Kritik dan saran dari kalian sangat membantu. Tinggalkan jejak setelah membaca.
Happy reading guys!!!
******
RUANGAN gelap. Hanya ada penerangan dari cahaya matahari yang masuk melalui jendela kecil di atas kepalaku. Rak-rak serta tembok sekitar juga amat berdebu apalagi ditambah banyaknya peralatan kebersihan yang dibiarkan teronggok di lantai-lantai. Rasanya ruangan ini jadi semakin mirip dengan gudang.
Atau ini memang gudang?
Entahlah aku tidak tau persisnya ini di mana. Aku juga tidak tau kenapa seorang Dave Treanor yang normalnya adalah suami kakakku, tiba-tiba memintaku untuk datang ke rumah sakit dan barusan ketika aku sampai, ia justru menojok pipi kiriku dan setelah itu ia menyeretku sepanjang koridor rumah sakit dengan cara yang sangat membabi buta.
“Brengsek kau Lun!”
-BUGH- Dave kali ini menonjok bagian perutku hingga membuatku ingin muntah.
Aku mengerjap sebentar, rasanya kepalaku seperti berputar-putar tanpa henti. Dave sialan. Aku tau dia memang tidak pernah menyukaiku semenjak ia mulai berkencan dengan kakakku, Lily. Tapi setidaknya aku berharap ia tidak sebajingan ini ketika ingin mengajakku berduel.
“Yang brengsek itu siapa? Kau memukuliku seperti orang kesetanan, sedangkan aku sama sekali tidak berbuat kesalahan padamu!”
Dave menggeram. “Tidak berbuat kesalahan katamu?” Ia mencengkeram pipiku dengan satu tangan. Dan itu rasanya sakit sekali, mengingat pipi kiriku tadi ia tinju. “Kau dan teman-temanmu kan yang membuat Lily sampai sekarat babak belur?!”
“Apa maksudmu?”
“Jangan pura-pura bodoh!”
“Sialan! Aku memang sama sekali tidak mengerti apa yang sedang kau katakan. Lily sekarat babak belur dan itu karena ulahku?”
Dave mengangguk di depan wajahku. “Kau selalu iri dengan Lily. Dia anak kesayangan, sedangkan kau bukan. Dia selalu mendapatkan keinginannya, sedangkan kau tidak. Dia selalu dipuji, sedangkan kau tak pernah. Bukankah itu alasan yang kuat sehingga kau memutuskan untuk membunuh kakakmu sendiri?” ujarnya.
“Aku tidak seperti itu?!”
“Kau fikir aku percaya?”
“Lagipula FYI, seharian ini aku sama sekali tidak bertemu Lily. Aku ada di kampus. Dan kalau kau tidak percaya, mungkin kau bisa cek langsung lewat cctv.”
Tangan Dave terlepas dari pipiku. Ia berjalan menjauh memunggungiku. Mungkin berfikir apakah yang aku katakan tadi merupakan sebuah kebenaran atau bukan.
Baru aku ingin meregangkan otot, ketika Dave tiba-tiba berbalik.
“Oh-ho. Aku tau. Kau bisa saja menyuruh teman-temanmu itukan. Kau tidak perlu turun tangan untuk membunuh Lily. Kau bisa saja ada di kampus, tapi rencanamu itu tetap berjalan dengan bantuan teman-temanmu itu.” Ujar Dave.
Penampilan dan pergaulan. Itulah yang langsung terlintas di fikiranku. Ya, aku tidak menyalahkan Dave karena ia bisa sampai berspekulasi seperti itu karena penampilan dan pergaulanku memang tidak seperti Lily yang ada di dalam zona normal.
Aku –Luna Flaw- tipikal wanita urakan yang suka berkeliaran malam. Pakaianku hanya sebatas jeans sobek-sobek dengan kaos bergambar logo salah band-band rocker kesayanganku. Rambutku berwarna pink yang tentunya disengaja. Aku juga suka memasang piercing di hidung, lidah dan banyak di telinga.
Well, pekerjaan sampinganku adalah tukang tato dan teman-temanku adalah manusia terakhir yang mungkin akan kau pilih untuk dijadikan sebagai teman.
Tapi percayalah, aku tidak seburuk kelihatannya, begitu pula dengan teman-temanku. Perlu kalian ingat, kami tidak pernah bertindak kriminal dan kami juga tidak pernah minum hingga overdrunk. Walaupun kami brandal, kami masih tau batas. Lagi pula mana mungkin aku melakukan kejahatan dengan bantuan teman-temanku untuk memukuli Lily yang notabene adalah kakakku sendiri hingga hampir mati?
Demi Tuhan, mengertilah. Aku tidak segila itu.
“Jika kau mau mengakuinya dan meminta maaf saat ini juga, mungkin aku masih bisa memaafkanmu. Karena aku tau, hidup tanpa perhatian orangtua untukmu itu memang hal yang tidak diinginkan oleh siapapun. Aku memaklumi jika kau iri.”
