Paris, Prancis
Aaron berjalan melalui lorong-lorong istana. Semua prajurit memberikan hormat kepadanya. Ia baru saja pulang dari perjalanannya dari arah selatan yaitu Benteng Aur Moura. Sebuah perbatasan antara Kerajaan Prancis dan juga Spayol. Dan kali ini kondisinya cukup kondunsif mengingat sebelumnya Bangsa Spanyol pernah melakukan eksploitasi di area perbatasan yang lebih mencorok ke wilayah Prancis untuk mengambil bahan pangan tanpa seizin pemerintah. Kali ini Aaron sedang melihat situasinya. Dia bisa bernafas lega karena tugasnya telah selesai dengan baik dan tentunya tanpa pertumpahan darah.
Aaron memasuki area ruang makan. Kali ini ia melihat saudara tertuanya, Charles duduk di ujung meja sambil memegang pialanya. Aaron menghela nafasnya sejenak. Ia akan bertemu dengan saudaranya yang sangat keras dan berambisius. Ia telah memaklumi sifat Charles seperti itu. Ibunya, Ratu Theresa selalu menekankan Charles untuk bersikap keras, tegas,dan sempurna di depan semua orang karena dia adalah seorang putra mahkota. Dan sayangnya penekanan itu membuat Charles tidak mempunyai hati. Ia selalu membunuh orang yang melakukan kesalahan walaupun sedikit apa pun. Dan ia tidak segan-segan untuk merobek jantung atau pun memotong leher mereka walaupun ia adalah seorang wanita. Terkadang ia berpikir bila saudaranya itu mempunyai perilaku seperti monster.
Charles mendongakkan kepalanya kepada Aaron. Ia meletakkan pialanya dan menghampiri Aaron.
“Selamat datang kembali, Aaron,” Sapanya sambil bersalaman dengan saudaranya tersebut.
“Terima kasih,” Aaron tersenyum kepada Charles. “Apa kabarmu? Aku sudah lebih dari lima bulan meninggalkan Prancis dan juga istana ini.”
“Sangat baik,” Jawabnya.
“Charles, dimana ayah? Aku ingin mengucapkan salam kepadanya.”
Raut wajah Charles tiba-tiba saja berubah. “Ayah sedang pergi perjalanan ke daerah timur sekarang.”
“Daerah timur? Ada hal apa?”
Charles tersenyum getir. “Ayah sedang sakit parah saat ini. Para tabib di Kerajaan kita tidak bisa menyembuhkan penyakit ayah. Jadi, salah satu menteri dan juga ibu menyarankan untuk berobat di daerah timur.”
“Daerah timur maksudmu adalah Tiongkok?”
“Iya,” Jawab Charles sambil mengangguk. “Bukankah kau sudah mendengar ceritanya bukan bila daerah Tiongkok mempunyai berbagai obat-obatan herbal untuk menyembuhkan berbagai penyakit? Mungkin saja ayah bisa sembuh bila menjalankan perawatan disana.”
Aaron menganggukan kepalanya mengerti. Charles kembali duduk di kursinya. Aaron mengambil tempat di samping Charles.
“Bagaimana dengan area perbatasan di selatan? Apa kondisinya cukup kondunsif?” Tanya Charles sambil mengambil salah satu buah-buahan di piringnya.
“Susana cukup aman dan terkendali sekarang,” Jawab Aaron.
“Benarkah?” Charles tersenyum miring. “Aku harap suku suku bar-bar itu tidak melakukan hal semena-mena lagi dengan wilayah kita.”
Aaron hanya tersenyum tipis sambil menyantap hidangan yang berada di hadapannya. Suara langkah kaki kembali terdengar oleh mereka berdua. Aaron dan Charles menoleh kearah pintu masuk ruang makan. Kali ini Perdana Menteri mereka, Jason Severin datang menemui mereka berdua. Ia menunduk hormat kepada Charles dan Aaron.
“Selamat datang kembali Pangeran Aaron,” Ucapnya sambil tersenyum kepada Aaron.
Aaron menganggukkan kepalanya. “Terima kasih atas sambutanmu, Perdana Menteri Jason Severin.”
“Aku menyampaikan pesan dari ratu bila ratu telah berada di gereja dan akan memulai ritual doanya.”
Aaron menoleh kearah Charles. “Ritual doa? Ada apa? Apa ada sesuatu yang buruk terjadi?”
