Chapter 15
-Jason Lee POV-
Malam hari setelah aku berbicara dengan halmeoni ia telah pergi selamanya. Sungguh ini mengejutkanku karna aku tidak dirumah sakit saat itu, aku sedang dirumah halmeoni bergantian jaga dengan hyung.
Kami baru pulang dari pemakaman, keadaan Mei sungguh membuat hatiku miris. Ia seperti kehilangan semangat hidup. Dia tidak menangis dia hanya diam pandangannya kosong. Apa yang harus aku lakukan sekarang, aku tak mungkin membiarkannya seperti ini terus.
Hari sudah gelap sekarang sejak pulang dari pemakaman Mei belum mengisi perutnya. Semua orang sudah membujuknya untuk makan tapi hasilnya mereka tidak berhasil.
Dari tadi ia berada di kamar halmeoni sepertinya ia akan tidur disana. aku menaiki tangga menuju kamar Mei memberinya waktu untuk sendiri. aku tahu rasannya kehilangan.
Kamar Mei tidak berubah sama seperti pertama kali aku masuk kesini. Aku selalu menyukai foto-fotonya diatas meja tapi hanya satu yang tidak aku suka fotonya bersama seorang pria jepang. Foto mereka diambil saat Mei masih di junior high school dan pria itu mengenakan seragam Senior high school mereka tersenyum sangat cerah difoto itu.
Kurebahkan tubuhku diatas kasur, percakapan terakhirku dengan halmeoni masih terngiang. Aku harus membertitahu Mei prihal kakeknya tapi itu tak mungkin mengatakannya sekarang.
Hal itu hanya membuat luka yang Mei rasakan saat ini semakin dalam setelah kematian neneknya dan fakta tentang kematian kakeknya yang disembunyikan oleh suaminya. Itu sama saja aku menaruh garam diluka seseorang.
***
Kakek orang yang paling keraspun tak bisa meluluhkan Mei untuk makan, ini sudah memasuk siang hari. Sudah hampir dua hari ia tidak memasukkan apapun kedalam perutnya. Aku ambil nampan berisi makanan untuk Mei. Seharusnya aku melakukannya dari kemarin, aku sudah tidak bisa mentolerir sikapnya yang menyakiti tubuhnya itu.
Aku letakkan makanan diatas nakas. Ia sedang memegang sebuah pigura yang aku yakin pasti foto halmeoni. Dia tak menyadari keberadaanku disampingnya. Aku ambil pigura itu, ia menatapku tajam. Ia menggapai tubuhku meminta kembali pigura itu. Aku menyembunyakannya dibalakang punggungku.
“jika kamu makan aku akan mengembalikan foto ini” ucapku memberinya penawaran.
Ia diam membaringkan tubuhnya membelakangiku. aku tak akan menyerah begitu saja. Kubuka pigura mengeluarkan foto halmeoni dan melamparnya kedinding. Suara pecahan kaca membuat Mei membalikkan tubuhnya cepat, matanya melebar ketika melihat pigura yang sudah pecah berserakan dilantai.
“jika kamu tidak makan aku akan mengahancurkan foto ini seperti pigura itu, jadi cepatlah makan sebelum aku benar-benar melakukannya. Apa kamu tidak peduli lagi dengan hidupmu semua orang mengkhawatirkanmu. Apa kamu mau kakek, nenek yang masih hidup pergi karena sikapmu yang seperti ini”.
Ia diam, aku berjalan mendekatinya merengkuhnya kedalam pelukanku.
“Makanlah, apa kamu tak lihat mereka juga bersedih atas kematian halmeoni dan ditambah lagi keadaanmu yang seperti ini” bujukku.
“aku merasa bersalah, aku belum mengatakan yang sebenarnya tentang pernikahan kita, bagaimana kita membohonginya” ujar Mei.
“apa yang kamu khawatirkan Mei, kita tidak berbohong tentang pernikahan kita. Pernikahan kita sah Mei, kamu tidak tahu, aku menyukaimu sebelum aku bertemu denganmu. Jadi bisa dikatakan aku tidak berbohong dengan perasaanku”
Ia mendongakkan wajahnya menatapku, aku mengelus pipinya menyelipkan rambut dibelakang telinganya.
“apa kamu ingin bercerai denganku agar perasaan bersalahmu hilang?” tanyaku.
Ia terkejut mendengar pernyataanku, ia menggelang cepat aku tersenyum melihatnya, kucium keningnya.
“kita akan menjalani hidup yang bahagia Mei agar kebohongan kita kepadanya terbayar, apa kamu ingin mewujudkannya. Kamu tidak kehilangan halmeoni Mei, ia selalu bersamamu, ia selalu berada dihatimu Mei”.
“iya, aku tahu”
“ayo makan sayang, kamu tahu kamu terlihat seperti mayat hidup sekarang” candaku. Ia tersenyum sungguh aku merasa lega sekarang, senyumnya kembali lagi.
Aku berdiri untuk mengambil makanan Mei diatas meja lalu menyuapkannya kedalam mulut Mei.
