Kak Devan, I Love You! (part 1)

4 Maret 2017 in Vitamins Blog

29 votes, average: 1.00 out of 1 (29 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

•••

ini cerita lanjutannya yaaa.. Hee.. Selamat membaca..

 

Sejak kapan lo suka sama kak Devan?” tanya Della tiba tiba, saat tadi Angga sudah pergi dengan teman temannya.

Kiena mengalihkan tatapannya dari mangkuk baksonya, menatap Della.

 

“5 bulan yang lalu, masa ospek”

 

“Selama itu?”

 

“Yups..”

 

“Terus kenapa lo bisa suka sama kak Devan” tanya della lagi, bak polisi yang mengintrogasi tersangka utama. Kiena menatap Della tidak mengerti, pertanyaan konyol yang di ucapkan Della membuat Kiena ingin tertawa.

 

“Apa harus memiliki alasan untuk suka sama seseorang? gue nggak perlu alasan untuk suka sama kak Devan, gue suka.. Ya suka aja nggak pakai alasan” jawab Kiena seadanya.

 

“Nggak mungkin Kie, setiap cewek pasti mikir 100 kali buat suka sama cowok kayak kak Devan” sengkal Mona tidak yakin. Gila apa, cewek setipe Kiena bisa suka gitu aja sama Devan, Mustahil.

 

“Ngak semua orang itu ngelihat seseorang dari penampilannya! Pliss deh, jangan samain gue dengan kalian” sinis Kiena cuek.

 

“Tapi selama ini gue nggak ngeliat lo ada usaha buat ngedeketin kak Devan” ucap Mona menatap Kiena dengan wajah menyelidik.

 

“Kalian aja yang nggak pernah peka, setiap hari gue ngecengin kelas manajemen dan mondar mandir di perpus itu kalau bukan mau ngedeketin kak Devan” jelas Kiena. Mona mencibir.

 

“Apaan.. Tapi lo nggak dapet hasil apa apa..” kiena mengangguk mendengar cibiran Mona.

 

“Kalian tau kan, Kiena nggak akan menyerah begitu aja” ucapnya penuh tekad.

Rani yang sedari tadi diam kini bertanya, pantas aja anak itu sering mengajaknya masuk ke perpus.

 

“Jadi selama ini lo suka ngajakin gue ke perpus itu karna lo mau lihat kak Devan?” tanya Rani, dibalas cengiran tak berdosa oleh Kiena.

 

“Yups, maka dari itu, stop buat kalian comblangin gue sama kak Angga, karna cinta itu tidak bisa dipaksakan..”

 

“Iyuuhhh!!” sahut ketiganya jijik mendengar ucapan cinta yang keluar dari mulut Kiena.

Kiena terbahak mendengar dengusan jijik ketiga temannya.

 

•••

 

Sore itu hampir pukul 5 sore, dan Kiena belum pulang karna masih ada tugas yang harus diselesaikannya dari Bu Fika.

Mona masih duduk didekat pintu ruang dosen, menunggu Kiena.

Della dan Rani sudah pulang dari setengah jam yang lalu, tapi Mona masih tetap kekeuh menunggu Kiena.

 

“Udah, pulang aja Mon. Gue masih tinggal setengah nih..” usir Kiena, dia kasihan melihat Mona yang sejak tadi duduk menunggunya. Padahal Kiena udah berkali kali menyuruh Mona pulang tapi cewek itu tetap ngotot buat nungguin Kiena.

 

“Enggak ah.. Lo sendirian ntar, kasian gue” tolak Mona. Walaupun sahabatnya yang satu ini punya mulut tajem yang nggak pernah bisa dikontrol, tapi tetep aja dia sahabat yang paling baik.

 

“Tante Vanny bisa marah kalau lo pulang telat, lo tau sendiri kan nyokab lo itu disiplin banget”

Mona mengigit bibinya, tau apa yang diucapkan Kiena itu benar adanya. Mamanya akan marah kalau ia telat pulang, tapi kalau ia meninggalkan Kiena pulang sendiri kan kasian. Gak tega rasanya.

 

“Terus lo gimana pulangnya?”

 

“Gue bisa naik taksi, udah sana buruan pulang.. Thanks udah nungguin gue” Kiena tersenyum kecil.

 

“Ya udah deh, kalau lo ada apa apa telpone gue ya Kie”

 

“Sip!” Kiena melambaikan tangannya pada Mona saat cewek itu berbalik pergi keluar dari ruang dosen. Kiena menghela nafas kesal, menatap tumpukan kertas yang hanya tinggal setengah lagi.

Ini semua kertas ujian yang harus distempel, yang nantinya dibagikan saat UTS.

 

“Kiena?” Kiena mendongak saat melihat bu Fika tiba tiba sudah ada disampingnya “sudah selesai? Tadi ibu liat Mona di lorong” ada dua gelas starbucks digenggamannya. Menggeser kursi didekat kursi Kiena kemudian duduk.

 

“Belum bu, tinggal setengah yang belum Kiena stempel, iya Kiena suruh Mona pulang duluan”

 

“Kalau gitu, biar ibu aja yang lanjutin, kamu boleh pulang.. Ini buat kamu” Kiena menerima Starbucks yang diberikan Bu Fika padanya.

 

“Beneran nih bu?”

 

“Iya, Terima kasih ya Kie”

 

“Sama sama bu, kalau gitu Kiena pulang dulu, terima kasih kopinya” Kiena berdiri membereskan bukunya dan memasukkannya kedalam tas, mengambil blazer coklatnya kemudian memakainya.

Bu Fika mengangguk menerima pamitan Kiena.

 

•••

 

Devan menatap datar pada sosok Angga yang duduk disebelahnya, tadi sebelum Angga sempat menyalakan mobil tiba tiba salah satu juniornya mengetuk pintu mobil Angga dan mengatakan jika cewek bernama Kiena masih ada didalam mengerjakan sesuatu dari dosen. Juniornya itu meminta Angga untuk menunggu dan memgantarkan sabahatnya. Cewek itu bilang ini kesempatan bagus buat Angga untuk lebih dekat sama Kiena dan dia mengatakannya sambil melirik sinis penuh permusuhan kearah Devan.

Devan hendak menolak tapi Angga langsung mengangguk cepat tanpa meminta persetujuan Devan.

Devan tau, kalau Kiena itu gebetan Angga saat ini.

Junior cantik yang Devan sering tangkap basah sering mengintip kedalam kelasnya, dan bahkan Devan sering melihat cewek itu di perpus.

 

“Ayo pulang” ajak Devan bosan.

Dan jawaban Angga selalu sama, Angga mau menunggu Kiena.

 

“Bentar Van, kita tunggu Kiena”

 

“Ini udah sore Ngga”

 

“iya bentar, cerewet lo” ujar Angga sewot. Devan menghela nafas kesal, percuma ia bicara sepupunya itu tidak akan pernah menurutinya.

 

“Aku tau kamu nggak serius sama dia Angga” celetuk Devan tiba tiba membuat Angga menoleh dengan kaget.

Tapi sedetik kemudian wajah kaget itu berubah menjadi tatapan geli.

 

“Lo tau dari mana?” tanya Angga, Devan mengedikkan bahunya seolah hal itu bukanlah baru terjadi kali ini saja.

 

“Aku denger kamu taruhan sama temen temen kamu” jawab Devan datar.

 

“Haha.. Iya, gue cuman main main sama cewek itu” ucap Angga santai, membuat Devan menggelengkan kepalanya. Suadaranya ini tidak pernah berubah, selalu berbuat seenaknya dan senang bermain main.  “Eh itu dia si Kiena” Angga menghidupkan mobilnya dan keluar dari parkiran, menghampiri Kiena yang berdiri di samping gerbang kampus. Angga membunyikan klaksonnya membuat cewek cantik berambut hitam itu menoleh dengan wajah kaget ketika ia membuka kaca mobilnya.

