Mimpi Buruk yang Kembali
Vaya berjalan cepat. sesegera mungkin dia menggabungkan diri dengan beberapa orang lain yang berteduh di halte bis yang berada di dekat rumahnya. Mencoba menghindari tetesan air hujan yang berjatuhan.
Dengan murung, Vaya mendongak menatap tetesan air yang berjatuhan. Sesuatu yang dia benci. Sangat dia benci.
Orang bilang. ‘Di dalam hujan, ada lagu yang hanya bisa didengar oleh mereka yang rindu.’ Dimana saat hujan turun orang akan terhipnotis untuk meresonasikan kenangan masa lalu.
Setiap orang pasti mempunyai kenangan yang begitu banyak. Akan tetapi, kadar emosi yang terkait dengan kenangan itu beragam. Terkadang kenangan yang menyedihkanlah yang sering muncul dengan mudahnya.
Dan itulah yang terjadi pada Vaya. Saat hujan turun, yang dia rasakan hanya perasaan sedih yang menyesakkan dada. Karena meski dia tidak merindu, tapi mimpi buruk di masa lalu selalu menghantui dia saat hujan turun.
Dan hujan bukanlah suatu hal yang baik untuk memulai harinya pagi ini.
Vaya melirik kanan, kiri jalan. Mencari angkutan umum apa saja yang bisa segera membawanya ke sekolah. Jika hujan turun seperti sekarang, dia tidak suka berlama-lama di luar ruangan. Jika saja ini hari libur sekolah. Maka dia akan lebih senang berdiam diri di kamarnya sambil membaca novel dan mendengarkan lagu favoritnya.
Matanya menyipit ketika melihat sebuah mobil BMW putih yang familiar berjalan menuju ke arahnya. Mobil itu berhenti tepat di depannya.
Kaca penumpang bagian depan terbuka, menampilkan sosok pemuda tampan yang tampak menengok dari balik kemudi.
“Masuklah!” ucap pemuda itu membuka pintu penumpang dengan senyuman di bibir. Senyuman yang sudah menghipnotis banyak gadis.
Vaya mengangguk. Dengan canggung dia berlari menerobos hujan. Masuk ke dalam mobil lantas menutup pintunya rapat-rapat.
Glen, pemuda itu lantas melajukan mobilnya. Menerobos hujan deras.
“Kenapa nggak minta kakak jemput sih?” Glen melirik Vaya yang saat ini sedang menepiskan air dari baju dan rambutnya.
“Aku nggak mau ngerepotin kakak, kak Glen pasti masih cape karena pertandingan kemarin,” ucap Vaya menjawab tanpa menghentikan aktivitasnya.
Glen menghela napas. Selalu seperti itu. Vaya selalu saja merasa merepotkannya. Padahal Glen akan sangat senang jika gadis dengan rambut coklat sebahu itu mengandalkan dirinya.
“Aku tidak mungkin lelah hanya karena pertandingan basket Vay, dan jangan ngerasa nggak enak, kamu tahu papa sudah mempercayakan kamu sama kakak,”
“Iya, aku tahu kak, tapi kak Glen juga punya kehidupan sendiri begitupun aku, tidak mungkin aku terus-menerus berkeliaran di dekat kakak dan membuat anak-anak di sekolah salah paham dengan hubungan kita, bahkan para fans kakak selalu memandangku penuh permusuhan.” balas Vaya dengan jengkel. Mengingat kelakuan Glen yang selalu bersikap seakan-akan ada hubungan khusus dalam konteks asmara diantara mereka berdua.
Glen terkekeh lantas melirik Vaya yang terdiam. “Itu malah bagus Vay, jadi mereka akan berpikir dua kali sebelum mendekatiku dan tidak akan berani mengganggu kamu.”
“Bisa berhenti di kedai yang ada di belokan depan kak?” tanya Vaya mengalihkan pembicaraan. “aku mau segelas kopi,” lanjutnya.
“Ini masih pagi Vay,” Protes Glen.
“Yah, lalu?”
Glen menghela napas. “Kopi bukanlah minuman yang cukup baik untuk kamu konsumsi pagi-pagi seperti ini,” kembali Glen mengucapkan nasehat yang sama. “Coklat panas, gimana?” lanjutnya menawarkan.
Vaya menggeleng tegas. “Aku tidak suka manis, aku akan sakit gigi jika mengkonsumsi makanan atau minuman yang manis.” tolaknya.
“Aku bahkan tidak pernah melihatmu mengonsumsi sesuatu yang manis,” gerutu Glen.
Dia menepikan mobilnya di pinggir jalan dekat kedai yang di maksud Vaya. Pada akhirnya, meski dia tidak suka kebiasaan Vaya yang mengonsumsi kafein berlebihan. Dia tidak bisa mengabaikan keinginan gadis itu.
“Tunggu di mobil, biar kakak yang belikan.” ucapan Glen pelan tapi tegas. Dia mengambil payung hitam dari jok belakang.
