Vitamins Blog

Terbang [Bab 5]

Bookmark
Please login to bookmarkClose

No account yet? Register

 

 

26 votes, average: 1.00 out of 1 (26 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Bab 5. Semua karena Instagram

 

Di siang hari di rumah sederhana itu, Marlina meletakkan secangkir kopi panas ke maja di hadapan suaminya yang bernama Burhan. Pria itu mengambil cangkir kopi yang masih mengepul asapnya dan menyesapnya sedikit demi sedikit. Burhan menatap istrinya yang kini tengah duduk di samping kursi yang tengah ia duduki, kemudian dia berdehem.

“Kau sudah memberikan ponsel itu pada si Rasha?” tanya Burhan.

Marlina menoleh pada suaminya dan mengangguk. “Aku sudah memberikannya, dan dia sangat senang.”

Burhan menyesap lagi cangkir kopinya.

“Kau tau, setiap hari kita bekerja di pasar terus dan kita belum kaya-kaya juga.”

“Kita kan berusaha, Mas. Lagi pula kita harus bersyukur bisa makan dengan bekerja di pasar. Kita sudah untung mas, coba lihat orang lain, mau makan aja harus minta-minta,” ucap Marlina sambil memilin jarinya di atas paha.

“Iya, tapi aku ingin kaya, ingin seperti mereka yang sehari-hari pake jas mahal. Lihat aku! Pakaian udah belel gini masih dipakai.” Burhan memamerkan pakaiannya pada Marlina dengan nada tajam.

“Aku juga ingin kaya, Mas. Siapa juga orang yang tak ingin kaya. Tapi itu mustahil untuk kita, Mas. Mengingat pendidikan kita hanya sebatas SMP. Siapa orang yang mau nerima kita?”

“Ada cara lain, kita kawinin aja tuh si Rasha pada om-om kaya. Kemudian kita porotin uangnya,” kata Burhan sambil menyender pada sandaran kursi.

Mendengar itu kontan membuat Marlina berdiri dengan marah. “Apa! Apa Mas sudah gila, dengan menjual anak kita si Rasha pada om-om. Aku tidak sejutu, sampai kapan pun aku tidak akan setuju dengan usulmu.” Setelah mengucapkan itu Marlina beranjak menuju kamar dan menutup pintunya dengan kasar. Bahkan suara debuman dari pintu itu memantul-mantul di seluruh ruangan kecil itu, membuat Burhan terlonjak kaget.

Tak lama, tiba-tiba pintu luar terbuka. Rasha masuk dengan menenenteng tas punggungnya kemudian melemparkan asal pada kursi terdekat. Rasha menatap ayahnya dengan malas, karena hampir setiap hari dia melihat ayahnya hanya berpakain kaus oblong putih belel, dengan sarung bercorak kotak-kotak, tak lupa rokok tembakau juga kopi hitam selalu menemani keseharian ayahnya.

Tak memedulikan ekspresi ayahnya yang bertanya-tanya, Rasha masuk ke kamar.

Di dalam kamar, Rasha mengganti pakaiannya dengan pakaian santai. Dia mengambil ponsel canggihnya, tapi di samping ponsel canggihnya terdapat ponsel jadul pemberian ibu tergeletak di atas meja belajar, masih dengan kotak dan bungkus kadonya. Rasha baru ingat dia sampai melupakan ponsel jadul itu dan memilih ponsel canggih, padahal ponsel itu pemberian ibunya yang tentunya dari hasil keringat ibunya sendiri. Namun dia malah memilih ponsel canggih yang hasil penukaran kehormatan.

Selang beberapa detik dia mengamati kedua ponsel itu dan pilihannya jatuh pada ponsel canggih.

Rasha menghempaskan tubuhnya pada ranjang kecil yang berdecit juga reot karena sudah lama tak diganti, tapi Rasha menyukai ranjang itu. Pandangan Rasha mengitar kesekeliling. Dia memandang langit-langit kamarnya yang dipenuhi sarang laba-laba juga terdapat bolong-bolong agak besar. Lalu tatapannya tertuju kembali pada tembok di kamarnya yang sebagian mengelupas juga berjamur.

Sungguh miris.

Rasha membayangkan, andaikan ia sungguhan menjadi orang kaya, mungkin dia tak akan mengalami semua ini. Dia menggelengkan kepala, tak seharusnya dia membayangkan sesuatu yang takkan mungkin pernah terjadi.

