Vitamins Blog

A PRIORI ch.7

Bookmark
Please login to bookmark Close

30 votes, average: 1.00 out of 1 (30 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

A Priori ch. 7 Pandangan

Tanpa disangka Zia juga ikut tertidur dengan posisi menyandarkan kepalanya kedinding lalu Azka membuka matanya dengan sedikit senyuman. Dia bangkit dari posisi tidurnya untuk duduk disamping Zia, digapainya kepala gadis itu lalu diletakannya di bahunya untuk membuat tidurnya lebih nyaman.

Azka menatap langit dari celah jendela sambil sesekali melihat wajah Zia yang tertidur. Memastikan bahwa ia telah berhasil menyelamatakan gadis itu lagi dari teror yang mengerikan.

“Apa yang sebenarnya dia inginkan.” Ucap Azka sambil meletakan alat komunikasi rahasia di telinganya.

“A!! Mengapa kau baru sekarang menghubungi kami !!” teriak Nadia dari seberang sana dengan iringan suara ribut yang lain.

Azka sedikit meringis mendengar teriakan rekannya yang secara tiba-tiba, dengan sedikit membenarkan posisi duduknya dia kembali memfokuskan pikirannya. “Sttt … Tenanglah aku sedang sibuk tadi karena tiba-tiba ada serangan mendadak dari organisasi itu.” Ucap Azka pelan.

Ardi selaku pemimpin devisi hanya mendengarkan dengan seksama penjelasan Azka dalam benaknya ada rasa bersyukur karena anak itu tidak melakukan tindakan yang berbahaya dan tetap melaksanakan kewajiban nya sebagai pelindung dari klien mereka. “Dengar A,  R dan Al sedang melakukan penyisiran jalur kelompok itu dalam melaksanakan kegitannya jadi kuharap kau dapat terus berokus dalam misi mu.” Jelas Ardi dengan suara tegasnya. Mereka memang selalu berbicara dengan menggunakan nama samaran masing-masing jika di luar kantor devisi untuk mencegah adanya resiko hack.

Nadia menganggukan kepalanya ketika melihat kode dari Ardi dan dengan menekan tombol merah diatas sebuah remote kecil di tangannya sehingga muncul sebuah cahaya yang mengarah kelangit. “Bertahanlah jangan sampai kau merindukan kami, apa ada luka?” ucap Nadia sambil kembali melajukan motonya denga lincah untuk melewati jalanan terjal di hutan.

Azka tersenyum ketika melihat cahaya putih yang menembus beberapa rindangnya pepohonan hutan. “Cepatlah datang sebelum aku mati kelaparan.” Azka tidak terkejut jika memang timnya lah yan menemukan lokasi mereka terlebih dulu dari pada tim sar. “Mati sana.” Jawab Raka yang ikut bergabung dalam pembicaraan diantara mereka. Sebelum kembali membalas ucapan Raka, Azka segera kembali berpura-pura menutup matanya ketika merasakan Zia bergerak.

Zia membuka matanya ketika merasakan lehernya terasa pegal dan agak sakit, “Rina ambilkan aku kipas angin kecil.” Ucapnya ketika belum sadar benar tapi setelah matanya terbuka lebar dia meringis gusar, “upanya aku masih bersama si tuan menyebalkan ini.” Ucapnya sambil menatap wajah Azka yang tertidur lalu matanya beralih kerah lain yaitu lengan kanan Azka yang terluka.

Zia berjalan kearah penampunggan air lalu kembali mebawa semangkuk air ditangannya diletakannya mangkuk itu di sisi kanan Azka dengan telaten Zia membersihkan sisa darah yang masih membekas dilengan pemuda yang telahh menolongnya. Walau selama ini orang-orang menganggapnya sombong dan tidak tau terimakasih sebenarnya Zia hanya seorang gadis yang berusaha berdiri dengan kuat seorang diri dengan membuat cangkang yang menutup semua kelemahannya.

“Maafkan aku.” Ucap Zia disela kegiatannya, sebenarnya dia sangat berterimakasih karena Azka mau menolongnya bahkan sampai terluka. Mata Zia bahkan terus memperhatikan luka dilengan Azka tanpa henti karena rasa bersalahnya. Tapi tiba-tiba terdengar suara serigala yang membuat Zia ketakutan bahkan seperti ada sesuatu yang mencoba memaksa masuk melewati pintu yang sudah Azka tutup rapat dan ditambah beberapa kursi yang sengaja di letakan dibelakang pintu.

“A-zka.” Panggil Zia  sambil menggenggam tangan Azka.

Mata Azka perlahan terbuka walau sebenarnya sedari tadi ia tidaklah tidur dan terus mendengarkan apa yang di ucapkan Zia, tanpa bertanya pun Azka dapat melihat ketakutan yang mendalam dan goresan luka dari mata Zia yang sama seperti dimilikinya dulu.

“Aku akan memeriksanya.” Ucap Azka sambil berdiri tapi sebelum itu dia balas genggaman tangan Zia melepaskannya.

