Vitamins Blog

Story Of Karlina : Part 1

Bookmark
Please login to bookmark Close
41 votes, average: 1.00 out of 1 (41 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Namaku Karlina Apriliana, umurku 15 tahun, aku bersekolah di Glorya Junior High School di kota Ansley yang jauh dari pusat kerajaan Daenveer, sekarang aku duduk di kelas IX. Setelah ujian nasional, tiga hari lalu, sekarang adalah waktu yang tepat untuk bersantai.

Tapi bukan berarti aku harus menghabiskan waktu berdiri seorang diri di pintu gerbang seperti ini. Yaps, menunggu seorang kawan untuk pulang bersama.

 

“Oi…!!” terdengar suara berteriak dari kejauhan yang membuyarkan lamunanku. Dari kejauhan nampak seseorang berlari mendekat.

 

“Maaf, kali ini aku nggak bisa pulang bareng, masih ada yang harus aku urus, maaf ya? Kamu nggak apa-apa kan, pulang sendiri?” ucapnya sambil terengah-engah.

 

“Hah…!! Kau sudah membuatku menunggu, dan sekarang bilang ‘gak bisa pulang bareng’. Seharusnya kau memberitahuku lebih awal.”

 

“Maaf!!” ucapnya dengan tangan yang disatukan terangkat didepan muka.

 

“Ya sudahlah, sana selesaikan urusanmu.”

 

“Sekali lagi, aku minta maaf, Lin.”

 

“Ya, ya. Apa boleh buat.”

 

“Terima kasih.” ujarnya seraya tersenyum melangkah pergi.

 

Ya… Dialah sahabatku, Arif Saputra, ia mantan ketua osis, meski mantan terkadang ia masih membantu mengurus masalah yang tidak bisa diurus oleh ketua osis baru. Arif, dia orangnya baik, perhatian dan pintar. Ia selalu membuat bangga sekolahan ini, banyak perlombaan atau kejuaraan yang ia ikuti, dan hasilnya, ia selalu mendapat jaura.

 

Aku beruntung punya sahabat Arif, kau tahu kenapa? Itu karena ketika ada PR atau ujian, aku bisa menyalin pekerjaanya. Jadi, aku tidak perlu bersusah payah untuk berfikir. Dia juga pemarah, sebab ketika aku menyalin jawabannya, ia akan berteriak ‘Kau itu harus belajar, kalau tidak kamu nggak bakalan bisa apa-apa!’ itulah yang selalu dikatakannya.

 

Meski begitu aku masih bisa menyalin jawabannya. Dan lebih beruntungnya lagi, selama tiga tahun ini aku sekelas dengan Arif : ).

 

Setiap hari melewati jalan yang sama, tentu saja dengan pemandangan yang sama pula. Toko-toko berbaris rapi, jalan raya yang selalu sibuk dengan berjuta orang yang hilir mudik kemari. Membuat mataku hanya berfokus pada batu yang dari tadi kutendang.

 

Langkahku terhenti ketika batu yang kutendang menggelinding membentur sepatu fantofel hitam. Ku seret perlahan pandanganku dari sepatu hingga kepala, memperhatikan sosok yang kini tengah berdiri tepat dihadapanku. Dia pria dengan tubuh jangkung, berkulit putih, berbalut pakaian formal berjas hitam dan tak ketinggalan ekspresi wajah kaku seperti robot yang kehabisan oli sehingga tak bisa tersenyum.

 

“Maaf, anda menghalangi jalanku.” ujarku berharap dia akan minggir dan mengijinkanku untuk lewat.

Seolah tak mendengarku, dia tetap berdiri kaku mematung dengan mata yang memperhatikanku selayaknya aku ini adalah seekor mangsa bagi raja hutan yang sedang kelaparan.

“Permisi, tolong beri gadis ini jalan.” lanjutku karna dia tak kunjung minggir.

 

“Bisakah anda ikut saya?” tanya pria itu.

