ia berusaha untuk melepaskan diri dari Aiden.
“Sayang tenanglah, kau justru akan melukai dirimu sendiri.”
“Aku tidak peduli! Bahkan jika aku mati sekalipun, aku tidak peduli! Lepaskan tangan kotormu dari wajahku, dasar cabul!” Pekik Calistha berapi-api. Merasa tersinggung dengan hinaan Calistha, Aiden justru semakin mendekatkan wajah ke arah Calistha dan mencoba menghirup dalam-dalam aroma tubuh Calistha yang manis. Seketika ia langsung teringat akan kalung perak yang ia temukan di tengah hutan kemarin. Sekarang ia sangat yakin jika pemilik kalung itu pasti adalah Calistha, karena benda itu juga menguarkan aroma yang sama seperti aroma tubuh Calistha saat ini.
“Kau sangat manis sayang.”
Calistha tampak memandang jijik pada Aiden yang sedang mengendus lehernya dengan kurang ajar itu. Berkali-kali ia berusaha menggerakan tangannya untuk memukul tubuh pria itu, tapi raja kejam itu tetap tidak peduli dan justru semakin gencar mencumi setiap inci kulitnya yang terbuka.
Dari kejauhan Max tampak sedih memandangi Calistha yang sedang dilecehkan oleh raja Khronos. Rasanya ia ingin maju dan menerjang raja itu sekarang juga karena ia telah berani mengusik wanitanya. Tapi, di kanan kirinya, dua orang prajurit sedang mencekal lengannya yang terluka dengan begitu erat, hingga ia tidak dapat berbuat apapun selain menyaksikan kejadian menyakitkan itu dengan kedua matanya sendiri.
“Max, lihatlah. Aku berhasil mendapatkan wanitamu. Sekarang nikmatilah pertunjukannya.”
Setelah mengucapkan hal itu, Aiden langsung melumat bibir Calistha kasar tanpa mempedulikan erangan tertahan Calistha karena ia berusaha untuk menghindari ciuman panas tersebut. Aiden kemudian menarik rambut Calistha keras, hingga wanita itu merintih kesakitan sambil membuka mulutnya yang sejak tadi telah ditunggu-tunggu oleh Aiden. Tanpa membuang-buang kesempatan, Aiden langsung melumat setiap inci bibir Calistha dan menyelipkan lidahnya ke dalam sana untuk mencecap rasa manis yang dikeluarkan oleh Calistha.
Cukup lama mereka berciuman di tengah-tengah aula kerajaan Hora, hingga kemudian suara teriakan dari sang ratu menghentikan ciuman panas Aiden pada Calistha.
“Cukup! Jika kau menginginkannya, bawa saja gadis murahan itu sekarang! Dan lepaskan anakku sekarang juga.” Teriak ratu Hora keras, menyisikan sebuah rasa pedih di hati Calistha karena ia merasa telah dijual oleh sang ratu yang selama ini selalu dihormatinya.
LANJUT THOR…SEMANGAT NULISNYA YA
Ohhh gost…!!! I can’t wait the next part
Semangat author nulisnya…
Btw, kasih lope lope donk