“Saya, Oh Sehun, menerima, Im Yoon Ah untuk menjadi istri, untuk memiliki dan menerima, mulai hari ini dan seterusnya, dalam suka dan duka, kaya maupun miskin, sakit dan sehat, untuk saling menyayangi dan menghargai, hingga maut memisahkan.”
“Saya, Im Yoon Ah, menerima, Oh Sehun untuk menjadi suami, untuk memiliki dan menerima, mulai hari ini dan seterusnya, dalam suka dan duka, kaya maupun miskin, sakit dan sehat, untuk saling menyayangi dan menghargai, hingga maut memisahkan.”
Sumpah yang kami buat. Saling berjanji selalu bersama dalam suka maupun duka. Hari paling membahagiakan bagiku. Sumpah yang diucapkan di hadapan pendeta disaksikan seluruh tamu dan keluarga kami. Sumpah di musim gugur.
Pernikahan kami terjadi bukan seperti pasangan yang saling mencintai. Kata cinta dalam hubungan kami seperti hal tabu. Aku dan Sehun menikah atas dasar hubungan perjodohan. Kami berdua dijodohkan orang tua.
Mungkin jika aku tidak dijodohkan dengannya. Aku akan menolak keras perjodohan ini. Namun, apa yang bisa kulakukan jika aku mencintainya?
Saat makan malam yang diadakan kedua orang tua kami. Aku bertemu dengannya. Lelaki yang telah kucintai sejak SHS. Lelaki dengan kepribadian dingin, tapi menjadi lelaki yang digilai siswi di sekolahku.
Dua keluarga tampak menikmati makan malam di salah satu restoran mewah. Raut wajah bahagia terlihat jelas pada dua pasang suami istri paruh baya berbanding terbalik dengan sepasang lelaki dan gadis di meja tersebut. Si gadis dengan raut wajah canggung namun tidak dapat menyembunyikan binar bahagia dan penuh pujaan pada lelaki di hadapannya. Sedang si lelaki berwajah datar, tidak ada ekspresi apapun yang ditampilkannya.
“Apa aku bermimpi? Dia yang akan dijodohkan denganku? Mimpi apa aku semalam? Kyaaa! Aku bersyukur tidak menolak perjodohan ini,” batin si gadis bergaun biru dengan model backless. Senyum menawan terulas di bibirnya.
Datar. Tidak ada tanggapan balik. Wajah si pria tetap datar menanggapi senyum yang dilemparkan gadis di hadapannya.
Tidak ada reaksi. Pabo. Apa yang kau harapkan Yoona. Tentu saja dia tidak akan membalasnya. Bukankah sejak dulu ia seperti itu, pikirnya.
Senyum di wajahnya memudar. Terganti dengan ekspresi kecewa yang tidak mampu ditutupi.
__________
Sepasang anak manusia dengan jenis kelamin berbeda di salah satu taman. Suasana canggung melingkupi keduanya.
“Aku menerima perjodohan ini hanya karena agar aku dapat menjadi presdir menggantikan Ayahku. Jadi,jangan mengharapkan gambaran pernikahan bahagia denganku. Kita berdua hanya orang asing yang terikat dengan status pernikahan. Jangan mencampuri kehidupan pribadiku,” ucap lelaki berkemeja abu-abu. Menatap tajam gadis di sampingnya.
Perih. Kata yang menggambarkan perasaan yang dirasakannya saat ini. Impian tentang pernikahan bahagia dihancurkan dengan kejam oleh sang pemeran utama pria dalam impiannya.
Sesulit itukah? Apakah aku benar-benar tidak menarik untuknya? Bahkan ketika kita bertemu untuk pertama kalinya sejak 6 tahun lalu. Ahh…, kau menyedihkan Im Yoon Ah, pikir Yoona.
Dipalingkan wajahnya ke arah lain. Menghindari Sehun melihat cairan bening yang bertumpuk dikedua bola mata rusanya.
“Dia tetap datar. Wajahnya tidak memiliki ekspresi bersalah sedikitpun setelah mengucapkan kata-kata itu. Apa ia tidak menyadarinya? Menyadari bahwa perkataannya melukai ku?” batin Yoona.
“Aku mengerti. Aku tidak akan mencampuri urusan pribadimu. Tapi, aku membutuhkanmu untuk bersikap layaknya pasangan suami istri di depan kedua orang tua kita dan orang lain.” Mencoba memberi tatapan datar seperti lelaki di sampingnya. Menutupi luka baru yang ditorehkan si lelaki beriris hazel.
____________
“Apa kau mempunyai waktu malam nanti?” tanyaku saat memasangkan dasi Sehun.
Aku tidak mampu menatap iris hazel yang menatap tajam padaku. Iris yang seakan mampu membongkar seluruh rahasia hatiku. Rahasia yang telah lama kusimpan rapat.
“Tidak. Aku sibuk.”
“Ah. Baiklah. Aku kira kau punya waktu luang. Aku ingin mengajakmu dinner bersama sahabatku. Ia ingin bertemu denganmu karena tidak sempat menghadiri pernikahan kita.”
“Mm. Aku pergi.” Memakai jas yang kusiapkan, kemudian berbalik memunggungiku. Berlalu dari hadapanku tanpa senyuman seperti biasa.
Aku hanya bisa memandangi punggung Sehun. Selalu seperti itu. Lima bulan pernikahan kami. Sifatnya tidak menunjukkan kelembutan sedikitpun padaku.
Pandanganku menyebar segala penjuru. Menyapukan pandanganku ke seluruh sudut restoran bergaya sederhana namun tidak menghilangkan kesan elegan. Mencari keberadaan sahabatku, Kris. Lelaki berdarah Cina-Kanada. Sahabat juga cinta pertamaku sebelum aku bertemu Sehun.
Pandanganku tertumpu pada lelaki dengan rambut blonde. Itu dia. Kris melihatku, melambai padaku disertai senyum lebar yang selalu menjadi penenang hatiku.
Kris bangkit dari duduknya. Berjalan mendekat ke arahku yang tinggal selangkah lagi ke meja yang dipesannya.
“Aku merindukanmu,Yoongie.” Kris membawaku ke dalam dekapannya. Hangat. Perasaanku menghangat begitu juga dengan hatiku. Pelukan Kris tidak pernah berubah. Aku menyukai rasa yang diberikannya padaku.
“Aku juga merindukanmu, Kris. Kau jahat tidak menghadiri pernikahanku. Baru memberi kabar selama lima bulan menghilang tanpa memberiku kabar sekalipun.” Mengurai pelukannya dan memberi pukulan kecil di dada bidang Kris.
Melampiaskan kekesalanku padanya dengan bibir mengerucut. Hal yang kerap kali kulakukan saat kesal. Panggil aku kekanakan, tapi inilah aku.
