10 Tahun kemudian…
“Sewaktu saya sedang mengejar perampok jalanan, tak sengaja saya melihat transaksi narkoba terjadi di gang sempit yang sepi itu. Ada dua orang yang ada disana saat itu. Satu orang pria dewasa berumur sekitar empat puluh tahunan dengan pakaian rapi dan terlihat mahal serta remaja laki-laki yang memakai seragam sekolah SMA Charanata 2. Remaja laki-laki itu mengambil bungkusan narkotika dari pria itu lalu berbincang sebentar. Saya sudah ingin pergi dari sana tapi orang itu keburu melihat saya sehingga akhirnya orang itu mengejar saya. Saya tidak melihat remaja laki-laki itu lagi. Yang ada hanya pria dewasa itu. Dia langsung menghunuskan pisaunya. Setelah itu, saya tidak sadarkan diri.” Cerita Danar pada Rudi, sang kepala polisi. “Anggap kejadian itu tidak pernah ada. Jangan katakan pada siapapun soal transaksi narkoba itu. Kau tahu kan, bahaya apa yang akan terjadi kalau kamu membuka mulut?” Danar mengangguk. “Saya mengerti.”
Tanpa mereka sadari, Reza mencuri dengar semua hal itu. Bersama dengan teman-teman polisinya, ia membentuk tim rahasia untuk menyelidiki kasus narkoba. Ia tak peduli walaupun hal ini menentang perintah sang kepala polisi. Sebagai polisi investigator, Reza memiliki naluri yang kuat untuk mengungkap kebenaran dan menangkap para penjahat. Ia tidak bisa membiarkan para mafia narkoba itu tetap bergerak aman untuk menghancurkan orang banyak dengan barang haram itu. Ia sudah menyiapkan rencana untuk penyelidikannya kali ini. Tidak ada seorangpun yang boleh mengetahui hal ini terlebih lagi keluarganya.
==
Seorang gadis berambut panjang melepas sarung tangannya. “Profesor, bubuk ini sudah ku teliti. Memang benar ada campuran narkoba didalamnya. Narkotika jenis heroin.” Ujarnya. “Baiklah. Kau boleh istirahat sekarang. Urusan heroin itu, biar aku yang tangani.” Profesor Daniel tersenyum pada gadis itu.
“Kamu masih begitu muda. Aku selalu berpikir bahwa kau masih berumur 17 tahun.” Tawa Profesor Daniel. Umurnya kira-kira baru mencapai empat puluhan namun beberapa helai rambutnya sudah mulai memutih. Gadis itu tersenyum. Ia sudah biasa mendengar ucapan seperti itu. “Aku sudah berumur dua puluh satu tahun. Tapi aku bersyukur masih terlihat muda.” Ujar gadis itu, gadis dengan kulit putih, mulus dan penampilannya yang masih terlihat sangat muda. Baru beberapa bulan, gadis itu ditugaskan untuk menjadi peneliti narkotika di lembaga penelitian dan rehabilitasi pecandu narkoba. Ia memang termasuk lulusan termuda. Saat SMA, dia lompat dua kelas. Nilai-nilainya tidak pernah mengecewakan. “Jarang sekali menemukan seorang gadis yang berkecimpung dalam bidang ini. Tapi kau melakukannya dengan baik. Apa ada latar belakang khusus?” Tanya profesor Daniel. Sedetik kemudian wajah gadis itu berubah murung. “Maaf. Aku tidak bisa memberitahukan hal itu. Yang pasti, aku ingin menyelamatkan banyak orang dari bahaya narkoba.” Profesor Daniel tersenyum.
“Barang-barang itu memang sangat berbahaya. Sekali mencoba, orang itu akan terjerat selamanya. Menimbulkan kekacauan dalam setiap aspek kehidupannya. Aku juga sangat prihatin dengan orang-orang seperti itu.” Ujar Profesor Daniel lalu berjalan ke arah meja panjang yang terbuat dari besi. Di meja itu sang gadis meletakkan bungkusan bubuk yang tadi telah di telitinya. “Oleh karena itu, aku ingin membantu banyak orang agar tidak terjerat oleh benda haram itu. Itulah misi utamaku. Jangan sampai benda haram itu menjerat orang terlalu banyak.” Profesor Daniel tersenyum.
