Vitamins Blog

Love In The Boardroom Bab: 2 Alexander Swan

Bookmark
Please login to bookmark Close

 

Di dalam ruangan kerja yang luas itu. Sosok Alexander Swan sedang duduk santai   di kursi besarnya. Lelaki itu tengah menelfon seorang  perempuan yang sudah pasti itu kekasih barunya. Alexander swan, sosok lelaki flamboyan berdarah timur tengah yang tampan mempesona dan juga murah senyum.

Dengan penampilan fisik sempurna. memiliki tubuh tinggi, hidung mancung, alis tebal, rambut hitam pekat. Dan warna bola mata cokelat gelap  mengintimidasi yang dikelilingi bulu matanya yang indah.

Dengan penampilan fisik yang seperti itu, hati perempuan mana  yang tidak tergoda saat seorang  Alexander swan mengajaknya berkencan. Tentu saja tidak ada yang menolaknya bukan?

Di usia yang ketiga puluh tahun. Dirinya sudah memiliki kedudukan yang  cukup tinggi di kantornya ini. Ya, manager. Kedudukan Alex di kantor ini adalah seorang manager. Walaupun kedudukannya hanya sebatas ‘itu’ tetapi bawahannya terbiasa memanggilnya dengan sebutan Bos. Panggilan akrab yang disematkan untuknya. Alex beruntung memiliki anak buah yang sebagian adalah perempuan. Karna keberuntungan itulah, sikap Alex yang awal mulanya hanya untuk iseng menggoda bawahannya, berubah menjadi hobby yang menyenangkan.

Bagaimana tidak menyenangkan?  Disaat dirinya iseng mengatakan
‘Mau kah kau berkencan denganku’ mereka kaum perempuan lansung meronta bahagia dan langsung menerimanya. Awalnya Alex merasa kaget karna respon mereka yang terkesan murahan, tapi dirinya tak  mau ambil pusing. Karna alasannya itulah,  Alex mulai suka mempermainkan banyak hati wanita.

Seperti sekarang ini, dimana saat dirinya menelpon kekasihnya yang kebetulan  calon korbannya kali ini bukanlah anak buahnya, melainkan perempuan yang terobsesi dengan Alex yang suka mengirim pesan menggoda disosial medianya untuk menarik perhatiannya. Dengan sifat Alex yang playboy  dan sifat tak tahu malunya Bella,   bukankah itu kombinasi yang sangat sempurna?

“Bella maafkan aku, karna kemarin aku tidak mengangkat telfon darimu. Kau tahu, kemarin adalah hari paling sibuk karna ada kunjungan rekan Bos besar di kantor.”
Alex berucap menjelaskan dengan nuansa kebohongan yang pekat. Karna yang sebenarnya, bukalah kesibukan  seperti yang diucapkannya melainkan menutupi agenda kencannya dengan Adelle malam itu.

“Sungguh?” Bella menjawab dengan  curiga.
“Sungguh sayang. Aku rela meluangkan waktuku nanti malam untuk mengajakmu makan malam  di restoran langgananku, sebagai tanda permintaan maaf-ku. Bagaimana? Atau kau perlu bukti?”

“Bukti apa?” Bella bertanya tak mengerti di seberang telfonnya. Alex pun terkekeh dan berucap kemudian.
“Bukti tentang kesibukanku hingga mengabaikan-mu.”

Hening.

“Hmm aku rasa itu tidak perlu, dengan kau mengajakku makan malam sebagai permintaan maaf, aku berpikir kau sudah berkata jujur.” Di detik Bella menyelesaikan ucapannya. Seringaian  kemenangan langsung muncul di wajahnya. “Baiklah. Sampai ketemu malam nanti,  akan ada kejutan untukmu.”