 

•••

 

Kiena menolehkan matanya melirik kesal kearah mobil yang membunyikan klakson tepat disampingnya, saat kaca mobil terbuka sepenuhnya, mata Kiena membulat melihat sosok yang duduk didalam, disamping si pengemudi. Cowok yang menatapnya dari balik kaca mata dengan bulu matanya yang lentik.

Demi apa! ada kak Devan! Ya tuhan.. Mimpi apa selaman bisa ketemu sama belahan jiwa begini.

Kiena menahan senyum lebarnya saat Devan juga ikut menatapnya.. Aduuhh.. Bisa mati muda nih kalau ditatap begitu sama Devan, jantungnya sudah lari lari didalam, apalagi Devan menatapnya dengan wajah yang datar khasnya. Grogi abiss.

 

“Hai Kie.. Baru pulang?” Kiena mengalihkan tatapannya dari Devan kearah Angga dan mendapati senyum yang akan membuat cewek dimana pun akan luluh. Kecuali Kiena tentu saja.

 

“eh, iya nih kak, tadi masih disuruh sama bu Fika”

 

“Oh gituh, terus Kie pulang pakai apa?”

Kiena melongokkan kepalanya kearah jalanan, mencari cari taxi yang belum juga lewat.

 

“Kie mau nungguin taxi kak, tapi kok nggak ada ya..” gumam Kiena penuh isyarat, berharap Angga mau menawarinya pulang, jadi dia bisa satu mobil sama Devan.

 

“Ya udah, kak Angga anterin ya mau nggak?” tawar Angga.

Dalam hati Kiena memekik keras, yes! Akhirnyaa…

 

“Apa nggak ngerepotin kak? Rumah Kiena agak jauh loh” Kiena melirik kearah Devan, berharap pria itu tidak keberatan.

 

“Iya gak papa, masuk aja” ucap Devan membuat Kiena langsung tersenyum lebar tidak bisa lagi menyembunyikan senyumannya.

 

“Makasih ya kak Devannn…” Kiena membuka pintu mobil penumpang dan segera duduk, memilih duduk tepat dibelakang Angga agar Kiena bisa leluasa melihat Devan. Astagaa.. Wangi mobilnya pun mirip dengan wangi yang sering Kiena cium dari tubuh Devan, wangi yang gentle. “Kiena suka banget sama wanginya, enak.. Harum..” Kiena berseru senang.

 

“Iya ini mobil Devan”

 

“Eh? Mobil kak Devan..” senyum Kiena makin melebar saat tau kalau kendaraan yang ditumpanginya dan seluruh wangi yang melekat didalamnya ini adalah milik Devan.

 

“Iya, mobil kak Angga masih dibengkel”

 

“Kiena suka wanginya..” Kiena menatap Devan, menghiraukan ucapan Angga.

tanpa dua orang itu sadari Devan tersenyum kecil ketika mendengar Kiena menyukai wangi mobilnya.

 

•••

 

Mobil Angga berhenti didepan sebuah toko kue yang cukup besar dan lumayan ramai. Kiena bilang ini toko ibunya, dan cewek itu memaksa mau mentraktir mereka berdua atas tumpangan gratis yang diberikan Devan dan Angga.

Kiena membuka pintu belakang mobil disusul Devan juga Angga.

 

“Ayo kak..” ajak Kiena, mendorong pintu kaca itu dan mempersilakan dua tamunya masuk.

Menyuruh mereka duduk di kursi coklat yang berhadapan lansung dengan Pantry.

 

“Sebentar ya kak..” Kiena bergegas pergi kearah dapur, terlihat dari tempat Devan duduk cewek itu sedang mengambil sesuatu dari dalam lemari pendingin.

 

“Kayaknya Kiena suka sama gue” Devan menoleh, menatap kearah Angga yang tersenyum lebar memperhatikan punggung Kiena dari tempat mereka duduk saat ini. Devan terlalu malas menanggapi ocehan Angga. “Lo tau kan Van, kalau cewek itu suka sama cowok, cewek itu bakalan bertingkah grogi.. Lo liat sendiri kan di mobil tadi pas gue ajak ngomong Kiena dia jawabnya malu malu” ucap Angga mengambil kesimpulan sendiri. Devan diam tidak menanggapi ocehan Angga.

 

Tiba tiba ponsel Angga berdering, saat cowok itu melihat layar ponselnya senyumnya melebar.

 

“Van, gue keluar bentar ya.. Bilang sama Kiena kalau gue ada telpone” Devan mengangguk saat Angga sudah keluar dari toko dan berdiri di sisi mobilnya. Devan menggeleng pelan, pasti itu telpone dari salah satu pacarnya.

 

Saat tatapan Devan kembali kearah pantry ia melihat Kiena keluar membawan dua kue dan dua mug berwarna putih. Buru buru Devan berdiri menghampiri Kiena dan mengambil alih nampan itu dari tangan Kiena.

 

“Makasih kak..” pipi Kiena memerah melihat sikap Devan.

Keberuntungan yang nyata.. Jarang jarang Kiena bisa sedekat ini sama Devan dan melihat sikap pria itu, Kiena jadi makin cinta.

 

“Kak Devan nggak pernah berubah ya..” celetuk Kiena saat mereka sudah duduk, kening Devan berkerut.

 

“Maksud kamu?”

 

“Iya.. Dulu juga kak Devan sering nolongin Kiena pas Ospek”

Devan mengangguk anggukan kepalanya mengerti, tidak menyangka cewek ini masih ingat.

 

“Silahkan dimakan..” Devan mengangguk kecil kemudian menyendok ujung tiramisu dan memasukkannya kedalam mulut, Kiena menikmati pemandangan itu dengan mulut terbuka dan wajah memerah. Pose apapun itu, dimata Kiena Devan tetap sempurna.

 

“Enak..” ucap Devan, merasakan tekstur lembut roti dan krim yang bercampur menjadi satu.. Bubuk coklat yang harum bertabur diatas dan sekeliling roti.

Devan menyuapkan lagi potongan tiramisu kedalam mulutnya. Mengagumi cita rasa lezat yang memenuhi rongga mulutnya. Devan menoleh kearah Kiena, keningnya berkerut saat melihat cewek itu tengah menatapnya tanpa berkedip. Wajahnya merona dan bibir merahnya sedikit terbuka.

 

“Ekhemm..” Devan berdehem, mencoba membuat perhatian Kiena teralih. Ia sedikit risih karna ditatap seperti itu oleh Kiena. “Kiena.. Kiena..??” panggil Devan pelan. Seolah tersadar Kiena langung tersentak kaget dan bertingkah gelagapan.

 

“…eh.. I..iya kak..”

 

“Kamu kenapa? Kok bengong?”

 

“.. Hah.. Nggak kok.. Tadi Kiena cuman liat kak Devan makan, Gimana.. Enak kak?” tanya Kiena sengaja mengalihkan percakapan. Devan mengangguk.

 

“Enak..”

 

“Makasih.. Itu resep yang Kiena buat sendiri loh, sebenernya sih nggak beda jauh sama tiramisu kebanyakan, tapi ini ada bahan khusus yang Kiena olah” jelas Kiena.

 

“Oh ya, kak Angga mana?” Kiena baru ingat kalau nggak ada Angga disini.. Habis, kan dilihat Kiena itu Devan bukan cowok lain.

 

“Angga lagi ada telpone” jawab Devan seperti yang tadi disuruh Angga.

 

“Oh….” hanya itu yang keluar dari mulut Kiena. Kiena mengigit bibirnya.. Duhh mati gaya nih. Bingung mau ngomong apa lagi.. Devan sibuk memakan kuenya dengan kelem, Kiena butuh topik pembicaraan.