“Ibu bilang bila Prancis saat ini sedang dalam keadaan buruk. Para rakyat kelaparan dan hujan saat ini tidak turun-turun. Padahal kita sudah melakukan berbagai upaya untuk mengatasinya,” Jelas Charles. “Sebaiknya kau bersiap-siap untuk ke gereja segera, Aaron.”
Charles beranjak dari kursinya dan meninggalkan Aaron. Aaron masih duduk terdiam memikirkan apa yang barusan Charles sampaikan kepadanya. Jason tersenyum tipis dan mengambil satu langkah mendekati Aaron.
“Sebaiknya kau segera kesana, Pangeran,” Ujarnya.
Aaron hanya mendongakkan kepala. Charles menghela nafasnya dan kembali menatap Aaron.
“Aku tidak ingin mengatakan hal ini kepadamu, Pangeran. Tapi mengingat situasi Prancis seperti ini membuatku terpaksa mengatakan hal ini kepadamu,” Jason berhenti sejenak untuk memperhatikan Aaron. “Adikmu, Putri Ophelia dalam masa penembusan dosa dan pensucian diri. Padahal kami telah mengirimnya ke tempat yang cukup jauh untuk menghindari hal seperti ini tapi itu tidak berlaku lagi sepertinya.”
Aaron menatap tajam Charles. “Kenapa kalian membawanya ke daerah selatan? Kalau tidak salah Daerah Arya, India? Bukankah itu bukanlah tempat yang bagus untuk penembusan dosa dan pensucian dirinya?”
“Semakin jauh semakin baik, Pangeran. Kami tidak ingin kemungkinan terburuk terjadi.”
Aaron menyipitkan matanya. Dia tidak suka bila adiknya yang sangat ia sayang, Ophelia di anggap rendah seperti itu. Mungkin mereka semua menganggap bila Ophelia membawa kutukan. Tapi itu bukanlah jalan keluarnya bila ia di bawa ke pengasingan dan di biarkan begitu saja seperti binatang. Dan juga ia tidak yakin bila Ophelia-lah yang mendapatkan kutukan itu. Bukankah kutukan itu telah dibasmi beberapa tahun yang lalu? Ia mendapatkan informasi tersebut dari salah satu biarawati kerajaan yang ia temui. Dan kenapa kutukan itu bisa kembali ke kerajaannya?
Akhirnya Aaron mengambil pedang yang ia letakkan di samping meja dan beranjak pergi dari ruangan itu. Seperti yang Jason katakan ia harus bersiap-siap untuk ritual doa di gereja.
Ophelia menoleh kesekitarnya. Tidak adakah yang bisa ia makan saat ini? Perutnya sudah mulai keroncongan dan sayangnya ia tidak tahu harus mendapatkan makanan di mana. Biasanya penjaga kuil memberikan makanan kepadanya walaupun itu adalah makanan sisa. Sangat disayangkan seorang Tuan Putri seperti dirinya di haruskan untuk makan makanan sisa seperti itu.
Ophelia melihat pohon-pohon di sekitarnya. Ia berharap bila ada pohon yang telah berbuah dan ia bisa mengambil buahnya untuk mengganjal perutnya. Untungnya ia melihat salah satu pohon dengan buah yang sangat lebat di berbagai cabangnya. Pohon mangga yang tak jauh dari tempat ia berdiri sekarang. Buahnya cukup lebat dan juga telah menguning dan matang. Ophelia berlarian kearah pohon tersebut. Ia menaikkan sedikit rok saree-nya dan memulai untuk memanjat pohon. Sesampainya di salah satu cabang yang kuat ia mencoba untuk meraih buah yang ada di sana. Dengan lahap ia memakan buah mangga yang ada di pohon tersebut.
“Memalukan, seorang Tuan Putri harus melakukan ini. Untung saja aku tidak berada dalam ruang lingkup istana. Kalau aku berada di sana mungkin aku disururh turun dan kena marah oleh Kepala Pelayan Vivien,” Gumamnya kepada dirinya sendiri.
Ophelia menikmati buah mangga tersebut. Ia tidak peduli dengan apa pun yang berada di sekitarnya. Hingga ia merasakan bila ada seseorang yang sedang berada di bawahnya. Ophelia mendongak kebawah dan melihat dua orang yang sedang berjalan melewati pohon mangga yang ia panjat sekarang. Salah satu diantara mereka memakai pakaian yang sangat mewah dan satunya lagi terlihat seperti seorang prajurit. Ophelia melebarkan matanya saat ia mengingat mereka berdua. Itu adalah Pangeran yang datang ke kuil tempat ia berada. Ia bisa melihat darah yang bercucuran di bagian samping tubuh Sang Pangeran dengan baju yang sudah mulai memerah. Apa Pangeran itu terluka karena pemanah itu?