 

“Apa?” sontak aku tercengang, bingung. Dan kenapa dia tiba-tiba mengajakku? Apa dia penculik? Tapi aku bukanlah anak orangnya kaya, sehingga dia bisa minta uang tebusan pada orang tuaku, atau dia dari sindikat penjualan anak. Tidak, apa yang harus kulakukan.

 

“Saya ingin anda ikut saya.” ucap pria itu sambil menunjuk sebuah mobil limosin mewah berwarna hitam mengkilap yang terparkir di seberang jalan dan terlihat sangat mencolok di tempat seperti ini. Di dekat pintu mobil berdiri seorang gadis yang cantik. Ia berkulit putih pucat, rambut pirang kemerahan, dengan warna mata hazel (coklat kemerahan). Ia tersenyum kearahku, sehingga secara otomatis aku juga membalas senyumnya.

 

Aku perhatikan sekali lagi kedua orang asing ini. Mungkin mereka bukanlah penculik atau sindikat penjualan anak. Maksudku, lihat mereka! Mereka memakai pakaian indah dan mahal. Mungkin mereka hanyalah orang dari suatu agensi yang ingin mencari bibit-bibit muda berbakat.

 

Aku tanpa sadar sudah berjalan dan tiba ditempat mobil itu di parkir. Lalu si gadis cantik membuka pintu mobil dan pria berjas menyuruhku masuk ke dalam, ketika aku masuk, aku dikejutkan oleh sebuah meja rias di dalam mobil, padahal setahuku disebuah mobil limo terdapat sofa, meja serta TV, tapi ini meja rias, apa kau serius? Pasti orang-orang ini telah memodifikasi mobil ini, disamping meja rias terdapat sofa yang tak terlalu besar mungkin hanya bisa diduduki dua orang. Gadis cantik itu, menyuruhku duduk dimeja rias.

Lihat, apa kataku mereka pasti dari sebuah agensi model yang mencari bibit muda berbakat dan mereka kepincut akan kecantikan dan pesona yang memang sudah kumiliki, ahahahaa….

 

“Kami ingin membuat perjanjian dengan anda.” ujar gadis itu lembut selembut bisikan angin.

 

Perjanjian? Perjanjian itu sama dengan kontrak kan? Bahkan belum apa-apa mereka sudah ingin membuat kontrak denganku.

“Perjanjian apa?” tanyaku.

Pria berjas menyerahkan sebuah dokumen. Tanpa pikir panjang aku meraih dokumen itu dan langsung membukanya.

 

“Kami ingin anda membantu kami, kami hanya ingin anda ikut kami selama empat hari, dan selama itu kami akan melayani anda layaknya tuan putri dan kami akan membayar anda sebasar 200 juta.” jelas pria berjas.

 

“Apa? 200 juta? Bagaimana bisa? Kenapa? Kapan?” kataku bingung, shock. Tidak kusangka bayaran menjadi model sebesar ini, padahal cuma empat hari.

 

Kini giliran gadis cantik yang memberi dokumen. Didalamnya terdapat biodata dan foto seorang gadis cantik berambut pirang panjang menggantung tergerai indah, kulitnya putih dan bersih, matanya indah berwarna biru cerah.

 

“Itu adalah tuan putri dari kerajaan Flurt. Ia menghilang 3 tahun lalu, kami sudah mencari kemana-mana tapi tak dapat menemukannya. Masyarakat negeri Flurt masih belum tahu kabar ini, jika mereka tahu, ini akan menggemparkan seluruh negeri. Apalagi sebelum hilangnya tuan putri, kakak tuan putri juga sudah menghilang. Ia pergi entah kemana tak ada yang tahu. Ditambah lagi dengan keadaan Yang Mulia Ratu yang sedang tidak sehat, penyakitnya semakin memburuk.” ucap gadis cantik.

 

Putri kerajaan Flurt menghilang, lalu mereka datang kemari, ke kerajaan Daenveer. Bukannya mencari putri yang hilang, mereka malah datang menemuiku. Apa yang orang-orang bodoh ini pikirkan? Kami kan berbeda kerajaan, dan apa untungnya bercerita padaku.

“Lalu apa hubungannya denganku?” tanyaku.

 

“Kami ingin anda menyamar menjadi putri.”