Sempat terlupakan, sejak tadi dia ingin mengecek ponsel canggihnya. Tangannya membuka layar dan di sana terdapat satu notifikasi. Rasha membukanya dan rupanya dari Instagram. Saat dia membuka Instagram, ada satu notifikasi yang menandai dia di sebuah foto. Entah foto apa itu, karena akun yang menandainya itu bernamakan Dark Mystery 99. Rasha makin penasaran dengan siapa yang menandainya itu, mungkin salah satu dari followers-nya. Entahlah.

Rasa penasaran Rasha terhenti ketika dia membuka postingan itu. Dia terkaget dengan mulut terbuka lebar juga kedua mata yang terbelalak. Di sana terpampang sebuah foto yang mengekspos dirinya tengah tidur di kamar hotel sedang dipeluk oleh seorang pria dengan tubuh setengah telanjang yang menampilkan bagian bahunya dan dada dari pria itu yang tak memakai pakaian. Sedang tubuhnya yang lain, tertutupi oleh selimut merah.

Anehnya kenapa wajah dia saja yang ditampilkan. Kenapa wajah pria itu tidak diperlihatkan melainkan diedit dengan menghalangi wajahnya dengan warna hitam. Ingatannya kembali pada malam penukaran itu, yang dirinya tak sadari tidur dengan pria yang bernama Randy. Tapi siapa yang mengambil gambar itu? Bahkan ketika dirinya dan Randy tengah tertidur.

Kemarahan Rasha memuncak ketika dia melihat icon tag di samping kiri. Dua akun yang ditag orang itu, yaitu dirinya sebagai akun Rasha_Arnisa05 dan satu akun lain yang bernama akun SMA Cendakia Sch. Rasha baru menyadari bahwa akun kedua itu adalah akun milik sekolah, dan otomatis semua anggota warga sekolah pasti akan mengetahuinya.

Rasha kemudian melirik kolom komentar, berbagai macam komentar terpampang di sana yang berjumlah hampir 200 lebih komentar. Tak lupa para komentar itu menyertakan mention untuk temannya agar mereka melihat postingan itu. Sedikit Rasha membaca komentar dari teman sekolahnya dan semakin lama Rasha membaca semakin memuncak pula amarahnya.

Wah gak nyangka si Rasha sampe gitunya pengen kaya.”

“Dasar Bitch!”

“Jijik gue lihatnya, pengen muntah sumpah.”

“??”

Dan berbagai macam komentar lain bermunculan. Rasha tak kuat lagi dengan komentar-komentar itu yang semakin memojokannya. Dia kemudian membuka akun yang bernama Dark Mystery 99 tersebut. Namun nihil. Akun itu diprivate pemiliknya dan Rasha tidak dapat mengetahui siapa pemilik dari akun tersebut. Dengan amarah Rasha membanting ponsel itu pada tembok kamarnya dan menghasilkan bunyi retakan, membuat ponsel itu rusak berkeping-keping.

Rasha menangkup wajahnya dengan kedua tangannya dan menangis di sana. Dia tak mengerti siapa orang yang sebegitu membencinya? Dan siapa orang yang sudah mengambil gambar itu? Rasha berspekulasi bahwa itu adalah kerjaan Kimberly dan Vera. Melihat bagaimana mereka sebegitu bencinya terhadap dirinya, dan itu pasti ulah mereka.

Bunyi retakan itu mengundang ibunya untuk masuk dan menengok keadaan anaknya di kamar sana. Marlina bergeges masuk ke kamar Rasha yang kebetulan tidak terkunci. Marlina melihat Rasha sedang selonjoran di lantai sambil melamun.

“Nak, kamu kenapa sayang. Tadi itu suara apa?” Marlina mengedarkan pandangannya pada penjuru ruangan, namun tak mendapati suatu barang yang pecah.

Rasha mendongak, mengusap pipinya yang basah dan memaksakan untuk tersenyum. “Gak ada kok, Bu,” ucapnya sambil menyembunyikan ponsel pecah tadi di belakang tubuhnya.

“Kalau gak ada apa-apa, ayo makan, Ibu sudah siapkan.”

***

Suara keras berdebum-debum menggelegar di seluruh ruangan dengan nuansa remang ini. DJ, Dancer, sedang meliuk-liuk menghidupkan suasana agar ramai. Botol-botol minuman, gelas kosong, puntung rokok, berserakan mengisi seluruh meja-meja bundar.