“Dave, aku sama sekali tidak…”
“Tapi jika kau tetap mengelak dan tidak mau meminta maaf. Jangan salahkan aku jika kau mendapatkan yang lebih buruk daripada apa yang Lily dapatkan.”
CUKUP!
-BUGH-
-KRAK-
Dave terhuyung mundur hingga menabrak rak yang ada di sebrang. Sudut bibirnya mengeluarkan darah dan aku senang akan hal itu. Sudah lama aku menantikan bisa memukulnya seperti ini, namun selalu aku tahan mengingat ia adalah kakak iparku. Tapi kali ini ia sudah benar-benar keterlaluan.
Aku menarik kerah kemeja Dave sehingga wajahnya sejajar dengan wajahku. “Dengarlah Dave. Aku menyanyangi Lily melebihi apapun yang ada di dunia ini. Walaupun orangtuaku hanya sayang padanya, setidaknya Lily lah yang menggantikan mereka dengan menyayangiku. Dia malaikatku. Mana mungkin aku ingin membunuhnya?”
Dave mengelap darahnya dengan ibu jari.
“Dan asal kau tau Dave. Dari ribuan orang di dunia ini, yang sekarang ingin aku bunuh adalah kau. Bukan Lily!”
“ASTAGA! Apa-apaan ini Luna?!”
Dr. Ana berdiri di pintu gudang yang memang tadi tidak Dave tutup. Ia menatap tidak percaya ke arah kami –aku dan Dave.
“Kalian ini apa-apaan?!”
Dave buru-buru menampik tanganku dan berjalan tergesa-gesa ke arah Dr. Ana. Ya, Dokter Ana, dia dokter keluargaku. Dialah yang selalu menanganiku ketika aku kecelakaan. Baik jatuh dari pohon, masuk selokan, atau parahnya tertabrak motor saat menyebrang jalan.
“Bagaimana keadaan Lily, dok?”
Ah astaga, aku sampai lupa kalau Lily sedang…
“Dia sadar. Tetapi ia hanya menggumamkan namamu, Luna.”
… sekarat. Ya Tuhan. “Di mana Lily?”
Dokter Ana mengedikkan bahunya ke arah koridor, memberitahuku agar mengikutinya. Dave berjalan di sampingnya, sedangkan aku mengekor di belakang mereka. Dan disaat-saat seperti ini, jantungku mulai berdebar sangat cepat. Tanganku mulai dingin, ketika pikiran-pikiran terburuk yang tak pernah ingin aku miliki, mulai muncul berkelebatan di otak. Memutar kalimat seperti…
Bagaimana Keadaan Lily?
Apa dia separah yang Dave ungkapkan tadi?
Dia akan selamat kan?
Tidak-tidak, cukup berhenti sampai disitu saja! Lily akan baik-baik saja. Ya! Dia akan baik-baik saja kan? “Dokter apa yang terjadi pada Lily? Apa dia baik-baik saja?”
“Memar hampir di seluruh bagian tubuhnya. Beberapa sayatan pisau di pergelangan tangan. Pendarahan di kepala belakang, dan satu tusukkan pisau di perut.” Jawab Dokter Ana tanpa menoleh ke arahku sedikitpun.
“A-apa kau juga menuduh kalau aku yang melakukan itu?”
Dokter Ana menggeleng. “Aku tidak tau Lun. Hanya kau dan Tuhan yang tau jawabannya.”
Belum sempat aku memberikan penjelasan. Dokter Ana berbelok masuk ke dalam ruangan yang ada di ujung koridor ini. Aku mengikutinya masuk, dan seketika itu hatiku rasanya seperti diremas oleh tangan-tangan kasat mata.
Lily yang dulu selalu tersenyum saat aku pulang ke rumah, menyambutku dengan pelukan sehangat matahari di musim panas, kini hanya berbaring di ranjang. Matanya yang sebiru lautan tertutup rapat, tidak lagi menatapku dengan tatapan penuh kasih ketika aku datang kepadanya.
Aku berjalan tanpa menghiraukan tatapan menghakimi dari keluarga Dave, maupun keluargaku. Aku tidak perduli kalau mereka meganggap aku yang melakukan tindakan sekeji ini kepada Lily. Biarlah.
Untuk sementara ini biarlah.
“Lily?” Aku mengambil satu tangannya dan mengusapnya dengan lembut. “Apa kau bisa mendengarku? Aku Luna, lihatlah aku di sini kan?”
Tanpa disangka Lily menganggukan kepalanya. Mungkin meski ia sama sekali tidak bisa membuka matanya, ia masih bisa mendengarku dan merespon dengan anggukkan kepala.
Nafasnya yang mulai tersendat-sendat mau tak mau memancing air mataku untuk keluar. “Apa yang terjadi padamu? Bertahanlah untukku Ly…”
“Kau, kau mau kan bertahan untukku?”
Lily mengangguk.
