https://www.youtube.com/watch?v=kBjD8WfehU8
Author playlist : There is a Girl – Zhao Wei
Enjoy! ^^
***
Chao Xing mengangkat rok gaun berwarna merah mudanya tinggi, sekuat tenaga ia berlari untuk melarikan diri dari jebakan Dayang An. Tidak sesuai dengan nama Dayang An yang berarti damai, dayang tua itu malah selalu membawa teror kemanapun dia pergi. Ah… setidaknya itu yang dirasakan oleh Chao Xing selama tinggal di dalam istana.
Gadis remaja berusia lima belas tahun yang baru satu bulan tinggal di istana mewah Kerajaan Angin itu masih terus berlari, mengabaikan napasnya yang tersengal, lelah sementara beberapa dayang muda serta empat orang kasim yang sengaja dikirim dari istana permaisuri terus mengejarnya untuk membawanya menghadap pada Dayang An.
Chao Xing masih bisa bertahan menghadapi pelajaran musik, puisi dan menari, namun ia sama sekali tidak tahan jika dayang berusia lanjut itu memaksanya untuk belajar tata krama istana.
Selama satu bulan ini Chao Xing harus memaksakan diri agar tidak melepas semua perhiasan yang terpasang di atas kepalanya hanya untuk menyenangkan hati permaisuri. Ia juga memaksa dirinya untuk bertahan mengenakan tiga lapis hanfu yang juga sama beratnya dengan perhiasan yang dikenakannya di atas kepala, dan sekarang dayang tua itu memaksanya untuk belajar berjalan, bersikap dan bicara layaknya seorang puteri?
Tidak. Kali ini ia tidak akan menyerah pada tipu muslihat dayang tua itu yang selalu berhasil merayunya dengan sogokan makanan-makanan enak.
Dayang Ju pasti memberitahu Dayang An mengenai kelemahanku, pikir Chao Xing sebal.
“Oh, bukankah itu Chao Xing?” Qiang menghentikan langkahnya, yang pada awalnya berniat untuk mengunjungi raja di balairung istana.
Qiang menyempitkan mata, menatap ke ujung lorong dimana Chao Xing berlari sangat cepat menuju ke arahnya. “Itu benar Chao Xing,” tukasnya pelan.
Jian Gui menaikkan satu alisnya. “Jadi itu Chao Xing?”
Qiang mengangguk, lalu melirik ke arah Jian Guang yang sama sekali tidak memperlihatkan ekspresi apa pun. “Sekarang kalian lihat sendiri, dia sama sekali tidak terlihat seperti seorang puteri,” ujarnya terdengar mengeluh.
Jian Gui terkekeh, lalu menepuk bahu Qiang pelan. “Tidak kusangka, adik kita ternyata begitu manis,” ujarnya membuat Qiang berjengit, berdecak lalu menggelengkan kepala pelan, tanda tidak setuju.
“Tunggu sampai kau lihat sifat aslinya, Pangeran Pertama,” balas Qiang seraya melebarkan tangan kanannya untuk menangkap bagian belakang kerah gaun Chao Xing yang berlari melewatinya. Tidak sopan, pikirnya kesal. Bagaimana bisa adik perempuannya itu berlari melewati empat orang kakaknya begitu saja tanpa memberikan salam penghormatan?
Chao Xing meronta. Kedua matanya berkilat marah, napasnya memburu saat ia menatap lurus ke arah Qiang yang balas menatapnya dengan kedua mata menyipit tajam. “Lepas! Aku tidak punya waktu untuk main-main denganmu!” Ia berkata geram. Chao Xing kembali meronta untuk melepaskan diri namun usahanya gagal.
Napas gadis remaja itu masih memburu saat ia melirik lewat bahunya, dan semakin ketakutan saat dayang serta kasim yang mengejarnya semakin mendekat.
“Siapa yang mau bermain denganmu?” Qiang mencondongkan tubuhnya, mensejajarkan diri dengan Chao Xing yang memiliki postur tubuh lebih pendek darinya. Pangeran berusia sembilan belas tahun itu melayangkan tatapannya pada ketiga saudaranya lalu kembali menatap adik perempuannya itu dengan intens. “Di sini berdiri empat orang saudaramu, tapi kau berlari begitu saja tanpa memberi salam penghormatan pada kami?” tanyanya pelan membuat Chao Xing semakin tidak sabar.
Chao Xing kembali melirik lewat bahunya, lalu menelan kering. Ia harus segera membebaskan diri dari Pangeran Ketiga yang menyebalkan ini, dan ia hanya bisa menyentakkan kedua kakinya ke tanah saat tiga orang pangeran lain datang menghampiri dan menatapnya dengan ekspresi tertarik, membuat usaha melarikan dirinya menjadi semakin sulit.