“Misimu benar-benar mulia. Aku suka orang-orang sepertimu.” Gadis itu balas tersenyum. “Terimakasih. Profesor, aku harus segera pergi. Pak Arif memanggilku ke ruangannya. Katanya ada tugas baru untukku.” Gadis berambut panjang itu melepaskan jas labnya dan menggantungnya di dekat pintu masuk. “Ya silakan.”
Dengan segera sang gadis berjalan keluar dengan langkah lincah. Langkah lincah dan riang seperti biasanya. Gadis itu mengetuk pintu ruangan Pak Arif. “Masuk!” Ujar suara dari dalam. “Aku sudah menyiapkan tugas penting untukmu. Aku yakin, kamu pasti menyukainya. Ini juga berhubungan dengan misimu itu.” Kata Pak Arif. Pak Arif juga sudah mengetahui misi sang gadis yang ingin menyelamatkan banyak orang dari bahaya narkotika. “Hanya kamulah satu-satunya yang dapat aku percayai untuk melakukan tugas ini dan hanya kamulah yang memang paling memungkinkan untuk masuk ke sekolahan itu. Aku harap, kamu menyetujuinya.”
“Sekolah? Maksud bapak?” Tanya gadis itu tak mengerti.
“Aku ingin kamu menyamar menjadi anak SMA kelas 12 selama beberapa bulan. Aku ingin kau__”
“Menyamar menjadi anak SMA?” Gadis itu mengernyitkan alisnya. “Apa aku tidak salah dengar?” Pak Arif menggeleng.
“Pihak kepolisian mencurigai adanya transaksi narkotika di sebuah sekolah. Mereka sedang kebingungan untuk menyelidikinya. Jadi, mereka meminta bantuanku untuk mengirim orang yang ahli dalam narkotika untuk menyelidiki hal ini. Aku langsung teringat padamu. Jadi, tugasmu adalah menyamar menjadi anak kelas 3 SMA untuk menyelidiki penyelundupan narkoba di sekolahan itu. Semua data untuk sekolah barumu akan segera kami urus. Mulai minggu depan, kamu bisa langsung masuk ke sekolahan itu sebagai anak SMA. Kamu harus berhati-hati. Nanti, akan ada detektif dari kepolisian yang juga menyamar menjadi guru di sekolahan itu untuk menyelidikinya juga. Kamu harus bekerja sama dengannya.” Jelas Pak Arif.
Gadis itu masih melongo mendengar kata-kata Pak Arif. Aku akan jadi anak SMA lagi! Wow! Ini luar biasa! Walaupun aku tahu, itu sebuah pekerjaan yang berisiko tinggi, tapi aku benar-benar bahagia bisa merasakan jadi anak SMA lagi. Wajarkan, masa SMA-ku berlangsung begitu cepat tanpa aku benar-benar bisa menikmatinya karena harus lompat kelas.
==
Bella tersenyum sambil memegang catatan tentang peran yang akan dijalankannya dalam misi ini. “Jadi, namaku adalah Anastasya Hendrawan yang lahir tanggal 24 April 1999 di Bekasi. Aku anak kedua dari dua bersaudara. Aku memiliki kakak laki-laki bernama Reynald yang saat ini bekerja sebagai guru SMA. Orang tuaku bernama Rudi Hendrawan dan Titania Avanya. Papaku bekerja di Perusahaan X sebagai ketua komisaris.” Bella tercengang melihat semua informasi itu.
“Aku harus menghafalkan semua informasi ini?” tanya Bella pada Pak Arif. Bella membalik-balik kertas itu. Semua informasi itu begitu lengkap. Ada informasi rinci tentang kedua orang tuannya, kakaknya dan juga dirinya. Termasuk pengalaman, kemampuan, sifat dari identitas barunya.