Di kursi sofa, di depan meja, terdiam Adriel tengah meminum minuman keras dengan kadar alkohol minim. Di atas meja itu, berserakan kartu remi dan botol-botol minuman beserta puntung rokok yang sudah mengecil. Dion, Roni, dan semua geng Adriel tengah bermain kartu dengan taruhan membawa wanita cantik ke hotel yang wanita itu tengah duduk mengamati mereka bermain, dengan wajah penuh make up juga pakaian merah minim.

Wanita berumur 20-an itu bergelayut manja pada Adriel sambil menciumi leher Adriel dengan bibirnya yang sensual. Adriel melempar salah satu kartu di tangannya ke arah meja dan semua orang terpekik dan berteriak, bahwa permainan itu berakhir dengan Adriel sebagai pemenang.

Semua teman-teman Adriel menyerahkan uang ratusan yang dikumpulkan pada Dion. Kemudian diberikan pada pelacur itu sebagai bayaran malamnya. Sebelum itu Adriel menatap serius pada temannya yang sedang mengeluarkan uang, kemudian berujar, “Kalian tau gadis yang suka ama gue, si Rasha?”

Keempat sahabat itu berhenti sejenak, lalu bersorak sambil bertepuk tangan.

“Wih, fans nambah satu dari ratusan cewek yang nge-fans ama lo,” kata Dion sambil menepuk-nepuk bahu Adriel.

“Gue bilang apa, dia tuh naksir lo. Dari tatapan matanya aja, udah gak bisa bohong,” timpal Roni.

“Ambil aja bray, dari pada yang ono cuman semalam. Mending si Rasha bisa tiap hari,” ucap Rifky dengan dagu menunjuk pada pelacur itu.

“Tadi si Rasha nembak gue lewat Kimberly,” kata Adriel menundukkan wajahnya. Dia menoleh pada pelacur itu kemudian merangkulnya.

“Trus lo nerima?” tanya Roni.

“Entahlah, gak tertarik.” Setelah itu Adriel berdiri dan diikuti pelacur itu. Adriel merangkul pinggang wanita itu sambil melenggang meninggalkan ke empat sahabatnya yang terbengong-bengong.

***

Keesokan harinya, Rasha berangkat kesiangan pada pukul tujuh lebih. Akibat memikirkan siapa pemilik akun yang telah menyebarkan aib-nya, membuat dia tidak bisa tidur semalaman.

Rasha tiba di sekolah saat penjaga gerbang baru akan menutup gerbang itu. Dia berlarian dengan dandanan berantakan. Bayangkan, rambut mencuat dari balik ikatannya dan wajah pucat tanpa polesan bedak, karena dia sangat panik kala tadi itu.

Ketika masuk sekolah, beruntung seluruh kelas-kelas belum masuk. Guru-guru pasti belum berdatangan. Itu terbukti pada anak-anak masih berkeliaran di lingkungan sekolah.

Rasha berjalan di tengah koridor. Namun semua aktivitas anak-anak berhenti sejenak, hanya untuk memperhatikan Rasha melintas. Tatapan mereka sangat mengintimidasi, membuat Rasha bingung harus bagaimana lagi. Dia menelan ludah yang terasa pahit sambil menundukan wajah. Ketika berjalan, sebuah tubuh bertubrukan dengannya, memaksakannya berhenti berjalan dan mendongak pada siapa yang menghalangi jalannya.

Seorang cowok-ketua osis yang amat ditakuti di SMA Cendakia menghadang Rasha  beserta wakilnya-gadis bertubuh tinggi gempal sedang berkacak pinggang dengan wajah yang terbakar habis oleh amarah. Cowok ketua osis itu yang bernama Anton maju selangkah, membuat Rasha mematung.

Melihat itu kontan membuat murid-murid mengelilingi mereka dengan tatapan kepo mereka.

“Lo yang bernama Rasha?” tanya ketua osis itu dengan dagu teracung penuh wibawa.

Rasha mengagguk.

Wakil ketua osis di belakang merogoh saku, mengambil ponsel, lalu menyerahkan sebuah ponsel pada Anton. “Lihat ini!” kata ketua osis itu sambil memperlihatkan ponselnya pada Rasha.

