Baca Novel Bagus Gratis Sampai Tamat › Forum › Forum Hiburan & Sharing › TAHUKAH ANDA? › PSYCHOLOGY: COPING STRESS
Di-tag: Psikologi
- This topic has 8 balasan, 6 suara, and was last updated 8 years, 5 months yang lalu by WidiaGhyfra.
-
PenulisTulisan-tulisan
-
-
30 Mei 2016 pada 7:50 pm #58805WidiaGhyfraPeserta
Hai..
Rasanya tidak lengkap jika saya tidak share mengenai coping stress setelah kemarin saya share mengenai pengertian stress, sumber stress dan reaksi-reaksi stress.
Saya mengubah beberapa kata menjadi kalimat yang mudah dipahami untuk orang di luar latar belakang Psikologi. Semoga hal ini bisa bermanfaat untuk para vitamins yang menghayati dirinya sedang berada dalam kondisi stress.
Sebelum kita mulai pada pembahasan yang utama, apakah para vitamins sebelumnya sudah mengetahui apa itu coping? Yap.. Coping adalah mengatasi. Sederhananya coping stress adalah bagaimana cara kita mengatasi stress.
Sedangkan menurut Lazarus (1984) Coping stress merupakan perubahan kognitif dan tingkah laku yang terus menerus sebagai suatu usaha individu untuk mengatasi tuntutan eksternal dan internal yang dianggap sebagai beban atau melampaui sumber daya yang dimilikinya dan membahayakan keberadaan atau kesejahteraannya.
Coping stress memiliki dua fungsi penting, yaitu terkait dengan mengatasi permasalahan yang menyebabkan stress dan mengatasi respon emosional yang timbul karena permasalahan. Lazarus dan Folkman (1980) menyebutnya sebagai problem focus coping dan emotional focus coping.
1. Problem Focus Coping merupakan coping stress yang digunakan untuk memecahkan masalah. Upaya yang dilakukan berpusat pada masalah, diarahkan pada mendefinisikan masalah, memunculkan alternatif tindakan dan tingkah laku. Strategi coping ini mencakup perubahan motivasi dan kognitif.
Saya mengambil contoh yang mudah, yaitu skripsi.Ex: Kamu menghayati mengerjakan skripsi adalah sumber stress, apalagi jika mendapat dosen pembimbing yang super perfect dan kerjaannya mengutak-atik penelitian yang sudah kamu buat. (Sebel banget kan? Pasti! Karena saya mengalami hal itu. Hahaha)
Walaupun kamu menganggap hal itu adalah sumber stress yang besar, tetapi kamu menganggap hal itu bukan sebagai sumber stress yang membuat kamu down, tetapi kamu malah semakin termotivasi untuk terus mengerjakan skripsi dan mencoba menuruti keinginan dosen pembimbing kamu.Lazarus menjelaskan bahwa problem focus coping memiliki dua bentuk, diantaranya:
a. Planful problem solving, yaitu strategi dimana individu berusaha untuk mengubah keadaan secara hati-hati dengan menganalisis masalah yang dihadapi, membuat perencanaan pemecahan masalah, lalu memilih alternatif pemecahan masalah tersebut.Ex: Misalnya ketika variabel penelitianmu ditolak terus-menerus oleh dosen pembimbing. Kamu mulai berpikir, apa yang menyebabkan dosen sampai terus menolak variabel penelitian kamu? Apakah karena variabel tidak sesuai fenomena di lapangan atau karena hal lain?
Jika kamu sudah mengetahui jawabannya, kamu baru buat planning untuk pemecahan masalah. Misalnya dengan wawancara dan observasi lebih lanjut peristiwa di lapangan seperti apa, banyak baca buku, meminta masukan dosen lain atau mungkin kamu bisa sharing dengan teman yang kamu anggap mampu.b. Confrontative coping, yaitu strategi dimana individu secara aktif atau agresif mencari cara untuk mengatasi keadaan yang menekan dirinya.
