“Lang, apa wanita itu akan datang hari ini ya?” tanya Ana, si pelayan imut berambut hitam dengan mata coklatnya yang bersinar ceria begitu melihat rintik hujan pertama mulai luruh membasahi bumi. Dari kaca jendela kecil cafe mereka bisa dilihat para pejalan kaki diluar sana mulai berlari bergegas menghindari hujan yang tiba-tiba datang, mengirim jejak muram disenja itu.
“Aku bukan peramal dobe, aku tidak tahu.” ucap pattiserie handal tapi dingin berwajah masam itu dengan bosan. Moodnya sedang jelek, tiap hujan turun entah kenapa suasana cafe mereka mendadak sepi.
Ana mengerutkan bibirnya imut, membuat wajahnya entah kenapa bertambah manis. “Menurutmu kenapa ya, wanita itu selalu datang disaat hujan?” tanya Ana sembari meletakkan kepalanya dimeja konter.
“Bukan urusan…”
Belum sempat Elang menyelesaikan gerutuannya yang biasa, suara lonceng pintu depan bergemerincing berisik.
“Hey, wanita itu datang lagi.” bisik Ana dari meja konter sambil menutupi sisi wajahnya dengan buku menu. Matanya melirik wanita berwajah muram yang menurutnya lumayan cantik. Rambut coklatnya disanggul tinggi tampak basah dan mata birunya tampak terus-menerus mau menangis. Dipilihnya meja dekat jendela yang tampak tersembunyi dari luar.
“Hn.” jawab Elang tak niat. Sembari membolak balik koran hari ini. “Lebih baik kau layani dia dobe, tak sopan sekali mengacuhkan pelanggan seperti itu.” lanjutnya datar
Ana menyipit marah. “Menyebalkan.” ucapnya menyambar daftar menu yang tadi diletakkan di meja, dan bergegas menuju ke arah satu-satunya pelanggan mereka saat itu, walau dalam hati Ana tahu apa pesanan gadis bermata sendu itu.
“Selamat siang nona, anda ingin pesan apa?” tanya Ana dengan suara ceria dan senyum kelewat lebar, tampak tidak cocok dengan guntur menggelegar yang mulai terdengar diluar sana.
Gadis itu menoleh sebentar dan menjawab dengan suaranya yang seperti dentingan lonceng. “Tiramisu cheesecake dan secangkir kopi hitam tanpa gula.” ujarnya sambil melanjutkan acara mengamati hujan diluar sana.
Ana mengundurkan diri dalam hening, dilihatnya Elang yang tengah menyiapkan pesanan wanita itu tanpa perlu menunggunya. Toh setiap kali wanita itu datang yang dipesannya selalu sama. Kenapa datang ke toko kue serba manis, jika hanya memesan kue dan minuman pahit begitu.
Setahunya wanita itu datang kira- kira dua bulan yang lalu, dan keanehan mulai terjadi hujan selalu turun setiap hari, disetiap senja seperti ini. Elang si pesimis itu tak percaya takhayul dan selalu bilang itu hanya kebetulan.
°°°°°°°°
“Aku kenal wanita itu.” ucap Dino, keesokan harinya ketika Naruto bercerita tentang si gadis hujan. Dino pelanggan toko kue mereka selalu datang setiap pagi dan memesan pancake hangat. “Namanya Vera, Vera Angraini. Anak pemilik toko bunga Clover di distrik sebelah.”
“Ah, benarkah. Pantas saja rasanya aku pernah melihatnya. Rambut dan matanya memang mirip tuan pemiliknya. Kira-kira kenapa ia selalu terlihat sedih begitu ya?”
“Mungkin karena kejadian itu ya…” ucap Dino sambil menopang dagunya.
Ana yang dari tadi berdiri disamping meja Dino memutuskan duduk sambil memasang wajah tertarik, mengabaikan Elang yang memandangnya mencela. “Apa, apa. Kejadian apa?”
“Kudengar dari ibuku, pacarnya kabur saat pertunangan mereka. Entahlah sejak itu menurut temanku yang dulu sempat dekat dengan gadis itu dia jadi sulit dihubungi. Hanya itu yang kudengar.”
