Vitamins Blog

Love In The Boardroom Bab: 14 Menikahlah Denganku

Bookmark
Please login to bookmark Close

Setibanya di apartemen, Ketty langsung melemparkan tasnya di sofa. Berjalan cepat ke arah lemari dan mengambil pakaiannya dengan brutal dan memasukan ke dalam koper. Sepanjang aktivitasnya itu, Ketty selalu mengumpat pada mereka yang telah mempermalukan di kantor itu. Semua gara-gara kau! 

Saat dirasa sudah memasukan semua pakaiannya ke dalam koper. Tanpa membuang waktu di tekannya nomor Zidane, orang yang sudah membuatnya kesal sesiangan ini. Semakin Zidane tak mengangkat panggilannya semakin geramlah Ketty. Beruntung di panggilan ke lima belas, Zidane akhirnya mengangkat panggilannya. Tanpa membuang waktu, didetik Zidane mengangkat ponselnya, saat itu juga Ketty langsung menyemburkan unek-uneknya “Gara-gara kau. Aku dipermalukan oleh orang-orang sialan itu! Kau pengecut Zidane kau brengsek. Kalau kau berani mengadapi Alex sialan itu harusnya kau menghadapinya sendiri, bukannya meyuruhuku! Kau tahu karna perbuatanmu, aku dirundung oleh orang-orang itu. Hal yang tak pernah aku alami selama ini!” karna terbawa suasana penuh kemarahan yang meluap-luap. Ketty tidak memberi kesempatan bagi Zidane untuk berbicara dan kesempatan itu dia gunakan untuk kembali meluapkan kekesalannya hingga tuntas.

“Harusnya dari awal aku tidak menerima tawaran dirimu yang bodoh itu! Setelah ini aku akan pergi dari apartemenmu, dan tak akan bersinggungan hidup lagi denganmu. Aku akan meninggalkan tempat ini, tempat sialan ini dan menetap di Paris.” Setelah meluapkan semua kekesalannya, seketika itu juga Ketty langsung mematikan sambungan teleponnya dan pergi dari apartemennya sambil membawa koper besarnya.

 

Disisi lain, setelah mendapat semburan kemarahan Ketty. Yang dilakukan Zidane adalah meremas ponselnya kuat-kuat ekspresinya tampak geram. Perempuan cerewet, pergi saja kau ke negara asalmu. 

Bukan hanya dia, dirinya pun sama. Setelah Alex mengetahui ini semua. Dengan cepat lelaki sialan itu melapor pada Tuan Adam. Hingga dirinya mendapatkan peringatan keras darinya.

 

Pada saat Ketty menelponnya tadi tanpa kenal lelah, pada saat itu Zidane sedang mengalami kekalutan setelah mendapatkan telepon dari Bos besar Adam. Adam telah mengancamnya, mengatakan akan memutasinya di negara antah berantah, jika dia tak intropeksi diri, dan kekeuh bermusuhan dengan Alex. Adam mengatakan dengan bijak, baik Zidane maupun Alex mereka berdua adalah karyawannya. Jadi sudah seharusnya mereka saling support, bukannya saling membenci. Karena hal itu, pada akhirnya Zidane menuruti perkataan Bos besarnya itu dan memilih berdamai.

Sekarang setelah mendapatkan rentetan makian dari Ketty, Zidane tak memperdulikan itu semua, yang ada dia merasa senang jika dia pergi dari negara ini. Dirinya sudah menyesal imbas iri hatinya pada Alex yang hampir merugikan dirinya sendiri, beruntung Bos besarnya itu memberinya kesempatan yang akan Zidane gunakan sebaik-baiknya untuk memperbaiki kesalahannya.

 

******

Siang ini Adelle dan ketiga temannya sudah menyelesaikan makan siangnya di kantin. Dan setelahnya mereka gunakan waktu luangnya itu untuk saling mengobrol. “Aku senang dia ditolak kerja di sini, itu akan lebih baik. Aku tak bisa membayangkan jika dia berhasil menjadi sekretaris Bos Alex, entah apa yang akan dia lakukan di kantor ini.” Anna memulai pembicaraannya dengan nada puas.