Pangeran tersebut menyandarkan tubuhnya di bawah pohon mangga tempat ia berada dengan di bantu oleh pelayannya. Ophelia mengigit bagian bawah bibirnya. Kenapa mereka harus berdiam sejenak disini? Dia tidak ingin kembali terlibat dalam hal-hal seperti ini lagi nantinya.
“Pangeran Gautama, Anda tidak apa-apa?” Tanya Si Pelayang kepada Pangeran yang bernama Gautama itu.
Gautama hanya mengangguk lemah. “Aku tidak apa-apa,” Ophelia bisa melihat senyum tipis dari wajahnya yang kelelahan. “Untung saja mereka tidak membunuhku.”
“Aku tidak tahu siapa dalang dari semua. Padahal kita pergi ke kuil ini secara diam-diam.”
Gautama menekan bagian yang terkena panahan itu sambil menggedikkan dagunya kepada pelayannya.
“Sebaiknya bantu aku untuk mengobati lukaku,” Kata Gautama.
“Baik, Pangeran.”
Si Pelayan mengikat bagian perut Gautama yang terkena panahan tersebut dengan kain seadanya. Ia mengikatnya cukup kuat agar pendarahan itu tidak terus mengalir keluar. Ophelia bisa melihat Gautama yang seperti sesak nafas. Terkadang ia memejamkan matanya dan memegang bagian dadanya. Ophelia memiringkan kepalanya, apakah ia mempunyai penyakit serius?
“Pangeran, aku harus mencari tanaman obat untuk mengobati lukamu. Saya mohon untuk meninggalkan Pangeran sebentar,” Kata Si Pelayan.
Sang Pangeran hanya menganggukkan kepalanya lemah sambil meringis menahan rasa sakit yang semakin menusuk perutnya. Si Pelayan tersebut berjalan meninggalkan Gautama sendirian.
Ophelia menatap nanar Gautama. Sang Pangeran yang berada dalam ambang hidup dan mati karena ada beberapa komplotan yang sedang menyerangnya dalam sebuah perjalanannya menuju kuil. Ophelia melirik kearah Si Pelayan yang sudah mulai menjauh. Mungkin ia bisa mengobati Si Pangeran sebelum pelayannya itu mengetahui keberadaannya.
Berlahan, Ophelia turun dari pohon tersebut. Ia mendarat tepat berada di hadpaan Gautama yang membuat Gautama terkejut atas kehadirannya. Ophelia tersenyum tipis kearah Gautama. Gautama menatap Ophelia dengan was-was.
“Siapa kau?” Ucapnya.
Ophelia menghiraukan pertanyaan dari Gautama. Gautama meraih belati yang ia simpan di bagian pinggangnya. Ophelia mendekati Gautama, berniat untuk mengecek luka di daerah perut Gautama. Tapi, Gautama segera melayangkan belati kearah Ophelia. Untung saja Ophelia dapat menghindar sebelum belati tersebut mengenai kulitnya.
“Jangan dekati aku, Orang aneh!” Teriaknya.
Ophelia menyipitkan matanya. Tampaknya Gautama belum pernah bertemu dengan dirinya sebelumnya.
“Aku tidak berasal dari sini, jadi aku tidak mengetahui seperti apa kalian. Aku memang berbeda diantara kalian semua, tapi aku bukanlah dari kasta terendah,” Kata Ophelia.
Gautama mengamati Ophelia. “Kau bukan dari sini?”
Ophelia mengangguk. “Bolehkah aku mengobati lukamu?”
Gautama menurunkan pisaunya. Ophelia kembali mendekati Gautama dan mengecek lukanya. Ophelia mengambil pisau milik Gautama dan merobek sedikit pakaian Gautama. Gautama terus mengamati Ophelia. Ia bagaikan teringat akan seseorang saat ia melihat gadis itu. Seseorang yang cukup dekat dengan dirinya di istana.