Ana mencibir. “Ah sudahlah, kau memang tak berguna.”
Dino sudah siap membalas omongan Ana jika tak menyadari tatapan tajam Elang yang tengah sibuk mengelap gelas di balik counter. Dengan jengkel digigitnya pancake yang dipesannya. Dua orang itu memang menyebalkan sekali.
°°°°°°°°
“Kenapa aku harus melakukannya?” tanya Elang suatu senja, ketika hujan turun dan Vera kembali datang. Keningnya berkerut memandang nampan berisi sepotong kue stoberi yang dari aromanya pasti berasa sangat manis.
“Ayolah, sekali ini saja. Ya ya ya.” bujuk Ana dengan mata berkaca- kaca. Dia menyukai bekerja di kafe peninggalan kakeknya ini. Dan dia berharap semua pelanggan yang meninggalkan tempat ini akan merasa bahagia, seperti nama cafe ini.
“Kuharap kau tau apa yang kau lakukan dobe.” geram Elang mengambil nampan yang sedari tadi disodorkan Ana padanya. Membuat wajah Ana berseri, dengan cepat diciumnya pipi pucat Elang sembari berbisik mengucapkan terima kasih.
Dengan muka memerah, Elang berjalan menuju tempat duduk Vera. Dengan pelan diletakkannya seporsi stroberrycake didepan gadis itu.
“Apa ini?” tanya Vera menatap cake didepannya dengan bingung.
“Itu menu spesial hari ini.” jelas Ana sembari mengintip dari balik punggung tegap Elang. Dengan hati-hati ia berujar. “Kue itu bisa menghilangkan kesedihan.”
Sejenak tak ada yang bersuara diantara mereka. Hanya rintik hujan diluar jendela yang entah kenapa terdengar semakin keras. Tapi lalu gadis bermata sendu itu mengambil sendok dan mulai memakan kue di hadapannya. Dia menghabiskan kue itu tanpa berkata apa pun, hanya sesekali menangis diam-diam sambil menitikkan air mata dan menatap sedih keluar jendela.
Keesokan paginya, hujan berhenti. Orang-orang mulai berdatangan kembali datang untuk membeli kue. Tempat itu kembali penuh dengan suara.
“Seperti biasa, Vera.”
“Tidak. Aku ingin mencoba memakan kue manis hari ini. Kau yang pilihkan,” kata Vera tersenyum, mengabaikan bagaimana Ana bisa mengetahui namanya.
Ana tersenyum bahagia. Elang menatap Naruto sambil memberikan senyumnya yang langka.
“Silakan duduk di tempat biasa, Nona,” kata Ana pada tamunya itu.
Ana mengangguk meninggalkan Vera yang kembali duduk seperti biasa di meja di dekat jendela, tetapi kali ini tidak ada jejak hujan di permukaan jendela itu. Hari ini cuaca terang benderang di luar toko mereka. Dan Ana pun bertanya-tanya dalam hatinya.
Ke mana perginya hujan yang dipanggil sepi itu?.
Kakeknya benar, toko kue itu bukan sekedar toko. Tempat itu bisa jadi penyembuh bagi luka. Ana tersenyum sambil menyambut pelanggan baru mereka. Banyak kisah yang belum berakhir, juga luka yang menunggu untuk disembuhkan lalu hati yang harus dipertemukan. Mungkin dia dan Elang pun juga begitu.
Emmm ceritany manis deh ka, gmn ya, aq senyum2 ni bca ny
Pokokny segala luka akan sembuh, hanya tinggal menunggu waktu aja untuk luka itu sembuh dngn sendirinya
Semangat Ana dan Elang sang penolong penyembuh luka eaaaa
Ditunggu karya2 lainnya
Semangat trs ya
Iya, makasih ya… :tepuk2tangan
Siappp
Sma2 ka
Wkwkwkwk :NGEBETT
Aduh, ketawanya mencurigakan
hmmmmmmm, senyum senyum bacanya haha
Asal jangan senyum sendiri aja…
Aku sukaaa, ceritanya mengalir tenang sampai buat aku senyam-senyum sendiri aishh >_<