Saat kita masih SD sampai SMU saat kita jatuh cinta pada perta ;-) ma kalinya, orang bilang itu cinta monyet. Cinta yang kalau menurut Wikipedia diartikan sebagai perasaan cinta yang terjadi antara sepasang anak muda yang masih dalam masa remaja. Istilah ini juga dapat digunakan sebagai kata sindiran, yang digunakan kepada seseorang yang kurang mencintai pasangannya atau menggambarkan sebuah cinta yang tidak akan mendapat balasan. Tapi pada kenyataannya orang yang merasakan ‘cinta monye’ pasti merasakan balasan rasa cintanya pada saat itu. Makanya banyak anak-anak SD, SMP bahkan sampai SMU punya pacar dan katanya mereka saling mencintai dan kemana-mana selalu berdua kaya perangko, nempel hahahahaha. Bahkan ada yang dengan puitisnya mengatakan kalau pasangan mereka itu adalah pasangan cinta pertama dan biasanya cinta pertama itu nggak pernah akan hilang di memory. Apakah kalian setuju dengan hal ini? Ya setuju atau nggak, itu hak masing-masing orang :mrgreen: :mrgreen: .
Sekarang membahas cinta monyet yang sudah naik tingkat menjadi cinta pada pandangan pertama. Apakah cinta pada pandangan pertama ini yang kita rasakan saat pertama kali tertarik pada seseorang ataukan sebenernya itu hanya rasa tergila-gila saja? Ada yang berkomentar seperti ini “Love at the first sight terdengar sedikit tak masuk akal bagi beberapa orang. Hal tersebut lebih kepada ketertarikan namun bukan cinta. Cinta itu timbul ketika seseorang sudah bisa mendalami karakter masing-masing dan bisa menerima pasangan apa adanya. Namun tak sedikit pula yang masih percaya dengan kata hati dan mereka menemukan pasangan mereka pada pandangan pertama” atau seperti ini “Pertama kali saat melihat seseorang dari penampilan ada kemungkinan kita tertarik namun belum mengetahui kepribadiannya. Ini lebih disebut dengan ketertarikan namun bukan cinta. Cinta tak bisa terjadi dengan begitu mudah dan dalam waktu yang singkat. Dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk cinta agar berkembang. Jadi ini bisa dikategorikan sebagai perasaan tergila-gila”.
Jadi untuk definisi cinta monyet, cinta pada pandangan pertama ataupun hanya rasa tergila-gila, hanya kita sendiri yang bisa memutuskan perasaan yang mana yang kita miliki. Kalau orangtua jaman dulu bilang “wiwitaning tresno kui jalaran saka kulino yang diterjemahkan cinta yang datang karena terbiasa”. Istilah ini digunakan karena pada jaman dulu, pada simbah, eyang, nenek/kakek, oma/opa kita masih hidup dalam sistem perjodohan. Awal dijodohkan, mungkin tidak ada rasa tertarik, sayang atau bahkan cinta diantara mereka. Tapi seraya tahun-tahun kehidupan rumah tangga mereka berlalu, rasa tertarik, sayang dan cinta ini tumbuh berkembang dan akhirnya mereka bisa hidup bersama sampai maut memisahkan mereka.
Kalau dibayangkan, pasti butuh upaya keras dan pengorbanan diantara dua orang yang punya latar belakang, kepribadian, sifat dan jenis kelamin berbeda yang dijodohkan supaya bisa hidup berdampingan bersama. Kenapa kudu aku sebutin jenis kelamin yang berbeda itu karena jaman sekarang yang berkelamin sama aja bisa nikah dan jaman dulu nggak ada yang namanya pernikahan sejenis. Pernikahan sejenis baru dilegalkan oleh salah satu negara di Eropa pada tahun 1996 dan mbah buyut kita nggak akan melakukan perkawinan sesama jenis pada jaman dulu ;-) ;-) .