“Mian. Aku tidak bermaksud menghiraukanmu. Aku sibuk dengan perusahaan induk di Kanada. Kau tahukan aku tidak bisa membiarkan kesalahan sedikitpun dalam kinerja perusahaanku.”
“Ya..yaa.., Kris si workaholic. Kau tidak berubah.”
“Ahaha…, kau satu-satunya orang yang mengenalku dengan baik, Yoongie. Untuk itulah aku mengajakmu makan malam bersama suamimu sebagai permintaan maafku.”
“Jadi, di mana suamimu?” ucap Kris dengan tatapan bertanya.
Deg.
Perkataan Kris berhasil membuatku mengingat semua kesedihan yang sempat terlupakan karena kehadirannya. Hatiku kembali mengilu ketika mengingat Sehun.
“Ia tidak bisa ikut saat ini, Kris. Sehun sama sepertimu. Workaholic. Jadi, Sehun menitipkan ucapan maaf padamu.” Berusaha tersenyum menutupi kesedihanku. Aku tahu hal bodoh jika aku berpikir bisa membohongi Kris. Kris sudah mengenalku hampir separuh kehidupanku. Aku dan Kris bersahabat sejak kecil.
“Benarkah?” Memandangku dengan tatapan menyelidik.
“Ya. Uhm. Apa kau akan terus memelukku? Kau menjadikan kita berdua pusat perhatian, bodoh.” Berusaha mengalihkan perhatiaan Kris. Aku tidak berbohong dengan yang kuucapkan barusan.
Aku dan Kris benar-benar menjadi pusat perhatian sejak tadi. Meski aku mengurai pelukan kami. Namun, lengan Kris masih setia melingkari pinggangku.
“Ouopss. Kau benar, Yongie. Maaf. Ahaaha…,” balasnya dengan wajah bodoh karena tawa dan cengiran konyolnya.
Aku menikmati makan malam yang kulakukan bersama Kris. Kris menceritakan kejadian konyol yang dialaminya saat berada di Kanada. Membawaku mengenang masa lalu kami berdua. Membuatku membuka pintu perasaan lama yang kupunya untuknya. Perasaan sama yang kurasakan pada Sehun saat ini.
Deg.
Apa yang baru saja kupikirkan? Perasaan apa ini? Perasaan hangat yang dulu kurasakan kembali. Apa aku baru saja berpikir bahwa aku kembali mencintai Kris? Pabo. Sadarlah Im Yoon Ah. Kau sudah bersuami.
Berusaha mengalihkan perhatiaan dan menjernikan pikiran ku yang menjadi gila.
Perhatianku tertarik pada pasangan di mana sang pria menggenggam mesra tangan gadisnya di atas meja. Andai aku dan Sehun seperti mereka. Duh. Pikiranku semakin menggila.
Tunggu. Aku cukup familiar dengan sang pria. Siapa dia? Apa aku mengenalinya? Dia terlihat mirip seperti…
Aku terkesiap dengan napasku yang kini memburu. Aku mengenalnya. Tentu saja aku mengenal sang pria. Dia adalah suamiku sendiri, Oh Sehun. Apa yang dilakukannya? Apa gadis itu kekasihnya? Inikah yang dikatakannya sibuk?
Apa yang kau harapkan Im Yoon Ah? Sehun akan mencintaimu? Mimpi saja kau selamanya, batinku tertawa miris dengan kesadaran yang kembali menamparku.
“Yoong, Yoong, Yoongie!” teriak Kris mengundang perhatianku dan pastinya pengunjung di tempat ini.
“Ugh, Kris. Kau membuatku malu. Ada apa?” Kepalaku tertunduk dengan wajah memerah.
“Ck. Kau baru akan sadar kalau kuteriaki. Apa yang kau pikirkan? Pikiranmu tidak berada di sini, bukan? Kau juga pucat. Apa kau baik-baik saja? Kau ingin pulang sekarang?” Rentetan pertanyaan Kris membuatku merasa bersalah karena mengacuhkannya dan membuatnya khawatir.
“Mian. Aku merasa lelah. Tak apa?”
“Huh, sudah kuduga. Ayo, kuantar pulang. Kau ke sini membawa mobil?”
“Aku diantar supir.”
“Bagus. Aku akan langsung mengantarmu pulang.” Kris memanggil pelayan, lalu membayar makanan kami.
Beranjak dari kursi yang kududuki. Aku dan Kris meninggalkan restoran dengan lengan Kris melingkar di pinggangku. Kalian mengira aku akan merasa risih dengan tindakannya? Well, kalian salah, aku tidak keberatan. Itu sudah menjadi hal biasa bagi kami berdua.
Kami berdua bergegas meninggalkan restoran tanpa sadar diikuti tatapan tajam dari salah satu pengunjung restoran.
Mobil Kris memasuki pekarangan rumahku.” Kau akan baik-baik saja kan?” Kris menoleh dengan tatapan khawatir yang sangat.
“Tenang saja. Aku hanya perlu istrahat, kau tidak perlu khawatir.”
“Baiklah. Jika aku ingin bertemu dengan sahabat manisku ini, apakah boleh?”
“Pertanyaan konyol. Tentu saja. Aku akan selalu mempunyai waktu untukmu, Kris. Bahkan jika aku tengah rapat, aku akan menemuimu,” jawabku sembari terkekeh mendengar pertanyaan konyol Kris.
Kedua sudut bibir Kris terangkat menampilkan senyum yang selalu berhasil membius kaum wanita,termasuk aku.
“Aku senang kau tidak berubah. Kalau begitu masuklah. Bawa pantat cantikmu ke dalam dan istrahatlah.”
“Ay ay captain!” seruku. Membuka pintu mobil, melambai dan memberikan senyum tulusku hingga mobil Kris menghilang dari pandanganku.
Saat mobil Kris pergi. Aku masih terpaku dalam diam. Otak brengsekku kembali membawa ingatan kejadian saat di restoran. Pasangan yang menikmati malam dengan senyum juga binar cinta dikedua iris mata mereka. Lelaki yang menyandang status suami bagiku adalah lelaki yang menggenggam jemari gadis lain.
Sudah lewat dua jam, waktu menunjukkan pukul 10:30 KST. Sehun tidak kunjung pulang. Apa Sehun menghabiskan malam dengan gadis itu? Ah, tentu saja. Apa lagi yang kuragukan? Alasan dia tidak pernah menyentuhku selama ini pasti karena gadis itu. Kenapa aku begitu naif? Berpikir bahwa Sehun tidak mempunyai gadis lain saat dijodohkan denganku. Bodoh. Kau bodoh Im Yoon Ah.
——–
Secercah cahaya mentari menyelusup ke dalam ruang berukuran luas dan terkesan mewah dengan ranjang king size mendominasi ruang. Sosok gadis terlelap dengan wajah damai. Kelopak matanya bergerak terbuka secara perlahan terganggu dengan cahaya yang mengusik tidur lelapnya. Tangannya digerakkan ke samping mencari keberadaan sosok yang seharusnya menemani tidurnya.