Setelahnya Alex langsung menutup sambungan teleponnya, masih dengan senyuman puas sambil menatap layar ponselnya  yang mulai menggelap.
Kemudian Alex bangkit dari kursi kerjanya yang besar, berniat untuk pulang dan bersiap- siap. Tak lama kemudian ponselnya bergetar kembali, menandakan ada pesan masuk. Alex membaca pesan itu dan seketika senyuman itu muncul kembali  di wajahnya.

Alex aku ingin es kopi, bawakan satu cup untuku.  Itu adalah pesan dari Bella yang entah karna apa tiba-tiba ingin Alex membawakannya, dengan berbaik hati. Alex mengiyakannya dan berniat akan membawa es kopi itu nanti saat dia menjemput Bella.

******

“Maafkan aku” begitu memasuki ruangan kerja Renata, Adelle langsung mengucapakan permintaan maafnya. Renata mengangkat alis mendengarnya.
“Permintaan maaf apa?” ucapnya tak mengerti.
Adelle seketika memutar bola matanya dengan konyol. “Bodoh, saat kejadian di kantin siang tadi.”
Kali ini gantian Adelle yang menyebut Renata bodoh.
“Oh…. ok. Tidak masalah, aku juga sudah melupakannya.” Renata menjawab sambil lalu. Kemudian fokus kembali menatap layar laptopnya.

“Ok, baikan” Adella tiba-tiba berucap dan menunjukkan jeri kelingkingnya di hadapan Renata. Renata tersenyum melihatnya, kemudian tak butuh lama akhirnya dirinya mengaitkan kelingkingnya di kelingking Adelle.
“Baikan” ucapnya sambil tersenyum kearah Adelle.

“Pekerjaanmu belum beres?” Adelle kembali berucap kearah Renata yang kembali fokus menatap layar laptopnya.
“Sudah” jawabnya singkat.
“Lantas apa yang lakukan itu? kau tak tahu ini hampir jam  lima sore, sudah waktunya  kita pulang.” Adelle berucap menjelaskan dengan menatap jam tangannya.

“Aku sedang membaca”
“Hah! Membaca memangnya apa yang kau baca?”
Renata terkekeh melihat keterkejutan sahabatnya itu.
“Novel”
“Sejak kapan kau mulai suka membaca novel Renata?”  Adelle terus mencecar ke arah Renata. Melihat  respon Adelle yang sepertinya sangat tidak mempercayai jika dirinya seorang pembaca novel, Renata tertawa.

“Sudah sejak lama, kau tahu, membaca novel itu sangat menyenangkan. Jika aku sedang malas menonton televisi atau bermain sosial mediaku. Aku biasanya menghabiskannya dengan membaca novel.” Adelle yang mendengarkan merasa tertarik dengan obrolan Renata. Dan tiba-tiba aja Adelle menyeret kursi putar yang ada di sebelah tempat kerja Renata, yang kebetulan pemiliknya sudah pulang lebih awal.

Melihat   Adelle melakukan itu, Renata berucap tak mengerti. “Kau mau apa?” sebagai jawabannya, Adelle berucap dengan sumringah. “Mendengar kau bercerita, sepertinya seru.”
Renata terkekeh mendengarnya.

“Memangnya kau akan tertarik jika aku bercerita? Aku berpikir akan sia-sia jika aku menceritakan sampai berbusa tapi kau malahan tak memahaminya.”

Begitu mendengar perkataan Renata, Adelle tak tahan untuk tertawa terbahak, bahkan sangking kencangnya dia tertawa, Renata sampai membekap mulut sahabatnya itu.
“Diam! Kau sangat berisik jika sedang tertawa.”

Bahkan Renata yang sedang membekap mulut Adelle seperti itu, tak tahan untuk tak tertawa geli. Sungguh melihat dua sahabat yang saling tertawa  dan salah satu dari mereka membekap mulut temannya, benar-benar terlihat sangat menggelikan.  Begitu bekapan dari Renata terlepas, Adelle buru-buru  menyuarakan kebenarannya.