Aku tersenyum. “Aku tak akan sanggup jika kau pergi Ly. Siapa yang akan melindungiku nanti? Kau juga berhutang untuk menceritakan kejadian yang membuatmu seperti ini, karena mereka semua menuduh aku yang melakukannya.”
Bibirnya bergerak-gerak. Aku tau, sebenarnya ia ingin sekali merespon perkataanku dengan berbicara panjang lebar. Tapi ia tidak bisa, alih-alih berbicara panjang lebar, yang keluar dari mulutnya justru hanya berupa bisikan. “Jagalah Kevin untukku.”
Astaga Kevin. Aku langsung mengedarkan pandanganku ke seluruh ruangan. Dan menangkap sosok anak laki-laki mungil yang sedang menangis tersedu-sedu dipelukkan ayah Dave.
“Pasti Ly, pasti. Jangan khawatirkan itu.” Kugenggam sedikit erat tangan Lily untuk memberitahunya bahwa aku bersungguh-sungguh. “Yang penting kau sembuh dulu, biar nanti kau bisa menjaga Kevin lagi. Ya?”
Lily kali ini tidak merespon. Tarikkan nafasnya justru semakin tersendat-sendat. Monitor di sampingku juga semakin berbunyi menakutkan. Cepat-cepat-cepat semakin cepat dan kemudian berdengung dengan panjang diikuti tertariknya garis lurus yang berjalan terus di monitor.
Selanjutnya… aku tak mengerti lagi apa yang sedang terjadi. Otakku berhenti bekerja sementara semua orang mulai menangis tersedu-sedu. Aku hanya merasa kalau beberapa saat bajuku seperti ditarik-tarik. Beberapa orang juga ada yang berteriak-teriak kepadaku.
Tapi kemudian itu semua, tarikkan dan teriakkan, berhenti ketika dokter Ana dengan wajah dingin yang tidak pernah aku lihat sebelumnya, menarikku keluar dari ruangan itu. Dan berhenti ketika ia rasa sudah membawaku cukup jauh dari sana.
“Pergilah, jangan menjadi penyebab keributan di sini.” Desisnya.
Aku menatapnya kosong tidak mengelak sama sekali atas perintahnya yang menyakitkan. Aku melangkah pergi sambil mendekap dadaku dengan erat, aku takut serpihan hatiku yang remuk berjatuhan.
Lily dengan senyum sehangat matahari musim panas kini sudah pergi. Ia meninggalkanku sendirian untuk menanggung hujatan keji yang sebenarnya hanya kesalahpahaman belaka orang-orang tersebut.
Penampilan dan perilaku. Sebaiknya kalian perhitungkan dua hal tersebut. Tidak semua orang memiliki pandangan yang sama bahwa sesuatu yang tidak normal adalah benar. Dan dalam kasusku, sayangnya pandangan tersebut berlaku.
*****
Rumit nih wkwkwk. Tapi kenapa Luna ga suka sama Dave ya hehe masih penasaran. Semangat nulisnya yaaaa
rumit ya, hidup emang gitu si :PATAHHATI
Cerita yg bagus lanjutkan yaa
Penasaran nih.
waw makasih, okay tunggu dan baca terus yay :tepuk2tangan
Ahhhhhh kasian Luna
Ada apa sma Lily, siapa yg tega bikin dia ampe meninggal, kenapa semua nuduh Luna, knp knp knp, msh bingung, mana yg bnr mana yg salah, klo Luna ga salah kasian dia dituduh bgtu sma klrga ny sndri dan klrga Dave, hidup tanpa dipercaya orang2 terdekat tuh pasti ga enak bngt
Ahhhhh penasaran penasaran huhuhuhuhu
Kedepan ny bakal jdi hari2 yg sangat berat buat Luna
Ditunggu kelanjutanny
Semangat trs ka
bakalan baper deh ini cerita sepertinya…
huhuhu…. :PATAHHATI :PATAHHATI
tapi luna strong kok, dia pasti bisa melewati masalahnya :YUHUIII
Bnr bngt mom
Aduhhh kasian Luna dah
Sippl Luna mah keren dah, kuat jg
Semangat Luna
aw…tukang tatto??
serem…..
seniman si Luna mah, makannya kerjanya penginnya yg bikin bikin gambar?
kasian Luna nyaa :PATAHHATI
dituduh macem2 itu menyakitkan apalagi emang gak tau apa-apa hiks
siapa ya yg bikin Lily begitu? :PATAHHATI
Kasian bener si Luna, padahal kan dia ngk tau apa-apa coba :PATAHHATI :PATAHHATI :PATAHHATI
Intinya dont judge it from the cover. Hampir sama nih apa yg aku rasain, boleh lah masuk list reading hehe
Ka, dikau abis edit ya
Lope2 ny pda ilang, cba dah dikau edit lgi, apus dlu [ratings] ny terus tulis ulang
Mga bsa balik ya lope2 ny
Semangat