Senyum kecut terukir lemah di bibir ceri sang gadis. Menyadari orang itu tidak kembali. Membiarkannya terlelap diselimuti dingin malam yang dibalut dengan kehampaan.
Tubuhnya bergegas bangkit dari tidurnya menuju kamar mandi. Mempersiapkan dirinya melaksanakan tugasnya sebagai CEO di perusahaan keluarganya.
———
Enam bulan sejak kejadian itu. Berulang kali Yoona melihat Sehun bersama gadisnya. Entah mengapa, seakan kejadian restoran itu ibarat kunci untuk membuka kotak pandora. Hubungan Sehun.
Sehun selalu terlihat bersama gadis itu. Lunch bersama di tempat Yoona juga menghabiskan waktu makan siangnya. Tertawa bersama dalam mobil Sehun di mana mobil Yoona persis di samping mobil milik Sehun menunggu traffic light berwarna hijau. Dan banyak kejadian yang sukses membuat Yoona tersakiti lebih dalam.
Yoona tidak pernah memikirkannya. Memikirkan hal itu akan terjadi. Mencoba membawa perasaan dan pemikiran positif kepada Sehun. Menolak semua air mata yang selalu menemani kala hatinya teiris berdarah.
Kadang Yoona berharap untuk mengakhiri semua siksaan dan luka batin yang dirasakannya. Mungkin dengan berpisah. Sayangnya,Yoona sadar dia masih membutuhkan Sehun. Masih mencintai Oh Sehun.
Seringkali panggilan sayang yang dilontarkan Sehun padanya tiap mereka harus bersandiwara di depan keluarga dan kerabatnya membuat Yoona merasa jijik juga sakit. Yoona tahu kata itu bukan hanya untuknya.
Yoona selalu merasa ada perasaan aneh. Sesuatu yang salah tiap kali ia mencoba meminta waktu Sehun untuknya. Sehun seperti menyembunyikan sesuatu, tidak bisa Yoona percayai. Sedihnya sekarang ia tahu apa yang membuatnya merasakan perasaan itu. Yoona bersyukur Sehun tidak mengetahui perasaannya.
Yoona mencintai Sehun sejak mereka berada di bangku SHS. Ya, bertahun-tahun yang lalu. Kebaikan Yoona, kelembutannya, kecerdasannya, dan kecantikan gadis itu tidak bisa meluluhkan hati seorang Oh Sehun. Suaminya sendiri. Yoona tidak akan pernah cukup pantas bagi seorang Oh Sehun.
Hubungan Sehun. Ketidakpeduliannya. Membuat Yoona tersadar terhadap perasaan yang selalu dikunci rapat dalam sudut hatinya. Membuatnya sadar tentang ketakutan terdalamnya. Sehun tidak akan pernah mencintainya. Semua itu Sehun tunjukkan dengan kebohongan dan perselingkuhannya. Menghancurkan semua bayangan semu Yoona tentang hubungan bahagia keduanya.
—
Hari itu adalah hari untuk pertama kalinya aku kembali bertemu dengannya. Dia masih terlihat sama seperti enam tahun yang lalu. Hanya garis wajahnya kini tampak dewasa di banding saat kami masih duduk di bangku SHS.
Aku sangat terkejut saat mendengar permintaan kedua orang tuaku yang berniat menjodohkanku dengan anak salah satu sahabatnya. Awalnya aku menolak keras perjodohan konyol yang direncanakan keduanya. Oh come on dude, kita tidak hidup di jaman kerajaan di mana perjodohan adalah hal lumrah.
Sepertinya kedua orang tuaku sudah menebak reaksiku, lantas mereka menggunakan cara licik untuk membuatku mengikuti permintaan keduanya. Mereka mengancam akan mencoret diriku dari calon pewaris perusahaan keluargaku. The hell!
Karena itulah sekarang aku berada di salah satu restoran yang dikelola keluarga OH untuk bertemu dengan sahabat Ayah dan Ibu serta putri dari sahabat Ayah.
Kau benar. Aku menerima perjodohan itu. Namun, aku tidak berniat dengan sukarela menerima semua ini. Aku akan mengajak wanita yang akan dijodohkan denganku untuk membuat perjanjian. Tentu saja tanpa diketahui orang tuaku.
Aku sedang memandang pemandangan di luar jendela saat aku mendengar suara Ibuku yang antusias menyambut orang-orang yang kuyakini sebagai sahabat kedua orang tuaku. Aku mendengar suara wanita juga pria paruh baya membalas sapaan Ibu dan Ayah.
Aku memutuskan mengalihkan pandanganku pada kedua orang tuaku dan pasangan paruh baya yang kini duduk berhadapan dengan Ayah dan Ibu. Kemana wanita yang akan di jodohkan denganku?
“Ah, ini pasti Sehun,bukan?” sapa pria paruh baya yang kini menatapku dengan senyuman ramah.
“Ya. Saya Oh Sehun. Senang bertemu dengan Paman dan Bibi” Aku menjawab sapaan yang diberikan padaku dengan seulas senyum tipisku berikan pada mereka berdua.
“Dan ini pasti Yoona. Kau tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. Bahkan lebih cantik dari Ibumu. Ahaha…,” ucap Ibu menatap pada sesuatu atau tepatnya seseorang yang duduk di hadapanku.
“Ya. Bibi. Kurasa Ibu lebih cantik dibandingkan denganku. Bibi terlalu memujiku.”
Aku memberikan atensiku pada suara lembut yang terdengar dari seseorang yang ditatap ibu. Tepatnya gadis yang duduk berhadapan denganku. Aku dapat merasakan kulit di area sekitar dahiku berkerut. Aku heran, kenapa aku tidak menyadari kehadiran gadis itu? Hm. Sepertinya aku terlalu fokus pada pasangan suami istri yang berada di hadapan kedua orang tuaku.
Saat manik mataku bertemu dengan manik mata kecokelatan di hadapanku. Aku membeku. Pikiranku terlempar pada masa saat aku masih menggunakan seragam SHS. Tepatnya pada seorang gadis bermata cokelat bening dengan rambut dark brown sepunggung, gadis dengan tubuh ideal yang menjadi primadona tempatku bersekolah.
Aku dan dia tidak pernah saling berinteraksi. Tepatnya aku terlalu pengecut untuk mengajaknya berbicara. Jangan mengira karena hal itu kalian menganggapku seorang nerd. Aku tidak termasuk dalam golongan anak-anak payah yang lebih suka menghabiskan waktu di perpustakaan berdebu.