Vaya mengangguk. Membiarkan Glen yang keluar dari mobil dan berlari menerobos hujan ke dalam kedai. Karena jika dia menolak pun akan percuma.
Laceration
Vaya hanya mendapati dua orang siswi tengah duduk sambil berdiskusi tentang entah apa ketika memasuki krlasnya. Padahal bel masuk akan berbunyi sekitar sepuluh menit lagi.
Dinda dan Fira, kedua gadis itu mendongak. Seperti menyadari kehadiran Vaya.
“Pagi Vay,” Dinda menyapa dengan senyum hangatnya. Begitupun Fira yang nampak memberikan senyuman tipis.
“Pagi,” Balas Vaya.
Vaya bukan orang yang suka berbasa-basi untuk beramah-tamah. Tapi, mengabaikan dua gadis dengan senyuman tulus seperti Dinda dan Fira bukanlah tindakan baik.
Vaya lantas melangkah menuju bangkunya yang berada di bagian pojok. Dia memang sengaja memilih bangku yang paling pojok, karena disanalah di mendapat ketenangan tanpa perhatian berlebih dari siswa lainnya.
Dia duduk di kursinya. Mengeluarkan sebuah novel untuk menemani paginya.
Tiba-tiba segerombolan siswi perempuan masuk. Gerombolan siswi yang tidak terlalu Vaya sukai. Mereka duduk di kursi yang tidak jauh dari tempat Vaya duduk. Membuat obrolan mereka terdengar jelas oleh Vaya.
Obrolan tidak bermutu.
“Udah denger beritanya, kan?”
Vaya sudah mendengarnya. Berkali-kali selama seminggu penuh berita itu disiarkan berulang-ulang. Dari satu mulut ke mulut lainnya. Entah di kantin, kelas, bahkan toilet sekalipun. Dan dia tidak mau mendengarnya lagi sekarang. Jadi dengan cepat Vaya membuka novel yang dia pegang dan langsung membacanya.
“Apa? Tentang si murid baru?”
Suara lainnya terdengar menyahut. Membuat Vaya memutar mata ke atas. Namun langsung mengalihkan kembali fokusnya pada novel yang sedang dia baca.
“Iya, katanya dia akan datang hari ini.”
Selalu seperti itu. Riri si ratu gosip di sekolahnya selalu bersikap seakan-akan dia adalah yang paling tahu. Dan kenapa juga para siswi itu percaya begitu saja ucapan gadis penggosip itu.
“Beneran? tau dari mana lo Ri?”
“Iya,” Riri menjawab dengan suara yang terdengar mendramatisir. “Kemarin gue nggak sengaja nguping pembicaraan Kevin, dan dia lagi telepon sama si anak baru, kalian tahu kalo mereka sepupuan, kan?”
Nggak sengaja? Vaya ragu akan hal itu. Riri adalah tipe orang yang rasa ingin tahunya tinggi. Dan Vaya yakin dia bukannya tidak sengaja mendengar pembicaraan Kevin di telepon.
“tahu lah Ri, karena fakta itu si anak baru jadi pembicaraan panas di sekolah.” ujar Saras, gadis dengan bandana ping di kepalanya.
“Iya, anak-anak bilang kalo si anak baru ini nggak kalah keren dan nggak kalah ganteng dari si Kevin.” sahut siswi lainnya.
“jadi nggak sabar pengen liat si anak baru, kira-kira dia masuk kelas mana yah? Gue harap si dia masuk kelas kita guys, biar bisa bikin semangat.”
“Nggak nyesel gue sekolah di sini, cowo-cowonya banyak yang keren,”
Vaya meringis mendengarnya. Bertanya-tanya dalam hati. Kenapa isi otak kebanyakan gadis di sekolahnya adalah suatu hal yang yang tidak berguna seperti itu.
Bukankah ada pepatah yang mengatakan, ‘Jangan melihat buku dari sampulnya’ karena sesuatu yang baik di luar belum tentu di dalamnya juga baik. Seperti cowo-cowo keren yang mereka maksudkan. Kebanyakan dari mereka adalah playboy yang mengidap narsisme kronis. Menganggap ketampanan mereka adalah suatu hal yang membuat mereka istimewa. Sehingga, memiliki banyak perempuan di sisi mereka bukanlah hal yang salah.
Saat Vaya mencoba kembali berkonsentrasi pada bacaannya. Bel tanda masuk berbunyi. Membuat banyak lagi siswa-siswi lain yang masuk ke dalam kelas.
Vaya mendongak saat menyadari saat Febi, sahabat baiknya itu masuk ke dalam kelas dengan napas terengah. Berjalan cepat menuju bangku yang berada tepat di depannya.
“Tumben telat,” ucap Vaya pelan tanpa mengalihkan pandangan dari novelnya.
Febi menjatuhkan dirinya duduk di kursi. Tampak sedang mengatur napasnya.