Tapi perjuangan mereka itu ternyata diberkati oleh Sang Pemrakarsa Perkawinan yaktu Gusti Allah. Buktinya yang tadinya dijodohkah akhirnya bisa hidup berdampingan sampai lanjut usia bahkan sampai maut memisahkanpun, pasangan yang ditinggalkan masih berusaha setia dengan tidak menikah lagi sampai kematian menjemputnya.
Sering aku mendengar “Mbah putrimu nang endhi, kok ra ketok?” (Mbah putri dimana, kok nggak kelihatan?) padahal Embah putri baru aja pergi alias nggak ketok di depan mbah kakung selama 10 menit tapi mbah kakung udah kebingungan nyariin. Demikian pula sebaliknya kalau mbak kakung nggak ketok selama beberapa menit aja di depan mbah putri, pasti mbah putri bingung nyariin. Apakah hal itu juga yang kalian lihat? ;-)
Tahun berganti dan kebiasaan perjodohan sudah nggak umum lagi karena tiap orang punya keingainan untuk memilih pasangan masing-masing sesuai dengan hati mereka. Tapi satu hal yang masih tersisa adalah saat si anak membawa calon istri atau calon suami kehadapan orangtuanya, belum tentu orangtua setuju dengan pilihan anaknya. Orang tau masih memiliki kriteria sendiri. Pertimbangan mereka adalah bobot, bibit dan bebet. Tapi pertimbangan ini nggak selalu membuat orangtua menjadi kaku untuk merestui atau tidak merestui calon pasangan hidup pilihan anaknya itu. Walau ada yang bersikap kaku dengan masalah ini :mrgreen: Biasanya orangtua akan mengajak si anak untuk berbicara, tukar pikiran dengan si anak tentang pilihan calonnya itu. Kalau ternyata banyak hal janggal, orangtua pasti akan menyarankan untuk tidak meneruskan hubungan ini. Dan biasanya anak yang sayang, menghormati dan patuh pada orangtua, pasti mereka akan menuturuti saran orang tua walau harus mengorbankan perasaan mereka. Cuma banyak juga anak yang tetep kukuh dengan pasangan pilihannya itu. Orangtua hanya memberi saran dan anaklah yang akan menjalani kehidupan pernikahan.
Ada anak yang tetep kukuh dengan pilihannya. Mereka menikah, punya anak, dan harapannya bisa hidup berdua selamanya bersama pasangan pilihannya sampai maut memisahkan salah satu dari mereka. Demikian pula dengan akan yang memilih mengikuti saran orangtua untuk mencari pendamping lain yang dirasa orangtua, lebih baik dibanding pilihan sebelumnya. Nah saat maut memisahkan mereka, ada yang bisa bertahan dengan tidak menikah lagi tapi ada yang beralasan butuh teman dan memutuskan untuk menikah lagi. Keputusan adalah hak yang harus dihormati. Ada anak yang bisa menerima keputusan orangtuanya untuk menikah lagi saat ibu atau ayah mereka meninggal. Tapi ada anak yang tidak bisa menerima keputusan orangtuanya untuk menikah lagi dengan alasan bahwa ibu atau ayah yang meninggal tidak bisa digantikan oleh orang lain.
Saat kepentok dengan keadaan ini, bagaimana sikap orangtua yang ngebet banget untuk nikah lagi? Apakah orangtua akan tetep kukuh dengan keputusannya tanpa mempertimbangkan keadaan emosi sang anak? Dari posisi anak, apakah si anak akan mempertimbangkan keinginan orangtuanya yang mau menikah lagi tanpa menjadi emosional? Apakah orangtua dan anak akan mengupayakan menjalin hubungan yang akrab sehingga ada kata mufakat bersama tentang masalah ini? Kadang dengan berbicara dari hati ke hati tanpa dibumbui sikap emosional berlebihan, akan kata sepakat yang membawa kedamaian. Memang untuk kata sepakat ini dibutuhkan kepala dingin, kerendahan hati, empaty dan upaya dari kedua belah pihak menurunkan sikap dan sifat egois. Tapi hal ini amat sangat susah diterapkan hahahahaha. Tapi yakinlah kalau diterapkan, pasti ada banyak berkatnya.