“Kau benar. Jika kau menjelaskan, aku sudah pasti tak akan memahaminya.” Kembali Adelle tertawa, kemudian melanjutkan kembali ucapannya.
“Karna bagiku hal yang paling  menyenangkan adalah makan dan tidur.”

“Hidupmu terlalu monoton ” Renata menimpali dengan senyum mengejek. Pandangan Renata, kini fokus kembali didepan layar Laptopnya hendak melanjutkan novel yang sedang di bacanya. Dan mengabaikan sosok yang ada di sampingnya.

Tiba-tiba, disaat Renata sedang fokus membaca, Adelle menarik tangannya dengan tujuan mengajaknya pulang.
“Kau bisa lanjutkan membaca itu nanti kalau sudah sampai rumah, ini sudah hampir petang, ayok pulang.”

“Dasar pengganggu, sepertinya kau memang di ciptakan sebagai biang rusuh.” ucapnya bersungut-sungut. Tak urung Renata akhirnya menurutinya, dengan membereskan semua yang perlu dibereskan di meja kerjanya. Adelle yang mendengarnya hanya tertawa sambil memperhatikan Renata. Kemudian  setelah dirasanya Renata sudah siap untuk pulang, Adelle kembali menggandeng tangannya dan mengajaknya pulang bersamanya.

Sepanjang perjalanan mereka di lorong kantor  yang mulai sepi, hanya suara tawa  dan obrolan dari dua sahabat yang menggema di sepanjang jalan yang mereka lalui.

*******

Mereka berdua yang semula ingin segera cepat sampai rumah, tiba-tiba berubah pikiran saat melihat kedai kopi yang lokasinya tak jauh jadi kantornya. Karna alasannya ingin minum kopi sebelum pulang, mereka akhirnya memasuki kedai tersebut.

Setelah mereka berdua  sudah masuk di kedai kopi, mereka memesan  es kopi favoritnya masing-masing. Dan tak lama kemudian  pelayanan datang dengan membawa dua gelas es kopi dan dua piring berisi croissant hangat yang menguarkan aroma harum.
Begitu sajian sudah tertata rapi di meja, meraka pun akhirnya menikmati es kopi yang memiliki cita rasa gurih, manis dan juga lembut. Rasa yang cocok untuk lidah kaum perempuan yang suka kemanisan.

Sepanjang mereka menikmati es kopinya, mereka mengisinya dengan mengobrol hal- hal yang menyenangkan. Sampai dimana,  pandangan Renata akhirnya menangkap sosok yang baru saja memasuki kedai, dan seketika ekspresinya berubah masam.
“Kau lihat itu”  Renata bertanya pada Adelle, dengan pandangan masih fokus menatap sosok yang barusan di lihatnya.
“Siapa?” Adelle  berucap tak mengerti
“Kau liat sendiri di belakangmu.”

Dengan patuh Adelle kemudian menengok ke arah belakang untuk melihat sosok yang di sebut Renata. Dan benar saja, begitu melihatnya, Adelle langsung melebarkan matanya karna tidak menduga jika sosok itu yang akan di liatnya.
“Apa yang dia lakukan disini?”
“Bodoh, ya jelas beli kopi lah, memangnya apa lagi.” Renata menjawab dengan kesal.
“Ishh maksudku____”
“Kau liat itu, sepertinya dia membeli kopi untuk calon korbannya, bisa dilihat dari yang dia bawa dan liat ekspresi itu saat menelponnya.” Renata tanpa sadar memperhatikan Alex begitu intensnya, dari mulai memasuki kedai hingga keluar kedai  terus memberikan kesimpulannya.
Melihat Renata menilai sebegitu detailnya tentang Alex .
Adelle pun mengangkat alisnya dan berucap mengejek kemudian.
“Kau tidak seperti biasanya, ada apa denganmu Renata?” mendengar Pertanyaan Adelle yang tak dipahaminya itu, seketika dirinya bertanya balik dengan penasaran. “Apa maksudmu?”
“Hissh kau ini, kenapa otakmu mejadi bebal sepertiku.”
“Aku tak sudi disamakan denganmu, Katakan cepat jangan berbelit- belit” Renata berucap penuh penekanan.
Adelle memutar bola matanya jengah, saat melihat gaya bicara Renata yang  tanpa disaring itu bila menyangkut dirinya.
“Kau tahu apa yang kau katakan mengenai Alex barusan?  Apa kau tidak sadar, secara tidak lansung kau diam- diam sudah memperhatikan aktivitas dia selama di sini?”
Begitu mendengarnya, seketika wajahnya berubah merah menahan malu. “Oh….anggap saja aku telah melakukan kesalahan.” Renata menjawab sambil lalu. Kemudian dirinya melihat petunjuk waktu di tangannya, sengaja untuk mengalihkan pembicaraan.
“Kau mau pulang atau mau menginap disini?”
“Jam berapa sekarang?”
“Jam delapan. Ayo cepat kau habisan kopi itu lalu kita pergi dari sini. Aku sudah lelah, ingin cepat sampai rumah dan tidur.”

