Ratu Theresa meraih cangkir teh yang berada di mejanya dan menyiramkannya tepat di wajah Ophelia. Ophelia terkejut dan berteriak, merasakan air panas yang mengenai wajahnya. Berlahan-lahan erangannya itu mulai mereda dan tubuhnya jatuh luluh ke lantai. Ratu Theresa menantikan apa yang terjadi selanjutnya. Dan akhirnya apa yang ia curigai akhirnya terbukti.
Dari balik tubuh Ophelia keluar asap hitam yang berlahan-lahan menyelubunyi Ophelia. Asap itu menyeruak begitu saja sehingga menutupi ruangan dengan kegelapannya yang ada. Ratu Theresa menggertakkan giginya, merasakan hawa yang mencekam di sekitarnya. Claudia beringsut ke sudut ruangan dan berusaha melindungi dirinya.
Dari balik asap hitam tersebut muncul makhluk dengan tubuh tegapnya, mata merahnya, dan juga tanduknya yang besar dan tajam. Samuel menampakkan dirinya yang sebenarnya, dengan perwujudan yang lebih menyeramkan dan kejam.
Samuel mengaum dan memuntahkan api dari mulutnya. Ratu Theresa beringsut dan menghidari api-api yang bercipratan kemana-mana. Para prajurit datang sambil membawa tombak dan perisai. Mereka tercengang saat melihat ruangan tersebut sebagian telah berubah menjadi lautan api. Beberapa lainnya pergi untuk mengambil air dan memadamkan ruangan.
Ratu Theresa melirik kesekelilingnya. Semuanya berubah menjadi pemandangan berwarna merah. Memancing iblis di dalam tubuh Ophelia sangatlah fatal. Hal ini tidak ia pikirkan sebelumnya. Di sebrang ruangan Claudia berdiri di dekat jendela, berusaha berlindung di bali tirai yang belum di lalap oleh api. Ia melihat kearah tubuh Ophelia yang masih tak sadarkan diri di bawah kaki iblis tersebut. Wanita itu yang memulai semuanya. Merampas Aaron, membuat kekacauan dalam rumah tangganya, dan sekarang adalah kemunculan iblis di acara khusus untuk dirinya.
Sebuah pisau buah tergeletak di dekatnya. Claudia memandangnya sejenak dan otaknya langsung memikirkan ide brilian dan juga nekat. Claudia langsung meraih pisau tersebut dan berlari melewati api. Itu tidak memikirkan dirinya akan terlalap api ataupun kondisi kandungannya. Tapi ia ingin menyelesaikan masalah ini sekarang juga.
Claudia berlari menuju tubuh Ophelia. Ia harus membunuh Ophelia agar menghilangkan semua masalah ini dalam hidupnya.
“Claudia, jangan!”
Ia bisa mendengar suara Ratu Theresa mencegahnya. Tapi ia tidak peduli. Tinggal beberapa langkah saja mendekati tubuh Ophelia hingga Claudia di kagetkan dengan wajah Samuel yang muncul tiba-tiba saja di hadapannya. Claudia membelalakkan matanya dan beringsut mundur. Samuel menampakkan gigi taringnya yang tajam dan besar. Samuel berjalan mendekatinya hingga Claudia hampir terjatuh ke kobaran api yang berada di belakangnya. Tanpa di sangka ia merasakan tangan Samuel yang besar dengan kukunya yang tajam menopang tubuhnya, mencegahnya dari kobaran api.
Claudia terkejut dan juga merasa heran. Samuel mengangkat tubuhnya, menjauhkannya dari kobaran api. Disaat kakinya dapat menginjak tanah, Claudia beringsut mundur menuju dinding ruangan yang tampak masih kokoh. Ia menghindari dirinya dari tatapan Samuel. Samuel mengendusnya, lalu melirik kearah perut Claudia.
Sambil tersenyum sinis, ia berkata: “Belum saatnya kau mati. Aku membutuhkan dirimu.”
Dan setelah mengucapkan kata-kata itu, Samuel menghilang begitu saja dari hadapannya dan juga api-api itu berlahan-lahan mulai padam dengan sendirinya. Claudia menarik nafasnya dalam-dalam, begitu juga dengan Ratu Theresa. Ophelia masih tidak sadarkan diri. Menyadari kehadiran anaknya yang terkutuk dan kebenarannya, Ratu Theresa berteriak memanggil para prajurit dan memerintahkan Ophelia untuk masuk ke sel tahanan.
–{—
Charles terbaring lemah di ranjangnya. Tabib berusaha mengobatinya dengan berbagai cara. Memberikan obat kepadanya dan membersihkan muntahan darah di sekitar mulut dan lehernya.
Ratu Theresa membuka pintu ruangan dengan tergesa-gesa. Matanya terpaku tepat di ranjang Charles. Anak tersayangnya tengah berusaha melawan racun yang tengah mengalir di tubuhnya. Insiden itu benar-benar sangat tidak terduga. Charles diracuni oleh Ilana, wanita simpanannya sendiri. Dugaannya sangat benar bila Ilana adalah Ophelia, dan sekarang ia berusaha untuk membunuh kakaknya sendiri karena kutukannya.