Ophelia mengoleskan saleb yang ia dapatkan dari Samuel. Ia mengoleskan luka Gautama dengan saleb tersebut. Seketika Gautama merasakan dingin di sekitar lukanya yang membuat lukanya mati rasa untuk sejenak. Ophelia mengerutkan dahinya saat saleb itu tidak bereaksi seperti saat Samuel memberikannya kepadanya. Luka Gautama tidak menghilang begitu saja seperti luka di tubuhnya saat itu.
“Siapa namamu?” Tanya Gautama.
Ophelia melirik sekilas kepada Gautama. “Ophelia.”
“Nama yang tidak biasa di India. Tampaknya kau berasal dari Utara.”
“Hm? Apa yang kau ketahui dari tempatku berasal, Daerah Utara?”
“Aku mempunyai seseorang kenalan yang juga berasal dari Daerah Utara. Dia cukup ahli dalam pengobatan sepertimu.”
Ophelia terkekeh. Ia kembali mengetatkan kain yang mengikat bagian luka Gautama.
“Aku tidak terlalu mahir dalam hal obat-obatan.”
Ophelia sedikit memundurkan dirinya. Gautama melihat lukanya yang telah diobati oleh Ophelia. Ia tersenyum tipis saat melihat hasil lukanya yang telah di tangani dengan baik oleh Ophelia.
“Terima kasih,” Ujarnya.
Ophelia mengangguk kecil. Ia berdiri dan ingin berniat untuk meninggalkan Gautama akhirnya. Tapi, sebelum ia melangkahkan kakinya Gautama segera memegang tangan Ophelia untuk menghentikannya. Ophelia melirik sejenak kearah Gautama.
“Kau mau kemana?” Tanyanya.
“Aku ingin pergi,” Jawab Ophelia singkat.
“Jangan,” Ada nada perintah dan memohon saat Gautama mengatakan hal itu.
Ophelia mengerutkan dahinya. “Apa maksudmu?”
“Temani aku sejenak hingga pelayanku datang.”
Ophelia tampak ragu untuk menerima permintaan Gautama. Hal yang ia takuti adalah dirinya. Ia takut bila ia mencelakai orang lain. Ia takut bila setan yang berada di dalam tubuhnya bangkit dan merusak semuanya. Ia tidak mau hal itu terjadi. Bukankah itu alasannya mengapa dia kirimkan kesini?
“Aku akan memberikan apa pun kepadamu,” Ophelia melirik kearah Gautama. “Apa yang kau inginkan? Harta? Emas? Tahta? Atau Kebebasan?”
Kebebasan? Ophelia mendelik tertarik kepada tawaran terakhir yang dikatakan oleh Gautama.
“Aku—,” Dia akan menerima tawarannya atau tidak? “Aku Agni Aku tidak ingin hal itu.”
Gautama mengerutkan dahinya. “Mengapa?”
“Aku tidak bisa mengatakannya.”
“Tidak bisa?”
Gautama mengatakannya dengan nada tak terbantahkan, hal selalu ia lakukan kepada bawahannya di istana. Ophelia mengigit bibir bawahnya. Ia ingin berbicara dengan seseorang sejenak. Ia ingin meluapkan rasa kesepiannya sejenak. Ia ingin berinteraksi dengan orang lain sejenak. Hanya sampai saatnya pelayannya datang untuk melihatnya.
“Baiklah, aku akan menemanimu sebentar,” Kata Ophelia.
Gautama tersenyum senang. “Terima kasih.”
Ophelia merasakan sesuatu yang membasahi rambutnya. Awalnya itu hanyalah setetes. Tapi lama kelamaan ia menjadi rintik-rintik yang besar bagaikan menyerang bumi di siang hari ini. Ophelia memayungi kepalanya dengan kedua tangannya. Ia menoleh kearah Gautama.
“Sebaiknya kita mencari tempat perlindungan.”
–{—
Ophelia membantu Gautama untuk berlindung di sebuh gubuk tua yang berada tak jauh dari tempat mereka. Ophelia menggosokkan kedua kayu tersebut agar percikan api bisa muncul untuk menghangatkan mereka berdua. Gautama hanya bisa duduk di sudut gubuk. Ia masih merasa lemas karena lukanya. Setelah Ophelia berhasil menghidupkan api tersebut, ia menengadahkan tangannya kearah api untuk mencoba menghangatkan dirinya akibat guyuran hujan.
“Terima kasih atas bantuannya,” Kata Gautama tiba-tiba.
Ophelia melirik kearahnya sejenak. “Sama-sama.”
Gautama terus mengamati Ophelia. “Dimana kau tinggal?”
“Di kuil tempatmu sembahyang tadi pagi.”