“Ya. Pasti itu bukan pekerjaan yang sulit kan? Daya ingatmu sangat tajam. Bahkan melebihi manusia normal. Kau punya ingatan fotografi yang jarang dimiliki manusia. Kamu bisa mengingat secara detail hanya dengan satu kali mengingatnya.” Ucap Pak Arif.
“Ya. Aku tahu. Hanya saja, aku takut kalau semua ini akan terbongkar karena aku terlalu ceroboh. Aku takut kalau aku tanpa sengaja keluar dari skenario ini.” Pak Arif tersenyum sambil menatap wajah Bella.
“Kamu pasti bisa. Aku yakin itu. Kamu hanya harus berusaha. Belajarlah menjadi artis yang baik.” Bella balas tersenyum. “Semoga saja.”
“Ini kartu identitasmu. Jangan sampai kamu hilangkan. Mulai sekarang, kamu adalah Anastasya Hermawan.” Bella merasa dejavu dengan kata-kata Pak Arif tadi. Ia merasa seperti pernah mendengar kata-kata yang mirip dengan itu, tapi dia tidak dapat mengingatnya. “Mulai sekarang, ingatlah terus hal ini. Kau adalah Bella, anakku.”
==
“Mau pulang bareng denganku? Aku akan mengantarkanmu pulang dengan selamat, tuan putri.” Ujar Frans dengan gaya seorang pelayan. Ana menggeleng sambil tersenyum.
“Tidak usah. Aku bisa pulang sendiri.” Setengah merengek, Frans menarik tangan Ana.
“Ayolah, Ana. Please, kali ini saja aku mengantarmu pulang. Aku sangat ingin dekat denganmu.” Ujar Frans, kali ini seperti anak kecil. Ana menatap wajah Frans lekat-lekat.
“Bukankah kita sudah dekat?” Ujar Ana dengan tatapan serius. Frans jadi salah tingkah.
“Ehm. Apa kamu menganggap bahwa hubungan kita sangat dekat?” Tanya Frans dengan mata berbinar.
“Ehm, maksudku jarak kita ini. Terlalu dekat. Bisakah kau minggir sedikit?”
“Ah ya, kau benar. Aku kira__” Frans semakin salah tingkah. Ia mundur beberapa langkah. Ana tertawa melihat tingkah Frans yang lucu. Frans menatap wajah Ana dengan penuh kekaguman.
“Kau makin cantik ketika sedang tertawa.” Ana menghentikan tawanya.
“Apa?” Tanya Ana. Frans kembali salah tingkah. “A-aku__” Bunyi klakson mobil menghentikan kata-kata Frans. Cowok berkemeja hitam keluar dari mobil dan berjalan ke arah Ana. Ana terkejut.
“Ayo pulang!” Ujar cowok itu sambil meraih tangan Ana. Frans melongo melihatnya. “Jangan bilang kalau dia pacarmu.” Kata Frans sambil terus memandangi cowok itu dari atas sampai ke bawah. “Kelihatannya agak tua untuk jadi pacarmu. Tapi juga terlalu muda untuk jadi ayahmu.” Komentar Frans. Ana tak menanggapi kata-kata Frans. Otaknya sibuk berpikir. Kenapa dia ada disini? Dari mana dia tahu kalau aku bersekolah disini? “Darimana kau tahu kalau aku sekarang__” Cowok itu langsung menarik kasar tangan Ana dan mendorongnya masuk ke mobil. Ana menurut saja. Ia duduk di kursi depan. Sebelum cowok itu masuk ke dalam mobilnya, Ia menghampiri Frans yang masih bingung. “Biar ku tegaskan padamu. Ana adalah pacarku.” Ujar cowok itu dengan menekankan tiap katanya.