 

“Jadi, kau ingin aku mengoperasi wajahku agar mirip sepertinya?” betapa bodohnya aku telah berpikir akan menjadi model.

 

“Tidak perlu, anda tidak perlu operasi plastik, karena wajah anda sudah mirip dengannya.”

 

Gelak tawa meledak, memenuhi ruangan dalam mobil limosin itu.

Aku tertawa mendengarnya. Bagaimana tidak? Dia bilang aku mirip tuan putri yang cantik seperti ini. Asal kalian tahu, aku ini memang cantik tapi tidak secantik tuan putri. Dari warna rambut saja sudah beda, bagaimana bisa ia bilang aku mirip dengannya.

Aku tak bisa menghentikan tawaku, sampai-sampai mataku berair dan aku terjungkal.

 

“Sudah selesai?” tanya gadis cantik sesaat setelah aku menghentikan tawa karena kelelahan.

 

“Ya…ya, kenapa kau bilang aku mirip dengannya?” tanyaku.

 

“Anda tidak percaya?” si gadis cantik balik bertanya.

 

“Tentu saja, bagaimana bisa kau bilang aku mirip dengannya? Warna rambut dan mata kami sudah berbeda, dan bisakah kau berhenti berkata ‘anda, saya’ itu agak aneh terdengar ditelingaku.” ucapku.

 

“Saya hanya ingin terdengar formal saja.”

 

“Kau mengatakan ‘saya’ lagi.” keluhku.

 

“Maafkan saya.”

 

“Sudah kubilang berhenti berkata ‘saya’, itu terdengar menyebalkan!”

 

“Baiklah apa anda setuju melaksanakan perjanjian ini? Jika iya, anda harus segera menandatangani kontrak.” kata gadis cantik.

Si pria berjas memberiku, sebuah bulpoin dan akupun menandatangani kontark itu.

 

“Anda tidak membacanya dulu?” tanya si gadis cantik.

 

“Tidak perlu, yang penting aku sudah tahu intinya. Aku ikut kalian selama empat hari dan mendapat layanan seperti tuan putri plus uang 200 juta. Dan kenapa aku harus ikut kalian selama empat hari?”

 

“Karena anda harus dilatih dulu sebelum menghadiri acara pidato pada hari keempat. Jadi, anda harus menghafalkan satu narasi teks pidato. Dan anda juga harus menghadiri acara pesta dansa terlebih dahulu. Karena saya sangat yakin anda tidak bisa berdansa.” jelas pria berjas.

 

“Ooo…. Bisakah kalian berhenti memanggilku ‘anda’?” pintaku.

 

“Baiklah, terserah anda saja.” sahut gadis cantik.

 

“Kau masih tetap memanggilku ‘anda’ nona!” kataku mengingatkan.

 

Si gadis cantik mengambil dokumen dari tanganku, dan menaruhnya di meja rias. Sambil menghadapkanku kecermin, ia mulai menyisir rambutku.

“Bila kau tidak percaya, aku bisa merubahmu menjadi mirip dengannya, lihat saja dan jangan banyak bicara.”

 

“Merubahku dengan apa? Sihir? Kekuatan ajaib? Dan baguslah kau sudah tak memanggilku ‘anda’.”

 

“Tidak perlu sihir atau kekuatan ajaib, lihat dan perhatikan saja.” ujarnya.

 

Ia mulai menyisir rambutku sampai halus lembut, kemudian ia mengolesi rambutku dengan cream warna putih yang baunya seperti air selokan, entah itu cream apa, baunya sangat tidak sedap. Ia terus memoles rambutku perlahan dan lembut. Aku pun mulai bosan dan akhirnya menutup mata dan terhanyut dalam balutan mimpi.

 

Tangan halus menyentuh pipiku, perlahan membangunkanku dati mimpi.

 

“Sudah selesai.” kata gadis cantik bangga.