Gautama mengerutkan dahinya. Ia memposisikan dirinya agar lebih nyaman.
“Kau melihatku tadi pagi?” Ujarnya penasaran.
Ophelia menganggukkan kepalanya. “Iya. Aku melihatmu dan juga pembunuhmu.”
Mata Gautama tiba-tiba saja melebar. Sejenak Ophelia bisa melihat ketakutan yang terpancar dari matanya. Ophelia menatap Gautama lekat-lekat. Dia berumuran seperti dirinya. Kira-kira sembilan belas tahun. Tapi dia tidak mempunyai wibawa dan keberanian seperti pangeran seusianya. Gautama tampak lebih suka berlindung di bawah pengawasan pengawalnya. Apa dia sudah mahir dalam memegang senjata?
“Mereka sudah mati,” Lanjut Ophelia.
“Bagaimana bisa?” Gautama tampak terkejut dengan perkataan Ophelia.
“Aku tidak tahu,” Ophelia tersenyum untuk mencoba mencairkan suasana agar tidak membuat Gautama takut. “Mereka tiba-tiba saja mereka terjatuh di sebuah lubang dan akhirnya meninggalkan karena kepala mereka yang terkena batu.”
Gautama menganggukkan kepalanya. Tiba-tiba mereka di kagetkan dengan seseorang yang tiba-tiba saja memasuki gubuk tersebut. Opheli sedikit menyingkir dari pintu masuk gubuk tersebut. Gautama menyipitkan matanya melihat orang itu dan ia tersenyum senang.
“Agni, kau sudah tiba?” Kata Gautama.
Pelayan yang ia panggil dengan sebutan Agni. itu menatap kearah Gautama. Ia menundukkan kepalanya dan bersujud di hadapan Gautama. Ophelia mundur satu langkah saat Agni tiba-tiba saja melakukan hal itu secara spontan.
“Maafkan aku, Pangeran. Aku tidak bisa menemukan obat untukmu, Pangeran. Saya harap Pangeran bisaAgni”
“Tidak apa-apa,” Gautama langsung memotong perkataan Agni. “Aku sudah mengobati lukaku.”
Agni mendongakkan kepalanya. “Apa?”
Gautama menunjuk kearah Ophelia. “Wanita ini datang dan mengobati lukaku. Sekarang aku sudah mulai baikan.”
Agni menoleh kearah Ophelia. Ophelia menangkupkan kedua telapak tangannya.
“Salam,” Ucapnya.
Agni menatap bingung kearah Ophelia. Ia mengamati Ophelia dari atas hingga bawah. Mata, kulit, dan juga rambut Ophelia tampak mencolok dan berbeda membuat dirinya merasa bingung. Agni baru pertama kali ini melihat seseorang yang mempunyai warna rambut kuning jagung seperti Ophelia.
“Siapa kau?” Tanya Agni.
“Namanya Ophelia,” Jawab Gautama. “Dia bukan berasal dari daerah India. Dia berasal dari Utara.”
“Utara?” Agni.menatap Gautama dan Ophelia secara bergantian. “Bagaimana kau bisa sampai ke India?”
Ophelia hanya tersenyum tipis. Ia tidak ingin mengatakan hal yang sebenarnya kepada mereka berdua. Tidak pada saat ini. Ophelia berjalan kearah pintu masuk gubuk tersebut. Hujan semakin lebat hingga matahari terbenam dari balik singgasananya. Kali ini ia tidak bisa keluar dari tempat ini hingga hujan ini reda. Bagaimana pun juga ia harus menetap sejenak di gubuk ini bersama mereka dua.
“Mungkin kita harus menunggu hujan reda setelah itu kita baru bisa meninggalkan gubuk ini,” Ujar Agni.
Gautama menganggukkan kepalanya. Ophelia hanya bisa diam sambil menatap kearah langit yang terus mencurahkan hujan ke bumi. Mungkin kali ini ia akan tinggal dalam satu ruangan dengan orang lain yang sebelumnya ia tidak pernah ia lakukan. Semoga saja hal buruk tidak terjadi kepada mereka.
–{—
Ophelia terbangun dari tidurnya saat ia mendengar suara gesekan sesuatu di dekatnya. Berlahan-lahan ia membuka matanya dan melihat kesekitarnya. Ruangan ini sangat gelap dengan bau lembab yang sangat pekat. Awalnya Ophelia mengira bila ia sedang berada di ruang bawah tanah di kuil tempat ia di asingkan biasanya. Tapi, saat ia melihat kesekitarnya dengan seksama, ia baru menyadari bila ia sedang berada di gubuk yang sebelumnya ia tempati.