Wajah Charles masih terlihat pucat. Setidaknya ini lebih baik dari sebelumnya. Tidak ada darah di bajunya. Pakainnya telah diganti dengan pakaian yang bersih. Ratu Theresa duduk di samping ranjang. Ia meraih tangan Charles dan mengusapnya, mendekapnya dengan kedua tangannya.
“Charles, anakku…”
Isak tangis mulai terdengar dari bibir Ratu Theresa. Aaron yang berada di samping ranjang ikut merasa simpati. Charles adalah inspirasinya, kakak yang terlihat kuat dan juga sosok pemimpin baginya. Melihat kakaknya tidak berdaya seperti ini membuat hatinya meringis.
“Ibu, sebaiknya ibu jangan menangis,” Aaron mencoba menenagkan ibunya. “Charles adalah sosok yang kuat dan tidak akan pernah tumbang dengan mudah.”
Ratu Theresa tidak henti-hentinya menangis. Air matanya mulai berjatuhan dan membasahi tangan Charles. Aaron mengigit bibirnya. Ibunya perlu waktu untuk berdua dengan Charles. Aaron mengerti itu dan memilih untuk meninggalkan ruangan.
Hanya mereka bertiga disana, Charles, Ratu Theresa, dan seorang tabib istana. Sang Tabib masih berdiri disana, melihat Sang Ratu menangisi nasib anaknya. Lalu, sebuah gerakan mengagetkan Ratu Theresa. Ia mendongak dan menatap kearah wajah Charles. Kelopak matanya bergerak dan berlahan-lahan ia membuka matanya.
“Charles…”
“Yang Mulia…”
Matanya memindai langit-langit sejenak. Lalu, ia menoleh kearah Tabib yang berada di sampingnya.
“Tabib Rene, terima kasih atas pengobatanmu,” Kata Charles dengan suara serak. “Aku sembuh dengan cepat karenamu.”
“Terima kasih, Yang Mulia,” Tabib Rene menjawab sambil bersujud di samping ranjang Charles.
“A-apa…” Ratu Theresa menyahut dengan keterkejutan yang pekat di wajahnya. “Kenapa kau…. bagaimana bisa?”
Charles tersenyum. “Ada sesuatu yang ingin aku katakan kepada ibu.”
–{—
Ophelia membenamkan wajahnya diantara lututnya. Wajahnya penuh dengan air matanya. Dirinya sendiri merasakan ketakutan yang amat sangat. Tubuhnya mengigil, darahnya mendesir. Dirinya akan tamat dalam hitungan beberapa hari. Mereka akan menghukum mati dirinya. Memotongnya, mengulitinya, menggergajinya, atau membakarnya hidup-hidup. Hukuman mati yang sangat kejam pasti yang akan mereka pilih untuk dirinya.
Dia melakukan kesalahan dengan datang ke Prancis kembali. Dia melakukan kesalahan dengan masuk ke area istana. Dia melakukan kesalahan dengan terlalu mempercayai Charles. Semua karena ia mengikuti hati nuraninya dan… Samuel.
“Samuel?”
Ophelia berucap dengan lemah. Hanya Samuel satu-satunya yang bisa ia harapkan. Samuel datang di hadapannya, dengan wujud yang lebih baik dari sebelumnya. Iblis itu duduk dihadapannya, menatap iba kepadanya.
“Sayangku,” Charles mengelus pipi Ophelia yang melepuh. “Kenapa kau menangis?”
“Samuel… tolong aku… aku takut,” Ophelia merangkak mendekati Samuel. Ia memegang kedua tangan Samuel dan memohon: “Tolong aku, aku tidak ingin mati. Aku tidak ingin di hukum mati.”
“Kau tidak akan mati.”
“Tidak! Mereka pasti akan membuatku mati,” Ophelia terisak. “Mereka akan menggerjajiku, mengulutiku, atau membakarku hidup-hidup. Aku takut…”
“Stt…” Samuel menenangkan Ophelia. “Jangan menangis. Aku berjanji akan melindungimu, sayang.”
“Tolong aku, Samuel….”
“Aku tidak akan membiarkanmu mati, sayang. Aku akan membantumu.”
“Dan aku berjanji tidak akan mengkhianatimu lagi.”
luar biasa keren!! salah satu cerita yg bikin aku buka web psa tiap hari, buat ngecek updatetan ceritanya.
Hehe terima kasih :cintakamumuach
Hhh.. Apa yang pengen diomongin charles ke ratu theresa??? Akuu penasaraann :NABRAKKACA
Lah. Kapan samuel pernah mengkhianati ophelia?
wah… makin runyam ne suasana nya :PATAHHATI
Aduhhhhh jngn2 Samuel pny rencana laen nih, jngn2 Charles jg pny rencana dan ophelia jdi korbannya huaaaaaa kasian dia nya
ini makin rumit konfliknyaaa huhu