Ex: Karena variabel penelitian terus-menerus ditolak oleh dosen. Kamu secara agresif mendekati dosen pembimbing, meminta petunjuk kepada beliau mengenai kelanjutan skripsi kamu harus bagaimana. Walaupun kamu bosen terus bertemu dengan dosen pembimbing (seperti saya, kerajinan bertemu dosen pembimbing seminggu sekali), tetapi kamu terus bertahan supaya mengatasi keadaan stress tersebut.
2. Emotional Focus Coping merupakan bentuk coping stress yang diarahkan untuk mereduksi, mengurangi, membatasi atau mentolerir stress emosional yang dihasilkan oleh stressor. Bentuk coping ini mencangkup pengurangan distress emosional, yang mencangkup strategi seperti menghindar, meminimalisir, membuat jarak, melakukan selective attention, positive comprarison, serta menilai positif mengenai kejadian yang dialami.
Ex: Ketika kamu melamar kerja di perusahaan X. Setelah kamu selesai melakukan serangkaian tes psikotes dan lainnya, ternyata kamu ditolak. Stress? Pasti! Bagi yang menghayati penolakan sebagai sumber stress (Termasuk ditolak ketika nembak calon pacar. Hahaha. Abaikan!)
Kamu menggunakan strategi positive comparison untuk mengatasi stress tersebut, dengan membandingkan diri sendiri dengan orang lain (dalam artian yang positif). Kamu berpikir bahwa skill kamu bagus, tetapi skill pelamar yang diterima kerja lebih dibutuhkan oleh perusahaan ketimbang skill kamu.Beberapa bentuk emotional focus coping, diantaranya:
a. Seeking social support merupakan strategi dimana individu berusaha mencari dukungan dari pihak-pihak diluar dirinya yang berupa dukungan emosional ataupun informasi.b. Distancing merupakan strategi dimana individu berusaha melepaskan diri sejenak dan mengambil jarak dari masalah yang dihadapi.
c. Avoidance, strategi dimana individu berusaha menghindari atau melarikan diri dari permasalahannya dengan cara menyangkal.
d. Positive appraisal, strategi dimana individu akan berusaha untuk menciptakan makna positif yang lebih ditujukan untuk pengembangan pribadi, juga melibatkan hal-hal yang religius.
e. Self control, merupakan strategi dimana individu akan berusaha untuk meregulasi perasaan maupun tindakan yang akan diambil.
f. Accepting responsibility, strategi dimana individu sadar akan perannya dalam permasalahan yang dihadapinya dan mencoba memperjelas masalahnya secara objektif.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Coping Stresss
Menurut Lazarus & Folkman (1984), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan penggunaan coping yaitu:
1. Kesehatan dan Energi
Kesehatan dan energi merupakan sumber fisik yang sering dapat mempengaruhi upaya menangani atau menanggulangi masalah, individu lebih mudah menanggulangi upaya jika ia memiliki kondisi tubuh yang sehat. Saat individu sakit atau dalam keadaan lemah, maka ia akan memiliki energi yang kurang cukup untuk melakukan coping stress secara efektif. Maka dari itu semakin baik kesehatan seseorang, maka orang tersebut akan memiliki kecenderungan untuk memilih menggunakan problem focused coping dalam menghadapi beban Stress mereka.
2. Keterampilan dalam memecahkan masalah
Keterampilan memecahkan masalah termasuk kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi dengan tujuan mengidentifikasi masalah dalam rangka mengembangkan dan mempertimbangkan alternatif tindakan, melakukan antisipasi dari suatu alternatif, serta memilih mengimplementasikan rencana tersebut pada suatu bentuk tindakan. Semakin tinggi kemampuan problem solving seseorang maka dia akan memilih untuk menggunakan problem focused coping dalam menghadapi beban stress mereka, karena dengan problem solving yang tinggi akan secara efektif mencari alternatif pemecahan masalah yang dihadapinya sehingga membantu mengurangi beban stress yang dirasakan dan dapat memfokuskan diri untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.
3. Keyakinan diri yang positif
Melihat diri sendiri secara positif dapat menjadi sumber psikologis yang sangat penting untuk coping stress. Pemikiran yang positif bahwa seseorang dapat mengontrol sesuatu, serta belief yang positif akan keadilan, kebebasan, maupun Tuhan juga menjadi sumber-sumber yang penting.