Aku termasuk dalam golongan eksis saat itu. Aku seorang kapten basket dan meski aku tidak terlalu suka menghabiskan waktu melahap seluruh isi bacaan yang bisa membuatmu menjadi seorang jenius. Aku termasuk dalam siswa dengan prestasi terbaik. Gen yang diwariskan Ayah dan Ibu benar-benar berguna. Oke, sepetinya aku sudah melenceng dari topik.
Karena alasan bodoh diriku yang terlalu pengecut. Aku harus merasakan rasa sakit saat mendengar gadis itu berpacaran dengan lelaki lain. Shit. Setelah kejadian cinta pertamaku yang menyakitkan. Aku menarik diri dari lingkunganku, aku menjadi seseorang yang tidak perduli apa yang terjadi di sekelilingku. Bahkan semua yang bersangkutan dengan gadis itu.
Dan sekarang aku di sini sebagai calon suami gadis itu. Duduk berhadapan dengan gadis yang menjadi cinta pertamaku. Setelah tidak bertemu dengannya selama enam tahun. Great. Takdir benar-benar sedang mempermainkanku.
Aku masih bisa merasakan jantungku berpacu lebih cepat dari biasanya. Tubuhku yang berubah kaku dan keringat yang kini muncul dikedua telapak tanganku. Damn. Pengaruh gadis ini masih sangat luar biasa untukku. Aku bisa melihat rasa terkejut pada manik matanya. Namun, rasa terkejutnya kemudian terganti dengan senyuman manis miliknya. Ia tampak senang.
Apa ia juga masih mengenaliku? Dan benarkah ia bahagia melihatku? Huh. Hentikan harapan bodohmu itu Oh Sehun. Bisa saja itu semua hanyalah topeng.
Tidak mungkin gadis itu senang dengan perjodohan ini. Dia mungkin saja memiliki kekasih yang harus ditinggalkannya karena rencana bodoh orang tua kami.
Ya, aku tidak boleh membuka peluang untuk membiarkan wanita ini menyakitiku seperti dulu. Meski ia tidak berperan langsung mematahkan hatiku saat itu. Tetap saja aku benci sesuatu atau pun seseorang yang memberikan kurasa sakit. Karena aku membenci rasa sakit.
Aku tidak membalas senyuman yang diberikannya untukku. Hasilnya senyuman itu pudar digantikan ekspresi kecewa di wajahnya. Aku mengangkat salah satu alisku melihat perubahan raut wajahnya. Pasti wanita ini sedang menyumpahiku dalam hati. Aku berani bertaruh semua kutukan ia tujukan padaku.
“Sehun, kenalkan ini Yoona calon Istrimu.” Ibu melihatku dengan senyuman yang sangat mengerikan, senyuman penuh ancaman.
Matanya seakan mengatakan bersikap-baiklah-Oh-Sehun-atau-kau-akan-menyesal. Ibu yang mengerikan, bukan?
Aku menghela napas sebelum menjawab perkataan Ibu. “Ah, ya. Aku sudah mengenalnya. Yoona satu sekolah denganku saat SHS.” Aku kembali menatap Yoona.
Jawabanku langsung saja disambut dengan heboh. Tepatnya oleh dua wanita paruh baya di meja kami. Sedang Ayah dan Paman hanya menanggapi dengan reaksi terkejut namun tidak berlebihan seperti Ibu dan Bibi. Tentu saja, wanita dengan segala reaksi berlebihan mereka.
Setelahnya, kedua orang tuaku dan orang tua Yoona sibuk dengan dunia mereka sendiri. Tepatnya mengenang masa muda mereka. Meninggalkan kami berdua dalam suasana yang bisa disebut awkward moment.
—
Seminggu setelah pertemuan dengan keluarga Yoona. Aku menjalani hari-hariku dengan bayangan Yoona yang selalu memunculkan eksistensinya dalam pikiranku. Dang it, aku semakin tidak menyukai Im Yoon Ah. Untuk menghilangkan bayangan sialan itu. Aku memutuskan untuk bertemu dengan Yoona. Selain itu, karena aku ingin menjalankan rencana yang telah kususun jauh hari terhadap perjodohan ini.
Disinilah aku dan Yoona berada di sebuah taman yang terletak tidak jauh dari perusahaan Im Corp. Kami berdua duduk berdampingan di salah satu kursi taman.
“Aku menerima perjodohan ini hanya karena agar aku dapat menjadi presdir menggantikan Ayahku. Jadi, jangan mengharapkan gambaran pernikahan bahagia denganku. Kita berdua hanya orang asing yang terikat dengan status pernikahan. Jangan mencampuri kehidupan pribadiku,” ucapku seraya menatap Yoona yang berada di sampingku.
Aku menunggu Yoona yang akan mengeluarkan amarahnya padaku. Ia pasti tersinggung dengan perkataanku. Tentu saja. Wanita mana yang tidak akan marah jika pernikahannya hanyalah formalitas. Karena itulah aku juga sudah menyiapkan pembelaanku.
Setengah jam aku menunggu amarah itu muncul darinya.Ia memalingkan wajahnya ke arah lain. Saat ia menghela napas dan mulai menunjukkan tanda akan berbicara aku memusatkan perhatianku secara penuh padanya.
“Aku mengerti. Aku tidak akan mencampuri urusan pribadimu. Tapi, aku membutuhkanmu untuk bersikap layaknya pasangan suami istri di depan kedua orang tua kita dan orang lain.” Ia kini membalas tatapanku padanya. Dengan ekspresi wajah dan suara yang sama. Datar .
Seharusnya saat ia mengatakan hal itu aku akan merasa senang. Aku tidak perlu bersusah payah untuk membuatnya setuju denganku. Alih-alih, bukan perasaan itu yang aku rasakan. Aku malah merasa kecewa karena penerimaannya terhadap rencanaku.
Shit! Tentu saja ia setuju. Itu semua sudah pasti menguntungkan baginya. Ia mungkin masih bisa berkencan dengan kekasihnya karena perjanjian yang kami buat. Oh God, enyahlah perasaan aneh. Aku tampak seperti orang bodoh karena diam-diam mengharapkan Yoona akan menolak usulanku dan berusaha untuk membuat pernikahan kami sama seperti pernikahan pasangan normal lainnya.
“Apa kau mempunyai waktu malam nanti?” tanya Yoona saat memasangkan dasi padaku dengan pandangan yang selalu tertuju pada dasi yang dipasangnya. Ia tidak pernah menatapku selama ini. Apa aku begitu tidak menarik untuknya?
Hal itu selalu membuatku kesal. “Tidak. Aku sibuk.”
“Ah. Baiklah. Aku kira kau punya waktu luang. Aku ingin mengajakmu dinner bersama sahabatku. Ia ingin bertemu denganmu karena tidak sempat menghadiri pernikahan kita.”
“Mm. Aku pergi.” Memakai jas yang disiapkan Yoona, kemudian berbalik memunggunginya. Berlalu dari hadapan Yoona tanpa menatapnya seperti biasa.