“Kau belum menjawab pertanyaanku.” Ucap Ana ketika cowok itu sudah masuk ke dalam mobil. “Seharusnya aku yang bertanya padamu. Kenapa kamu merahasiakan hal ini dariku? Apa kamu tidak tahu bagaimana perasaanku? Aku takut jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan denganmu. Kau tahu kan, tugasmu saat ini benar-benar berbahaya. Kau akan menghadapi penjahat-penjahat narkoba yang bukan saja anak-anak SMA tapi juga orang dewasa yang menjadi dalang dari semuanya itu. Kenapa kamu menerima pekerjaan itu?” Ana tertunduk lesu. “Aku tahu, kak Reza. Tapi aku harus melakukannya. Ini adalah kesempatanku. Aku__”
“Tapi kamu bisa celaka. Apa kamu tidak pernah memikirkan keselamatanmu sendiri? Kamu tidak perlu melakukan ini semua untuk papa.” Jelas Reza dengan wajah sedih. Hendra, ayahnya memang pernah hampir dibunuh oleh mafia narkoba karena tak sengaja mengungkit masalah transaksi narkoba di kepolisian.
“Ini bukan hanya untuk papa, kak. Tapi juga untuk semua orang yang ada di dunia ini. Aku ingin menyelamatkan mereka semua dari bahaya narkotika.” Ujar Bella sambil terus menunduk. “Kamu tidak perlu melakukan itu semua. Biar aku saja yang melakukannya. Aku yang akan melakukan apa yang menjadi keinginan dan tujuanmu itu. Lagi pula, aku adalah seorang polisi investigator. Aku bisa melakukan semuanya itu dengan mudah. Tapi kau perempuan. Kau bisa saja celaka.”
“Aku tidak peduli, kak. Aku pasti bisa melakukan itu semua. Pak Arif sudah mempercayakan semuanya padaku. Aku tidak boleh mengecewakannya. Hanya aku satu-satunya yang bisa dan memungkinkan untuk misi ini. Aku juga memiliki ingatan fotografi yang dapat membantu penyelidikan ini. Kalaupun sesuatu yang buruk terjadi padaku, setidaknya aku sudah berusaha melakukan yang terbaik dan aku tidak akan menyesalinya. Kakak hanya perlu mendukung dan membantu misiku ini.” Reza tidak bisa berkata-kata lagi. Meskipun ia bisa, Reza tetap tidak akan bisa mengubah keputusan Bella. Bella benar-benar keras kepala untuk urusan seperti ini. “Selama aku menjalankan misi ini, aku tidak bisa tinggal di rumah. Pak Arif sudah mempersiapkan rumah untukku.” Ucap Bella. Reza tak menoleh sedikitpun ke arah Bella. Ia memfokuskan diri dalam menyetir mobil. Bella hanya menatap Reza dengan wajah sedih. Ia tahu, kak Reza akan marah padanya karena hal ini. Begitu pula dengan orang tuanya, jika mengetahui misi ini.
Tak lama kemudian, mobil sport merah itu berhenti di depan rumah yang cukup asing bagi Bella. “Kita kemana?” tanya Bella bingung. “Ini rumah baru kita.” Bella makin bingung mendengar jawaban Reza. “Ayo kita masuk!” Reza turun dari mobil lalu membuka pintu pagar rumah itu. “Maksud kakak apa?” tanya Bella. Reza hanya diam sambil memberi aba-aba agar Bella mengikuti langkahnya. Reza dan Bella memasuki rumah yang cukup mewah itu.
“Papa, mama, aku pulang.” Ujar Reza sambil mencari kedua orang tuanya. Bella mengernyitkan alisnya, bingung. Seorang wanita dan pria paruh baya muncul. “Kalian sudah datang rupanya. Aku sudah menunggu kalian dari tadi sampai ketiduran.” Ucap wanita itu.
“Siapa kalian?” tanya Bella bingung. Wanita dan pria itu tersenyum.
“Aku adalah Titania, mamamu dan dia adalah Rudi, papamu.” Bella mulai mengerti. Tapi, ia masih bingung. Kenapa kakaknya juga berada disini? Kenapa kakaknya tahu tentang skenario ini lebih dari yang dia tahu? Kenapa kakaknya memanggil dua orang asing di depannya ini dengan sebutan papa dan mama?