Ketika melihat Azka berjalan menuju jendela dan berusaha melihat kerah luar rupanya Zia juga ikut mengikuti langkah Azka, “Apa yang kau lakukan?” ucap Azka berpaling sehingga sekarang mereka berdiri saling berhadapan, “A-aku tidak mau sen-dirian.” jujur Zia sambil menunduk malu.

Jaga Zia dengan benar, jangan membentaknya!” ucap Ardi nyaring sehingga hampir membuat Azka berikir untuk membuang alat yang ada ditelinganya.

Kami sudah selesai menyisir seluruh daerah di dekat mu. Dan semuanya aman ahahaha. Selamat bersenag-senang.pip” ucap Nadia sebelum memutuskan pembicaraan mereka.

Hei kau dengar aku A. Jangan sampai Zia lecet sedikit pun. Pinstol yang kau inginkan sudah ku letakan di bawah kursi kayu no 2.” Ardi berbicara seperti seorang fant yang menyukai idolanya setengah mati sehingga membuat Azka membuang napas gusarnya beberapa kali.

Zia yang  merasa jawabannya diacuhkan dengan perlahan menaikan wajahnya sehingga sejajar menghadap Azka, lagi-lagi pandangan mereka bertemu setelah sekian kalinya. Azka kembali tersadar ketika Zia memandangnya, “Ayo kembali sepertinya tadi hanya binatang liar yang lewat. Tenanglah aku akan selalu didekat mu.” ucapnya sambil mengulurkan tangannya. “Apa?” tanya Zia tidak mengerti karena gestur yang dilakukan Azka didepannya.

“Bukankah kau ingin menggenggam tangan ku.” ucap Azka sambil terus menggoyangkan tangannya yang sudah terulur.

Wajah Zia kembali ia tundukan, rona merah yang sangat tampak bahkan sampai ketelinga sudah dapat Azka lihat, “Ayo cepat. Aku sangat ngantuk.” Azka berjalan melewati Zia dan menurunkan tanganya tapi rupanya Zia segera menggengam tangan Azka bahkan dengan kedua tanganya lalu mengikuti langkah Azka kembali kearah tempat awal mereka duduk.

Pos yang hanya memiliki satu ruangan ini telah kosong dan hanya berlapiskan karepet usang, Zia dan Azka kembali duduk dengan psosis senaman mungkin dilantai, sesekali Azka memainkan rambut Zia dengan tangan kirinya yang beba sdari genggaman tanagn Zia.

“Hentikan. Aku tidak suka rambut ku di pegang sembarangan.” ucap Zia sedikit gusar karena kegiatan Azka.

Azka tidak mempedulikan protes dari mulut Zia karena ini memang sudah sebuah kebiasaanya ketika berpikir yaitu memainkan sesuatu apapun itu biasanya ia akan memutar-mutar pulpen ditangannya tapi sekarang yang ada hanya Zia yang duduk disampingnya jadi bukankah tidak salah jika ia memainkan rambut wanita yang sekarang menjadi kliennya.

Pikiran Azka masih berusaha menyusun segala kejadian yang sudah terjadi sejak pengejaran mereka sampai aksi penembakan, tidak ada satupun yang mampu membuat ia menjadi semakin dekat dengan sosok pemilik tato mawar hitam itu walau dia yakin bahwa tadi mereka sempat saling betatapan.

Azka kembali menengok kearah samping kanannya rupanya Zia sudah kembali tertidur, Azka tersenyum ketika melihat sosok kucing manisnya telah kembali lepas dari rasa ketakutannya. Mungkin bergadang sabil melihat Zia yang tertidu bukanlah sebuah ide buruk untuk menemaninya semalaman ini pikir Azka.

******

Ke esok harinya mereka berhasil di evakuasi oleh pihak sar, seluruh staf drama bahkan sepakat untuk memberikan libur sementara dalam pengambilan take di lokasi karena masih menghawatirkan jika pelaku penembakan kembali lagi dan dapat membahayakan seluruh pihak. “Kita akan melanjutkan syuting tanpa Zia dan Azka sehingga 1 minggu kedepan semoga semuanya mengerti.” Jelas sang produser kepada seluruh sta dan artis.

Azka segera dilarikan kerumah sakit karena saat ditemukan dia sudah mengalami anemia dimana karena kekurangan darah karena luka tembak disisi atas lengan kanannya. Sedangkan Zia dia sempat diperiksa untuk memastikan tidak ada luka ataupun trauma yang berlebih bersamaan dengan waktu oprasi pengeluaran peluru yang bersarang di lengan Azka.

Setelah selesai dengan pemeriksaannya Zia duduk bersama Rina yang selalu mendampinginya di depan ruang oprasi yang sudah 2 jam berlalu lampu merang yang bertanda bahwa oprasi masih berlangsung membuat hati Zia tidak tenang.

“Mengapa bengitu lama bukankah hanya satu peluru?” ucap Zia was-was.