Di mobil, aku tidak berhenti mengutuk diriku karena sikapku pada Yoona. Lima bulan pernikahan kami. Yoona selalu bersikap baik padaku. Bersikap layaknya istri yang mencintai suaminya. Karenanya aku luluh akan sikapnya yang selalu tersenyum padaku. Meski aku selalu bersikap dingin padanya.
Aku selalu berusaha bersikap lembut padanya. Namun, aku selalu berakhir dengan memperlakukannya dengan dingin. Sepertinya kebiasaanku untuk berlaku dingin pada orang lain selain pada keluarga dan sahabatku sudah sangat melekat padaku.
—
Di tengah kesibukanku memeriksa dokumen yang diberikan sekretarisku. Dering ponselku memutuskan untuk mengganggu konsentrasiku. For God sake, orang bodoh seperti apa yang berani menghubungiku di saat jam kerja? Orang itu pasti mempunyai nyali yang cukup besar.
Aku mengambil ponselku dan melihat sebuah nama muncul di layarnya.
Oh Hana calling
Sekarang aku tahu. Orang yang meneleponku bukan saja mempunyai nyali besar. Namun, ia memang seseorang dengan tingkat kewarasan yang harus dipertanyakan. Karena Oh Hana adalah satu-satunya sepupu perempuanku yang sama sekali tidak merasa terintimidasi padaku. Tepatnya, ia adalah wanita gila.
“Ada apa kau meneleponku, Hana?”
“….”
“Aku sibuk. Aku bahkan menolak ajakan dinner Istriku.”
“….”
“Dasar wanita gila, Untuk apa aku melakukan hal itu. Aku benar-benar sibuk, bodoh. Lagi pula. Kau pasti mempunyai alasan licik di balik ajakanmu ini, bukan?”
“….”
“Yak!! Kau benar-benar tidak waras. Ajak saja teman lelakimu yang lain. Jangan melibatkanku dengan hal-hal konyol itu.”
“….”
“Oh Hana, Kau mengancamku?’
“….”
“Fine. Aku akan menemanimu.”
“….”
Dang!!! Wanita gila itu. Memintaku menemaninya hanya untuk membuat lelaki incarannya cemburu. Dia bahkan mengancam akan memberi tahu Yoona tentang perasaanku padanya. Dan dengan kurang ajarnya ia memutuskan sambungan telepon tanpa kata terima kasih.
Pukul 07: 50 KST. Aku dan Hana kini berada restoran yang dipilihnya. Saat lelaki incaran Hana muncul dan melihat ke arah kami, Hana memintaku untuk menggenggam tangannya yang berada di atas meja. Dasar bodoh. Wanita ini pasti ingin membuat keributan di restoran ini. Jelas-jelas lelaki itu kini menatap kami dengan pandangan siap membunuh.
Lelaki itu menghampiri meja yang kami tempati dan menarik tangan Hana dariku. Aku tentu saja dengan senang hati melepaskannya. Aku bahkan menyuruh lelaki itu untuk bergabung bersama kami. Hana menatapku dengan sengit karenanya.
Kau akan berterima kasih padaku nantinya sepupuku tersayang. Aku membiarkan mereka berdua berbicara dan mengalihkan pandanganku ke arah lain. Pemandangan yang kulihat benar-benar membuatku ingin meledak.
Bagaimana tidak. Aku melihat Yoona bersama dengan seorang lelaki asing yang tidak pernah kulihat bahkan saat di acara pernikahan kami.
Mereka tampak berbicara serius kemudian meninggalkan restoran dengan lengan lelaki itu melingkari pinggang Yoona dengan cara yang terlihat intim. Yoona tampak tidak keberatan akan hal itu. Mereka seperti sudah terbiasa dengan semua itu.
Apa lelaki itu yang membuat Yoona tampak mencari seseorang di acara pernikahan kami lima bulan yang lalu? Yang membuat Yoona tidak perduli pada dan mengacuhkanku bahkan saat kami telah berada di kamar kami? Membuatku tidak menyentuhnya karena takut akan ditolak olehnya.
Sial. Harusnya aku tahu Yoona tidak mungkin tidak memiliki kekasih saat itu. Seharusnya aku tidak tertipu dengan semua kelakuannya sebagai istri yang manis. Karena aku tidak akan merasakan rasa sakit yang sama seperti enam tahun lalu yang saat ini bertambah buruk karena perasaan terkhianati juga ikut muncul.
Come on, Oh Sehun. Siapa yang coba kau bodohi saat ini? Bukankah kau yang menginginkan semua ini? Kau yang mengusulkan perjanjian untuk tidak mencampuri urusan pribadi masing-masing. Sekarang kau bertingkah seolah kau dikhianati oleh istrimu yang berselingkuh di belakangmu. Suck.
Aku masih menatap keduanya hingga mereka lenyap dari jangkauan penglihatanku.
“Oppa, kau baik-baik saja?” teguran Hana membuatku sadar aku masih bersamanya.
“Hm.”
“Kalau begitu. Ada apa dengan kepalan tanganmu itu? Seakan siap meninju seseorang. Kau jelas tidak sedang dalam keadaan baik-baik saja.” Hana mengangkat salah satu alisnya dan menatapku dengan pandangan mengejek.
Aku mendengus karenanya. “Kau harus membantuku juga. Saat aku mengajakmu keluar kau harus selalu ada.” Aku tidak menggubris perkataan Hana.
Yang ada dalam pikiranku saat ini adalah membalas perlakuan Yoona. Aku ingin menyakitinya seperti ia yang menyakitiku. Aku ingin melihat apa ia akan tersakiti karenanya. Dan aku sangat berharap dia akan tersakiti.
Hana dan lelakinya. Yah, aku memutuskan memanggil lelaki itu sebagai lelaki Hana. Keduanya melihatku dengan ekspresi bertanya. Terlebih Hana, ia pasti sangat penasaran terhadap alasan aku memintanya untuk selalu menemaniku.
Pandangannya menuntutku untuk memberinya jawaban. Aku meyakinkannya lewat pandanganku. Aku akan memberi tahunya. Namun, tidak sekarang.
Seakan mengerti akan keputusanku. Hana akhirnya menganggukkan kepalanya. Malam itu aku tidak pulang ke rumah kami berdua. Aku tidur di apartemen milikku. Aku tidak ingin melihat wajah Yoona. Amarah masih menguasaiku. Aku tidak ingin melakukan sesuatu yang akan kusesali nantinya.
—
Selama enam bulan aku masih dalam rencanaku untuk menyakiti Yoona. Aku selalu muncul berdua bersama Hana di tempat Yoona berada. Aku sangat senang saat melihat raut wajah terluka darinya. Ck, aku muak saat melihatnya seperti itu yang pada kenyataannya ia masih tetap bersama dengan lelaki itu.