Sebelum Kiena angkat bicara, tiba tiba sosok wanita cantik dengan rambut bob mendekat kearah mereka tersenyum ramah ketika Devan mendongak menatapnya bingung.

 

“Jadi ini temen kamu Kie?”

 

“Iya ma.. Ini kak Devan yang tadi nganterin Kiena..” Devan sedikit kaget, buru buru ia berdiri dan menyalami mama Kiena.

 

“Sore tante..”

 

“Sore juga Devan, makasih ya udah nganterin Kiena pulang…” ucap wanita itu ramah, Devan mengangguk kecil.

 

“Sama sama tante”

 

“Gimana sama kuenya? Enak Van?”

 

“Iya tante..enak” jawab Devan dan wanita itu mengangguk menatap Devan, meneliti cowok itu.

 

“Ohhh….” tiba tiba wanita itu berseru kaget, menutup mulutnya. membuat Kiena dan Devan bingung. “Oh.. Ini Devan yang punya kaos itu kan Kie, yang kaosnya sering buat kamu tidur? Kok mama bisa lupa..” kali ini yang berteriak adalah Kiena.

Semua orang yang berada didalam toko dan Devan menatap Kiena dengan kaget.

Bahayaa, bahayaaa.. Kalau Devan bisa tau kan Kiena bisa malu abis.

 

“… Mamaaa….. Hahahaha.. Bentar ya kak Devan” Kiena menarik ibunya itu masuk kedalam dapur.

 

“Mama! Mama mau bongkar rahasia Kiena yaaaaa” ucap Kiena kesal, wanita setengah baya yang masih terlihat cantik itu tertawa kecil melihat wajah merah putri cantiknya.

 

“Hihihi.. Maaf sayang, mama nggak sengaja, mama ceplos aja waktu inget muka dia”

 

“Idihh.. Untung aja tadi mama cuman ngomong itu”

 

“Maaf, maaf Kie..”

 

“Ya udah, Kiena mau balik ketempat kak Devan” ibunya itu mengangguk, Kiena hendak berbalik pergi tapi ditahan oleh ibunya.

 

“Semangat!” ucap sang ibu mengepalkan tangan memberi semangat membuat Kiena tidak bisa menahan kikikkannya. Kiena balas mengepalkan tangannya.

 

Saat Kiena keluar dari dapur, dimeja tadi sudah ada Angga.. Cowok itu tersenyum ketika melihat kearahnya.

 

“Dari mana Kie?”

 

“Dari dapur kak… Gimana kak Angga enak kuenya?” Angga mengangguk mengangkat satu sendok kue sebelum kemudian memasukkannya kedalam mulut. Kiena melirik Devan..

 

“Maafin mama Kiena ya kak.. Tadi dia salah ngomong haha..” Kiena tertawa garing. Devan hanya mengangguk kecil.

 

“Kie, kayaknya kak Angga harus pulang deh..kak Angga ada janji”

Dalam hati Kiena mendesah kecewa, yaahh.. Padahal kak Kiena masih pingin lama lama sama Devan. Masih kangeenn..

 

“Ya udah deh kak..” terpaksa Kiena mengangguk.

 

“Thanks ya Kie traktirannya..” ucap Angga berdiri di susul Devan.

 

“Makasih ya Kie..” ucap Devan.

 

“Iya sama sama kak..” Kiena mengekor dibelakang Devan.. Tepat sebelum Angga mendorong pintu seorang cewek cantik dengan rambut coklat sebahu masuk, sangat kaget melihat dua orang didepannya terutama orang didepan Kiena.

 

“Loh Devan?” ucap cewek itu kaget, lebih kaget lagi karna tiba tiba cewek itu langsung memeluk Devan.

 

Kiena terbengong… Apa-apaan, cewek itu.. Beraninya!!!

 

 

TO BE CONTINUE

Kak Devan, I love you!!

26 Februari 2017 in Vitamins Blog

31 votes, average: 1.00 out of 1 (31 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

 

Ini cerita kedua ku… Selamat membaca, maaf kalau banyak Typo yaa.. Dan cerita ini murni dari pemikiran aku..

 

 

••••

 

 

 

Kiena suka dengan kakak seniornya! Namanya Devan! Bagi Kiena kak Devan itu seperti oksigen yang menyambutnya setiap pagi ketika ia sampai di gerbang kampus!

Kak Devan yang cuek, Kak Devan yang dingin.. Semua yang ada didalam diri Devan Kiena suka!! Sampai rasanya kalau gak ketemu Devan, Kiena bisa rindu setengah mati.

Masalahnya, Devan itu susah banget ditemuin, kayak kutu yang nyumpel di rambut dan bikin gatel! Sama gatelnya kalau mata Kiena gak ngeliat Devan sehari aja.

Cowok itu selalu aja ngurung dirinya didalam kelas, jadi susah banget buat Kiena  PDKT!

 

“Astaga Kie! Lo suka sama kak Devan?!” Kiena mengangguk semangat, sewaktu Della sahabatnya bertanya dengan wajah kaget. Untung aja kelas lagi sepi, jadi orang orang nggak akan tau kalau primadona kelas Sastra Indo kepincut sama cowok yang namanya Devan.

 

“Lo suka sama si culun itu? Omg! Apa mata lo udah katarak Kie” kali ini yang menyahut Rani, sahabat Kiena yang suka pakai bulu mata palsu.

 

“Idih! Suka suka gue dong, lagian kak Devan itu ganteng abis, lo lo pada aja yang belom tau” balas Kiena cuek.

Kiena udah nebak 100% reaksi sahabat sahabatnya itu kayak gimana. Dan tebakannya selalu benar.

 

“Gila lo, kak Angga yang keren badai membahana bisa kesilau sama si cupu Devan.. Omg, omg.. Ini bencana!” Kiena memutar bola matanya malas, satu lagi si mulut bebek yang suka ngatain orang seenaknya. Mona.

Gak peduli sih, seperti apa reaksi berlebihan sahabat sahabatnya ini.. Lagian Kiena gak minta pendapat mereka.

 

“Udah deh yang penting gue kan udah kasih tau kalian kalau gue suka sama kak Devan, jadi jangan mak comblangin gue sama kak Angga lagi!” ancam Kiena kesal pada Mona karna cewek itu yang paling ngotot agar Kiena dan Angga dating.

Pertamanya sih Kiena ngak peduli sewaktu Mona dan dua sahabatnya comblangin Kiena sama kak Angga atas permintaan cowok itu. Tapi makin lama, makin membuat Kiena muak karna Angga semakin berharap.

 

“Ngak bisa Kie, gue udah janji sama kak Angga buat dia bisa deket sama lo.. Lagian nih ya, siapa suruh lo punya muka yang cantik kebangetan” cerocos Mona.

 

“Idih, pokoknya gue gak mau! Itu urusan lo semua..” Kiena beranjak berdiri dari tempat duduknya, berjalan kearah pintu keluar “mau kekantin nggak? Sekalian gue mau liat apa ada oksigen gue disana..” Kiena terkikik geli, disambut dengusan jijik ketiga sahabatnya.

 

“Jijik tau nggak Kie” sungut ketiganya berbarengan.

 

“Bodo” balas Kiena mengedikkan bahu tidak peduli.

 

.

 

Sesampainya dikantin kepala Kiena sibuk melongok kesana kemari, matanya mengintai tajam bak elang, menelisik seluruh isi kantin dari ujung sampai keujung. Berharap jika oksigennya kali ini juga berada di kantin, dan sepertinya do’a Kiena terjawab.

mata Kiena melebar ketika menangkap sebuah pemandangan langka yang bergitu indah. Dalam hati Kiena memekik keras, ternyata ada Devan disana.