 

“Iya, kau benar. Mungkin diantara kita yang melihat pemandangan itu hanya Renata yang merasakan ‘sakit’.” ucap Maya menambahkan. “Bahkan aku tak menyangka, Tuan Chris terlibat hingga akhirnya dia dimutasi dari tempat ini.”

 

“Chris itu penghianat, sudah pantas dia di tendang dari kantor ini karena sudah bersekongkol dengan manager yang ada di kantor cabang untuk menyingkirkan Bos Alex.” sambung Adelle dengan kesal. “Bahkan jika perempuan itu terima di kantor ini, sepertinya Chris akan menjadi sekutunya dan malahan kita yang akan ditendang secara perlahan-lahan.” saat Adelle menyelesaikan kalimatnya, ketiga temannya langsung tertawa, mendengar gaya bicara Adelle yang dramatis itu.

 

Saat tawa teman-temanya berhenti, Adelle tiba-tiba tampak murung, dan ekspresi itu langsung dilihat oleh mereka semuanya, Maya yang melihat itu, tak tahan untuk langsung bertanya.

“Kau kenapa Adelle?”

“Aku bingung.”

“Kau bingung kenapa, tadi saat kau membicarakan mereka berdua sangat bersemangat sekali, kenapa tiba-tiba bingung.” kali ini Anna yang berbicara.

Adelle menghela nafas, kemudian sejenak dia menyedot es kopi yang hampir tandas. Setelah menghabiskan es kopinya, barulah Adelle menjawab pertanyaan Anna. “Asal kalian tahu, saat aku menyalin foto itu darinya, aku melakukannya secara impulsif. Sekarang di saat aku sadar, aku malahan kebingungan hendak melakukan apa dengan foto ini. Kalian tentu tidak berpikir aku akan menunjukkan foto itu pada Renata bukan?

 

Mereka bertiga saling berpandangan satu sama lain untuk menanggapi pertanyaan Adelle yang jelas tak memerlukan jawabannya. “Lantas kau akan melakukan apa dengan foto itu? ucap Maya penasaran. “Entahlah, akupun bingung. Mungkin untuk sementara aku akan menyimpan foto ini atau menghapusnya agar Renata tidak melihatnya.”

“Itu lebih baik, mengingat hubungan mereka dalam fase yang serius kita tidak boleh merusaknya dengan menunjukkan foto itu.” ucap Maya menyetujui perkataan Adelle, yang langsung mendapatkan anggukan dari Anna dan juga Zarah.

 

******

Renata benar-benar menghabiskan waktu libur spesialnya hanya untuk tidur. Saat jam sudah menunjukkan pukul dua siang, Renata baru bangkit dari tempat tidurnya dan mendudukkan dirinya di samping ranjang kemudian meraih ponselnya. Dia terkejut luar biasa saat melihat jam yang terpampang di ponselnya . Astaga dia tidur seperti orang mati.

 

Merasa sudah terlalu siang, dengan buru- buru Renata menaruh kembali ponselnya itu di nakas samping ranjang dan segera ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Saat Renata sudah berdiri dan hendak berbalik menuju kamar mandi, tanpa diduga Ponselnya berbunyi. Karna penasaran, Renata pun membalikan tubuhnya kembali dan mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nakas.

Itu pesan dari Alex. Karena penasaran dengan cepat Renata membuka pesan tersebut. ‘Nanti malam aku akan mengajakmu makan malam. Berdandanlah yang cantik. Aku sudah menyuruh seseorang untuk membawakan hadiah untukmu. Kemungkinan barang itu sekarang sudah ada di depan pintu rumahmu.’

 

Setalah membaca pesannya, seketika itu juga Renata langsung berlari kearah pintu, dan benar saja begitu membuka pintu, dia melihat ada kotak besar berwarna merah maroon. Kotak hadiah itu cantik, terbungkus rapi dengan pita warna putih yang terikat indah sempurna, hingga rasanya Renata merasa sayang jika harus merobeknya.