Dalam perkawinan pasti banyak sekali masalah yang timbul. Bagaimana cara mereka menyikapi dan menyelesaikan masalah, itu yang menjadi kunci bertahan atau tidak bertahannya perkawinan. Kalau jaman dulu, bila didalam rumah tangga ada masalah, baik suami maupun istri akan berusaha menyelesaikan secara empat mata. Masalah dalam rumah tangga hanya berputar di kamar mereka saja. Diluar kamar, mereka akan menjaga sikap supaya masalah tersebut tidak terendus anak-anak.
Tapi kalau jaman sekarang, masalah rumah tangga bisa jalan-jalan sampai luar kamar—keluar rumah —bahkan bisa jadi kuda binal duluar sana. Buktinya banyak suami atau istri yang kalau berantem, bisa dengan leluasa saling bersuara keras di depan anak-anak. Selain itu, kalau yang merasa ngartis, masalah rumah tangga mereka terupdate di sosmed. Atau yang lagi butuh sandaran, langsung nyari temen buat jadi tempat sampah dari semua masalahnya. Kalau tempat sampahnya berjenis kelamin sama, alias si istri curhat ke temen perempuannya atau suami curhat ke sobat lelakinya, masalah bisa sedikit terurai. Tapi kalau tong sampahnya berjenis kelamin beda, bisa berakibat fatal karena ujung-ujungnya main perasaan, main membanding-bandingkan pasangan, main menjelek-jelekkan pasangan, dan polpolannya main tusuk dibelakang alias selingkuh hahahahahaha. Apalagi kalau pas ada masalah, ketemu sama manta cinta minyet, mantan cinta pertama, manta pacar atau mantan-mantan lainnya.
Tapi kalau ada masalah pelik dan tidak bisa diselesaikan, mungkin bisa curhat sama Gusti Allah. Kalau merasa belum lega juga, bisa curhat sama orangtua bagi yang masih punya orangtua. Kalau semisal udah nggak punya orangtua, bisa curhat ke orang yang dituakan, siapapun yang dirasa bisa memberikan nasehat yang bijaksana. Nasehat yang tidak berat sebelah. Nasehat yang diberikan berdasarkan penalaran yang tepat. Nasehat yang diberikan karena mengharapkan agar permasalahan ini terselesaikan dengan baik tanpa ada kata pisah ranjang, pisah rumah, dan finally kata cerai.
Kadang orang lupa dengan janji pernikahan yang udah diucapkan dihadapan Gusti Allah dan para saksi bahwa kedua belah pihak baik pria dan wania akan saling setia, saling melengkapi, saling mendukung dalam keadaan susah dan senang. Menerima semua sifat baik dan buruk pasangannya sebagai satu paket karena didunia ini nggak ada manusia yang punya sifat dan sikap sempuna, bukan?
Kalau semisal udah tahu kalau calon pasangan hidupnya tukang pukul, tukang selingkuh, tukang ngabisin duit, tukang omong kasar, dan keburukan lainnya, kenapa juga tetep dinikahi? Kalau udah tau calon pasangan hidupnya jorok, pemalas, nggak terampil, nggak sabaran dan keburukan lainnya, kenapa juga masih tetep dipertahankan saat masih dalam kondisi ‘calon pasangan hidup’?