Astaga.. Jantungnya tiba tiba sudah maraton didalam. Pipinya langsung memerah saat melihat tubuh Devan dari samping. Wajah serius Devan yang membaca sebuah buku ditangannya menurut Kiena.. Sangat sempurna.

 

“Kiena!”  panggilan itu membuyarkan semua lamunan Kiena. Disampingnya ketika sahabatnya tengah menatap jengah kearahnya.

 

“Apa?” tanya Kiena bingung.

 

“Tuh dipanggil kak Angga, si cupu pujaan lo juga ada disana!” Della berbisik ketika mengatakan kalimat terakhirnya. Kiena mengalihkan tatapannya, benar disana ada Angga.. Tapi kenapa tadi Kiena hanya melihat Devan.

 

“Ya udah yuk kesana” ajak Kiena semangat menggandeng ketiga temannya.

Ketika sampai dihadapan Angga dan Devan, Keina tidak bisa menyembunyikan senyum lebarnya.

 

“Hai kak Angga..” saat ketiga temannya menyapa Angga hanya Kiena yang menyapa Devan.

 

“Hai kak Devan” sapa Keina, Devan mendongak sebentar kemudian tersenyum samar menanggapi sapaan Kiena.

 

duhh.. Mama.. Mama, Keina kena serangan jantung.. Manis banget Duh duh, jantungku, gak kuat’  batin Keina memekik.

 

“Kok cuma Devan doang yang disapa Kie, kak Angga kok nggak” Kiena menoleh kearah Angga yang tersenyum ramah.

 

“Oh, belum disapa ya??.. ha ha, hai kak Angga” sapa Kiena malu. Salah tingkah karna di perhatikan juga oleh Devan.

 

“Hai juga Kiena cantik”

 

“Ciieee… Ekhhemmmm!!” goda ketiga sahabatnya dan Kiena langsung melirik tajam kearah tiga temannya memberi tatapan membunuh, sedangkan Angga hanya tertawa kecil.

 

“Kak Devan lagi baca buku apa?” tanya Keina penasaran, bersyukur karna sekarang dia duduk didepan Devan.

Pokoknya sekarang Kiena harus bisa ngonbrol banyak sama Devan, kesempatan langka.

 

 

“Manajemen bisnis” jawab Devan singkat, tiba tiba cowok itu berdri dari duduknya, membereskan buku bukunya dan sebelum pergi Devan berpamitan pada Angga. “Angga, aku pergi dulu ya.. Kita lanjutin di rumah” sambungnya menepuk pelan bahu Angga dan berlalu begitu saja.

 

“Ok!” balas Angga.

Kiena mendesah kecewa, kenapa Devan sudah pergi kan Kiena masih kanget berat. Rupanya desahan kecewa itu didengar Angga.

 

“Kenapa Kie?” Kiena yang masih mengawasi kepergian Devan mengalihkan tatapannya, menatap wajah Angga yang menatapnya dengan alis terangkat.

 

“Eh, gak papa kok kak, kayaknya kak Devan pergi karna ada kita deh” cetus Kiena kikuk.

 

“Ha ha.. Enggak kok, Devan emang gitu. Santai aja”

 

“Tapi kayaknya kalian lagi ngerjain sesuatu” Kiena menatap buku milik Angga yang sudah tertutup dengan pandangan tak enak.

 

“Iya, tapi bisa dilanjutin dirumah kok”

 

“Rumah?” tanya Mona sambil menyeruput teh botol yang diambilnya dari lemari pendingin.

 

“Ha ha.. Iya, aku sama Devan sepupu, jadi kita tinggal serumah” jelas Angga santai.

Kiena ternganga kaget, begitu pula ketiga sahabat Kiena.

 

“Apa! Sepupu? Serumah?” tanya Rani tak percaya.

 

“Iya.. Emang kenapa?”

 

“Ya rasanya nggak cocok aja kak, kak Angga yang ramah dan super kinclong sepupuan sama kak Devan yang cupu” jawab Mona santai sambil menelisik wajah Angga dan membandingkannya dengan Devan yang cupu dan kaku itu.

 

“Kinclong? Dikira mobil” celetuk Della membuat Angga terkekeh melihat tingkah ketiga Juniornya ini.

 

Sedangkan Kiena, alarm dikepala Kiena langsung berbunyi ‘apa!! Sepupu? Serumah?.. Oh Tuhan, jadi ini yang orang orng selalu bilang kalau jodoh itu nggak akan kemana! dan sekarang gue punya alasan buat terus ketemu sama kak Devan!’ batin Kiena senang.

 

END OF PROLOG

Shan Love Story

20 Desember 2016 in Vitamins Blog

Love it! (No Ratings Yet)

Loading…

 

 

 

 

 

 

Tokyo 02-01-2107

Jemari lentik seputih salju itu tengah mengelus perutnya yang membuncit, uap akibat udara dingin mengepul keluar dari dalam mulutnya setiap kali ia menghembuskan nafas. Mata hijaunya yang indah menatap beberapa bunga sakura yang masih menempel dipohon walau keadaan saat ini tengah salju dengan udara membeku dingin.

langit Tokyo terlihat sedikit gelap karna awan abu-abu yang tertiup angin menutupi awan putih dan langit biru.

“kau bisa membeku jika berdiam disini terlalu lama dengan pakaian seperti itu” ucap sebuah suara khas gadis remaja dengan bahasa Inggris namun dengan aksen jepang yang begitu kental. Wanita dengan perut buncit itu menoleh dan tersenyum kecil memperhatikan gadis jepang yang sekarang berdiri didepannya dengan wajah cemberutnya yang lucu.

“sepertinya memang begitu” balasnya tertawa kecil, merasakan jika kulit dibalik jaket tipisnya sudah terasa dingin hampir mati rasa.

“aku dan Ibu mencarimu kesana kemari karna udara semakin dingin dan salju sudah mulai turun, tapi kau malah berdiri disini dengan hanya memakai pakaian tipis” protesnya kesal, gadis remaja berusia 16 tahun itu menghampiri wanita hamil itu lalu mengandeng tanganya.

“maaf Miki, aku hanya ingin berkeliling sebentar” ucapnya meminta maaf. Mereka berdua berjalan disepanjang trotoar taman untuk pulang.

“ahh.. satu bulan lagi maka aku akan melihat bayi kecil yang menggemaskan ini” pekik Miki senang sembari menatap perut wanita yang membuncit itu. “apa kau sudah menyiapkan nama untuk jagoan kecil ini?” tanya Miki.

“ya.. tapi aku tidak akan memberitaukannya padamu”

“kenapa?” bibir gadis ini mengerucut sebal.

“haha maaf, tapi aku berjanji kau adalah orang kedua yang aku beritau”

“benarkah? Aku sangat penasaran!” pekik gadis ini frustasi namun dengan mimik wajah yang senang.

“David onii-cha tadi telpon menanyakan keadaan mu”

Perempuan itu menoleh ketika mendengar nama David “lalu kau bilang apa?”

“Aku bilang jika  onee-chan sering keluar dengan pakaian tipis seperti ini!”

Dia  tertawa riang.. David akan memarahinya nanti, pria itu akan mengomelinya karna tidak memakai pakaian tebal.

“oh ya, aku hampir lupa…  dirumah ada yang mencarimu onee-chan” ucap Miki, wanita itu mengerutkan keningnya samar.

“siapa?”

“aku tidak tau.. tapi pria itu bilang jika dia berasal dari San Fransisco” jelas Miki membuat wanita hamil itu menghentikan langkahnya seketika.

 

San Fransisco 12-01-2016

 

 

“ada apa lagi?” tanya seorang gadis dengan seragam pelayan sembari membawa nampan berisikan secangkir kopi dan sepiring salad tuna, ia meletakkan cangkir dan piring itu dimeja dan menatap si pemesan. Pria tampan yang mengenakan setelan jas rapi dengan mata sebiru safir itu hanya menyengir mendapat ucapan ketus dari sang pelayan.