“Ini gara-gara si Rein, dia nantang aku bikin proposal dalam waktu semalem, jadi kesiangan bangun,” Febi menyampingkan posisi duduknya agar menghadap Vaya.
Menggeleng pelan. Vaya menutup novelnya. Memfokuskan perhatiannya pada Febi. Temannya itu adalah orang yang aktif dalam organisasi OSIS di sekolah. Semelelahkan apapun kerjaannya dia tidak akan mengeluh. Kecuali jika hal yang dia kerjakan ada hubungannya dengan Rein, si ketua OSIS. orang yang kata Febi sangat menyebalkan.
“Proposal apaan?”
“Acara kemping tingkat dua belas sama sebelas,” jawab Febi mengambil tisu dari saku bajunya untuk mengelap keringat di dahinya.
“Emang jadi yah?”
Vaya memang sudah mengetahui tentang acara kemping yang akan diadakan OSIS untuk tingkat dua belas dan sebelas. Idenya sendiri berasal dari Febi yang sempat di tentang Rein.
“Jadilah Vay, sampe mati juga aku bakalan buktiin kalo ide dari aku tuh brilian, bodo kalo si Rein nggak setuju,”
Vaya menggeleng. Entah apa alasan Febi bisa bermusuhan dengan Rein. Bahkan jika Vaya tanya alasan Febi membenci Glen maka gadis itu tidak akan bisa menjawabnya.
“Dia menyebalkan,” Febi akan menjawab seperti itu sambil menggeram kesal.
“Dan karena itu kamu nyanggupin buat bikin proposalnya dalam semalam?”
“Iyalah,” Febi menjawab dengan semangat. “Aku nggak akan kalah dari si Bad boy itu,”
Vaya diam. Tidak berniat berkomentar. Memilih mengambil buku biologinya. Mengecek kelengkapan catatannya.
Ketika suara langkah kaki terdengar dan seseorang yang Vaya tebak adalah pak Irwan masuk. Suasana kelas langsung senyap seketika.
Vaya sendiri tidak heran. Pak Irwan adalah guru yang cukup disegani para siswa. Sikapnya yang tegas namun ramah itu membuat para siswa menghormatinya.
“Pagi semua,” pak Irwan berkata dengan keras untuk menarik perhatian para siswa. Vaya masih sibuk mengecek catatannya. Ketika suara riuh mulai terdengar.
“Kita kedatangan murid baru,”
Kericuhan langsung Terdengar dari beberapa siswi perempuan di kelas itu
Menghela napas entah untuk yang ke berapa kali. Vaya mendongak dan langsung tercekat. Seketika dia merasa aliran darah di sekitar wajahnya pergi. Udara di sekitarnya menghilang. Merasa begitu syok ketika mendapati sosok yang tidak asing baginya itu.
Perlahan rasa sakit dan sesak menghampirinya saat tatapannya bertemu dengan mata hitam setajam elang milik laki-laki itu. Yang terlihat tengah memandangnya.
Dia, Ardian Geraldi Utomo.
Mimpi buruk yang kembali.
*****
Hai, ✋✋✋
Ini cerita pertamaku yang aku publish di wattpad. Coba publish di sini ???
Aku harap cukup pantas untuk menjadi bacaan kalian.
Salam hangat,
Dilah Nafisah
(Typo bertebaran)
Hai.
Ceritamu bagus.
Terus menulis yaaa. Semangat!
Thanks, ini masih belajar. ???
Mudah”an suka yah
Suka kok?
Penasaran apa yg bikin vaya benci ardian
Sesuatu yang sederhana namun sangat berarti dalam hubungan ???
nahloh nahloh, ada apa dengan mereka? :CURIGAH
Ada gajah di balik batu :D :D
But ratingsnya saran aja, lebih baik ditulis di atas yaa. Karna aku terbiasa vote dulu baru baca, hehehehe
Iya, thanks yah :)
Ditunggu kelanjutannyaa
Bca ny ga kerasa masa, tau2 dah tbc hihi
Apa nih yg menyebabkan Vaya kyk ngerasa sakit dan sesak ngeliat si anak baru, emmm penasaran
Cuzz ke part 2
Saran boleh, ada bbrp penulisan yg kurang tepat seperti huruf di awal kata msh ada yg pake huruf kecil, kan kuduny kapital yak hehe, dah itu aja hehe
Trs aq liat dri part 1 dan 2 ga ada lope2ny, mungkin penulisan ny ada yg salah
Jdi cba diedit lgi sedikit, trs dibagian atas tulisan dikau tmbhin kata [ratings], jdi ditiap part yg dikau tulis nnt jangan lupa ditambahin kata itu yak, tp klo ga pake lope2 jg ga apa2 kok hehe
Semangat trs yak
Ehhh salah ternyata part 2 ny ada lope2ny tp ada dibawah yak hihi
Iya, makasih atas sarannya. Itu adalah hal yang berarti buat aku :)
Sma2 ka hehe
ini Rein itu nama lainnya Glen kah? settingannya school life yaaa?