“aku bisa makan sendiri Jason” ujarnya
“tidak, aku ingin menyuapimu jadi diamlah dan buka mulutmu karena aku tak akan berhenti sampai kamu mengahabiskan makanan ini”
“tapi aku bukan anak kecil yang masih harus disuapi” rajuknya
“aku tak peduli”
***
Sudah hampir tiga bulan setelah kematian halmeoni, kami kembali ke korea 1 minggu setelah pemakaman berlangsung. Aku masih dalam tahap belajar mengurus perusahaan ayah.
Entahlah, aku merasa aku tidak bisa menjalankan perusahaan ini. Kenapa tidak samchonku saja yang jadi pemimpin. Akkhh, ini membuatku pusing. Bahkan sebentar lagi aku akan melakukan konser terakhirku sebagai penyanyi.
Kurang dari satu bulan kedepan kontrak dengan agency ku akan berakhir. Aku sibuk dikantor, masa pengalihan jabatan akan dilaksanakan setelah kontrakku berakhir. Appa bogosipoyo, seandainya appa masih hidup. appa pasti akan menyemangati aku sekarang. Selesai pulang dari kantor aku mampir dulu untuk membeli sesuatu buat Mei, ia memintaku untuk membelikannya ice cream.
Aku memperbaiki letak kaca mataku, saat ini aku hanya memakai hoode, topi dan kaca mata. Pengunjung mini market disini sejak tadi sudah melirikku. Sepertinya mereka mulai curiga. apa ice cream kesukaan Mei. Aku tak tahu es krim kesukaan Mei, kenapa hal sekecil inipun aku tak tahu. ah aku ambil saja semua jenis dan langsung membayarnya .
Sesampainya dirumah, eomma menyambut kepulanganku. Setelah kematian Halmeoni, eomma sering datang kerumah untuk menemani Mei. Eomma bilang Mei membutuhkan seseorang yang selalu bersamanya.
Ya, aku akui itu, terkadang saat aku bersamanya ia suka melamun, aku tahu pasti ia masih merasa bersalah kepada Halmeoninya. Kulangkahkan kakiku mendekati Mei yang menonton TV dan Roze kucing pemberianku berada dipangkuannya.
***
-Mei POV-
Aku tersentak dari lamunanku karena seseorang memelukku dari belakang. Aku memutar tubuhku, kulihat Jason berdiri dengan pakaian kantornya tersenyum kepadaku, akhir-akhir ini ia semakin perhatian padaku.
Aku tahu Jason mengkhawatirkanku termasuk eommanim, ia bahkan sering berkunjung kesini. Ia akan pulang setelah Jason tiba dirumah. Jason duduk disebelahku membuka jas kantornya, meletakkan tangannya dibelakang punggungku. Aku merapatkan tubuhku dan bersandar pada Jason.
“Apa yang kamu tonton Mei” tanyanya.
Aku tidak menonton layar televisi ini. Pikiranku masih berisi seputar halmeoni. Diamku menjadi suatu kesimpulan bahwa aku tidak mengetahui apa yang aku tonton. Aku menundukkan wajahku, Jason menyentuh daguku untuk menatapnya. Ia mengelus pipiku dan mencium keningku.
“Apa sebaiknya Kita carikan teman buat Kitty” ujarnya.
“kita beli kucing lagi agar Roze mempunyai anak, menurutmu bagaimana?” tanyaku
“ya, aku pikir juga begitu, ia terlihat kesepian di rumah ini”
Jason mengangguk dan tangannya mengelus Roze yang tertidur pulas dipangkuanku.
Aku tahu Jason merasa kecewa karena sampai sekarang aku belum juga hamil. Dia memang tak pernah mengutarakannya. Tapi aku tahu ia sangat menginginkan seorang anak diantara kami.
Itu terlihat saat Jason mengajakku untuk menjenguk istri temannya yang baru melahirkan. Bagaimana tatapannya saat melihat bayi, begitu cerah dengan senyum yang tidak terlepas dari wajahnya.
***
tbc
Tinggal 5 chapter lagi
tanggal 21 sudah end cerita My Bride
Terima kasih buat yg baca My Bride
Vote My Bride
Komen My Bride
Wah betapa bahagianya Jason :tepuk2tangan
Vote dlu ya ka
Haii ka, aq kembaliiii hihi
Kasian Mei, sakit bngt rasany ditinggal wafat nenek tuh huhu
Jason perhatian bngt sih hihi
Wahhh mga Mei cpt hamil, biar mereka berdua bahagia
Cuzz ke part selanjutnya
Semangat
yaaaa sedih itu boleh…tp jangan sampe berlarut ya mei….
klo ttg hamil….xexexe itu mah rejeki…
semoga mei & jason komunikasi tambah bagus…??
Semangat terus yaaa….
Vote dulu baru baca, hihi
Kasian si Mei, sedih banget tuh
Semoga Mei cepet hamil deh
Mei kasihan atuhhh aishh, untung udah nikah sama Jason, jadi ada yang nemenin dan nyemangatin…
Gak sabarrrr nunggu Mei ngisi momongan hihihi…
mei, semoga cepet hamil yaaaaaa
Kapan nih Jason menceritakan kebenarannya??