“memangnya aku tidak boleh kemari?” tanya pria itu cemberut.

“aku tidak pernah melarangmu, hanya saja aku protes karna setiap kali kau kemari, kau selalu menyuruhku untuk menemanimu! Padahal pekerjaanku banyak sekali” cerocosnya sebal sembari duduk dihadapan pria itu, pria tampan itu tertawa kecil, menenggak perlahan kopi hitam tanpa gula kesukaannya dengan perlahan.

“wajahmu jelek jika seperti itu bodoh!” ejeknya, menghiraukan wajah kesal gadis bermata zambrud yang saat ini tengah menyipitkan mata kearahnya.

“biar saja! apa peduliku” balasnya semakin ketus.

“Shan.. sepertinya ibu akan menjodohkanku dengan gadis pilihannya lagi kali ini” tergambar jelas wajah muak yang kentara disana, gadis dengan rambut ikal berwarna kuning tembaga itu langsung terdiam dengan wajah aneh yang sulit diartikan.

“kenapa kau tidak mencobanya? Aku yakin ibu mu akan senang kau menerima perjodohan itu” ucap gadis bernama Shan itu pelan, menyerukan pemikirannya. Bukan hanya sekali pria ini mengadu padanya, tapi ini sudah ke 10 kalinya.

“Aku tidak ingin.. jika pun nanti aku harus menikah, satu-satunya wanita yang kuizinkan menikah denganku hanya dirimu” jelas pria itu sembari menyeruput kembali kopinya memperhatikan si cantik Shanon yang memutar bola matanya malas. Gadis itu tidak kaget lagi dengan ucapan pria yang saat ini duduk didepannya itu, karna seorang Aidan Dane sudah sering mengatakan hal itu dan hanya di tanggapi malas oleh Shan.

Ia tau, ucapan Aidan itu hanya sebuah lelucon konyol yang nantinya akan membuat hatinya semakin sakit jika ia menanggapinya.

“ya, ya terserah dirimu” sahut Shan malas dan Aidan hanya tertawa lebar karna gadis itu tidak berpengaruh pada ucapannya, oh ya.. tentu saja karna ia sudah sering mengucapkan hal itu pada Shan.

“kapan acara wisuda?” tanya Aidan mengalihkan pembicaraan mereka. Shan mengedikkan bahunya tidak tau, ia juga masih berdiskusi dengan teman temannya kapan enaknya wisuda itu dilakukan. Sebentar lagi Shan akan lulus sarjana S1 dan berencana untuk bekerja diperusahaan Aidan dengan melamar dibagian Marketing. “aku akan memberimu hadiah nanti” sambung Aidan tersenyum misterius.

mendengar kata Hadiah, wajah Shan langsung berbinar senang.

“hadiah? apa? berlibur ke Hawai?” tanya Shan antusias membuat Aidan mencibir.

“tidak, hadiahnya adalah, jika nanti kau ingin melamar kerja ditempatku, aku yang akan mewawancaraimu sendiri. jadi itu akan lebih mudah dari pada menghadapi bawahanku” hampir saja Shan melemparkan nampan yang dipegangnya ini kewajah tampan aristrokat Aiden. benar-benar pria itu.. sangat menyebalkan. Shan fikir hadiah yang didapatkannya nanti itu sesuatu yang special, tapi Aidan malah memberikannya hal konyol.

“oh terima kasih Tn. Aidan yang terhormat! Aku sungguh tersanjung!” dengus Shan kesal.

“Hei! kau seharusnya berterima kasih padaku. Bawahanku hanya akan menerima 7 dari 20 orang yang akan melamar pekerjaan nantinya”

“terserah kau saja! aku harus kembali bekerja” Shan beranjak dari tempat duduknya dan melenggang pergi dari hadapan Aidan.

sedangkan Aidan, pria itu hanya menggelengkan kepalanya dengan senyum kecil yang menghiasi wajah tampannya.

 

***

 

Shan memutar knop pintu apartemennya, mulutnya menguap karna sedikit mengantuk. Beberapa hari ini ia sengaja lembur agar gajinya naik, sewa apartemen menunggak 4 bulan. Ia benar-benar tidak enak pada pemilik apartemen yang begitu baik.  Mrs. Dotty yang sudah tua itu menyuruh Shan untuk tidak perlu menghkawatirkan biaya apartemen.  tapi jika nanti dia bekerja di perusahaan Aidan pasti Shan akan melunasi semua hutangnya.  Bicara soal Aidan, yaahh Shan seharusnya bersyukur karna pria itu sendiri yang akan mewawancarainya, dia akan berterima kasih besok.

“kau datang!” Shan tersentak dari lamunanya dan hampir terjungkal kebelakang saat tiba-tiba wajah Aidan muncul diapartemennya yang gelap ini.

“Aakkhh!” pekik Shan histeris. Terdengar Aidan yang malah terkekeh, pria itu menghidupkan lampu apartemen Shan dan menemukan gadis tengah membatu dengan menatap horor kearahnya.

“Apa-apaan ini!!” teriak Shan dengan suara 10 oktaf yang langsung membuat Aidan menutup telinganya.

“kau ingin membunuhku!” kesal Aidan mengelus telinganya yang terasa pengang.

“Kau yang ingin membunuhku! Menurutmu lucu apa jika kau melakukan hal ini! Bagai mana jika aku punya penyakit jantung dan langsung meninggal ditempat!!” bentak Shan murka.

“kau ini senang sekali marah-marah, aku hanya ingin menyambutmu tapi lupa menghidupkan lampu” jelas Aidan dengan wajah tidak berdosa, pria itu berjalan kearah ruang tamu kemudian duduk di sofa dan menghidupkan televisi. Shan menghela nafasnya kasar.

“kenapa kau disini!” ketus Shan, gadis itu melepas mantelnya juga ikut duduk disebelah Aidan.

“aku lapar, tapi hanya ada mie instan dilemarimu” jelas Aidan dengan mengedikkan bahu.

“lalu?”

“aku tidak terlalu menyukai mie Shan, makanan instan itu tidak sehat”

“lalu kenapa kau masih disini huh? Pulang sana atau makan direstoran. Aku tidak punya apapun kecuali mie instan untuk kumasak” dengus Shan, dia beranjak dari tempat duduknya dan berniat untuk tidur karna ini sudah larut.

“bohong, Jelas-jelas banyak bahan makanan di dalam lemari pendingin” cibir Aidan. Shan menaikkan sebelas alisnya.

“aku tidak punya apapun di kul-”

“coba saja lihat bodoh!” potong Aidan cepat, Shan mendengus sebal, ingin rasanya ia memukul kepala pria itu. Aidan itu otaknya bebal!. Dengan langkah malas Shan berjalan kearah lemari pendingin dan membukanya, membuktikan jika tidak ada apapun didalam lemari pendinginnya kecuali…

sejenak Shan mematung didepan kulkas dengan mata terbelalak tak percaya. Didalam lemari pendingin miliknya itu terdapat berbagai macam sayur, danging, makanan ringan dan juga berkaleng kaleng bir. Seumur-umur ia tidak pernah mengisi kulkasnya dengan bahan makanan menumpuk seperti ini. Tapi..

“kau yang melakukannya?” tanya Shan membalikkan badannya dan menatap Aidan yang sedang menonton tv. Aidan hanya sekilas menoleh kemudian kembali menatap layar tv.

“Aidan! berapa kali harus kubilang padamu, kau tidak perlu melakukan ini. Jangan membuatku semakin terbebani, jangan membuatku semakin berhutang padamu dan jangan membuatku semakin..” Shan berhenti berteriak, bibirnya bergetar dan matanya berkaca-kaca, kalimat yang satu ini seolah enggan keluar dari tenggorokannya. “mencintaimu” batin Shan sedih.

