Katanya jangan menilai buku hanya dari sampulnya saja. Tapi faktanya adalah kebanyakan orang lebih suka menghakimi tanpa mau mengenal lebih jauh. Ya seperti istilah “Tuhan yang menghendaki, kita yang menjalani, dan orang lain yang mengomentari.”
Nah pertanyaan Rina adalah andai kata kalian dalam posisi merasa tak bersalah, tapi dianggap bersalah, dan tak peduli seperti apapun kalian menjelaskan, orang-orang tetap pada pemikiran mereka. Bagaimana sikap kalian? Tetap kekeh berusaha mengklarifikasi atau bodo amat disalahkan ya terserah?
JFF gaiss.. makasih yang mau jawab. Stay safe, stay well, peace, cheers, and God bless y’all! :sopan
Kalau Kasusnya benar kita tidak bersalah, pertama kita yakin dulu dasa dan alasan pendukung ‘kebenaran’ kita itu benar2 valid, (ada data/buki yg valid)
kalau poin pertama beres, berusaha sesabar mungkin menjelaskan kondisi kita, alasan kita sembari menunjukkan data dan bukti sbg penunjang.
Jika ternyata gagal?
Ya cuma bisa sabar sih, berharap pada waktu yg akan menunjukkan siapa yang benar/siapa yg salah.
Tapi…
Pepatah jawa bilang (saya translete ke B indo) “Tidak ada orang yg bisa melihat punggung sendiri, selain tanpa bantuan (org lain/cermin dsb)
Nah…
Relasinya dengan kasus ini, seberapa banyak prosentasi yang percaya dan tdk percaya dengan ‘kebenaran’ kita, dan seberapa kredible ereka yg menjudge (apakah mereka2 org2 yg dlm kesehariannya sll bersikap dan berpendapat secara cerdas, open minded dan obyektif, ataukah mereka org2 yg terbiasa mengembangkan asumsi negatif/baperan/mendramatisir persoalan)
faktor2 ini bisa menjadi pertimbangan kita untuk intropkesi kedalam.
Kebenaran yg kita yakini, apakah kebenaran yg bs diterima secara umum dan obyektif atau kebenaran subyektif?
Sederhananya, kalau kita yakin benar, tp ada BANYAK pihak tdk bisa menerima “kebenaran”kita, ada baiknya kita juga intropeksi kedalam diri.
Aku tipe orang bodo amat orang mau komentar apa yg penting aku ga keluar dti norma dan agama