Renata mulai bebenah memasukkan ponsel serta dompetnya ke dalam tasnya.
“Renata menurutmu kali ini yang akan jadi korban berikutnya siapa?”  Adelle mengerutkan kening  dan bertanya kearah Renata yang sudah siap untuk pulang. “Kau pantau saja besok di kantor akan ada drama apa, jika ada teman kita disana yang menangis karna diputus cintanya, kemungkinan dialah korbannya.”
Renata menjawab pasti. Karna  diliat dari pengalaman yang sebelumnya dimana terkadang ada teman satu kantornya di buat sedih  karna telah diputus cintanya oleh Bos mereka, Alex.
“Aku sependapat denganmu Renata”
Ekspresi Adelle berubah cerah  setelah mendengarnya, berharap besok akan ada berita baru yang menghebohkan di kantornya.
“Sudah? Kalau tak ada lagi yang kau tanyakan. Kita bisa pergi dari sini.”
Renata akhirnya beranjak berdiri dari tempat duduknya dan meninggalkan tempat tersebut dengan diikuti oleh Adelle di belakangnya.Mereka berdua  akhirnya pergi meninggalkan kedai kopi yang mulai sepi pengunjung itu.

******

Setelah keluar dari kedai, mereka akhirnya sampai di halte Bus yang tempatnya tidak jauh dari kedai kopi.
Halte itu sangat ramai, dimana banyak orang yang menunggu Bus yang sama dengan tujuan  Bus yang akan  di naiki oleh Renata. Kemudian setelah menunggu selama lima belas menit, Bus yang mereka tunggu akhirnya muncul dan menghampiri mereka. Hingga akhirnya  Renata maupun  Adelle  dan semua orang yang ada di halte, seketika berbondong-bondong mendekat ke arah pintu Bus  yang terbuka lebar. Mempersilahkan penumpang untuk  segera masuk menaiki bus  yang sebelumnya sepi penumpang, kini berubah menjadi sesak  karna penuh di isi oleh banyak orang. Setelah dilihatnya tidak ada orang yang tertinggal di halte, Bus itu akhirnya berjalan dan meninggalkan Halte yang  mulai sepi dan hening di makan oleh kesunyian.

Hi ….novel love in the Boardroom ini murni dari aku sendiri ya. Terimakasih untuk kak bintang Timur yang sudah memberikan yang sudah memberikan ilmu penulisannya,  hihihi berkat KaBin tulisan aku jadi rapi. Cerita ini hanya cerita ringan bergenre romance, genre kesukaanku. Cerita ini aku tulis sebenarnya sudah lama, hampir sebulan terkubur di draft, hingga ahkirnya dengan kepercayaan diri, ahkirnya aku posting disini. Maafkan ya kalau narasinya masih kaku, penempatan tanda baca masih kurang tepat. Namanya juga masih tahap belajar hihihih. Happy Reading~~~