Dilihatnya Aidan berdiri dari duduknya dan menghampiri Shan yang memalingkan wajah, enggan melihat sosok Aidan. Wajah pria itu terlihat juga terlihat sedih. pria itu menghela nafasnya berat, dia meraih kedua pundak Shan kemudian memutar tubuh gadis itu untuk berhadapan dengannya.

“aku hanya ingin membantumu Shan, aku hanya ingin menjagamu” ucap Aidan.

“Milo sudah meninggal! Jika semua yang kau lakukan ini adalah karna amanatnya, maka lupakanlah. Aku tidak butuh” Shan menepis kasar tangan Aidan yang mencengkram bahunya kemudian membalikkan badannya berniat untuk masuk kedalam kamar, tapi cekalan Aidan dilengannya menghentikan langkahnya.

“Milo memang memintaku untuk menjagamu.. tapi aku tulus”

“maka dari itu jangan lakukan.. kumohon, ini yang terakhir kalinya” mohon Shan frustasi, baginya apa yang sekarang dilakukan pria itu malah semakin membebaninya. Malah membuatnya semakin tergantung pada Aidan dan semakin membuatnya enggan keluar dari zona nyaman akibat perlakuan Aidan selama ini padanya. Aidan menghela nafas, perlahan cekalan tanganya di lengan Shan mengendur.

“maafkan aku..” lirih Aidan, ia berbalik kearah sofa, mengambil jasnya hendak pergi. Lagi lagi Shan menghela nafasnya dengan kasar tidak tega.

“kau lapar bukan, aku akan memasak” ucap Shan menghentikan Aidan yang hendak pergi.

 

***

 

Sudah satu 2 minggu sejak terakhir kali mereka bertemu, Aidan yang sibuk dan selalu melakukan perjalanan bisnis ke berbagai negara sedangkan Shan, sibuk dengan kerja part timenya dan juga menunggu wisuda yang akan dilaksanakan besok. Namun pria itu masih sempat menelpone yang sekedar menanyakan apa Shan sehat dan makan teratur.

siang ini acara wisudanya, dengan semangat menggebu Shan datang kekampusnya menerima penghargaan sebagai mahasiswa terbaik dengan nilai cumlaud. jadi yang akan ia lakukan setelah ini adalah menyusun berkas-berkas lamaran kerjanya, kemudian berhenti dari restoran tempatnya bekerja selama ini. ia harus menyiapkan diri bekerja di perusahaan rasaksa milik Aidan.

Shan menatap semua orang yang berada di outdor, semua orang tua atau kerabat terdekat mereka datang untuk menyaksikkan anak, adik atau kakak mereka lulus.  Sedangkan dirinya, tidak ada siapapun. yaa, Shan hanya sebatang kara setelah kepergian Milo 2 tahun lalu.  Aidan juga tidak datang, padahal Shan sudah memberi taunya jika hari ini ia Wisuda.

“Selamat untuk kelulusanmu” sebuket bunga bawar merah cantik terpampang didepan wajah Shan, suara yang begitu dirindukannya selama satu dua minggu ini akhirnya terdengar juga ditelinganya. Shan mengambil buket itu kemudian membalikkan badanya, sosok tampan dengan tubuh tinggi tegap didepannya ini tengah tersenyum manis menatap kearahnya.  Senyum yang selalu membuat jantungnya berdetak kencang, senyum yang selalu membuat pipinya merona dan senyum yang selalu menenangkannya jika Shan sedang dalam keadaan sedih.

“Thanks, aku fikir kau tidak akan datang untuk sekedar memberiku selamat” Shan mencium bunga mawar itu, sangat harum. Ini pertama kalinya Aidan memberinya sebuket bungan kesukaannya, Shan akan menjaga bunga ini agar tidak layu nanti.

“maaf aku telat, pesawat penerbangan London- SF ditunda”

“tidak apa.. asal kau datang aku senang” ucap Shan tersenyum lebar, memperlihatkan gigi gigi kelincinya yang lucu. Aidan memajukan wajahnya menatap lekat-lekat wajah Shan membuat gadis cantik itu memundurkan wajahnya seketika.

“apa kau merindukanku?” tanya pria itu jahil. Shan mengerjapkan matanya, mulai merasakan jika pipinya mulai merona.

“A..pa.. jangan bercanda!” gugup Shan tiba tiba, dipeluknya buket bunga itu, menciuminya lagi.. tanpa Aidan sadari Shan tengah tersenyum lebar sembari menenangkan detak jantungnya yang tiba-tiba menggila.

“ah, sayang sekali.. padahal aku sangat merindukanmu” ucap Aidan masih betah menggoda Shan. Gadis itu dan meninju pelan lengan Aidan berpura-pura kesal, padahal berbeda dengan keadaan jantungnya yang sedang lari maraton didalam sana.

“Shanon! aku telat ya” suara lembut itu membuat Shan menoleh dan mendapati sosok pria tinggi dengan wajah imut tengah tersenyum menyesal. Pria itu menyerahkan buket bunga yang sama dengan yang Aidan berikan.

“oh David, kau jadi datang?” Shan menerima buket itu dari tangan pria bernama David. “terima kasih bunganya, sangat cantik”

“tentu saja aku datang, tapi aku tadi ada sedikit masalah” jelas David.

“masalah apa? Apa serius?” cerca Shan, dia fikir tadi pria ini tidak akan datang mengingat kafe di jam makan siang seperti ini sangat padat.

“hanya masalah kecil dan sudah selesai” David mengibaskan tanganya mengisyaratkan agar Shan tidak perlu cemas.

“aku senang kau datang, terima kasih”   David menggerutu “seharusnya aku tidak telat agar kau lebih senang lagi” godanya membuat Shan tertawa kecil.

“Aku tunggu dimobil” sahut Aidan tiba-tiba, wajah pria itu terlihat datar dan dingin. Setelah mengatakan itu, Aidan tanpa berniat berkenalan dengan David berjalan menuju mobilnya yang terparkir tak jauh dari tempat mereka berdiri saat ini.

Shan mengerutkan keningnya mendengar nada suara pria itu juga perubahan ekpresi wajah Aidan.

“siapa?” tanya David.

“teman Milo” jawab Shan menatap sedih punggu Aidan.

 

***

 

Aidan menatap jengah kearah pria imut bernama David yang tiba-tiba muncul dan langsung merebut perhatian Shan. Selama kurang dari 30 menit mereka mengobrol dibawah pohon sembari tertawa. Sesekali pria itu mengelus kepala Shan membuat Aidan kesal. Tapi tunggu.. kenapa dia harus kesal, seharusnya dia senang Shan dekat dengan pria yang Aidan bisa lihat pria itu pria yang baik.

bukankah itu janjinya pada Milo. Melindungi Shan dan membantu Shan sampai gadis itu menemukan pria yang tepat. Barulah Aidan akan melepasnya. Tapi sekarang.. bukannya senang melihat keakraban Shan dan pria itu, hatinnya malah kesal begini.

rasanya ia ingin menyeret Shan menjauh dari pria itu.

“Maaf aku lama.. David sedang menjelaskan menu baru direstoranya” ucap Shan yang sudah duduk disebelah Aidan. Gadis itu menunjukkan buku resep yang diberikan David tadi.

“bukannya kau akan keluar dari restoran itu? kenapa masih harus diberitau resep terbaru” dengus Aidan kesal.

“kemungkinan aku keluar dari sana itu satu satu bulan lagi.. jadi apa salahnya ia memberitauku” balas Shan membela diri.

“terserah, jadi kau ingin kemana hari ini, aku mentaktirmu”

“tidak perlu.. aku akan memasak di apartemen, kita rayakan kelulusan diapartemenku!”

“kau yakin?”