Aku masih memusatkan perhatianku pada Yoona yang sedang memakan makan siangnya yang berada lima meja dari meja yang aku tempati di sebuah cafe dekat sungai Han. Siang ini ia tidak bersama lelaki itu.
“Jadi, kapan kau akan mengakhiri semua ini, oppa?” ucap Hana dengan lengan yang di silangkan di bawah dadanya.
“Apa maksudmu?”
“Oh, come on. You know what i mean.”
“Aku tidak mengerti perkataanmu.”
“Ck, kapan kau akan mengakhiri tingkah kekanakanmu ini? Kau sengaja mengajakku keluar selama enam bulan ini untuk menyakiti Yoona unni, bukan?”
“Jangan membantah. Meski kau tidak mengatakannya padaku. Aku bisa menebaknya. Kau selalu mengajakku di tempat Yoona unni berada. Melihat ekspresi terluka yang ditampilkannya juga ekspresi senang darimu. Aku tahu kau sengaja. Yoona unni tentu saja tidak tahu aku sepupumu karena aku yang tidak sempat hadir di acara pernikahanmu.”
Aku terdiam mendengar tebakan Hana yang sialnya benar. Aku mengutuk gen jenius yang di turunkan pada keluarga Oh. Aku tidak bisa menemukan kata yang pas untuk membantah perkataan Hana.
“Kenapa? Tidak bisa membantah? Aku benar, bukan?” Hana menghelas napas sejenak,
“Aku sarankan kau mengakhiri sandiwara konyol ini. Aku tidak tahu masalah kalian berdua, tapi aku menyarankan kau berbicara secara langsung dengannya, Oppa. Atau kau akan menyesalinya saat Yoona unni pergi meninggalkanmu,” sambung Hana.
Aku tertegun. Seakan ada palu kasat mata yang menghantam tepat di dadaku. Sesak. Aku sadar tingkahku memang kekanakan. Seharusnya aku langsung menanyakan pada Yoona.
Bukan malah membalasnya seperti saat ini. Kesadaran menamparku, memunculkan perasaan takut yang berusaha aku singkirkan sejak malam di restoran enam bulan lalu. Aku takut kehilangan Yoona.
Perasaan takut itu ada karena aku masih memiliki perasaan pada Yoona. Aku masih membawa perasaan yang tumbuh enam tahun lalu. Aku masih mencintainya. Aku masih mencintai Im Yoon Ah. Bukan, wanita itu kini bukan lagi seorang Im melainkan bagian dari keluarga Oh. Oh Yoon Ah. Istri dari Oh Sehun.
“Kau benar. Aku akan berbicara pada Yoona.”
“Glad to hear that. Good luck, oppa.”
—
Sekarang aku mengerti kata-kata itu, semua lelaki sama. Seorang pria seperti Oh Sehun. Aku tidak bisa memahamimu. Kau berada dekat denganku. Namun, kau sangat jauh dariku. Aku berusaha bersabar.
Berharap kau akan menyadari bahwa kau melukaiku dengan bersama dengan wanita itu. Aku berpikir aku bisa mengubah sikapmu padaku. Aku salah. Aku sangat bodoh, karena itulah hari ini aku akan melepasmu.
Aku menunggu Sehun di kamar kami berdua. Aku telah mengambil keputusan. Keputusan yang akan menghancurkanku namun juga menjadi penyelamat kewarasanku yang semakin menipis selama enam bulan terakhir.
Aku bisa mendengar suara mesin mobil Sehun yang menandakan ia telah kembali dari kencan bersama wanitanya. Wanitanya. Aku tertawa miris karenanya. Seharusnya aku yang menyandang status itu. Aku yang berhak bukan wanita itu. Sialan kau, Oh fucking damn Sehun.
Langkah kaki Sehun semakin terdengar jelas. Tubuhku juga ikut menegang. Hingga saat pintu kamar terbuka dan memunculkan lelaki yang aku tunggu di ambang pintu. Netra kelamnya beradu dengan netra cokelat milikku.
Tanpa sadar aku sudah menahan napasku. Terpesona dengan wajah yang selalu tampak tampan meski dengan raut wajah yang tetap datar tanpa ekspresi apapun.
Ia melangkah menuju ke arahku. Hingga kini ia telah berada sangat dekat denganku yang tengah duduk di ujung tempat tidur. Ia berdiri menjulang di hadapanku, lutut kami saling beradu mengirimkan gelenyar aneh padaku. Sial, sial, sial.
Kami masih bertatapan. Saling mencari sesuatu yang belum kami ketahui dari mata masing-masing.
“Aku ingin menanyakan sesuatu padamu.” Sehun berkata padaku di saat yang bersamaan denganku.
“Aku ingin memberitahu sesuatu padamu.”
Kami berdua tersentak. Ia mengangkat salah satu alisnya. Hal yang selalu dilakukannya saat ia meminta sebuah jawaban dari pertanyaan yang tidak diketahuinya. Melihat hal itu aku langsung mengatakan apa yang ingin aku katakan padanya, sebelum aku kehilangan kemampuanku berbicara karena terlalu lama bertatapan dengannya dengan jarak yang sangat dekat. Aku bahkan bisa mencium aroma tubuhnya yang beraroma musk dan mint.
“Aku ingin kita berpisah.” Aku mengatakannya dalam satu tarikan napas. Setelahnya aku tidak berani menatapnya. Aku menundukkan kepalaku dan menatap ke arah pahaku.
Aku tidak mendapat reaksi atas perkataanku. Apa ia sangat bahagia mendengar keputusanku hingga tidak bisa berkata apapun? Yah, itu pasti.
“Apa yang baru saja kau katakan, Oh Yoona,” ucapnya dengan ketenangan yang membuatku bergidik. Sehun marah. Aku bisa merasakan suasana ruangan kami terasa berat.
Aku tidak berani menjawab pertanyaan Sehun. Hingga tangan Sehun mengangkat daguku. Memaksaku menatapnya. Aku tidak berpikir akan mendapati tatapan penuh amarah darinya dengan rahang mengeras. Tidak. Seharusnya ia senang karena ia bisa dengan bebas berkencan dengan wanita itu. Kenapa ia malah terlihat marah?
“Jawab pertanyaanku, Yoona.”
“Aku ingin bercerai. Bukankah bagus? Kau bisa dengan bebas berkencan dengan wanitamu.” Perkataan Sehun menyulut emosiku. Aku tidak terima dengan dia yang memperlakukanku seperti seseorang yang bersalah.
“Lebih tepatnya agar kau bisa bebas berkencan dengan lelaki yang bersamamu enam bulan lalu di restoran Vatos Urban Tacos, bukan?”
“Lelaki? Kencan? Jangan mengarang Sehun. Aku bahkan tidak berkencan dengan siapa pun selama kita menikah!”
“Kau bohong!”