“Apa jangan-jangan, kakak adalah___”
“Reynald, kakak kandungmu.” Sela Reza. Bella terkejut. Ia benar-benar tak menyangka bahwa misi ini akan melibatkan kakaknya juga. “Aku juga sama terkejutnya denganmu saat tahu kalau pak Arif memilihmu untuk menjalankan misi ini.” Ucap Reza jujur.
“Oh ya, aku sudah memberitahu pada papa dan mama kalau kita sedang menginap di rumah teman karena pekerjaan. Aku pastikan, mereka tidak akan tahu tentang misi ini.” Bella tersenyum lega. “Baguslah, karena yang menjadi kakakku adalah kakakk kandungku sendiri. Rumah ini juga kelihatannya sangat menyenangkan untuk ditinggali.” Reza tersenyum kecil melihat Bella tersenyum. Walaupun dalam hati kecilnya, Reza takut jika terjadi hal buruk pada Bella karena misi ini.
==
“Hati-hati disana. Jangan sampai misimu itu diketahui oleh mereka. Kau adalah penyusup. Jangan terlalu dekat dengan siapapun termasuk orang yang kelihatannya polos seperti cowok kemarin itu.” Celoteh Reza.
“Maksudmu Frans? Kenapa? Cemburu kalau aku dekat-dekat dengannya?” Tawa Bella.
“Cemburu apanya? Kau bercanda? Aku ini kan kakakmu.” Reza memukul pelan pundak Bella. Bella tertawa.
“Aku tahu. Tapi kenapa wajah kakak memerah? Bukankah kemarin kakak mengatakan pada Frans bahwa aku adalah pacar kakak?” Goda Bella.
“I-itu kan supaya dia tidak mendekatimu. Bagaimanapun juga, kamu tidak boleh terlalu dekat dengan orang-orang disini. Bisa saja dia musuh dalam selimut.” Ujar Reza. Bella menepuk pundak kakaknya. “Tenang saja, kak. Aku akan baik-baik saja. Lebih baik, kakak mulai mencari pacar. Dari pada terus sibuk bekerja dan mencemaskanku. Aku ini kan sudah dewasa. Ingat berapa umurku sekarang? Sudah dua puluh satu tahun.” Jelas Bella sambil tersenyum. Reza mengangguk. “Baiklah. Aku masuk ke sekolah dulu! Bye!” Bella melambaikan tangannya dan memasuki gerbang sekolah.
Reza menghela nafas panjang. “Seandainya kamu tahu hal yang sebenarnya, apa kita masih bisa sedekat ini? Asal kamu tahu, aku sangat menyayangimu. Bukan sebagai seorang adik tapi lebih dari itu. Aku mencintaimu seperti cinta sepasang kekasih.” Ujar Reza kemudian menghidupkan mesin mobilnya dan pergi.
==
tuh kan bener si reza bukan kakak kandung bella .. , wah mungkinkah bella jatuh cinta ama mafia narkoba ujung” nya
lanjut keun janette
Ternyata Bella bukan anak2 yaaa
..Kejutaan nih dia nyamaar..wahhh…Msh lnjut kan
Semoga nggak malas mau ngelanjutinnya
apa aku ada ketinggalan episode lain? kok aku agak bingung ya kak, setelah kejadian si bella bilang rumahnya mau kebakaran trus lanjut ke kejadian 10tahun kemuadian ato ada kejadian2 lain lagi? soalnya agak lompat ceritanya hehe (maaf kalo cerewet) :sopan
Nggak ketinggalan episode kok.. Memang ini loncat ke 10thn kemudian
Kereen,,
Reza suka sama Bella gak akan masalah juga kan,,
Bella kan bukan adik kandungnya,,
Ciyeee si rezza suka sama Bella
Nexxtt :LARIDEMIHIDUP
whoaa, bukan kakak kandungnya ternyataa hmm
Semoga dilanjut yaaa
??
Ditunggu kelanjutannyaa