 

Sejenak Renata melihat sekeliling area rumahnya yang sepi. Setelah tak melihat tak ada seorang pun, dengan cepat diambilnya kotak hadiah itu untuk dibawa masuk kemudian menutup pintunya kembali. Kotak hadiah itu cukup besar saat dibawa olehnya. Karena penasaran, Renata yang awalnya ingin segara mandi, jadi sedikit tersendat dan lebih memilih membuka kotak hadiah pemberian Alex terlebih dulu. Hmm isinya apa ya…?

 

Renata kemudian mendudukkan dirinya di sofa dan buru-buru membuka kotak tersebut. Dengan gerakan cepat kotak itupun terbuka, memperlihatkan satu gaun malam berwarna hitam blink-blink yang indah, saat Renata mengangkat gaun itu untuk dibentangkan dihadapannya, tanpa diduga ada benda yang sangat lucu di bawah lipatan gaunnya. Ya, itu adalah bando mutiara warna putih yang sangat cantik dan sepatu heels warna hitam. Wow cantik sekali, apa Alex yang memilih ini semua?

 

Renata terpesona dengan pemberian Alex. Baginya ini adalah kali pertamanya dia mendapatkan sesuatu seperti ini dari seorang lelaki dan kenyataan bahwa Alex lelaki pertamanya yang memberikan ini semua, membuatnya bahagia. Saat Renata tengah menatap benda-benda di depannya dengan penuh keterpesonaan, tanpa diduga Alex menelponnya. Saat telepon itu diangkat olehnya, Alex tanpa basa basi langsung menanyakan hadiah pemberiannya.

“Kau suka dengan hadiahnya?”

 

“Suka sekali, terimakasih Alex.” ucapnya dengan wajah berseri-seri.

 

“Hmm sama-sama.” ucapnya singkat sambil menyunggingkan senyuman. Alex tampak berdiam untuk beberapa lama, dan setelahnya dia pun menyambungkan pembicaraannya lagi. “Renata, nanti malam banyak hal yang ingin aku ceritakan padamu. Kau tahu, seharian ini di kantor banyak sekali masalah, tapi pada ahkirnya semua kembali baik-baik saja.”

“Masalah?” ucapnya penasaran.

“Iya, nanti aku jelaskan semuanya padamu malam nanti, saat kita makan malam.”

“Ah baiklah. Janji, kau akan menceritakan semuanya tanpa ada yang kau tutupi.” Alex tersenyum di seberang teleponnya saat mendengar perkataan Renata yang posesif itu. “Aku berjanji tak akan ada yang aku tutupi.” ucapnya penuh penekanan.

Hening

 

Setelah mereka saling diam beberapa menit. Renata kemudian mulai berbicara. “Alex apa ada yang ingin kau bicarakan lagi? Jika tidak, aku… aku ingin menutup telepon ini. Kau tahu, aku baru bangun tidur dan aku ingin sekali mandi.” ucapnya memberi tahu dengan wajah memerah menahan malu. Alex yang di seberang telepon seketika tersenyum jahil, dan tiba-tiba muncul ide untuk mengganggu Renata. “Jadi kau belum mandi sesiangan ini? Astaga pantas saja dari tadi aku mengendus bau asam yang sangkat pekat. Tak tahunya itu berasal dari kekasihku.” ucapnya setengah mengejek dan merayu. Renata bisa mendengar bagaimana Alex tengah menertawakannya di seberang telepon.

 

Renata merajuk dan segara menimpali ucapan Alex, bersungut-sungut. “Kau sendiri yang menyuruhku untuk tidur seharian. Jadi jika aku bau asam, itu karna dirimu Tuan direktur!” setelahnya dengan cepat Renata mematikan sambungan teleponnya, tidak memberi kesempatan Alex untuk kembali berbicara.

 

Setelah mematikan ponselnya, tanpa sadar Renata mengendus ketiaknya sendiri, mencoba mencari aroma asam yang dibilang oleh Alex. Saat indra penciumannya tak menemukan aroma yang dicarinya, dengan kesal Renata kembali menggerutu. Alex selalu seperti itu, jika ada kesempatan untuk mengejeknya dia akan melakukan dengan sepenuh hati, hingga membuat lawannya kalah.

