Vitamins Blog

Dompetku Hilang Part 12: Pasangan Yang Sedang Jatuh Cinta

Bookmark
Please login to bookmark Close

Diana menatap headphone-nya yang sudah mengelap. Sungguh, perkataan Brian membuatnya pusing dan juga khawatir.

Sebenarnya Diana sudah menjalin hubungan dengan Brian hampir dua bulan, hubungan itu bermula saat Diana sedang makan siang di kantor saat jam istirahat.

Dirinya sosok yang tidak mudah berbaur dengan yang lainnya. Ya, Diana lebih suka menyendiri, makan di sudut kantin dengan tenang tanpa ada adegan bergosip dengan teman satu kantornya. Diana bukannya tidak punya teman, dia hanya mengindari berinteraksi dengan orang-orang toxic seperti penjilat dan munafik, yang hanya baik di depannya tetapi di belakang punggungnya menjelekan seenak jidat.

Diana hanya mempunyai beberapa teman yang dianggapnya bisa dipercaya untuk jadi teman curhatnya dan tidak bermulut ember bocor.

Karna alesan tersebut, Diana merasa nyaman dengan itu semua, dirinya tak mau ambil pusing jika ada suara sumbang di tempat kerjanya, dan dinilai sebagai sosok yang sombong, dirinya tetap bersikap cuek.

Sampai akhirnya saat Diana sedang makan siang, sosok Brian tiba-tiba menghampirinya dan duduk di sebelahnya. Kedatangannya itu tentu membuat Diana merasa kikuk, dirinya yang berkepribadian introvert tentunya merasa lelah jika harus diajak mengobrol dan berbasa-basi dengan orang yang dianggapnya tak nyaman. Tapi tidak, sepanjang makan siang itu Brian hanya fokus makan dan makan tanpa menoleh ke arah Diana ataupun mengajaknya mengobrol.

Diana yang mengingat itu, seketika menggelengkan kepalanya konyol.
Ya ampun malunya, bisa-bisanya aku terlalu GR pada saat itu!

Brian menjabat sebagai manager keuangan. Kedudukannya yang cukup disegani itu, mampu membuat para karyawan perempuan mencari perhatiannya. Ya, bagaimana tidak mencari perhatiannya? Brian masih berusia tiga puluh tahun yang berwajah tampan, diusia yang cukup matang itu dia sudah menduduki jabatan yang cukup, jabatan yang mampu membuat kaum hawa berusaha mencari perhatiannya bukan? Apalagi status Brian masih single bagaimana mereka tidak tertarik?

Diana menaruh ponselnya di meja samping ranjang, kemudian merebahkan tubuhnya terlentang yang sebagian tubuhnya tertutup selimut.

Kamu jangan gila Brian, kejutan apa? Bapak pasti tidak akan luluh. Dalam lamunannya, dia terus membatin hingga pada akhirnya Diana mengingat kilas balik obrolan mereka saat jam makan siang di kantornya dua bulan yang lalu.

“Kau selalu sendiri seperti ini, memangnya gak bosan?” Brian yang duduk disebelah Diana, pun akhirnya memulai untuk berbasa-basi.

Pertemuan mereka kali ini adalah yang ketiga kalinya di kantin, karna merasa gemas akan sikap Diana yang selalu membisu, Brian pun menyerah.

“Tidak, aku nyaman dengan kesunyian.” Jawab Diana sambil lalu.

Hening

“Sama, akupun suka kesunyian.”

Mendengar perkataan yang tidak terduga itu, Diana langsung menolehkan wajahnya ke arah Brian dengan ekspresi tak mengerti, dan secara bersamaan, Brian pun menoleh ke arahnya. Mereka akhirnya menatap satu sama lain dalam diam.
Hingga akhirnya Diana memutus kontak mata lebih dulu dan dengan cepat mengalihkan pandangannya.
Diana kemudian mengambil gelas berisi jus jeruk yang ada depannya kemudian menyedotnya dan menghabiskannya.

Brian tersenyum saat melihat Diana salah tingkah.
“Namamu Diana bukan?”

“Iya pak.”

Brian seketika Berdecak.

“Pak, panggilan macam apa itu, aku masih muda.” gerutunya pelan.