Rasha harus bagaimana lagi, semua murid pasti sudah mengetahui tentang foto itu. Bahkan, Rasha harus dijegat ketua osis segala dengan memperlihatkan foto itu. “Itu.. itu,” ucap Rasha gelagapan. Dia bingung ditambah ketakutan dengan nada suara ketua osis yang menggelegar.

Sekeliling koridor diisi anak-anak menonton, yang mereka juga ikut cemas.

Wakil ketua osis bertubuh jangkung itu maju lebih dekat dengan Rasha. “JAWAB! Lo itu dungu atau bego? Semua orang malu ama kelakuan lo. Lihat reputasi sekolah ini. LIHAT! Bisa-bisanya lo mempermalukan SMA ini. Bertahun-tahun belum ada anak pelacur sekaligus pembohong kayak lo!” wakil ketua osis itu mengelap wajahnya yang penuh amarah dengan kedua tangannya. Lalu menatap kembali pada Rasha. Tapi tatapan itu tidak se-menyeramkan sebelumnya. “Kalo foto ini jatuh pada guru BK, tamat riwayat lo. Oh, aku baru sadar ternyata foto ini sudah menandai SMA ini.”

Setelah memarahi Rasha, kedua orang itu kemudian pergi dengan langkah penuh wibawa menuju ruang osis.

Rasha terdiam, kemudian dia memandang sekeliling. Semua murid masih bertahan di sana, menyaksikan perseteruan tegang itu. Perlahan-lahan para siswa-siswi membubarkan diri. Tapi seorang cewek ber-rambut ikal mendelik dengan seringai sinis.

“Dasar pelacur.”

Rasha harus kembali menahan amarahnya. Cewek itu adalah anggota cheers berjalan pergi dengan langkah dibuat se-seksi mungkin.

Sendiri. Rasha sendiri di tempat itu. Dia bingung dengan siapa lagi dia bersahabat, padahal seluruh siswa di SMA Cendakia membencinya. Kalau tahu akan serumit ini dia tidak akan mau diajak bercinta dengan pria hidung belang yang bernama Randy itu. Ini semua karena aplikasi media sosial yang baru-baru ini tengah dibicarakan. Ini semua karenanya. Tapi itu sudah terjadi, tak ada gunanya menyalahkan apapun-siapapun.

Di balik sebuah tiang yang berada tak jauh dari Rasha berdiri. Seorang cewek lugu berkepang dua tengah berdiam. Dia menatap Rasha takut-takut. Tak lama cewek itu keluar. Dia berjalan kikuk mendekati Rasha. Gadis itu memberanikan diri mendongak pada Rasha.

Rasha menoleh pada cewek lugu itu sekilas yang ternyata Aliya, si gadis cupu itu. Detik itu juga dia memeluk Aliya dan menangis di sana, menumpahkan segala beban yang mengganjal hatinya di atas bahu cewek itu.

Aliya diam mematung. Tak menyangka reaksi Rasha akan seperti ini.

Di tengah pelukan hangat itu, cewek lugu itu mengusap perlahan punggung Rasha menyalurkan semangat pada Rasha. Dia melepaskan pelukannya dan menatap sekilas, lalu membawa Rasha ke kelasnya sambil merangkul tubuh Rasha yang masih bergetar.

***

Pak Wardi duduk di depan kelas dengan mata terkantuk-kantuk. Sementara muridnya disuruh untuk mencatat materi yang ada di buku paket. Momen saat Pak Wardi terkantuk-kantuk tidak mungkin dilewatkan. Para murid jahil ada yang mempotret diri Pak Wardi. Tak segan-segan, setelah difoto, gambar itu diedit dengan filter telinga kelinci ditaruh di atas kepala gundul Pak Wardi. Tak lupa, kumis imut menempel pada kedua pipi Pak Wardi.

Tak puas dari itu, para murid jail itu menjadikannya DP di bbm, atau diupload di jejaring sosial dengan caption.

‘Pak Wardi imuet.’

Rasha mengeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan jahil mereka. Rasha sejenak melupakan kejadian barusan. Kali ini dia akan membuat perhitungan lagi pada orang yang telah menyebarkan foto aib itu. Namun orang yang diduga Rasha pelakunya sedang dispensasi, karena berlatih cheers di lapangan. Mengingat sebentar lagi akan ada pertandingan besar-besaran antara SMA Cendakia dan SMA swasta lainnya. Untuk itu, sebagai tuan rumah, SMA Cendakia khususnya seluruh organisasi eskul mati-matian berlatih demi mengharumkan nama baik sekolah ini.