Ophelia bangkit dari posisi tidurnya. Ia menoleh kearah punggung seseorang yang sedang memunggunginya saat ini. Ophelia menyipitkan matanya, mencoba beradaptasi di ruangan yang gelap ini. Dan saat pemilik punggung itu membalikkan badannya, di saat itulah ia menyadari itu adalah Samuel. Opheli tercekat saat ia melihat mata merah Samuel yang menatapnya tajam.
“Sa-Samuel?” Ujarnya terbata-bata.
Samuel berjalan kearah Ophelia. Ophelia beringsut mundur, merasa takut dengan aura yang di keluarkan oleh Samuel.
“Apa yang kau lakukan, sayang?” Tanyanya.
“A-apa?”
Samuel mengangkat sesuatu di tangannya. Ophelia melebarkan matanya saat ia melihat kilatan cahaya yang memantul dari pedang yang Samuel pegang di tangannya.
“Apa yang sedang kau lakukan bersama meraka?” Tanyanya dengan penuh penekanan.
“A-aku… Aku tidak melakukan apa pun,” Jawab Ophelia.
Samuel terus mendekatinya. Kali ini jantungnya hampir saja copot saat Samuel tiba-tiba memegang kedua bahu Ophelia dan mengguncang-guncangnya. Sorot matanya yang marah tidak lepas dari mata biru milik Ophelia.
“Kenapa kau mendekati mereka?!” Teriaknya. “Aku tidak ingin ada orang lain yang mendekati dirimu!”
“Apa maksudmu?” Tanya Ophelia lirih.
“Pergi dari sini,” Perintah Samuel. “Pergi sebelum aku membunuh mereka.”
“A-apa?”
“PERGI!!”
Ophelia tidak beranjak dari tempatnya. Ia sangat ketakutan saat Samuel marah besar seperti ini. Samuel mundur beberapa langkah. Ia menghampiri Gautama dan juga Agni yang sedang tertidur. Samuel melirik sejenak kearah Ophelia.
“Kalau kau tidak ingin pergi dari sini, maka aku akan membunuh mereka berdua.”
Samuel mencondongkan pedang kearah Gautama dan Agni. Ophelia melebarkan matanya tidak percaya. Tidak, ia tidak ingin lagi ada seseorang yang harus dikorbankan karena dia. Samuel mengayunkan pedangnya kearah mereka berdua. Ophelia ingin mencegahnya tapi tubuhnya tiba-tiba saja menjadi kaku. Dan saat mata pedang itu mengoyak-ngoyak tubuh mereka, Ophelia mulai berteriak.
“JANGAN!!”
Bersambung…
Samueellll :LARIDEMIHIDUP
:LARIDEMIHIDUP
Horooorrrr… :bebekcemas :bebekcemas
Ini ada bagian sweet nya ga? Apa horor till the end yah ???
Ini sebenarnya genre tragedy, ada romancenya tapi di chapter pertengahan, mungkin kalian harus bersabar untuk melihat adegan romancenya hihi
:LARIDEMIHIDUP
Oalah pantesan aq ga nyambung ni bca cerita ny, ternyata aq blom bca part 1 ny hihi
Cuzz ke part 1 dlu
Jadi Samuel itu pemilik ophelia gtu, posesif syekalehhh hihi, tp so sweet sih ehhh haha
Serem bngt ya Samuel klo marah, iya lah, iblis gtu loh hiiiiiii
Msh bnyk tanda tny ni otak aq nih hihi
Ditunggu kelanjutanny yak
Semangatttt trs
Nahh part ini ada lope-lope ny, part sblmny yuks diedit dikit, mga ada lope-lope ny jga
Samuel mengerikan,,
Samuel posesif bangettt, itu pangerannya kebunuh :LARIDEMIHIDUP
Kayaknya aaron kasian dech sama ophelia :PATAHHATI
:LARIDEMIHIDUP :LARIDEMIHIDUP
:LARIDEMIHIDUP :LARIDEMIHIDUP
:LARIDEMIHIDUP
waduh samuel :LARIDEMIHIDUP :LARIDEMIHIDUP :LARIDEMIHIDUP
:IMUT
Ditunggu kelanjutannyaa
:LARIDEMIHIDUP