 

Aku menatap cermin, menganga takjub. Siapa ini? Ini bukan aku, dan aku terlihat… WOW. Rambutku kini berwarna pirang seperti tuan putri Flurt. Tak kusangka ternyata aku terlihat mirip dengan tuan putri Flurt, kecuali dibagian mata, ya tentu saja, mata tuan putri biru cerah, sedangkan aku coklat. Aku terus menatap cermin, mengagumi kecantikanku yang semakin bertambah.

 

“Bagaimana?” tanya si gadis cantik.

 

“Lumayan.” kataku tak terlalu ingin memuji.

 

“Tapi, ekspresimu tidak mengatakan itu. Kau terlihat snagat puas.” ucapnya.

 

Tentu saja, aku puas, dasar bodoh! Mana mungkin aku akan bicara ‘Wah… Sangat indah! Kau memang penata rambut paling hebat yang pernah kutemui!’ kau pasti akan jadi besar kepala, dan aku tidak suka hal itu.

 

“Nama kalian siapa? Aku bingung harus memanggil kalian siapa? Haruskah ku panggil kalian gadis cantik dan pria berjas?” ujarku mengalihkan perhatian untuk tidak memuji tatanan rambut.

 

“Aku gadis cantik? Terima kasih atas pujiannya Karlina.” kata gadis cantik.

 

“Hei, aku tidak bermaksud memujimu, aku hanya mengatakan sejujurnya, dan dari mana kau tahu namaku dan siapa nama kalian?” tanyaku sekali lagi.

 

“Uuhh… Dimana sopan santun kami, seharusnya kami memperkenalkan diri dulu sebelum membahas kontrak. Dan baiklah, namaku Evania Gladwin dan pria berjas ini Nathan Radoslaw. Dan tentu saja kami tahu semua tentangmu. Kau pikir kami akan datang tanpa persiapan? Kami sudah menyelidikimu sebelum akhirnya kami datang menemuimu dan mejalankan kontrak denganmu.”

 

“Baiklah, Evania, Nathan. Apa yang akan kulakukan selanjutnya?” tanyaku.

 

“Tidak perlu memanggilku lengkap, cukup panggil aku Vania.” jelas Evania.

 

“Okay, Vania, Nathan. Apa yang harus kulakukan selanjutnya?” ulangku.

 

Vania membuka loker di meja rias dan mengeluarkan sebuah kotak kecil.

 

“Apa itu?” tanyaku penasaran.

 

“Softlens.” jawabnya santai.

 

“Untuk apa?” tanyaku.

 

“Untuk kau pakai, masa mau dimakan.” kata Vania.

 

“Ya, aku tahu itu untuk dipakai! Kau pikir aku bodoh apa?”

 

“Lalu, jika tahu kenapa tanya? Sudah diam saja dan jangan banyak berkomentar. Biarkan aku memasangnya.” kata Vania.

 

“Jangan-jangan!!” teriakku ketika Vania hendak memasang Softlens itu kemataku.”

 

“Kau mau memakainya sendiri?” tanya Vania.

 

“Tidak, aku tidak bisa. Ini pertama kalinya aku pakai Softlens! Apakah sakit?” tanyaku.

 

“Hhmm… Entahlah, aku belum pernah memakai Softlens, mungkin sakit.” jawab Vania.

 

“Apa? Kau belum pernah memakai softlens dan mau memakaikannya padaku? Kau sudah gila?”

 

“Memangnya kenapa? Lagi pula, untuk apa aku pakai softlens jika mataku sudah indah.”

 

“Bukan begitu maksudku, kau belum pernah memakai softlens dan kau hendak memakaikannya padaku, bagaimana jika mataku rusak? Atau kau malah menusuk mataku dengan jarimu saat memasangkan softlens dan aku jadi buta karena softlens itu tidak pas saat kau memasangnya sehingga menimbulkan keruskan permanen pada saraf mataku atau…atau…” kataku mulai berpikiran tidak-tidak.

 

“Kau itu orang yang suka cemas berlebihan ya?” kata Vania santai.

 

“Ini bukan soal kecemasan berlebihan, Vania. Ini tentang mata! Mata, Vania! Mataku!” ucapku mulai marah.

 

“Kau tidak perlu cemas, aku ini seorang hair styling & make up profesional terbaik di kerajaan Flurt.” katanya bangga.