“Tanglah semuanya pasti akan baik-baik saja.” Ucap Rina sambil terus menguatkan Zia yang tegang dengan menggenggam tanganya yang mengepal.

Zia dengan cepat menarik tangannya lalu berdiri, “Aku ingin ke toilet kau tetaplah disini.” ucapnya lalu melangkah menuju toilet yang berada di ujung kanan lorong dekat rungangan oprasi. Disana dia kembali menggengam erat tangannya, sesampai masuk ke dalam salah satu toilet kosong Zia terduduk termenung. “Air mata? Mengapa aku menangis?” ucapnya sambil menyeka airmatanya sendiri dengan menggunakan tangannya.

Ingatannya masih membekas ketika melihat sosok Azka yang tiba-tiba saja terjatuh pingsan tepat ketika mereka di evakuasi menggunakan helikoter agar dapat diantar ke rumah sakit terdekat.

“Azka!!” teriak Zia ketika mendengar suara seperti sebuah benda jatuh. Untungnya para tim sar yang terlatih dengan sigap mengangkat tubuh Azka dan segera menaikannya dan merebahkannya dengan begitu hati-hati.

Sebelum benar-benar tidak sadarkan diri Azka mengkat tangannya sedikit keatas sehingga dengan cepat Zia menggenggamnya, “Ja-ngan perg-i ter-la-lu ja-uh da-ri si-si k-u, k-u mo-ho-n.” Ucap Azka lemah dan sedikit terbata dan kembali menutup matanya.

Setelah puas menumpahkan segala rasa khawatirnya Zia mendapatkan telpon dari Rina bahwa oprasi telah selesai dan Azka telah dipindahkan keruang rawat biasa, denga cepat ia beranjak bangun dan keluar dengan sedikit berlari. Tepat ketika berbelok Zia menabrak seorang laki-laki yang membuat Zia jatuh terduduk tetapi sebelum dia kembali bangkit laki-laki itu mengulurkan tangannya untuk menolong tapi Zia hanya mendiamkannya dan berdiri kebali tanpa berkata apapun meninggalkan lelaki itu dan menampilkan senyum misteriusnya ketika melihat Zia yang tidak mempedulikannya sambil berkata, “Kau akan segera menjadi milik ku, Zia.” Ucapnya lalu kembali melanjutkan langkahnya.

Sudah lebih dari dua jam Zia duduk menunggu Azka membuka matanya bersama beberapa staf Azka yang tidak lain Ardi dan Nadia. Rina pegi untuk membeli makanan sehingga membuat Zia duduk canggung diantara orang yang tidak dikenalnya tapi tidak lama matanya melihat pergerakan jari Azka yang menandakan bahwa dia sudah siuman.

Perasaan senang yang tidak bisa ditutpi Zia membuatnya langsung menuju ke samping tempat tidur Azka dan menunggu mata Azka membuka.

Azka merasakan matanya masih kurang bisa melihat jela skarena cahaya yang tiba-tiba masuk sehingga perlu beberapa detik untuknya melihat secara sepenuhnya, “Zia?” ucapnya pertama kali ketika membuka mulutnya.

SEE YOU ~~~

BY : RP

14 Komentar

  1. kayaknya cinta makin bersemi di hati mereka ne,,,, :cintakamumuach :cintakamumuach
    nah,,, siapa lagi tuh yg cow yg naksir zia? hm,,, misterius…. :owlkeren :owlkeren

    1. :cintakamumuach itukahh cinta
      Siapakah diaaa :matamata misterius :owlninja

  2. Yeaayy cepet neh udh di up aj.. :HULAHULA
    Itu siapa yg tubrukan ma Zia yaa kok niat nya posessif bgt gitu lg.. :BAAAAAA
    Part ini co cwitt bgt dah :inlovebabe
    Kaga ada actionnyaaa…jgn2 karna pnulisnya lg in lope kali yaaa..hahaa :KETAWAJAHADD

    1. :semangatyangmembara penulisnya lagi rajin eh tepatjya lgi pelarian malas ngerjakan tugas essay wkwkkw
      :KETAWAJAHADD penulisnya berasa makin jomlo ketika nukis coccwit gini :DORONG

  3. Nice chapter hihi. Next :tepuk2tangan

    1. Nice :tepuk2tangan aku kan scepatnya lanjut :semangatyangmembara

    2. Sip, kak tama??

  4. Claupherin menulis:

    kok aku baper ya hihi

    1. Hayoooo loh jangan baper :PANDAELUS

  5. tama….cepetan lanjutannya dongggggg……wkwkwk…keren woyyy

    1. :PANDAELUS yahooo tama di sini wkwkwkkw sip deh secepatnya bakal ku lanjut :LOONCAT
      Makasih aku emang keren wkwk :mauikutan

  6. Wah cinta mulai bersemi nih :BAAAAAA :LARIDEMIHIDUP

  7. fitriartemisia menulis:

    whooaa Zia.. ada something-something blossoming nih haahaha

    1. Hahahaha, mom?