 

Renata pun akhirnya menaruh ponselnya di meja dan berganti kegiatan melipat kembali gaun itu untuk dimasukan kembali kedalam kotak hadiah besar itu. Setelah gaun hadiah tersebut sudah tersimpan kembali dengan rapi, Renata akhirnya berdiri dan memutuskan untuk mandi!

 

******

Di dalam rumah yang besar itu, Alex tengah bersiap-siap untuk malam kencangnya bersama Renata.

Sepanjang aktifitasnya memasuki rumahnya setelah pulang kantor, Alex tak henti-hentinya bernyanyi dan bernyanyi lagu favoritnya. Hingga beberapa pelayan yang ada di rumahnya saling berbisik, membicarakan suasana hati majikannya yang sepertinya sedang bahagia.

 

Jam sudah menunjukan pukul delapan malam. Sekarang Alex sudah siap, rapi dan tentunya wangi, Alex menatap sekilas dirinya di cermin. Entah kenapa, dia yang biasanya tidak suka bercermin, tiba-tiba malam ini bercermin lama, ingin meyakinkan penampilannya takut kalau-kalau penampilannya terlihat aneh di mata Renata.

 

Saat sang pelayan mengetuk pintu meminta izin untuk masuk. Alex yang masih sibuk bercermin, berucap untuk memberinya izin, tak lama pelayanannya masuk dengan membawa mantel untuknya. “Bibi, menurutmu aku sudah tampan, apakah pakaian ini cocok dikenakan untukku? Alex tiba-tiba berucap konyol saat sang pelayanan baru saja memasuki kamarnya hingga membuat bibi Sam terkekeh.

 

“Tuan, Anda tampan seperti biasanya. Tapi untuk malam ini Anda terlihat sangat tampan, dan jas yang Anda pakai sangat cocok.”

Setelah mendapatkan pujian tulus dari Bibi Sam, Alex kemudian tersenyum simpul. Dia kembali membalikan tubuhnya dan menghadap di cermin. “Asal bibi tahu, malam ini adalah malam spesial. Aku ingin malam ini tampil sempurna hingga membuat kekasihku terpesona. Aku akan membujuk dia untuk tinggal di sini dan menjadi nyonya di rumah ini.”

Alex mengutarakan isi hatinya pada pelayannya itu. Karna baginya, bibi Sam sudah seperti ibu asuhnya dia sudah mengabdi di rumah ini sekitar dua puluh tahun lamanya, bekerja saat ibunya masih hidup hingga ibunya meninggal. Bahkan saat ayahnya menikah lagi dengan perempuan lain dan menetap di luar negeri dan melupakan dirinya, bibi Sam masih setia di rumahnya, bertahan di sini. Jadi karna alasan itu Alex tak keberatan membagikan isi hatinya pada bibi Sam.

 

“Tuan akan menikah?” bibi Sam menutup mulutnya tak percaya. Melihat responnya Alex terkekeh. “Iya. Itu rencanaku bibi, saat malam kencan nanti aku akan mengajak dia untuk menikah. Jika dia setuju, aku akan melakukan pernikahan itu dengan cepat dan mengadakan pesta yang meriah.” jawabnya dengan semangat.

 

Bibi Sam tersenyum lembut kemudian berkata dengan tulus. “Semoga berhasil Tuan, semoga menjadi pernikahan yang bahagia.” bibi Sam mendekat dan memberikan mantel hitam yang langsung diambil oleh Alex. “Terimakasih bibi” ucapnya tulus. Sang pelayanan menganggukkan kepalanya dan tersenyum. Merasa sudah tak ada yang perlu di bicarakan lagi dengan majikannya, bibi Sam akhirnya keluar dari kamar tersebut.

 

Saat sudah mengenakan mantel dan bersiap untuk pergi meninggalkan kamarnya, tiba-tiba ponselnya berbunyi.

Alex mengangkat alisnya saat membaca nama orang yang mengirimnya pesan di sana. Adelle?