Diana mengerutkan kening. Kemudian kembali menatap sosok di sampingnya. “Maaf? Anda atasan saya, Anda mempunyai jabatan yang lebih tinggi dari saya yang hanya karyawan lapangan, jadi sudah sewajarnya saya panggil pak.”

“Anda, saya, pak Brian, panggilan macam apa itu.” protesnya lagi dengan nada menggerutu.

Sungguh obrolan yang sangat konyol! Diana mengira sosok Brian adalah orang yang punya wibawa tinggi dan jaim, tapi tidak disangkanya dia memiliki sifat seperti itu.

“Jadi Anda mau dipanggil apa? Mas, Abang, Aa, atau Uda”? mendengar Diana menyebutkan nama panggilan sesuai provinsi daerah. Brian gemas, saking gemasnya ingin rasanya dia mencubit pipi Diana keras-keras.

“Brian, kau cukup panggil namaku saja.” ucapnya lambat-lambat dengan memaku pandangannya pada Diana.

Itulah awal mulai percakapan antara dirinya dan Brian. Sifat Brian sebenarnya tidak kekanak-kanakan, dia bersikap seperti itu hanya untuk menggoda Diana saja.

Pada akhirnya Diana merasa nyaman saat terbiasa mengobrol dengannya. Detik berganti menit, menit berganti jam, jam berganti hari, hari berganti minggu dan minggu berganti bulan. Semua waktu itu membuat hubungan pertemanan mereka semakin dekat, hingga akhirnya, Brian merasa cocok akan kehadiran Diana dan pada akhirnya Brian memberanikan diri untuk menembak perasaannya pada dirinya.

Mengingat itu, Diana tiba-tiba tersenyum manis sambil menatap langit-langit kamar, rambutnya yang panjang tergerai indah di atas bantal membingkai wajahnya yang sedikit chubby. Merasa malu pada dirinya sendiri, dia buru-buru menutup wajahnya dengan selimut.
Ah menyebalkan kau Brian! Bisa-bisanya aku memikirkanmu seperti ini!

****
Jatuh cinta memang indah, di saat Diana sedang memikirkan dirinya, Brian pun melakukan hal yang sama.

Sekarang Brian ada kamarnya sudah mandi dan segar setelah membersihkan tubuhnya dari rutinitas kerja yang melelahkan.

Brian rebahan sambil terlentang dengan tangan kiri sebagai bantalan kepalanya dan tangan kanannya tengah sibuk bermain gadget-nya.

Brian bukan sedang bermain games yang banyak digandrungi pemuda-pemuda pada umumnya, melainkan Brian tengah sibuk mengusap wajah Diana dengan jempolnya yang ada di layar ponselnya yang dijadikan wallpaper.

Sepanjang memandang wajah Diana, Brian tak henti- hentinya tersenyum. Sungguh, menggambarkan seseorang yang sedang dimabuk cinta.

Brian tidak sadar, bahwa ayahnya tengah mengintipnya di celah pintu kamarnya yang sedikit terbuka. Melihat anaknya seperti sedang kasmaran, ayah Brian hanya menggelengkan kepalanya dan tersenyum mengejek.
Sepertinya anaku sudah terjangkit serangan cinta.
Setelah membatin, ayah Brian dengan bijaksana menutup kembali pintunya dan tidak mengganggu anaknya itu.

Di sisi lain Brian terus menatap foto Diana diponselnya terus mengelus dan berbicara seperti orang gila. “Kau ini seperti buah durian, di luar tampak berduri tapi hatimu lembut seperti isinya.” pujinya masih penuh senyum.

“Kau tahu, di mataku kau sangat cantik. bibirmu indah, matamu tajam, suaramu sedikit cempreng jika sedang asik berbicara. Kau sungguh unik.”

Mata Brian kemudian beralih pada bibir Diana yang sedang tersenyum dilayar ponselnya. Secara impulsif, Brian mendekatkan bibirnya kedepan, di detik bibir itu hendak menyentuh layar ponselnya, secara bersamaan ponsel Brian mati kehabisan daya dan seketika berubah menjadi layar yang gelap gulita.
Ah sial!

1 Komentar