“Aku. Tidak. Berbohong.”
“Bullshit!”
“Damn you!”
“Kau menuduhku berselingkuh? Harusnya aku yang berkata seperti itu. Kau yang berselingkuh dengan wanita lain. Kau yang jelas-jelas menjalin hubungan dengan orang lain bukan aku!” Aku tidak terima dituduh selingkuh. Sialan, sekarang posisi kami sangat dekat. Hanya dipisahkan dengan jari telunjukku yang berada di dada Sehun.
“Aku tidak akan melakukannya jika bukan karena aku melihatmu makan malam bersama lelaki lain. Di mana paginya kau baru saja mengajakku makan malam bersama sahabatmu.” Wajah Sehun semakin mengeras begitu juga netra kelamnya semakin menggelap. Kesadaran menamparku seketika. Sehun melihatku saat itu. Ia menyangka Kris adalah selingkuhanku.
Tuhan, aku mulai sakit kepala dengan semua ini.
“Lelaki yang kau sebut selingkuhanku adalah sahabatku, tuan Oh Sehun. Sahabat yang Aku ceritakan padamu pagi itu. Tentu saja aku bersamanya karena aku sudah berjanji padanya.”
Aku bisa melihat tubuh Sehun yang menegang ada rasa terkejut di matanya saat ini. Namun, semua itu hanya terlihat beberapa detik sebelum kembali dipenuhi sinar tidak percaya akan perkataanku.
“Tapi, ia melingkarkan lengannya di pinggangmu dan kau sama sekali tidak keberatan dengan semua itu. Kalian lebih terlihat sebagai pasangan. Sialan!”
“KARENA AKU SUDAH TERBIASA DENGAN SEMUA ITU BERSAMANYA, OH SEHUN. DIA SAHABATKU.” Aku tidak tahan lagi dituduh seperti ini.
“Pelankan suaramu, Yoona. Jangan memaksaku melakukan sesuatu yang akan kau sesali nantinya karena berteriak padaku.”
Sehun tampak sangat menakutkan saat ini. Aku ketakutan dan tanpa sadar melangkah mundur darinya. Aku lupa bahwa di belakang kami tidak ada lagi ruang untukku selain tempat tidur. Aku terjatuh di atas tempat tidur. Sebelum aku pulih dari rasa terkejutku, Sehun kini berada di atasku.
Deg. Jantungku kini memukul dadaku dengan sangat keras. Aku yakin lelaki yang kini menindihku dapat mendengarnya. Lenyapkan saja aku dari bumi ini Tuhan.
“Jadi, dia benar-benar sahabatmu, hmm..?”
Fix. Aku kehilangan kemampuanku untuk berbicara saat ini.
“Kenapa kau tidak mengatakannya padaku?”
“A- aku sudah mengatakannya padamu pagi itu.”
“Hmm… kalian selalu melakukan hal itu? Bersikap mesra satu sama lain?”
“I- itu bukan apa-apa. Lagi pula kami hanya sebatas berpelukan tidak pernah lebih dari itu.”
“Ciuman?”
Blush.
Wajahku memerah mendengar pertanyaan yang dilontarkan Sehun.
“Tidak. Kami tidak pernah sejauh itu. Aku tidak mungkin melakukannya. Mmm, kami hanya sebatas mencium pipi tidak dengan bibir.”
“Jangan. Melakukannya. Lagi. Aku.Tidak. Menyukainya,” cetus Sehun.
Aku hampir mengeluarkan protesku sebelum Sehun mengucapkan tiga kata yang membuatku kembali membatu.
“Aku mencintaimu, Oh Yoona” Sehun mengatakannya dengan sorot mata yang aku kira tidak akan pernah ditunjukannya padaku.
—
Bahagia. Aku mungkin sudah berada di langit ketujuh. Huh, berlebihan ya. Persetan. Aku sangat bahagia saat ini. Perasaanku membuncah dengan kupu-kupu yang mengepakkan sayapnya menggelitik perutku. Namun, semua itu hancur saat bayangan Sehun bersama wanita lain muncul di pikiranku.
Aku mendengus setelahnya. Aku seharusnya tidak langsung menerima ucapan itu. Oh Sehun mencintaiku? Omong kosong.
“Jangan mengatakan sesuatu yang menggelikan, Oh Sehun. Jelas-jelas kau mencintai wanita itu bukan diriku. Sekarang aku ingin kau kembali fokus pada perkataanku sebelumnya. Aku ingin kita bercerai, bukankah bagus? Kau bisa bebas menemui wanitamu dan aku akan menjalani hidupku yang baru.”
“Jangan bercanda, Yoona. Aku tidak akan menceraikanmu.”
“Kau egois! Kau ingin menyiksaku? Melihat dirimu bersama wanita lain di saat aku masih berstatus sebagai istrimu?”
“Dia bukan wanitaku.”
“Seperti aku akan percaya saja.”
Sehun bangkit dan sekarang berdiri di samping ranjang. Ia mengacak rambutnya dan melepas dasi yang dipakainya membuatnya seratus kali lebih seksi dari sebelumnya. Oh, singkirkan pikiran kotormu itu Yoona. Sehun terlihat frustasi.
“Meski aku menyangkalnya hingga ribuan kali kau tetap tidak akan percaya padaku, bukan?”
“Tidak.”
Ia hanya menganggukkan kepalanya, kemudian mengambil ponselnya dari saku celana yang dipakainya. Ia menghubungi seseorang?
“Kau di mana?”
“….”
“Datang ke rumahku sekarang.”
“….”
“Rumah yang aku tinggali bersama istriku, bodoh.”
“….”
“Aku tunggu hingga tiga puluh menit. Kalau sampai kau tidak memunculkan dirimu disini. Aku akan menghancurkan hubunganmu bersama lelakimu itu, honey. Trust me.” Sehun memutus sambungan telepon dan beranjak menuju kamar mandi tanpa menghiraukanku.
Siapa yang dihubunginya?
Aku tidak sadar masih berada dalam posisi telentang di atas tempat tidur. Hingga bunyi pintu kamar mandi yang memunculkan Sehun dengan bagian tubuh atas dalam keadaan shirtless, menampilkan six pack yang setiap malam selalu muncul dalam mimpi liarku tentang Sehun.
Tubuh bagian bawah Sehun hanya ditutupi sehelai handuk. Air yang menetes dari rambut Sehun yang basah berhasil membuat wajahku memerah hingga leher, napas tercekat, dan jantungku yang aku yakini tinggal menunggu beberapa detik untuk meledak. Malangnya diriku.
Sehun menatapku sejenak sebelum melangkah ke dalam walk in closet kami. Setelah berpakaian ia berjalan ke arahku. Menarikku agar bangkit dari posisiku kemudian mengaitkan jemariku dengan jemari miliknya dan menuntunku berjalan ke luar kamar menuju lantai satu. Kami memasuki ruang tamu dengan jemari yang masih saling terkait. Ia mendudukkan dirinya di salah satu sofa dan menarikku untuk duduk di sebelah dirinya.