 

“Tentu saja terbaik, di kerajaanmu hair styling & make up-nya hanya ada satu.” kataku.

 

“Hei, itu tidak benar. Aku ini adalah hair styling & make up terbaik di Flurt sebelum aku diangkat menjadi hair styling & make up di kerajaan!” kata Vania mulai emosi.

 

“Bisa kalian hentikan debat ini, cepat pasang saja softlens itu, kita harus cepat.” ujar Nathan yang mulai tak sabar.

 

“Baiklah.”

 

Vania hendak memasang softlens-nya tapi aku mundur untuk menghindar. Ia maju memasang softlens-nya tapi aku memejamkan mataku erat-erat. Aku tidak ingin jadi buta karena memasang softlens di mataku.

 

“Buka matamu, Karlina.” desak Vania.

 

“Tidak mau!” kataku menentangnya.

 

“Buka matamu!” kata Vania suaranya semakin mendesakku.

 

“Tidak mau!”

 

“Buka, Karlina!” kata Vania.

 

“Karlina, kau tidak percaya pada Vania?” tanya Nathan yang mulai angkat bicara, padahal ia sedari tadi hanya diam meperhatikan kami.

“Waktu Vania menata rambutmu kau juga tidak percaya padanya, tapi bagaimana setelah ia menata rambutmu? Bagus bukan? Begitu juga saat ia memasangkan softlens dimatamu, kau hanya perlu percaya padanya. Meski ia tidak pernah memakai softlens, ia sering memakaikan softlens pada orang lain, dan hal itu tidak akan membuatmu buta. Percayalah padanya.” ujar Nathan.

 

Aku mendesah, “Baiklah.”

 

“Bagus.” kata Nathan.

 

Vania mulai memasangkan softlens. Rasanya geli dan agak gatal, ingin ku garuk saja. Dan akhirnya selesai. Aku menatap diriku dicermin, ini bukanlah aku, ini tuan putri Flurt, aku tuan putri Flurt, aku benar-benar mirip dengannya.

 

Softlens-nya agak tidak nyaman dipakai, rasanya ada yang mengganjal, mungkin karena aku belum terbiasa.

 

Nathan membuka pintu mobil, dan menyuruh kami keluar dari mobil, ketika aku melangkahkan kakiku turun, aku dikejutkan oleh pesawat jet dilandasan pacu pesawat terbang.

 

“Apa ini? Dan waktu kita dimobil, apakah mobilnya berjalan?” tanyaku.

 

“Tentu saja, kalau tidak jalan kita tidak akan berada disini. Kau ini bodoh atau tolol, sih.” kata Vania.

 

“Tapi, aku tidak merasakannya kalau mobil ini sedang berjalan tadi.” gumamku.

 

“Tentu saja, kau tidak merasakannya. Kau kan tidur waktu aku mewarnai rambutmu dan ketika bangun, aku berdebat denganmu. Tentu saja, kau tak merasakannya.” jelas Vania.

 

Nathan memimpin jalan menuju pesawat jet itu, sedangkan aku ya… Berjalan bersama Vania yang menyebalkan dan pemaksa ini, tepat dibelakang Nathan.

 

Aku melangkah perlahan menaiki tangga pesawat, setelah sampai di dalam, aku tertegun karena ini seperti pesawat pribadi (yang memang kenyataanya pesawat pribadi). Kursinya terlihat nyaman dan empuk, fasilitasnya juga sangat lengkap, bahkan ada tempat main game-nya.

 

Aku duduk dengan bersemangat dikursi bagian depan, memasang sabuk pengaman lalu kusandarkan punggung di kursi. Rasanya sungguh nyaman. Siapa sangka gadis dari keluarga biasa dan kurang pintar ini bisa naik pesawat pribadi mewah ini? Apa kau bisa mempercayainya? Tentu saja kau harus mempercayainya, karena ini benar-benar terjadi padaku.