4. Dukungan Sosial
Dukungan sosial tidak hanya mengacu pada jumlah teman yang dimiliki untuk memberikan suatu dukungan, dukungan sosial lebih mengacu pada sejauh mana kepuasan yang didapat atau dirasakan individu dari dukungan-dukungan yang diberikan. Istilah dukungan sosial biasanya mengacu pada persepsi kenyamanan, perhatian yang berlebihan, atau bantuan yang diterima individu dari individu lainnya.
5. Sumber Daya Material
Sumber daya material mengacu pada ketersediaannya uang dalam memperoleh atau mendapatkan barang maupun jasa yang diinginkan oleh individu. Selain hal-hal di atas, keberhasilan individu untuk melakukan suatu coping juga dipengaruhi oleh hambatan yang menghalangi penggunaan sumber daya. Hambatan tersebut dapat berupa hambatan personal dan hambatan lingkungan. Hambatan personal meliputi nilai budaya yang diinternalisasikan serta keyakinan yang dimiliki untuk mengatasi kekurangan dalam diri individu. Hambatan dari lingkungan merupakan suatu tuntutan yang bertentangan dalam mempergunakan sumber daya individu, sehingga mengancam penggunaan coping. Semakin tinggi tingkat ancaman yang diberikan lingkungan, semakin menghalangi individu untuk menggunakan sumber daya dalam menangani masalah secara lebih efektif.
Catatan: Maaf jika ada bahasa yang rancu. Karena kemampuan bahasa inggris dan menterjemahkan sangat kurang, maka yaaa beginilah hasilnya. :MUEHEHE
Referensi:
Lazarus, R. S. And Folkman, S. 1984. Stress, Appraisal, and Coping. New York: Springer Publishing Company -
30 Mei 2016 pada 9:30 pm #58871ias1610Peserta
Makasih utk sharing nya lagi, :JENDAKIRA langkah selanjutnya setelah bisa mengidentifikasi sumber stress ya….cuma ya itu, tetep belum mudeng :YOUSHOU :YOUSHOU
-
30 Mei 2016 pada 9:34 pm #58875Au3Keymaster
Makasih share and dikasih contohnya jadi lebih bisa ngebayangin aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari
Terutama mengenai faktor yg mempengaruhi keberhasilan coping itu yang akan author perhatikan mulai sekarang :ASIA -
30 Mei 2016 pada 10:07 pm #58900WidiaGhyfraPeserta
-
31 Mei 2016 pada 3:56 am #59018MichikaLeePeserta
Thanks for sharing this one :AIKO :AIKO
-
31 Mei 2016 pada 4:27 am #59023blackwhitepandaPeserta
Coping stress adalah topik yg paling sering di angkat buat skripsi di tmpt ku. Aku pun juga pernah ngajuin judul ini buat skripsi dannnn di tolak huhuhu kata dosennya udah banyak, zyebelss deh pas itu, eh tau2nyq disini ada yg bahas. Jadi keingetan lagi deeehhhh :OMG
-
31 Mei 2016 pada 7:27 am #59081yoonnee88Peserta
terima kasih infonya jd tau bagaimana cara menghadapi klo lagi pada kondisi sterss :ASIA :ASIA
-
31 Mei 2016 pada 8:26 am #59149WidiaGhyfraPeserta
@michikalee My pleasure, chika :ASIA
@yoonnee88 kembali kasih. Senang bisa berbagi ilmu :AYO -
31 Mei 2016 pada 8:29 am #59154WidiaGhyfraPeserta
@blackwhitepanda Memang. Stress, Derajat Stress dan Coping Stress sering menjadi topik untuk judul skripsi. Apalagi untuk kami yang belajar di Fak. Psikologi.
Dosen bisa sampai nolak bukan hanya banyak yang angkat topik itu, tapi kita kurang bisa meyakinkan topik kita menarik. Coba cari kasus manarik yang bisa dikaji dengan topik itu.
Misalnya saya, skripsi saya mengenai derajat stress pada istri yang mengalami KDRT. Dan dibikin studi kasus.
Apapun itu, sukses ya.. :ASIA
-
-
PenulisTulisan-tulisan
- Anda harus log masuk untuk membalas topik ini.