Memang di dunia ini nggak ada manusia sempurna. Tapi itu bukan berarti kita jadi nggak bisa dapat pasangan yang baik walau ada kekurangannya. Taruhlah punya 8 kriteria pasangan idaman: 1. Mapan; 2. Pekerja keras; 3. Setia; 4. Baik; 5. Penyayang; 6. Rajin; 7. Sabar; 8. Ganteng/Cantik, kalau semisal ada 3 dari 8 kriteria itu nggak masuk, apakah kita bisa menerima ataukan kita akan tetap mencari sampai 8 kriteria tersebut terpenuhi semua? Kalau iya, jadilah manusia dalam dongen, novel atau cerita roman yang banyak digandrungi dewasa ini :lol: :lol: hahahahaha.
Ini pemikiran absurdku tentang dunia percintaan dan perkawinan. Ini hanya hasil sedikit pengamatan dari mengamati rumah tangga simbah, orangtuaku dan orang-orang di sosial media. Bagaimana dengan kalian? Pasti kalian punya pandangan berbeda dan mungkin lebih baik dari pandanganku. Tapi yang aku tahu adalah aku ingin meniru cara pandangan simbah dan orangtuaku dalam memandang mahligai perkawinan termasuk intrik didalamnya dimana ada kesetiaan, kerjasama, saling menghormati, menghargai dan cinta serta kasih sayang dan pengorbanan.
;-) selali lagi ini hanya iseng ;-)
Heemmm aku setuju sama pemikiran kamu. Cinta itu datang karna terbiasa. Aku juga ga percaya sih cinta pada pandangan pertama, yang ada itu hanya perasaan tertarik/tergila-gila seperti yang kamu katakan tadi
:sangatterpesona :sangatterpesona
ho oh….jangan sampai dapat “kucing dalam karung” dah
Wahhhhh ga kerasa baca tau2 dah diakhir aja nih
Keren ni ka tulisanny, jdi ada ancang2 lah buat nnt memilih pasangan hidup eaaaa
Klo aq dididik, menikah itu ibadah, jdi segala hal yg dilakukan didlm ny diniatkan ibadah biar semua berkah dlm berumah tangga, pasangan suami istri menerima kelebihan dan kekurangan, saling melengkapi dan mengayomi, tidak ada yg ditutupi, terbuka sma pasangan masing2 gtu hihi
Bnyk yg aq pelajari dri ibu dan ayah aq, mereka Alhamdulillah awet2 aja sampai sang Maha Pencipta memisahkan lewat maut
Ayahku pernah bilang ‘nnt insya Allah pny suami yg lbh sabar dri ayah’ lahh ayah aq tuh udah sabar bngt tau ka, trs aq didoain bgtu, gmn ga seneng plua terharu aq ny :PATAHHATI
Bnyk lah pokokny yg aq pelajari, diatas hanya brp persen ny aja hehe
Mksh atas share tulisanny
Ditunggu karya2 lainnya
Semangat trs ya ka
:inlovebabe :inlovebabe makasih ya komentarnya…..
pokoknya semoga dapat jodoh sesuai doa dari ayah ya
:dragonmintacium :dragonmintacium
Aminn ya Allah Aminnnn
Mksh kembali ka, bgtupun dikau ya, Mga dpt jodoh terbaik dri Allah
pasangan terbaik itu dibentuk, bukan ditemukan hehe
aku lupa baca itu dimana tapi aku setuju, ya.
lovey dovey itu mudah, yg gak mudah itu menjaga dan usaha memupuknya hehe
kadang egois dibutuhkan di dalam rumahtangga disaat2 tertentu hehe
selalu terbuka akan lebih baik. saling menghormati itu penting! hehe
kalo ada masalah dan emosi (katakanlah minta pisah – amit2 ya) inget2 dulu perjuangan awal bangun rumahtangga gimana, susah senang gimana, mungkin ini yg bisa dijadiin rem – dan tamparan supaya inget kalo harus bisa ngendaliin diri.
dunia pernikahan itu indah dan gak selalu indah haha jd memang macem2 rasanya
semangat ! semoga jodohnya yg terbaik, aamiin :YUHUIII