“kenapa? Aku akan memasak menu baru yang David tadi berikan kepadaku..” seru Shan bersemangat, sedangkan Aidan malah semakin mendengus kesal.

**

Berkali-kali Shan memekik senang setiap kali suapan sendok gadis itu masukkan kedalam mulutnya, berkali-kali memuji kepala David yang jenius bisa menciptakan masakan seenak ini.

berkali-kali juga Aidan mengomeli Shan agar tidak terlalu berlebihan tapi hanya dibalas dengusan bosan oleh Shan.

setelah selesai makan, kini mereka duduk disofa sembari menonton tv ditemani bir dan beberapa cemilan. tidak ada yang berbicara untuk memecah keheningan, mereka berdua sibuk dengan pemikiran masing-masing.

“bagaimana dengan gadis yang dijodohkan denganmu itu” tanya Shan memulai percakapan tanpa menoleh kearah Aidan, dia menegak birnya masih tetap menonton tv. Aidan menggedikkan bahunya.

“aku sudah menolaknya, tapi penyakit ibu kambuh”

” jadi kau menerima perjodohan itu?” tebak Shan dan langsung diangguki malas oleh Aidan.

“selamat. semoga dia wanita yang tepat untukmu” Shan menoleh dan tersenyum kecil, senyum yang dengan sukuat tenaga ia pertahankan, senyum palsu yang ia coba berikan. memantapkan hati, jika hari ini pasti akan terjadi.. melepas Aidan bersama wanita lain.

Aidan menatap datar Shan yang tengah tersenyum lembut memberinya ucapan selamat, Aidan membuang muka. Sungguh pria itu tidak tau dengan perasaanya saat ini, perasaannya aneh dan membuatnya pusing sendiri.  Ia sedikit kecewa saat mengetahui Shan tidak sedikitpun sedih mendengar perjodohannya. Heh.. memangnya apa yang Aidan harapkan. Mengharapkan Shan menyukai dirinya. Mustahil. Gadis itu tidak mungkin berfikiran sampai sejauh itu.

“menurutmu apa David orang yang tepat untukku?” tanya Shan, tanganya sibuk membuka satu botol yang masih penuh kemudian meminumnya. Tak ada jawaban dari Aidan, Shan menoleh, keningnya berkerut mendapati pria itu tengah menatap dirinya dengan tatapan yang sulit diartikan.

“Kau menyukai si David itu?” bukannya menjawab Aidan malah balik bertanya.

“untuk saat ini tidak, tapi aku akan berusaha menyukainya.. David mengatakan jika dia meny-” ucapan Shan terpotong ketika Aidan mengucapkan hal yang membuat Shan akhirnya bungkam.

“kalau begitu jangan” gumam Aidan “jangan mencintainya” sambung Aidan hingga membuat Shan terperangah kaget, gadis itu terdiam menatap wajah Aidan yang tiba tiba mendekat dan mempersempit jarak diantara mereka.

Cup~

Satu kecupan mulus mendarat dibibir Shan semakin membuat gadis itu melebarkan matanya bulat-bulat.

“aku tidak tau kenapa aku sangat kesal melihat mu bersama pria itu” oceh Aidan, ia meraih kepala Shan dan menahan tengkuk gadis itu kemudian mengecup lagi bibir Shan. Tidak ada balasan dari Shan, gadis itu hanya terdiam dengan tubuh kaku.

“Aku sangat kesal pada si David itu, bisakah kau hanya untuku”

“A..idan!” Shan berusaha menolak ketika pria itu membaringkannya di sofa, membelai pipi merona Shan yang lembut seperti bayi.

“ssttt.. aku tidak akan menyakitimu” Malam itu mereka tidak tau jika tindakan yang mereka lakukan akan merubah segalanya!

 

***

 

Shan mengerjapkan matanya merasakan sinar matahari menembus melalui celah-celah gordennya yang tertutup, tubuhnya luas biasa pegal dan kakinya terasa lemas, juga… sakit.

ia membalikkan tubuhnya ingin melihat sosok Aidan, keningnya berkerut mendapati tidak ada siapapun disampingnya. Shan menegakkan tidurnya, apa pria itu sudah pulang.. tapi..

pandangan matanya menangkap roti bakar, jus buah dan juga pil obat di atas laci samping tempat tidurnya. Juga terdapat note kecil.

Maafkan aku harus pulang, aku sungguh minta maaf. Minum obat itu untuk mengurangi sakitnya. nanti siang aku akan datang lagi, aku janji. dan juga aku ingin mengatakan sesuatu padamu. apapun yang terjadi, percaya padaku.

Kalimat pendek yang mampu membuat Shan tersenyum dengan pipi merona. Tidak kata yang special atau kata romantis. Tapi kata ‘Percaya padaku dan aku janji’ sungguh membuah hatinya tenang.

 

***

 

Bisakah dia masih tetap percaya dengan Aidan disaat pria itu sudah menjadi milik orang lain, meninggalkan hasil yang saat ini dikandungnya. Pria itu tidak pernah datang lagi setelahnya. Pria itu seolah menghilang ditelan bumi. Berkali-kali Shan menghampiri tempat kerja Aidan tapi satpam selalu melarangnya masuk kedalam gedung kantor.

hampir tiga bulan Aidan tidak lagi menghubunginya, bahkan ponsel pria itu tidak aktif. Shan masih tetap percaya jadi ia harus tetap menunggu dan tetap percaya.

Shan meraba perutnya yang sedikit membuncit. Saat mengetahuinya, saat itu dia sudah 2 minggu tidak datang bulan. Dengan perasaan campur aduk Shan membeli test pack dan hasilnya benar-benar membuatnya terkejut. dia hamil.

Shan bertekat dia akan menemui Aidan dan memberi tau jika dirinya hamil saat ini, dia harus datang kerumah pria itu. tidak peduli jika Ibu Aidan memakinya atau satpam mengusirnya, dia harus memberitau Aidan jika dia tengah hamil anak pria itu.

Entah kenapa sebelum Shan tiba dirumah Aidan ada perasaan takut yang tiba-tiba menjalar dihatinya dan perasaan takut itu semakin menjadi ketika melihat dari kejauhan rumah megah itu terlihat ramai didatangi oleh orang-orang kaya.  Didepan terdapat rangkaian bunga dengan ucapan selamat pertunangan kepada Aidan dan Jessica. Shan meremas kuat kuat jemarinya hingga buku buku jemarinya memutih, satu tetes air mata lolos dari mata cantik berwarna zamrud itu. Shan menutup mulutnya menahan isak tangis..  dia berbalik, melangkah pergi.. dengan tangis yang tiba-tiba pecah tanpa bisa ditahan lagi. Dia menangis.. untuk kedua kalinya setelah kepergian Milo. dia tidak bisa mempercayai pria itu lagi.. tidak.

 

Tokyo 30-12-2016

“Harapanku ditahun baru ini, semoga Ibu dan Kak Shan bahagia, sehat selalu” ucap Miki berdoa, sembari menatap lagit malam yang dihiasi oleh bintang juga kembang api yang begitu indah.

“aku juga.. harapanku semoga bibi, kau dan anakku sehat.. aku sangat berterima kasih pada kalian” Shan tersenyum tulus sembari mengelus perutnya yang satu bulan lagi akan lahir seorang bayi mungil.

“harapan ibu, semoga Miki selalu sehat dan semoga kau dan bayimu sehat selalu Shan” wanita paruh baya itu megelus kepala Miki dan satu tanganya yang lain mengelus perut Shan dengan sayang.

“terima kasih ibu, bibi..” sahut keduanya bersamaan.  Ketiga wanita ini berjalan-jalan mengelilingin pasar untuk berjalan-jalan, karna dimalam taun baru ini pameran sangat ramai.

sesekali Shan berhenti untuk duduk karna lelah, ia mengelus perutnya. Jauh dilubuk hatinya ia selalu mendoakan Aidan selalu sehat. Karna saat lahir nanti orang pertama yang akan ia beritau nama bayinya adalah Aidan. apapun yang terjadi Aidan harus mengetahuinya.