Bel istirahat berbunyi. Semua murid bersorak bahagia sambil membereskan peralatan sekolah mereka. Pak Wardi yang sedang terkantuk-kantuk harus terbangun dengan wajah polos dan iler yang masih menggenang di pipinya. Seluruh murid berhambur keluar mencari pengganjal lapar. Disusul oleh Pak Wardi yang kerepotan dengan buku-buku paket di kedua tangannya.

Amarah Rasha kembali memuncak. Dia dengan kasar memasukkan peralatan sekolahnya pada tas, lalu dengan terburu keluar kelas.

Koridor pada jam istirahat ini sangat ramai. Banyak anak-anak yang nongkrong di luar atau ada yang berjalan ke kantin lewat koridor. Rasha berjalan terburu dengan nafas yang terengah. Saking terburunya dia sampai menubruki orang-orang yang berlalu lalang di sekitar koridor.

Rasha sampai di lapangan. Lapangan luas ini semua diisi oleh seluruh organisasi eskul yang sedang berlatih. Seperti eskul karate, basket, tari, dan cheers. Rasha memandang sekeliling. Lapangan ini penuh dengan kegiatan mereka, walau matahari sangat terik menyengat, tapi itu tak menyurutkan semangat mereka berlatih.

Di sana terlihat Kimberly sedang melompat di formasi yang paling tinggi. Dengan amarah Rasha menghampiri Kimberly. Melihat kedatangan Rasha dengan penuh amarah, formasi yang sudah dibentuk sedemikian rupa harus membatalkan kembali dengan seluruh anggota berhambur turun. Kimberly melompat dari atas formasi dan menatap Rasha mengernyit.

Denga kasar Rasha menarik kerah baju berkilap Kimberly. Dia bersitatap dengan mata Kimberly yang beratanya-tanya. Seluruh orang yang berlatih menghentikan kegiatannya untuk melihat perseteruan kedua yang dulu adalah sahabat. Bahkan murid-murid yang lalu lalang di sekitar lapangan, menghentikan aktivitasnya dan menghampiri, mendekat, untuk srkadar melihat perseteruan Kimberly dan Rasha.

Rasha mendorong bahu Kimberly pada sebuah tembok dan menguncinya. Dia menatap tajam pada wajah Kimberly. “Apa-apaan lo nyebarin foto gue lagi, hah! Belum cukup mempermalukan gue?” ucap Rasha dengan penuh amarah.

Kimberly berontak, kembali mendorong bahu Rasha yang tadi menguncinya. “Apaan, gambar apaan? Oh gambar lo dengan pria itu.” Kimberly mendengus. Lalu menatap Rasha tak kalah garangnya.

“Itu bukan gue. Bego!”

“Bohong, lo pasti bohong. Siapa lagi orang yang ngebenci gue, kalau bukan lo.” Rasha menunjuk-nunjuk wajah Kimberly dengan marah.

Seluruh murid menyaksikan perseteruan itu dengan menahan nafas. Bahkan ada juga orang yang merekam kejadian itu.

Kimberly yang tak terima dengan itu, dia kemudian berteriak lantang, “BUKAN GUE PELAKUNYA!”

Seketika suasana menjadi hening, Rasha yang tak mau kalah kembali menyerang Kimberly. “Gue gak percaya. Lo pasti bohong.”

Setelah mengucapkan itu. Tiba-tiba benda keras mendarat ke kepala Rasha. Rasha menjadi semakin berang. Dia berbalik, namun amarahnya harus lenyap begitu saja karena Bu Linda sudah berdiri di hadapannya dengan melotot tajam dan penggaris besi bertengger di tangannya.

Bu Linda menatap kedua anak ini berapi-api. “Kimberly, Rasha, ikut saya ke ruang BK.”

***

Angin berhembus menerbangkan daun-daun lalu hinggap di sebuah kolam tenang nan jernih berisi ikan koi yang sedang bermain-main di dalamnya. Sebuah taman luas nan asri yang menghampar rumput hijau beserta bunga-bunga beraneka warna, terdapat sebuah gazebo yang megah. Di gazebo tersebut telah duduk seorang pria muda berpakaian formal, tengah menyesap secangkir kopi hitam yang sangat pekat diselingi tiupan angin.