Karna penasaran, dengan gerakan cepat dibukanya pesan tersebut. Ekspresi Alex mengelap saat melihat foto yang dikirim oleh Adelle, tapi itu hanya ekspresi sementara karna selanjutnya saat Adelle kembali mengirim pesan, wajah Alex berubah cerah. Ya. pesan itu berbau nasihat, mengingatkan Alex harus jujur mengenai foto dirinya dan Ketty saat klub. Mencegah agar tidak ada kesalahpahaman pada hubungan mereka di masa depan, jika foto itu tersebar oleh orang yang tidak suka dengan hubungan dirinya dengan Renata.

Itu lebih baik, bukankah hubungan asrama yang baik adalah keterbukaan dan kejujuran? Alex mencatat dalam hatinya akan menjelaskan masalah ini di depan Renata, bahkan jika mau, Alex akan menunjukan foto tersebut di hadapannya.

 

*****

Mereka berdua telah melakukan sesi makan malam dengan lancar, Alex memesan sebuah restoran bintang lima di lantai paling atas dekat jendela, sengaja untuk memperlihatkan pemandangan indah di bawahnya. Saat ini dari ketinggian puluhan meter, Renata bisa melihat bagimana aktivitas di bawah sana yang sangat komplek, terlihat dari nuansa warna lampu kendaraan yang berlalu lalang, serta lampu gedung yang menghampar di bawahnya menciptakan suasana kerlap kerlip yang indah.

Renata yang tengah melihat pemandangan itu, sedikit mendekat ke arah jendela dan merendahkan pandangannya sambil tersenyum. Alex yang melihatnya langsung berucap menawarkan. “Kau suka ketinggian? Apa kau suka tempat ini. Jika kau menyukai makan malam diketinggian aku akan membawamu di salah satu gedung tertinggi di dunia dan kita bisa makan malam berdua di sana.”

Mendengar perkataan Alex, Renata yang sebelumnya fokus menatap pemandangan dari kaca jendela, beralih menatap Alex dengan ekspresi tertarik.

“Kau akan mengajakku di gedung laktha Center? ” Renata berucap polos. Mendengar ucapannya, Alex tersenyum lembut kemudian mengelus pipi Renata dengan ekspresi sayang.

“Bukan. Tempat itu ada dibelahan dunia sana. Laktha Center masih cukup dekat dengan negara kita dan lagi, gedung itu bukan gedung tertinggi di dunia melainkan hanya dinobatkan sebagai gedung tertinggi di Eropa. ketinggian laktha Center hanya empat ratus enam puluh dua meter. Sedangkan aku ingin membawamu jauh lebih tinggi dari tempat itu. Gedung dengan ketinggian delapan ratus dua puluh delapan meter. Jika kau ke sana, kau akan merasakan hidup di atas awan.”

“Setinggi itu?” ucapnya tak percaya.

“Ya. Memang sangat tinggi. Bahkan dunia pun mengakuinya jika gedung itu adalah gedung tertinggi yang pernah ada, tempat itu bernama Burj Khalifah. Aku akan mengajakmu ke sana dalam waktu dekat. Kau mungkin harus menyesuaikan dengan iklim di sana, kau tahu menara itu ada di negara yang dekat gurun pasir jadi cuacanya sangat jauh berbeda dengan di sini.” Alex menjelaskan dengan gamblang.

“Hmm aku mengerti.”

“Mengerti apa? ” ucapnya setengah menggoda. Renata menatap Alex dengan bersungut-sungut. “Iya, aku mengerti penjelasanmu itu Tuan Alex.”

Mendengar perkataan Renata yang seperti itu, Alex terkekeh kemudian mencubit pipinya dengan gemas. “Pintar.”

 

Mereka berdua kemudian saling bertatapan lama, hingga pandangan Alex merendah saat matanya memaku bibir Renata yang merekah. Alex mencondongkan tubuhnya ke depan dan mendekat ke arah Renata. Saat bibir mereka sudah berdekatan Alex tanpa membuang waktu langsung mencium bibir Renata dalam, menyesapnya dan melumatnya. Mereka berciuman cukup lama. Hingga akhirnya Alex melepaskan pertautan bibirnya dan kembali mundur dan mendudukkan dirinya di kursi. Alex mengambil gelas berisi anggur yang ada di depannya dan menenggaknya hingga tandas. Saat sudah melakukan aksinya kembali Alex menatap Renata lekat.