Selama ini Chao Xing hanya baru bertemu tiga orang kakaknya, karena keempat pangeran lainnya tidak ada satu pun yang datang untuk mengunjunginya, sementara dirinya dilarang keluar dari komplek tempat tinggalnya apabila tidak ada izin dari permaisuri, dan hal itu terpaksa dilakukan permaisuri karena raja memutuskan untuk mengisolasi gadis remaja itu.
“Jadi dia Chao Xing?” Jian Yong tersenyum ramah lalu mengangkat dagu Chao Xing. “Adik kita ternyata sangat manis,” pujinya. “Benar-benar sangat manis,” tambahnya membuat gadis remaja itu memutar bola matanya, bosan.
Jian Yong kembali menegakkan tubuh, memiringkan kepala ke satu sisi dan kembali berkata dengan tenang, “Saat kau dewasa, kau pasti akan mematahkan hati banyak pria,” ujarnya membuat kedua alis Chao Xing bertaut, bingung.
“Lepaskan aku!” Chao Xing kembali bicara dengan nada lebih lembut, menahan diri agar suaranya tidak terdengar bergetar karena marah, namun Qiang bergeming, pria itu terlihat enggan melepaskannya.
“Qiang, hentikan!” Jian Guang angkat bicara. Hatinya mulai melunak saat Chao Xing menatapnya penuh permohonan. Ah, adik perempuannya itu memang selalu menjadikannya tempat perlindungan saat terdesak.
Guang mendesah, menggelengkan kepala pelan. Mungkin aku terlalu memanjakannya, pikirnya.
“Dia akan melarikan diri jika aku melepasnya,” Qiang berkilah, yang segera disetujui oleh Jian Lei.
“Jangan melepasnya, Kak!” sahut Lei semangat membuat Chao Xing mendesis. Lei mundur satu langkah, lalu memilih bersembunyi di belakang Jian Gui saat Chao Xing menatapnya dengan sengit. “Jangan melepasnya!” ulangnya namun dengan nada suara satu oktaf lebih rendah.
Chao Xing kembali meronta, menunggu waktu tepat saat Qiang lengah lalu melayangkan satu tinjuan telak pada perut kakak ketiganya itu. “Sudah kukatakan aku tidak punya waktu untuk main-main!” desisnya saat Qiang jatuh berlutut menahan nyeri akibat pukulan Chao Xing. Ah, siapa yang mengira jika gadis remaja itu bisa memukul seperti seorang pria petarung?
Qiang meringis, menunjuk ke arah Chao Xing sembari meringis sementara keenam saudaranya hanya bisa terbelalak, terlalu takjub bahkan nyaris tidak mempercayai apa yang mereka lihat tadi. Mereka bahkan terlalu terpukau oleh tindakan berani Chao Xing hingga tidak ada satu pun dari mereka yang bergerak untuk mencegah kepergian Chao Xing saat gadis remaja itu kembali berlari dengan cepat meninggalkan ketujuh saudaranya yang membatu di tempat.
Chao Xing kembali panik saat usahanya untuk melarikan diri kembali terhalang oleh tembok tinggi yang berfungsi sebagai pagar istana yang memisahkan zona kediaman anggota kerajaan dengan zona kantor istana.
“Hei, kau!!!” teriaknya keras pada seorang prajurit yang kebetulan tengah melintas. “Aku perintahkan kau untuk membungkuk!” perintahnya penuh wibawa, bahkan Pangeran Jian Gui dibuat kaget mendengar nada perintah adiknya itu.
Chao Xing benar-benar keturunan klan Jian, pikirnya dengan senyum tipis.
Prajurit itu pun segera memberi hormat, lalu membungkuk sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Chao Xing. Ia tidak perlu tahu siapa gadis remaja yang memerintahkannya untuk membungkuk, karena dari cara bicara dan pakaiannya saja dia sudah bisa menebak jika gadis remaja yang berlari cepat ke arahnya itu bukan gadis bangsawan biasa.
Dan hal selanjutnya yang dilakukan Chao Xing kembali membuat ketujuh saudaranya terbelalak kaget, sementara dayang dan kasim yang mengejarnya menjerit histeris, terlihat ketakutan saat sang Puteri mengangkat rok gaunnya semakin tinggi, meloncat, menjadikan punggung prajurit itu sebagai pijakan untuk naik ke atas tembok dan meluncur turun dengan mulus sebelum akhirnya jatuh ke dalam parit istana dengan suara keras dan menyebabkan air membentuk pilar ke atas.
“Chao Xing!” Guang menjadi orang pertama yang berlari untuk melihat keadaan adiknya itu. Ia terlihat panik, dan semakin panik saat melihat Chao Xing hampir tenggelam karena kesulitan berenang.
Tanpa berpikir panjang Guang pun langsung menceburkan diri ke dalam air parit yang cukup dalam untuk menolong Chao Xing. Dengan gerakan cepat ia menarik Chao Xing naik ke atas permukaan tanah, sementara keenam saudaranya yang lain menunggu di sisi parit dengan ekspresi cemas, namun juga gemas.