Pria itu sedang menyandar santai pada kursi yang disediakan gazebo lalu menoleh pada asisten yang berada di sampingnya. “Kau tau, Rud, si Randy pengusaha properti kaya itu?”

Si asisten yang bernama Rudi itu mengangguk. “Emang ada apa, Tuan Evan?”

Sambil menyesap kopi hitamnya, tuan Evan menyeringai. “Dia adalah targetku yang sedang kuincar untuk membalaskan dendam masa laluku yang belum terbayar selama bertahun-tahun.”

 

***

 

“Apa! Apa Ibu sudah gila!?”

Di ruang BK, Rasha menggebrak meja Bu Linda yang ada di depannya. Ruang BK itu hanya diisi oleh Rasha, Bu Linda, dan Kimberly yang sedang duduk santai di kursi sofa untuk tamu.

“Itu sudah bulat. Kamu dikeluarkan di sekolah ini karena kamu telah mencoreng reputasi SMA ini,” ujar Bu Linda santai dengan mata terfokus pada Rasha.

“Tapi tidak ada cara lain, Bu? Kenapa saya dikeluarkan, toh saya gak hamil kok. Bu, di luar sana banyak murid Cendakia yang pernah gituan, bahkan ada yang lebih dari saya, tapi kenapa Ibu harus mengeluarkan saya,” ujar Rasha memelas. Dia memelankan nada bicaranya tidak lagi ada amarah.

“Sebelum kamu melakukan hal keji itu, pikirkanlah sekolah kamu dulu. Sekolah ini ber-reputasi baik. Dan di sini tidak ada murid pelacur kaya kamu.”

Air mata Rasha mengalir satu tetes, sakit hati dengan ucapan Bu Linda barusan. Apakah dia seburuk itu? Kenapa sekolah tidak mau menampungnya lagi? Bagaimana dengan orang tua atau masa depannya kelak? Dengan cepat dia menyeka matanya yang sembab, lalu menaikkan dagunya.

“Baik kalau begitu, saya akan mengundurkan diri.”

Rasha bergegas keluar, tapi sebelum itu dia  menoleh pada Kimberly yang sedang duduk. Kimberly membalas tatapan Rasha kemudian mendelik, mengalihkan tatapannya pada arah lain. Rasha mendengus. Dia sudah kalah kali ini, tak ada yang bisa menandingi kekuatan Kimberly. Dia pasti menghalalkan segala cara untuk menghancurkannya, karena dia adalah orang yang licik.

***

Di kelas XI-ips 4 seluruh murid tengah mempersiapkan kelompok. Mereka secara serempak membuat grup berisi lima orang untuk membuat laporan tentang laju mobilitas penduduk di kampung halaman masing-masing. Bu Nirda dengan cekatan mengatur kelompok agar tidak ribut sambil menjelaskan pembahasan materi.

Di saat murid tengah berdikusi, pintu yang selama ini tertutup akhirnya terbuka. Pandangan mereka sontak beralih ke pintu dan sejenak menghentikan aktivitas mereka. Bu Nirda yang semula sedang menjelaskan materi, karena ada suara pintu terbuka harus menghentikan penjelasannya dan melihat siapa yang datang.

Di sana Rasha terdiam di depan pintu dengan pandangan menyapu sekeliling. Suasana tampak hening ketika langkah Rasha berjalan menuju bangkunya. Semua meja dan kursi digeser dan disatukan untuk membuat seluruh kelompok dapat berdikusi. Begitupun dengan meja dan bangku Rasha, yang tadinya di pojok, kini berpindah ada di tengah.

Kursi milik Rasha digunakan oleh seorang cowok bernama Rizky-biang onar di kelas XI-ips 4, yang kerjaannya menjahili teman atau tidur di kelas. Bahkan Rasha melihat tas miliknya masih tertempel pada kursinya, juga peralatan belajarnya digunakan oleh cowok nakal itu.

Rasha sampai di kursinya. Dia mendelik kearah Rizky. Pasalnya dengan seenak jidat Rizky menggunakan bukunya sebagai ajang berkreasi menggambar anime di belakang buku Rasha. Dan sialnya itu buku pelajaran bu Sahida, bisa gawat kalau guru galak itu tau ada gambar di belakang bukunya. Namun dia ingat, dia bukan warga sekolah ini lagi, mana mungkin Bu Sahida menghukumnya lagi. Tapi mencoret-coret di buku orang tanpa bilang itu tidak sopan.