“Kau sangat cantik malam ini. Bisa dibilang malam ini kau sangat cantik.”

“Kau sudah berapa kali mengatakan itu padaku malam ini Alex? ”

“Tak terhingga.” ucapnya sambil terkekeh, dengan tangan masih mengenggam jemari Renata mengelus cicin lamarannya yang terpasang dijari manisnya.

“Alex sepertinya kau lupa. Kapan kau kan menceritakan masalah tadi siang saat di Kantor?” kalimat Renata yang mengingat janjinya itu membuat ekspresi Alex kecut.

“Ah… Itu. Aku pikir kau sudah melupakannya.” ucapnya menggoda.

“Cepat katakan. Aku sudah tidak sabar ingin tahu.” ucapnya bersungut-sungut.

Karena Renata memintanya untuk menceritakan semuanya, saat itu juga Alex mulai berbicara panjang lebar tanpa ada yang terlewat dan sepanjang Alex berbicara, Renata menjadi pendengar yang baik. “Oh jadi calon sekretaris itu bernama Ketty? Yang tak lain suruhan tuan zidane?” Renata memberikan kesimpulannya dengan tepat. “Benar”

“Hmm aku mengerti.” gumamnya

“Renata” Alex memanggilnya. “Iya?”

“Ada satu hal yang ingin aku bicarakan padamu. Ketty sebelumnya sudah bertemu denganku di klub. Perempuan itu memanfaatkan situasi saat aku sedang mabuk. Saat itu aku tidak sadar saat Ketty tiba-tiba saja datang mendekat dan langsung menciumku dengan brutal. Beruntung kesadaranku kembali sadar sehingga tidak terjadi hal yang lebih parah dari itu.” Alex berusaha menjelaskan sejujurnya.

“Aku sudah tahu. Adelle yang memberi tahuku.” ucapnya terus terang.

“Adelle!” astaga dia memang susah di tebak. 

“kau.. kau tidak marah padaku?” ucapnya memastikan.

“Aku pada awalnya merasa marah padamu, tapi setelah aku memaksa Adelle untuk menunjukkan foto itu, aku baru percaya kalau kau memang dijebak.” Terimakasih Adelle kau sudah membantuku. Alex berucap dalam hatinya. Merasa bahagia karna Renata tidak marah padanya, tiba-tiba Alex berdiri dan menghampiri ke arah Renata yang masih terduduk dan secara mengejutkan ditariknya tubuh Renata berdiri dan dipeluknya tubuh Renata erat-erat. “Terimakasih Renata, terimakasih. Aku berjanji akan membahagiakanmu setelah ini.”

“Membahagiakanku?” ucapnya tak mengerti. Alex seketika melepaskan pelukan dan mendorong tubuh Renata sedikit menjauh dan menatapnya dengan senyum bahagia saat memberikan kejutan bahagianya. “Iya membahagiakanmu, karna setelah ini aku akan menikahimu Renata, secepatnya.”

“Apa?” Renata yang semula berdiri, kini jatuh terduduk di kursinya dengan menutup mulutnya seolah-olah tak percaya dengan perkataan Alex. Renata mendongak menatap sosok yang menjulang di depannya dengan ekspresi penuh senyum. “Alex… kau.. kau mau menikahiku?” ucapnya masih dipenuhi ketidakpercayaan.

Kembali Alex meraih tangan Renata dan menciumnya lembut kemudian dia duduk berlutut di depan Renata. Alex tiba-tiba mengeluarkan kotak mungil berwarna biru tua yang sangat indah, di bukanya kota tersebut dan memperlihatkan benda yang sangat indah berkilauan yang sangat cantik. Sepasang cicin pernikahan yang akan disematkan di jari mereka berdua. “Renata menikahlah denganku, aku berjanji akan membahagiakanmu.”