“Apa kau baik-baik saja?” Guang bertanya dengan nada khawatir saat Chao Xing duduk dan terbatuk hebat di hadapannya. Ia menghapus jejak-jejak air di wajah adiknya dengan menggunakan ibu jarinya, begitu perlahan seolah-olah takut jika gerakannya menyakiti adiknya itu. “Apa kau terluka?” tanyanya lagi saat Chao Xing menatapnya lurus dengan mata berkaca-kaca.
“Aku hampir mati,” tukas Chao Xing terisak tanpa bisa menahan laju air matanya.
Guang menghela napas panjang, lalu merengkuh untuk memeluk tubuh adiknya yang basah kuyup. “Kau baik-baik saja. Jangan menangis,” hiburnya sembari membelai lembut rambut Chao Xing yang juga basah.
“Tapi aku hampir saja tenggelam jika kakak kedua tidak datang menolongku dengan cepat,” balas gadis remaja itu gemetar. Ia mengangkat tangannya dan kembali berkata dengan wajah sedih. “Gaun ini berat sekali, aku kesulitan berenang ketepian karenanya,” tukasnya beralasan. “Dan kenapa ada parit di sini?” protesnya membuat Guang mengerjapkan mata.
Chao Xing mengalihkan pandangannya, menatap wajah satu per satu orang-orang yang kini mengerubunginya dan tangisnya pun kembali pecah.
“Ada apa? Apa ada yang sakit?” Renshu berlutut, terlihat panik saat adik bandelnya itu mulai menangis dalam pelukan Guang. “Ayo, kami akan membawamu ke tabib istana,” tambahnya masih terlihat cemas, namun Chao Xing menggelengkan kepala pelan dalam dada bidang kakak keduanya.
“Badanku tidak ada yang sakit,” ujarnya pelan membuat Renshu menekuk keningnya dalam.
“Kalau tidak ada yang sakit lalu kenapa kau menangis?” Jian Gui angkat bicara.
Chao Xing mengangkat kepalanya, menatap Jian Gui lurus dan menjawab ketus, “Harga diriku terluka.” Ia terdiam sejenak, memasang ekspresi serius. “Kalian semua harus melupakan kejadian ini!” perintahnya membuat ketujuh saudaranya tertawa keras karenanya, sementara para dayang dan kasim yang mengejarnya segera membalikkan tubuh, sekuat tenaga untuk tidak ikut menertawakan sikap menggemaskan puteri baru mereka.
“Kalian harus melupakan kejadian ini!” Ulang Chao Xing lagi, bertambah kesal namun apa daya, ekspresi cemberutnya malah membuat ketujuh saudaranya itu tertawa semakin keras.
Hahaha gemesin bgt
Ketawa guling guling :tidakks! :anakayamngeband
Chao xing cewek sendiri maklum klo sodara laki nya yg lain kawatir ples over protective :YUHUIII
Kapan dewasa n ketemu zian ???
Di bab 10 kalau nggak salah mereka bakal ketemu. ^^
Chao Xing bikin gemas dah, punya adek bgini bawaan pngen jitak wkwkwkw
Menggemaskan! :blackcubit
Aigoo… Aigooo… Aigo… Tu putri satu ada ajaa tingkah laku yg bikin orang geleng2 kepala sama tingkah nya ckckckck
Itu yang dimulmed cewek yang meranin cewek botak di shaolin soccer atau apa ya lupa :KETAWAJAHADD btw, jadi adik bungsu emang gemesin kayak saya wkwkwkwkwkwk
Iyah, namanya Vicky Zhou alias Zhou Wei.
Adik bungsu emang selalu ngegemesin ye… gemesin pengen dijitak. #Ups… #Peluk2 :byesampaijumpa
wkwkwk gemesss deh :HUAHAHAHAHA
Karena harga diri menangis? Oh oke pribadi si chao xing itu bener2 bikin terhibur ? :HUAHAHAHAHA
Msiiihh sempet ya mkorin harga diri ..hahhhaa
Duh typo ,, msh smpetnya mkirin hrga dri ..☺☺☺
Ini ceritannya keren loh ..semangat y nulisnya :MAWARR :MAWARR
Ketawa sampe terpingkal2
OMG!!
Kirain kenapa-napa, harga diri toh yang terluka,,
keren banget,, semangat ya lanjutnya,,
Gemes de…
episode ini bikin ngakak dari awal sampe akhir :aaaKaboor :aaaKaboor
jhahahaha asli chao xing kocak bgt wkwk
Asli ngakak aja baca part ini
Wkwkwkwkwk lucuuuu
wkwkwk kalo jatuh itu gedean malunya dibanding sakitnya wkwkwk
stay cool Chao hahaha kakaknya gemesh banget pasti
Ditunggu kelanjutannya