Baru beberapa menit, aku kini mendengar suara mesin mobil dan decit ban dari luar rumah. Disusul bunyi ketukan langkah kaki yang tergesa-gesa masuk ke dalam rumah. Aku baru ingin bertanya pada Sehun tentang identitas tamu yang datang berkunjung. Sebelum aku melihat sosok yang aku ketahui sebagai wanita Sehun.
Wanita itu tampak marah terlihat dari wajahnya yang merah dengan dahi berkerut, postur tubuh kaku, dan kepalan tangannya. Jadi, wanita ini yang dihubungi Sehun?
“Kau! Dasar idiot tidak tahu diri. Aku sudah membantumu menjalankan rencana konyolmu dan sekarang kau mengancamku akan merusak hubunganku dengan Kai? What the hell!!”
“Kau terlambat beberapa menit.”
“Sialan kau, Oh Sehun. Ahh.., apa karena Yoona unni tidak percaya padamu? Dia meminta berpisah darimu? Aku sudah mengatakannya bukan?”
Aku menautkan kedua alisku dengan tatapan mata yang meminta penjelasan pada Sehun.
“Duduklah, Hana. Aku juga ingin mengenalkanmu pada Yoona.”
“Cih.” Wanita yang akhirnya namanya aku ketahui sebagai Hana, kini melangkah mendekat kemudian mengambil tempat pada salah satu sofa.
“Aku ingin menjelaskan semuanya, Yoona.”
Saat Sehun mengatakan akan menjelaskan semuanya. Yang ia maksud bahwa ia akan menjelaskan tentang perasaannya padaku sejak enam tahun lalu. Perasaan kecewanya padaku saat aku berpacaran dengan lelaki lain saat itu. Hingga rasa tidak sukanya padaku saat kami pertama kali bertemu kembali pada makan malam perjodohan.
Perasaan bersalahnya setiap kali ia gagal mengekspresikan perasaannya padaku yang berujung pada perlakuan dinginnya. Hingga kecemburuannya saat ia melihatku bersama Kris. Penjelasan tentang siapa Hana. Alasan ia menggenggam tangan Hana enam bulan lalu. Tindakan konyolnya yang ingin membalasku.
Aku seperti mendapat syok terapi dari mereka berdua. Hana. Wanita yang aku cemburui adalah Adik sepupu Sehun yang tidak sempat datang di hari pernikahan kami. Kris, sahabatku yang dianggap Sehun kekasihku. Dan Sehun yang ternyata mencintaiku. Bahkan sejak enam tahun lalu, sama sepertiku. Aku tidak pernah bertepuk sebelah tangan.
Aku merasakan pipiku basah dan pandanganku buram karena air mata yang berkumpul di mataku.
“Hey, jangan menangis. Aku minta maaf, okey? Aku tahu cara yang aku pakai kekanakan.” Sehun menghapus air mataku dan merangkum wajahku dengan kedua tangannya. Mengarahkanku untuk menatapnya.
“Kau memang kekanakan, oppa,” timpal Hana dengan seringai menyebalkan dan dibalas delikan mata oleh Sehun.
“Kau jahat. Bagaimana bisa kau menyalahkanku terhadap semua ini? Kau yang pengecut tidak mengatakannya padaku sejak dulu. Kau membiarkanku menderita selama ini karena perasaanku padamu. Dasar bodoh.” Aku memukul dada Sehun dengan brutal, tidak puas aku menampar wajah Sehun hingga meninggalkan bekas di pipinya. Biar saja.
Plak
“Kenapa kau menamparku?”
“Itu hukumanmu karena menyiksaku selama ini. Aku mencintaimu Oh Sehun.”
Sehun menatapku dengan mata melebar, kemudian tersenyum yang membuatku ingin menciumnya.
“Kau tidak akan bercerai denganku?”
“Tentu tidak, bodoh. Atau kau ingin seperti itu?”
“Tidak!”
“Ahaha.. ceraikan saja, unni,” tawa Hana pecah melihat wajah panik Sehun dan hatiku menghangat karenanya.
“Aku tidak akan melakukannya.”
Semuanya terjadi begitu cepat. Yang aku sadari adalah saat ini bibir kami saling melumat, tubuhku yang kini duduk di pangkuan Sehun, kedua lenganku yang merangkul leher Sehun juga kedua lengannya yang memeluk pinggangku.
Kami tersadar saat mendenger deheman Hana.
“Ehem. Sepertinya aku tidak dibutuhkan lagi. Aku pamit. Silahkan lanjutkan kegiatan kalian.”
Aku bisa merasakan wajahku yang memanas bahkan setelah kepergian Hana.
“Hey. Kita lanjutkan kegiatan kita di kamar saja. Oke? Aku ingin membuat Sehun Junior.”
Dasar mesum!
FIN
Aihhh seneng bngt yoona dikelilingi 2 cwo cakep ehhh
Nahh makany butuh komunikasi biar ga salah paham ampe selama itu, jdi sakit kan dua2ny pda akhirnya eaaa edisi bijak dini hari haha
Ditunggu karya2 lainnya
Semangat
Klo liat nama kmu,dah terpatri ‘ohhh author yg nulis Damia toh haha’
Ahahaha,, ia kk… lg pen posting cerita yang happy end. soalnya kayknya bnyak yang shock pas baca chapter 18 Hatred :HUAHAHAHAHA
Betull itu kk.. komunikasi adalah hal yang penting ehehe…
:HUAHAHAHAHA :HUAHAHAHAHA melekat banget ya kk.. tokoh Damia ama aku ,,
makasih dh komen kk :dragonmintacium
Klo liat nama kmu ya Damia dah eaaaa hihi
Wah mau dong dikelilingi cogan hihihi :KETAWAJAHADD
:HUAHAHAHAHA :HUAHAHAHAHA :HUAHAHAHAHA :HULAHULA
Makasih dah komen :dragonmuach
Ahahaha,, ia kk… lg pen posting cerita yang happy end. soalnya kayknya bnyak yang shock pas baca chapter 18 Hatred :HUAHAHAHAHA
Betull itu kk.. komunikasi adalah hal yang penting ehehe…
:HUAHAHAHAHA :HUAHAHAHAHA melekat banget ya kk.. tokoh Damia ama aku ,,
makasih dh komen kk :dragonmintacium
eaaaaaaaaaa cogannya banyaaaaaaaakk :inlovebabe :inlovebabe :inlovebabe
makasih dh komen :inlovebabe
Huwaaaa happy ending >_<
Walau sempet nyelekit di awal tapi aku seneng akhir yang bahagiaaa~~
:dragonhihihi :dragonhihihi ….
makasih dh komen :MAWARR