“semoga kau selalu bahagia Aidan, aku sangat mencintai mu” gumam Shan pelan.

 

**

 

Kalian tidak pernah tau apa yang dialami Aidan selama hapir 7 bulan ini, pria itu nyaris gila. Temprament pria itu tinggi, kesalahan sedikitpun yang dilakukan karyawannya pria itu tidak segan segan memecatnya.

ia tidak bisa menepati janjinya untuk datang lagi pada Shan karna ibunya melarangnya. Jika sampai ia menemui Shan ibunya itu akan bunuh diri. Tentu saja Aidan tidak bisa kehilangan ibunya, jadi Aidan tidak bisa melakukan apapun.

4 bulan setelahnya akhirnya ia dapat melakukan aktifitas tanpa mata-mata ibunya. Saat ingin memgunjungi Shanon, apartemen gadis itu kosong. Aidan menanyakannya pada pemilik apartemen dan mengatakan jika Shan sudah lama pindah. Aidan menggeram merutuki kebodohannya, pasti gadis itu marah dan meninggalkannya.  Akhirnya tujuan Aidan selanjutnya adalah restoran tempat Shan bekerja. Berharap menemukan gadis itu disana, dia melihat  David yang tengah melayani pesanan. Tapi ia tidak menemukan keberadaan Shan diantara 10 karyawan berseragam itu.

Dengan tidak sabaran Aidan berjalan kearah David dan langsung menanyakan Shan. Tapi pria imut itu hanya menatapnya datar dan berlalu begitu saja.  Tidak menyerah Aidan memaksa David hingga akhirnya membuat pria itu geram dan langsung melayangkan tinju telak pada Aidan. tidak memperdulikan jika semua orang tengah menatap kearah mereka dan menjadikan mereka bahan tontonan.

“Shan hamil brengsek!” maki David marah, menatap jijik kearah Aidan. ucapa David seperti sebuah bom yang meledak tepat dikepalanya, membuat dadanya sakit.  Aidan memejamkan matanya, tangannya mengepal kuat.  Bodoh! Pasti gadis itu menderita, kau memang bajingan brengsek Aidan.

“Dimana dia” lirih Aidan sedih dan penuh penyesalan. Ia sudah membuat kesalahan besar.

“Cari sendiri, pergilah aku muak melihatmu” usir David.

“dimana Shan, kumohon!”

“pergi atau kupanggil polisi!” bentak David. Aidan mengusap wajahnya kasar kemudian berlalu pergi dari restoran dengan wajah lesu.

pria itu menyewa jasa detektif terkenal untuk mencari keberadaan Shan, setiap kali para detektif itu gagal Aidan langsung marah menyumpah serapahi mereka.  Akhirnya pencariannya selama 3 bulan ini membuahkan hasil. Shan berada di Tokyo jepang. Dirumah ibu baptis David. Salah satu detektif yang mengikuti David pernah tidak sengaja melihat bungkusan berisi pakaian hangat bayi yang dimasukkan kedalam kotak kayu dan kemudian terdapat tujuan pengiriman yang ternyata ke Tokyo jepang.

 

****

 

Tokyo 02-01-2017

Berkali kali Shan menghembuskan nafasnya, entah kenapa jantungnya berdetak sangat cepat. Miki membuka pintu rumah mereka, saat sampai diruang tamu langkah Shan terhenti, nafas wanita itu memburu. Matanya membulat tak percaya. Sosok didepannya itu terlihat berantakan.  Aidan jatuh terduduk menatap Shan terutama perut buncit Shan.  Miki sudah pergi bersama bibi untuk memberi kesempatan mereka berbicara.

“Shan..” gumam Aidan Serak, menatap nanar kearah sosok Shan dengan perutnya yang membuncit.

“Kenapa kau terlihat begitu kacau?” tanya Shan berusaha menahan air matanya, mempertanyakan keadaan pria itu yang terlihat begitu kacau.

“Maaf Shan.. maafkan aku” air mata pria itu jatuh, pria itu terisak. Shan terdiam ditempat, air matanya juga pecah.

“Aku tidak berniat menutupinya darimu, aku ingin mengatakan jika aku hamil.. Tapi saat aku datang kerumahmu, disana acara pertunanganmu dengan wanita bernama Jessica. Aku marah padamu! Aku kesal, benci.. Rasanya aku ingin mati.. Kau melanggar janjimu dan aku tidak bisa mempercayaimu lagi..” isak Shan sejadi jadinya.

“Maaf Shan, maafkan aku karna membiarkanmu sendiri selama 8 bulan ini, maafkan aku karna memberimu luka.. Maafkan aku Shan, saat itu ibu ingin bunuh diri jika aku menemuimu.. maaf Shan!” Aidan terus mengucapkan maaf.

“Lalu kenapa kau kemari?” tanya Shan masih dengan terisak, meluapkan semua emosi yang selama ini terpendam dihatinya.

“Aku sudah memutuskan pertunanganku 3 bulan yang lalu setelah aku mengetahui jika kau hamil.. Aku bilang pada Ibu jika kau hamil anakku”  Perlahan Shan menghampiri Aidan dan langsung memeluk pria itu. Menenggelamkan kepalanya didada bidang pria itu. menangis sejadinya..

“aku sangat membencimu.. aku benci..Kenapa kau baru datang.. Aku sangat menderita Aidan!” isak Shan memukuli dada Aidan, ingin rasanya dia menghukum pria ini karna sudah menyakitinya, membuatnya menderit hingga seperti ini.

“Maaf shan..” hanya itu yang bisa di ucapkan Aidan sembari memeluk Shan dengan era.

***

 

Aidan mengelus perut Shan, saat ini mereka sedang berbaring dikamar Shan.  Aidan terus mencium perut Shan dan juga sesekali mengecup bibir Shan membuat pipi perempuan itu merona.

“Apa kau melakukan ini karna merasa bersalah” tanya Shan.

Tentu saja idak! apa kau masih ingat dengan note yang ku tulis waktu itu ‘aku akan datang siang ini dan ingin mengatakan sesuatu’ waktu itu aku ingin mengatakan perasaanku padamu..”

“Apa itu?”  tanya Shan dengan mata berkaca kaca.

“Aku mencintai mu Shan ,ternyata selama ini aku tidak sadar jika sudah mencintai mu” satu tetes air mata Shan jatuh, inilah kalimat paling indah yang pernah dia dengar. Shan menganggukkan kepalanya. Jemarinya menyentuh pipi Aidan.

“Aku juga…”  Aidan  memeluk tubuh Shan dan tersenyum bahagia, ternyata Shan juga mencintainya.

“Terima kasih Shan.. Maaf sudah membuat mu menderita selama ini”

“Dimaafkan..” balas Shan, semakin menenggelamkan kepalanya didada bidang Aidan.

“Bagaimana kau bisa berada disini?”

“Waktu itu aku datang pada David dan bilang ingin menghilang, tidak ingin di temukan oleh mu.. Lalu David membawaku ke Jepang.. Dia menitipkan ku pada bibi Ayako.. Dia ibu baptis David sekaligus sahabat ibu David..”

Aidan memejamkan matanya.. Gadisnya ini selama ini begitu menderita, menanggung beban karna kesalahannya.

“Aku harus berterima kasih pada mantan Bos mu dan juga bibi Ayako” ucap Aidan di balas anggukan oleh Shan.

Tapi kali ini Aidan berjanji.. Dia tidak akan membiarkan Shan menderita, dia akan melawan semuanya untuk Shan juga calon anak mereka nantinya.

 

TAMAT!!

 

DayNight
DayNight