Dengan kasar Rasha menarik buku itu dari tangan Rizky. Dan itu cukup membuat bu Nirda penasaran.

“Ada apa, Rasha?” tanya Bu Nirda di depan sambil memperbaiki kacamatanya yang melorot.

Rasha menoleh pada Bu Nirda. “Bu, dia menocoret-coret buku aku.” Rasha kembali memusatkan pandangannya pada Rizky, lalu dengan ketus menyuruhnya pergi. “Minggir! Gue mau ambil tas gue.”

Rizky berdiri dari kursi Rasha, mempersilahkan pemiliknya untuk mengambil alih kursi miliknya. Rasha menyambar tas dan ditaruh di meja. Lalu mengambil buku-buku pelajaran miliknya dan alat tulis yang berserakan di meja. Rasha memasukkan benda-benda itu ke dalam tasnya dengan asal. Setelah selesai,  dia lalu menenteng tasnya. Sebelum itu dia memandang pada salah satu anggota kelompok yang menempati mejanya yang sedang seksama sedang memperhatikan dia.

“Apa liat-liat!” Rasha bergegas pergi keluar kelas XI-ips 4, tak mempedulikan pandangan bertanya-tanya teman-teman maupun Bu Nirda.

Rasha keluar kelas dengan perasaan sedih. Dalam hati dia mengucapkan, ‘Selamat tinggal XI-ips 4, atau mungkin SMA Cendakia, semoga engkau tak menyesal telah mengeluarkanku dengan tidak hormat, jangan mau ada sapaan dariku atau jangan mau aku mengangap kau adalah mantan sekolahanku jangan mau! Jikalau aku menjadi orang sukses, karena mulai hari ini aku akan berjuang untuk mengejar cita-citaku.’

Tak disangka air mata mengalir deras di kedua pipi Rasha saat dia melangkah pergi, bahkan sampai gerbang pun air mata itu masih mengalir. Mungkin ini balasan atas semua kesalannya. Sudah cukup! Dia tidak akan melakukan kesalahan lagi, dia sudah lelah. Selanjutnya bagaimana tanggapan orang tua perihal dia dikeluarkan dari sekolah? Bagaimana tanggapan tetangga bahwa anak dari seorang wanita terhormat Marlina keluar sekolah dengan kasus anak itu adalah pelacur?

Sebuah kerikil terlempar jauh dan mengenai tong sampai saat Rasha tak sengaja menendang kerikil itu. Dia berjalan di trotoar seperti orang linglung dengan pandangan kosong ke depan. Di perempatan jalan raya berjarak mungkin 500 meter, terapat plang yang bertuliskan ARDINATA GROUP. Rasha memandang plang itu mengerutkan kening berusaha mengingat nama dari perusahaan itu. Seketika amarahnya kembali memuncak. Bahwa plang itu adalah perusaan milik pengusaha properti terbesar di Indonesia. Milik orang yang telah menjadikan dia dikeluarkan di sekolah.

Tak peduli apapun lagi, dengan amarah memuncak, Rasha berlari menghampiri gedung kantor pusat perusahaan itu. Kali ini dia harus membuat pertanggung jawaban pada orang itu, untuk dia bisa bersekolah lagi. Mau pria itu mau atau tidak, yang pasti Rasha harus membuat perhitungan pada orang itu.

***

 

Maafkan aku gk bisa nepatin jadwal. Jd males post-nya. Kalo mau baca kelanjutannya, buka di watty di akun anisanurazizah. Di sana udah ada 9 bab kok. Dan di sini mungkin aku gk post lagi….

 

 

6 Komentar

  1. farahzamani5 menulis:

    Disini mau berenti post kah?lanjut ke cerita yg lainnya gtu ma?

    1. AridhaSalma menulis:

      Iya.. tp dilanjutnya di wattpad, ini kak males copasnya dari watty aku

    2. farahzamani5 menulis:

      Okayy
      Dah end kan ya di watty ny hihi

  2. Jd udh ngk update di sini lagi ya?

  3. Yaaahhhh gak dilanjut :PATAHHATI

  4. fitriartemisia menulis:

    waduh, berhenti post disini kah?