 

Nathan duduk disebelahku. Aku menatapnya memperhatikan dengan seksama. Kalau dilihat-lihat dia tampan juga. Sayang sekali dia tipe orang serius, yang nggak mungkin bisa bercanda, dan ia memiliki tatapan yang tajam seolah ia ingin berkata pada dunia bahwa ‘hidup itu harus dijalani sungguh-sungguh, tidak boleh ada main-main dalam hidup’

 

Aku berpikir, apa Nathan pernah tertawa? Jika ia nonton acara comedy, apa hanya dia satu-satunya orang yang tidak ketawa? Ia terlalu serius sih, wajah boleh tampan tapi seriusnya minta ampun.

 

“Ketika sampai di istana, kau harus berperilaku baik, jangan banyak bicara, karena putri yang asli tidak banyak bicara.” kata Nathan membuatku tersadar dari lamunanku.

 

“Iya, iya. Kau pikir aku anak nakal apa? Yang tak bisa diam dan tidak bisa menjaga sikap.” kataku kesal karena diremehkan.

 

“Dan jika kau mendengar gosip para pelayan tentangmu, jangan sekali-kali kau mengancam mereka. Karena itu bisa membuat mereka curiga bahwa kau bukan tuan putri. Putri tidak pernah melakukan hal-hal konyol seperti itu. Kau mengerti?” jelas Nathan.

 

“Ya,ya aku mengerti. Aku harus berperilaku baik, tidak banyak bicara, jangan mengancam para pelayan. Itu saja kan? Kalo gitu mah gampang.” kataku.

 

“Aku tak yakin dia bisa, Nathan. Kau tahu kan, betapa konyolnya dia. Aku heran kenapa harus dia yang mirip putri Alyna.” ucap Vania dari balik kursiku, ia duduk sendiri di belakang.

 

“Hei, aku tidak konyol! Jika kau heran kenapa aku mirip dengan putri, tanyakan saja pada Tuhan yang menciptakanku. Dan mengeluhlah pada-Nya! Dan sekali lagi, aku tidak konyol! Lihat saja nanti, aku akan buktikan padamu bahwa aku bisa berperilaku baik.” kataku mulai marah. Darah mulai mendidih naik ke wajahku, aku yakin wajahku sekarang merah padam karenanya.

 

“Ya, sekarang kau bilang seperti itu. Saat nanti sampai di istana kau pasti akan bertingkah konyol dan menggelikan. Mau bertaruh?” tantang Vania.

 

“Siapa takut!” kataku, nadaku menantang.


TBC…

17 Komentar

  1. kek kisah film barbie gituuu, kerenn kak ceritnya , lucu juga , apalagi pas karlina cemas soal matanya hihi, lanjut kak :BAAAAAA :BAAAAAA

  2. Dalpahandayani menulis:

    Beberapa dialog lucu jdi ga monoton
    Bagus di tunggu klanjutannya

  3. :TERHARUBIRU :TERHARUBIRU

  4. :PATAHHATI :PATAHHATI :PATAHHATI :PATAHHATI

  5. Wow menyamar jdi putri, kykny bakal bnyk kejadian lucu nih kw depanny hihi
    Btw ini latarny suatu tempat kyk di eropa gtu ya ka, trs karlina itu orang indo yg tinggal disana atau gmn?Mhn penjelasannya yak
    Ditunggu kelanjutanny
    Semangat trs ya ka

    1. Oia diedit nih ka, tambahin kata [ratings] dibagian paling atas nnt akan muncul tanda lope lope bwt kita mengapresiasi karya kk ini
      Yuks dicba ka

    2. Omg, maaf salah komen ttng lope lope, aq kira di kk blom ada lope lope ny hihi

    3. Hihi, iya, udah ada nih vote nya palah

  6. lanjuut yaa,

  7. aishelatsilla menulis:

    :ragunih

  8. :PATAHHATI :TERHARUBIRU

  9. :TERHARUBIRU :GOOOAWAY

  10. :PATAHHATI :PATAHHATI w

  11. fitriartemisia menulis:

    waduh pura-pura jadi orang lain ya hmmm

    1. Misi penyamaran Mak, hihi

  12. Dalam misi penyamaran, hihi
    Seperti nya seru nih

  13. Ditunggu kelanjutannya